• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MODAL SOSIAL PENGURUS UNIT BUMDES DENGAN PERANAN BUMDES

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hubungan modal sosial pengurus unit BUMDes dengan peranan BUMDes. Putnam (1993) menjelaksan konsep modal sosial adalah karakteristik organisasi sosial, seperti jejaring, norma- norma dan kepercayaan sosial, yang memudahkan koordinasi dan kerjasama untuk manfaat bersama. Cahyono dan Adhiatma (2012) menambahkan bahwa dimensi modal sosial menekankan pada aspek kepercayaan menjadi komponen utama pembentuk modal sosial di pedesaan, sementara aspek lainnya (kerjasama, jaringan kerja), tidak akan terbentuk dengan baik jika tidak dilandasi oleh terbentuknya hubungan saling percaya (mutual-trust) antar anggota masyarakat. Kekuatan kerjasama dan jaringan kerja yang terbentuk di masyarakat adalah pengembangan operasional dan hubungan saling percaya antar anggota masyarakat di bidang sosiobudaya, ekonomi dan pemerintahan. Pada penelitian ini kekuatan modal sosial yang akan dibahas adalah berkaitan dengan aspek norma, kepercayaan dan jejaring pada pengurus unit BUMDes. Kekuatan modal sosial yang dilihat dari aspek-aspek tersebut akan mampu meningkatkan perilaku kerjasama dan koordinasi baik antar pengurus maupun dengan stakeholder- stakeholder terkait lainnya seperti pemerintah desa dalam upaya mewujudkan peranan BUMDes, sehingga pada penelitian ini akan dianalisis mengenai hubungan modal sosial pengurus unit dengan peranan BUMDes yang mana pada peranan BUMDes akan dianalisis lebih rinci terkait tingkat pelayanan sosial dan manfaat ekonominya. Fokus analisis pada bagian ini meliputi (a) hubungan modal sosial pengurus unit dengan peranan BUMDes, (b) hubungan modal sosial pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes, (c) hubungan modal sosial pengurus unit dengan manfaat ekonomi BUMDes.

Tingkat Modal Sosial

Pada penelitian ini kekuatan modal sosial yang akan dibahas adalah berkaitan dengan aspek norma, kepercayaan dan jejaring pada pengurus unit BUMDes. Kekuatan modal sosial yang dilihat dari aspek-aspek tersebut akan mampu meningkatkan perilaku kerjasama dan koordinasi baik antar pengurus unit usaha maupun dengan stakeholder-stakeholder terkait lainnya seperti pemerintah desa dalam upaya mewujudkan peranan BUMDes. Analisis tingkat modal sosial pengurus unit BUMDes pada bagian ini adalah jumlah presentase secara keselurahan indikator-indikator modal sosial, yaitu tingkat jaringan, tingkat kepercayaan dan tingkat ketaatan terhadap norma dari masing-masing pengurus unit usaha BUMDes. Berikut ini adalah tabel jumlah dan persentase modal sosial pengurus unit

Tabel 35 Jumlah dan presentase tingkat modal sosial

No Tingkat Modal Sosial ∑ %

1 Rendah 10 30.3

2 Tinggi 23 69.7

Berdasarkan tabel diatas, dalam pengukuran tingkat modal sosial responden, responden dengan kekuatan modal sosial tinggi sebanyak 69.7 % dari keseluruhan responden atau sebanyak 23 responden, sedangkan responden dengan tingkat partisipasi rendah sebanyak 30.3 % atau sebanyak 10 responden. Data diatas menunjukkan sebagian besar responden memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah desa maupun pengurus dan anggota unit usaha BUMDes lainnya. Adapun penentuan tingkat modal sosial pengurus unit didasarkan pada nilai tengah data dari aspek kepercayaan, jejaring dan ketaatan terhadap norma yang didapatkan dari data hasil seluruh responden. Hubungan baik antara pengurus unit BUMDes dengan stakeholder terkait lainnya ditunjukkan dengan adanya koordinasi dan kerjasama yang dilakukan pengurus baik dari unit usaha LKM, UP2K, wisata rawa, BPPSPAM, gedung badminton maupun pasar desa. Hubungan baik pengurus unit juga ditunjukkan dengan adanya kepercayaan kepada keputusan dan kebijakan dari pengurus utama BUMDes maupun dari kepala desa, serta ketaatan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Koordinasi dan kerjasama yang baik ditunjukkan juga dengan beberapa hal diantaranya keterlibatan kepala desa dan direktur BUMDes pada perencanaan dan pengelolaan beberapa unit BUMDes, seperti wisata rawa, LKM, BPPSPAM. Keterlibatan kepala desa dalam pengembangan unit usaha mampu meningkatkan tercapainya peranan-peranan BUMDes baik dari segi manfaat ekonomi maupun pelayanan sosial.

