• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Dan Tingkat Modal Sosial Pengurus Dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Dan Tingkat Modal Sosial Pengurus Dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DAN

TINGKAT MODAL SOSIAL PENGURUS DENGAN PERANAN

BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES)

ROHMAH HIDAYATI

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Tingkat Modal Sosial Pengurus dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ROHMAH HIDAYATI. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Tingkat Modal Sosial Pengurus dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dibimbing oleh SOFYAN SJAF

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga ekonomi lokal yang berperan untuk meningkatkan pendapatan desa, wadah pengelola potensi dan aset desa. BUMDes dapat memaksimalkan perannya melalui adanya peran partisipasi dan diperkuat oleh modal sosial pengurus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana tingkat partisipasi pengurus unit BUMDes dan kekutan modal sosialnya dalam meningkatkan peranan BUMDes. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan sensus yang didukung dengan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat partisipasi pengurus dapat digolongkan tinggi. Selain itu jika diuraikan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan tergolong tinggi dan tingkat partisipasi paling rendah pada tahap menikmati hasil. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat usia pengurus dengan tingkat partisipasinya. Sementara itu pada aspek tingkat pelayanan sosial tergolong tinggi sedangkan aspek manfaat ekonomi tergolong rendah. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat partisipasi pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial. Pada tingkat modal sosial pengurus unit tergolong tinggi. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat peranan BUMDes. Kata kunci: partisipasi, modal sosial, BUMDes

ABSTRACT

ROHMAH HIDAYATI. The Relations of Participation and Social Capital Level with Management of Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Supervised SOFYAN SJAF

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) is a local economic institution whose role is to increase rural incomes, the institution of the potential and assets of the village. BUMDes can maximize its role through their participation and the role of social capital is reinforced by the board. This study aims to identify the level of participation and the caretaker unit BUMDes kekutan social capital in enhancing the role BUMDes. This research uses quantitative methods with census approach that is supported by qualitative data. The results showed that the overall level of participation of the board can be ranked high. In addition, if described the participation rate is high and the implementation phase of the lowest participation rates in the stage to enjoy the results. Correlation test results showed an association between age level administrators with the level of participation. Meanwhile, in the aspect of relatively high levels of social services while aspects of economic benefits is low. Correlation test results showed there is a relationship between the level of board participation units to the level of social services. At the level of social capital is high board unit. The test results showed no relationship between the level of social capital at the level of the role BUMDes.

(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DAN

TINGKAT MODAL SOSIAL PENGURUS DENGAN PERANAN

BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES)

ROHMAH HIDAYATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr. Sofyan Sjaf, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Tingkat Modal Sosial Pengurus dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Nama : Rohmah Hidayati

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai bulan Mei 2016 ini ialah mengenai BUMDes. Karya ilmiah ini berjudul “Hubungan antara Tingkat Partisipasi dan Tingkat Modal Sosial Pengurus dengan Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan kontribusi beberapa pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat, sebagai berikut:

1. Bapak Dr. Sofyan Sjaf, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan inspirasi selama penulisan proposal skripsi, penelitian hingga penulisan laporan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi dan juga Ibu Dr. Ratri Virianita, S.Sos, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi yang lebih baik.

3. Kepala Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno beserta staf dan jajaran pengurus BUMDes Sumber Artha Makmur atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian mengenai BUMDes.

4. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah memberikan beasiswa perkuliahan dan juga pelatihan-pelatihan pengembangan diri selama 2 tahun terakhir.

5. Orang tua, bapak Sumarjo dan ibu Latifah serta adik Siti Hanisah dan Elfahmi, yang telah memberikan doa dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.

6. Teman-teman Departemen SKPM terkhusus untuk Ferisa Anis Danesvaran, Aris Widianto, Muchlisah Harliani, Resti Saraswati, Nurmitha Atmia dan Icha Pebriyanti. Tidak lupa sahabat se-bimbingan Nastuti Ekaningtias, Rachmawati dan Ina Nur Jannah.

