• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Mangrove dan Karakteristik Biofisik Lingkungan

Dalam dokumen 5. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 33-37)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik air dan sedimen sangat mempengaruhi distribusi jenis mangrove maupun makrozoobentos. Pada stasiun S8 dimana mangrove spesies yang paling banyak ditemui adalah Bruguiera

gymnorrhiza dan memiliki substrat pasir ternyata sangat disukai oleh gastropoda.

Demikian halnya yang terjadi pada stasiun S13 dimana mangrove yang paling banyak ditemui adalah Avicennia officinalis dengan substrat pasir juga sangat disukai oleh gastropoda. Adapun mangrove stasiun S11 dimana spesies

Rhizophora apiculata paling banyak ditemukan dan memiliki substrat lempung

berpasir, ternyata juga paling disukai oleh gastropoda.

Bagi kehidupan mangrove suhu berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Suhu optimum mangrove adalah diatas 200C dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 50C (Saparinto, 2007). Pada lokasi penelitian suhu berkisar antara 28,830C – 30,830C dan surut 280C – 30,330C. Pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 200C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 50C, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 100C (Kusmana et al., 2008). Menurut Hutcings dan Saenger (1987) menyatakan bahwa temperature optimum bagi pertumbuhan daun Rhizophora stylosa, Ceriops spp., adalah

berkisar antara 26-280C, sedangkan bagi Bruguiera spp. adalah 270C. Oleh karena itu suhu di keseluruhan lokasi penelitian berada pada kondisi baik bagi seluruh organisme akuatik maupun bagi kehidupan mangrove. Temperatur perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : musim, ketinggian dari permukaan laut, lintang, penutupan awan, sirkulasi udara, aliran, serta kedalaman suatu perairan (Effendi 2003; Nurjaya 2006). Selain itu suhu juga dipengaruhi oleh faktor antropogenik seperti limbah dan sebagainya.

Salinitas memiliki peran penting bagi pertumbuhan, daya adaptif, dan zonasi mangrove (Aksornkoae, 1993). Mangrove dapat tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas air payau (> 0,5‰) sampai dengan salinitas air laut 30‰ - 33‰. Salinitas yang tinggi (> 35‰) dapat berpengaruh buruk bagi vegetasi mangrove karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif (Bengen, 2002). Pada keseluruhan lokasi penelitian didapatkan nilai salinitas berkisar antara 28,50 – 29,670

/00 saat pasang dan 28,00 – 28,330/00 saat surut. Ini menunjukkan bahwa salah satu parameter kualitas lingkungan berupa salinitas berada pada kondisi yang optimum bagi pertumbuhan mangrove.

Pasang surut juga sangat mempengaruhi distribusi dan struktur vegetasi serta fungsi mangrove. Mangrove yang mengalami penggenangan secara terus menerus biasanya hanya bisa ditumbuhi oleh Rhizophora mucronata dan beberapa ada yang tumbuh diantaranya adalah Bruguiera spp., dan Xylocarpus spp. Pasang surut juga sangat mempengaruhi sistem perakaran. Pada lokasi penelitian pasang surut yang terjadi tidak melebihi dari 1 m, oleh karena itu perakaran dari mangrove juga tampak tidak terlalu tinggi khususnya dari genus Rhizophoraceae.

Kaitannya dengan oksigen terlarut (DO), mangrove dan biota yang berasosiasi dalam ekosistem mangrove sangat membutuhkan bagi proses respirasi dan fotosintesis (Aksornkoae, 1993). Namun demikian oksigen terlarut dapat diperoleh lebih dari bantuan hewan yang melobangi substrata tau dengan adaptasi perakaran. Pada lokasi penelitian didapat nilai oksigen terlarut berkisar antara 5,45 – 5,80 mg/L pada saat pasang dan antara 5,33 – 5,96 mg/L saat surut. Angka ini sangat mendukung bagi kehidupan mangrove dan biota yang berasosiasi dikarenakan masih dalam range yang diinginkan. Aksornkoae (1993) menjelaskan bahwa oksigen yang ada pada ekosistem mangrove berkisar antara 3,8 – 7,3 mg/L,

sedangkan baku mutu bagi biota laut dalam Kep Men LH No. 51 Tahun 2004 menyatakan bahwa oksigen terlarut harus lebih dari 5 mg/L.