“dalam pengelolaan unit wisata rawa kami selalu dibantu oleh kepala

desa, kami sering rapat bersama untuk memikirkan perbaikan- perbaikan dalam pengelolaan objek wisata rawa ini. Misalnya saja kemarin saya berkoordinasi dengan beliau terkait sistem ticketing yang akan diterapkan bagi pengunjung rawa. Jadi beliau sangat

membantu dalam pengelolaan rawa ini.” (JR, 30 tahun)

Hubungan antara Modal Sosial Pengurus Unit dengan Peranan BUMDes Pada bagian ini akan menjelaskan mengenai analisis hubungan tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes. Analisis tingkat modal sosial pengurus unit telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Modal sosial yang terdiri dari aspek kepercayaan, jaringan dan norma merupakan aspek yang dapat memudahkan dalan melakukan kerjasama maupun koordinasi baik antara pengurus unti maupun dengan stakeholder-stakeholder lain seperti kepala desa. Tingkat modal sosial tinggi pada pengurus unit akan cenderung menimbulkan peningkatan peranan BUMDes. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kerjasama melalui tingkat kepercayaan yang tinggi mampu meningkatkan kinerja pengurus unit yang kemudia akan menentukan tingkat peranan BUMDes, sehingga pada penelitian ini memunculkan hipotesis bahwa semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit maka akan semakin tinggi tingkat peranan BUMDes, dan sebaliknya semakin rendah tingkat modal sosial pengurus maka akan semakin rendah tingkat peranan BUMDes. Untuk melihat hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat peranan BUMDes akan dianalisis menggunakan tabel tabulasi silang dan juga didukung oleh uji statistik korelasi non-parametrik Rank

Spearman

.

Berikut ini adalah tabel tabulasi silang tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes.

Tabel 36 Hubungan modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes Tingkat Modal Sosial

Pengurus Unit

Peranan BUMDes Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

Rendah 6 18.18 4 12.12 10 30.30

Tinggi 7 21.21 16 48.49 23 69.70

Total 13 39.40 20 60.61 33 100.0

Berdasarkan tabel tabulasi silang di atas (Tabel 36) menunjukkan bahwa responden yang menganggap tingkat peranan BUMDes rendah sebanyak 18.18 % memiliki tingkat modal sosial yang rendah, serta sebanyak 21.21 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Responden yang menganggap tingkat peranan BUMDes tinggi sebanyak 12.12 % memiliki tingkat modal sosial yang rendah dan sebanyak 48.49 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Untuk memastikan hubungan antara tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman.

Tabel 37 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat modal sosial dengan tingkat peranan BUMDes

Tingkat Modal Sosial

Tingkat Peranan BUMDes

Keterangan Koefisien korelasi Sig.(2-tailed)

Tingkat Modal

Sosial 0.278 0.117

Tidak Berhubungan Hasil uji menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang diperoleh adalah 0.117 atau dengan kata lain memiliki signifikasi 11.7 % dengan selang kepercayaan 88.3 %, serta hasil uji memiliki Corelation Coeficient sebesar +0.278. Nilai ini menunjukkan bahwa hipotesisi ditolak, tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat modal sosial pengurus unit BUMDes dengan tingkat peranan BUMDes. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit tidak akan berhubungan pada meningkatnya tingkat peranan BUMDes.

Tidak adanya hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat peranan BUMDes diduga karena beberapa hal: (1) tingginya peran kepala desa dalam keikutsertaan melakukan pengelolaan dibidang perencanaan dan evaluasi di beberapa unit usaha seperti unit wisata rawa, BPPSPAM dan LKM, sehingga peran dari pengurus unit menjadi terdominasi, yang mana hal ini akan berpengaruh pada kinerja pengurus dalam melakukan pengelolaan BUMDes yang akan berujung pada tercapai atau tidaknya peranan BUMDes baik dari sisi pelayanan sosial maupun sisi manfaat ekonomi, (2) Belum adanya aturan tertulis yang baku dan mengikat di beberapa unit usaha seperti wisata rawa, sehingga menimbulkan kinerja yang berbeda-beda diantara pengurus yang mana hal ini

akan berhubungan dengan tercapai atau tidaknya peranan BUMDes, seperti yang diungkapkan responden dengan inisial SUK yang memiliki modal sosial rendah namun menganggap peranan BUMDes tinggi. Hal ini disebabkan pada unit usahan yaitu unit wisata rawa yang dikelola oleh SUK belum memiliki aturan tertulis yang baku yang digunakan untuk mengatur pengelolaan unit usaha wisata rawa tersebut.

“kalo di pokdarwis rawa/ wisata rawa Tirta Agung sendiri kita belum ada aturan resmi yang dapat dijadikan acuan untuk pengunjung. Misal saja sistem tikcketing pengunjung belum dijalankan meskipun sudah ada wacana. Selain itu juga himbauan untuk tidak membuang sampah di sekitar rawa sering tidak dihiraukan oleh pengunjung padahal kami sudah membuat plang peringatan untuk tidak

membuang sampah disana.” (SUK, 60 tahun)

Hubungan antara Modal Sosial Pengurus Unit dengan Pelayanan Sosial BUMDes

Pada bagian ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai analisis hubungan tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes yang dilihat dari tingkat pelayanan sosial. Analisis tingkat pelayanan sosial BUMDes pengurus unit telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pengukuran aspek tingkat pelayanan sosial ini dilihat dari ketersediaan dan kemudahan akses dari unit usaha BUMDes dalam melakukan pelayanan terhadap pengurus yang juga merupakan anggota BUMDes sehingga mampu meningkatkan kemampuan maupun softskil

yang mana akan berpengaruh pada tercapainya peranan BUMDes. Tingkat modal sosial tinggi pada pengurus unit akan cenderung menimbulkan peningkatan pelayanan sosial BUMDes. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kerjasama melalui tingkat kepercayaan yang tinggi mampu meningkatkan kinerja pengurus unit yang kemudian akan menentukan kinerja dari pengurus unit sehingga akan menimbulkan tercapainya tingkat pelayanan sosial BUMDes yang tinggi, sehingga pada penelitian ini memunculkan hipotesis bahwa semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit maka akan semakin tinggi tingkat pelayanan sosial BUMDes, dan sebaliknya semakin rendah tingkat modal sosial pengurus maka akan semakin rendah tingkat pelayanan sosial BUMDes. Untuk melihat hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes akan dianalisis menggunakan tabel tabulasi silang dan juga didukung oleh uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman

.

Berikut ini adalah tabel tabulasi silang tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes. Tabel 38 jumlah dan persentase tingkat modal sosial pengurus dengan tingkat

pelayanan sosial BUMDes Tingkat Modal Sosial

Pengurus Unit BUMDes

Tingkat Pelayanan Sosial Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

Rendah 1 3.03 9 27.27 10 30.30

Tinggi 1 3.03 22 66.67 23 69.70

Berdasarkan tabel tabulasi silang di atas (Tabel 38) menunjukkan bahwa responden yang menganggap tingkat pelayanan sosial BUMDes rendah sebanyak 3.03 % memiliki tingkat modal sosial yang rendah dan sebanyak 3.03 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang yang tinggi. Responden yang menganggap tingkat pelayanan sosial BUMDes tinggi sebanyak 27.27 % memiliki tingkat modal sosial yang rendah dan sebanyak 66.67 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Untuk memastikan hubungan antara tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman. Tabel 39 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat modal sosial dengan tingkat

pelayanan sosial BUMDes Tingkat Modal

Sosial

Tingkat Pelayanan Sosial

Keterangan Koefisien korelasi Sig.(2-tailed)