Mangrove memiliki hubungan yang erat dengan substrat. Jenis substrat sangat mempengaruhi bagaimana zonasi terbentuk. Selain itu substrat sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang di sekitar mangrove. Pada lokasi penelitian secara umum substrat berpasir baik apda layer 10 cm, 30 cm, maupun 60 cm. Sebagai contoh pada stasiun S7, S10, S12, dan S13 (Lampiran 2) menunjukkan bahwa substrat utama yang ada berupa substrat berpasir, dan ternyata pada stasiun tersebut spesies Rhizophora mucronata dapat tumbuh dengan cukup baik. Steenis (1958) in Aksornkoae (1993) menjelaskan bahwa

Rhizophora mucronata dapat hidup dengan baik pada substrat berpasir, dan

Gledhy (1963) in Aksornkoae (1993) juga menambahkan bahwa substrat lumpur berpasir sangat mendukung bagi kehidupan Avicennia marina dan Bruguiera spp.

Gambar 25 menunjukkan hasil analisis faktorial koresponden pada saat surut terendah. Terlihat jelas pada kuadran 1 dimana stasiun S11 berada sangat didominasi oleh mangrove dari spesies Rhizophora apiculata. Stasiun ini cenderung berada pada substrat lempung berpasir dengan faktor lingkungan yang paling mempengaruhi adalah pH dan deterjen. Dengan kata lain bahwa lingkungan yang berada pada lokasi ini sangat menonjol pada nilai pH dan deterjen. Adapun pada kuadran 2 dimana S8 dan S13 berada, masing-masing memiliki mangrove spesies Bruguiera gymnorrhiza dan Avicennia officinalis ternyata banyak ditemukan gastropoda. Parameter yang paling berpengaruh dari kuadran ini adalah TOM, pH, deterjen, P, dan N. Sedangkan pada stasiun S5 dimana spesies Pandanus tectorius mendominasi memiliki substrat berpasir dan tidak ditemukan makrozoobentos. Parameter yang mendominasi apda stasiun ini adalah C organik dan deterjen. Kuadran 4 dimana stasiun S2 berada didominasi oleh mangrove dari spesies Avicennia marina. Parameter yang mendominasi pada stasiun ini adalah N organik, P, TOM, dan pH.

Gambar 25 Distribusi spasial hubungan mangrove dan karakteristik lingkungan pada saat surut terendah

Gambar 26 Distribusi spasial hubungan mangrove dan karakteristik lingkungan pada saat pasang tertinggi

Sebaran spasial hubungan ekosistem mangrove dengan lingkungannya pada saat pasang tertinggi disajikan pada Gambar 26. Kondisi pasang tertinggi pada kuadran 1 dimana stasiun S5 berada ditemukan spesies Pandanus tectorius. Pada stasiun ini parameter lingkungan yang mendominasi adalah N organik, P, C organik, pH dan tidak ditemukan makrozoobentos. Sedangkan pada kuadran 2 dimana stasiun S2 berada memiliki substrat pasir dan didominasi oleh parameter TOM, pH, dan deterjen. Tidak ditemukannya makrozoobentos disini dikarenakan makrozoobentos sulit untuk hidup pada substrat berpasir yang disebabkan oleh dinamika substrat pasir yang lebih dinamis.

Kuadran 3 dimana stasiun S8 dan S13 dimana tumbuh mangrove spesies

Bruguiera gymnorrhiza dan Avicennia officinalis ternyata sangat disukai oleh

makrozoobentos dari kelas gastropoda. Parameter kualitas lingkungan yang dominan pada stasiun ini adalah C organik, N organik, P, dan TOM. Sedangkan pada kuadran 4 dimana stasiun S11 berada memiliki substrat lempung berpasir dengan dominasi spesies Rhizophora apiculata memiliki karakter lingkungan yang didominasi oleh C organik, TOM, dan deterjen. Mendominasinya C organik pada stasiun dimana ekosistem mangrove berada dikarenakan banyaknya serasah mangrove yang mengakibatkan kandungan C organik tinggi. Selain itu kondisi substrat juga sangat berpengaruh, semakin halus fraksi substrat di suatu lokasi, maka semakin banyak pula kandungan C organiknya. Menurut Foth (1978) in Iswahyudi (2008) faktor yang mempengaruhi jumlah dan penyebaran bahan organik antara lain mencakup iklim, vegetasi, kondisi drainase dan tekstur tanah. Selain itu tingginya C organik pada lokasi penelitian sangat dipengaruhi guguran serasah maggrove baik yang berasal dari daun, batang, ranting, buah, maupun akar. Semakin rapat tegakan mangrove yang ada pada suatu lokasi, maka semakin tinggi pula kandungan bahan organiknya.

Dalam dokumen 5. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 33-37)

Dokumen terkait