Tingkat Modal

Sosial 0.546 0.109

Tidak Berhubungan Hasil uji menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang diperoleh adalah 0.109 atau dengan kata lain memiliki signifikasi 10.9 % dengan selang kepercayaan 89.1 %, serta hasil uji memiliki Corelation Coeficient sebesar +0.546. Nilai ini menunjukkan bahwa hipotesisi ditolak, tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat modal sosial pengurus unit BUMDes dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit tidak akan berhubungan pada meningkatnya tingkat pelayanan sosial BUMDes.

Tidak adanya hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes diduga karena dominasi peran kepala desa terlalu tinggi sehingga mempengaruhi kinerja pengurus unit yang kemudian akan memiliki dampak pada tingkat pelayanan sosial BUMDes. Dominasi peran kepala desa yang tinggi akan menjadikan pengurus tidak terlalu aktif dalam melakukan kinerja dalam pengelolaan BUMDes sehingga akan berdampak pada tinggi atau rendahnya pelayanan sosial BUMDes. Hal ini seperti terjadi pada unit usaha pokdarwis rawa, yang mana peran kepala desa tinggi sehingga keterlibatan dalam hal perencanaan dan evaluasi pengurus unit dalam unit usaha BUMDes menjadi terbatas.

Hubungan antara Modal Sosial Pengurus Unit dengan Tingkat Manfaat Ekonomi BUMDes

Pada bagian ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai analisis hubungan tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes yang dilihat dari tingkat manfaat. Analisis tingkat manfaat ekonomi BUMDes pengurus unit telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pengukuran aspek tingkat manfaat ekonomi tersebut berhubungan dengan ketersediaan pinjaman modal usaha, pemberian tunjangan gaji bulanan, pemberian tunjangan uang lelah serta ketersediaan peluang usaha pada unit usaha tertentu misal wisata rawa yang mana hal ini berpengaruh pada tercapainya peranan BUMDes. Tingkat modal sosial

tinggi pada pengurus unit akan cenderung menimbulkan peningkatan manfaat ekonomi BUMDes. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kerjasama dan tingkat kepercayaan yang tinggi yang mampu meningkatkan kinerja pengurus unit yang kemudian akan berpengaruh pada pemberian gaji, modal usaha, pemberian uang lelah maupun tersedianya kesempatan usaha. Hal tersebut yang akan menyebabkan peningkatan peranan BUMDes yang dilihat dari peningkatan manfaat ekonomi BUMDes, sehingga pada penelitian ini memunculkan hipotesis bahwa semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit maka akan semakin tinggi tingkat manfaat ekonomi yang dapat diterima pengurus unit, dan sebaliknya semakin rendah tingkat modal sosial pengurus maka akan semakin rendah tingkat manfaat BUMDes. Untuk melihat hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat manfaat ekonomi BUMDes akan dianalisis menggunakan tabel tabulasi silang dan juga didukung oleh uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman

.

Berikut ini adalah tabel tabulasi silang tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat manfaat ekonomi BUMDes.

Tabel 40 Jumlah dan persentase tingkat modal sosial pengurus dengan tingkat manfaat ekonomi BUMDes

Tingkat Modal Sosial Pengurus Unit

BUMDes

Tingkat Manfaat Ekonomi Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

Rendah 7 21.21 3 9.09 10 30.30

Tinggi 10 30.30 13 39.40 23 69.70

Total 17 51.51 16 48.49 33 100.0

Berdasarkan tabel tabulasi silang di atas (Tabel 40) menunjukkan bahwa responden yang menganggap tingkat manfaat ekonomi BUMDes rendah sebanyak 21.21 % memiliki tingkat modal sosial yang rendah dan sebanyak 30.30 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Responden yang menganggap tingkat manfaat ekonomi BUMDes tinggi sebanyak 9.09 % respondennya memiliki tingkat modal sosial yang rendah dan sebanyak 39.40 % responden lainnya memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Untuk memastikan hubungan antara tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman.

Tabel 41 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat modal sosial dengan tingkat manfaat ekonomi

Tingkat Modal Sosial

Tingkat Manfaat Ekonomi

Keterangan Koefisien korelasi Sig.(2-tailed)

Tingkat Modal

Sosial 0.244 0.171

Tidak Berhubungan Hasil uji menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang diperoleh adalah 0.171 atau dengan kata lain memiliki signifikasi 17.1 % dengan selang kepercayaan 82.9 %, serta hasil uji memiliki Corelation

Coeficient sebesar +0.244. Nilai ini menunjukkan bahwa hipotesisi ditolak, tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat modal sosial pengurus unit BUMDes dengan tingkat manfaat ekonomi BUMDes. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat modal sosial pengurus unit tidak akan berhubungan pada meningkatnya manfaat ekonomil BUMDes.

Tidak adanya hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes diduga dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya; (1) kebijakan yang diterapkan oleh komisaris BUMDes (kepala desa) dan ketua umum BUMDes yang mana pemberian gaji bulanan pengurus unit hanya diberikan kepada beberapa pengurus unit, hal ini disesuaikan dengan kinerja dan curahan waktu yang dilakukan pengurus unit, misal pada pengurus unit LKM yang memperoleh gaji bulanan dikarenakan memiliki waktu kerja yang telah ditentukan dan unit BPPSPAM yang kinerja dan tanggung jawab lebih berat. Pada unit usaha lain hanya menerima tunjangan uang lelah yang diberikan setiap akhir tahun atau setelah selesai suatu kegiatan; (2) kondisi keuangan masing-masing unit, beberapa unit usaha memiliki keuangan terbatas, sehingga pemasukan unit setelah sebagian masuk pada kas desa tidak mencukupi untuk memberikan gaji bulanan pada pengurus. Tunjangan berupa uang hanya diberikan di akhir tahu atau setiap selesai kegiatan suatu unit usaha, misal pada UP2K, gedung badminton dan pokdarwis rawa, sementara itu untuk unit pasar desa pemberian tunjangan berdasarkan retribusi pedagang.

“kalo dari unit usaha BUMDes Sumber Artha Makmur yang sudah bisa menggaji karyawan baru unit BPPSPAM dan unit LKM. Kalo unit LKM memang pemasukan sudah lumayan tinggi untuk menggaji karyawan, tapi untuk unit BPPSPAM sebenarnya pemasukan belum tinggi, namun kami mempertimbangkan alokasi waktu maupun kinerja

pengurus BPPSPAM sehingga gaji pengurus ditetapkan.” SUT

Ikhtisar

Uji korelasi Rank Spearman dan pengolahan data menggunakan tabulasi silang digunakan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara variabel yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu variabel tingkat modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan BUMDes, yang kemudian variabel tingkat peranan BUMDes dianalisis dari aspek tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonomi. Sehingga uji korelasi juga digunakan untuk mengukur variabel tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial dan juga variabel tingkat modal sosial dengan tingkat manfaat ekonomi, selain tabulasi silang, tabel frekuensi digunakan untuk melihat persentase variabel tingkat modal sosial pengurus unit.

Pada tingkat modal sosial pengurus unit BUMDes, responden menganggap bahwa tingkat modal sosial tergolong tinggi yaitu sebesar 69.7 % atau sebanyak 23 responden. Tingginya tingkat modal sosial pengurus ditunjukkan dengan adanya kepercayaan dan kerjasama yang baik antara kepala desa dan pengurus unit pada pengelolaan unit usaha BUMDes seperti pada unit wisata rawa, BPPSPAM dan unit LKM, sementara itu hasil uji korelasi tidak ada yang menunjukkan hubungan yang signifikan baik antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat peranan BUMDes, tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial, serta tingkat modal sosial dengan tingkat manfaat ekonomi. Tidak adanya

hubungan antara variabel-variabel tersebut diduga diakeranakan dominasi dari kepala desa dalam keikutsertaan pengelolaan BUMDes, sehingga tingkat peranan BUMDes sebagian besar ditentukan oleh kepala desa..