7. Teman-teman pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat, terkhusus untuk teman-teman Divisi Pengabdian Masyarakat KSE IPB, Faisal, Dini, Firdha, Opal, Agnes, Desi, Deris, Nining.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bermanfaat bagi pembaca lain terkhusus sebagai sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 7

Tinjauan Pustaka 7

Tahap Partisipasi 7

Bentuk Partisipasi 8

Faktor-Faktor Partisipasi 9

Karakteristik Individu 9

Modal Sosial 11

Badan Usaha Milik Desa 13

Manajemen dan Prinsip Badan Usaha Milik Desa 13

Peran dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa 14

Pendirian, Pengelolaan dan Struktur Organisasi BUMDes 16

Modal dan Klasifikasi Usaha BUMDes 18

Kerangka Pemikiran 21

Hipotesis Penelitian. 22

Definisi Operasional 22

PENDEKATAN LAPANGAN 27

Metode Penelitian 27

Lokasi dan Waktu 27

(14)
(15)

Teknik Pengumpulan Data 28

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 30

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31

Kondisi Geografis, Sosial Ekonomi 31

Profil BUMDes Sumber Artha Makmur 34

Profil Karakteristik Pengurus 39

Ikhtisar 42

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENGURUS UNIT DENGAN TINGKAT PARTISIPASI

43

Tingkat Partisipasi Pengurus 43

Tahap Partisipasi Pengurus 45

Hubungan Tingkat Usia dengan Tingkat Partisipasi 50 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi 51 Hubungan Tingkat Jabatan dengan Tingkat Partisipasi 53 Hubungan Tingkat Motivasi dengan Tingkat Partisipasi 55 Hubungan Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi 56

Ikhtisar 58

HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PENGURUS UNIT DENGAN PERANAN BUMDES

59

Tingkat Peranan BUMDes 59

Tingkat Pelayanan Sosial 60

Tingkat Manfaat Ekonomi 61

Hubungan Tingkat Partisipasi Pengurus dengan Tingkat Peranan BUMDes

61

Hubungan Tingkat Partisipasi Pengurus dengan Tingkat Pelayanan Sosial

(16)
(17)

HUBUNGAN TINGKAT MODAL SOSIAL PENGURUS UNIT DENGAN PERANAN BUMDES

69

Tingkat Modal Sosial 69

Hubungan Modal Sosial Pengurus Unit dengan Peranan BUMDes 70 Hubungan Modal Sosial Pengurus Unit dengan Pelayanan Sosial 72 Hubungan Modal Sosial Pengurus Unit dengan Manfaat Ekonomi 73

Ikhtisar 75

SIMPULAN DAN SARAN 77

Simpulan 77

Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 83

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan responden 28

2 Teknik pengumpulan data 29

3 Batas wilayah Desa Sumberejo 31

4 Pembagian luas wilayah Desa Sumberejo 31

5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Sumberejo berdasarkan jenis kelamin

32

6 Jumlah dan persentase pengurus unit BUMDes berdasarkan tingkat umur

39

7 Jumlah dan presentase pengurus unit BUMDes berdasarkan tingkat pendidikan formal

40

8 Jumlah dan persentase pengurus unit BUMDes berdasarkan tingkat jabatan pengurus

40

9 Jumlah dan presentase pengurus unit BUMDes berdasarkan tingkat motivasi keikutsertaan menjadi pengurus BUMDes

41

10 Jumlah dan presentase pengurus unit BUMDes berdasarkan tingkat pengalaman menjadi pengurus

41

11 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi pengurus unit BUMDes

43

12 Jumlah dan presentase responden pada tahap perencanaan 46 13 Jumlah dan presentase responden pada tahap pelaksanaan 47 14 Jumlah dan persentase responden pada tahap evaluasi 48 15 Jumlah dan persentase responden pada tahap menikmati hasil 49 16 Hubungan tingkat usia pengurus dengan tingkat partisipasi 50 17 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat usia dengan tingkat

partisipasi

51

18 Hubungan tingkat pendidikan pengurus unit dengan tingkat partisipasi

52

(20)
(21)

21 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat jabatan dengan tingkat partisipasi

54

22 Hubungan tingkat motivasi pengurus unit dengan partisipasi pengurus

55

23 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat motivasi dengan tingkat partisipasi

56

24 Hubungan tingkat pengalaman menjadi pengurus unit dengan tingkat partisipasi

57

25 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat pengalaman dengan tingkat partisipasi

58

26 Jumlah dan persentase tingkat peranan BUMDes 59 27 Jumlah dan presentase tingkat pelayanan sosial 60 28 Jumlah dan presentase tingkat manfaat ekonomi 61 29 Hubungan tingkat partisipasi pengurus unit dengan peranan

BUMDes

62

30 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat partisipasi dengan tingkat peranan BUMDes

62

31 Hubungan tingkat partisipasi pengurus unit dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes

64

32 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat partisipasi dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes

64

33 Hubungan tingkat partisipasi pengurus unit dengantingkat manfaat ekonomi BUMDes

65

34 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat partisipasi dengan tingkat manfaat ekonomi

66

35 Jumlah dan presentase tingkat modal sosial 69 36 Hubungan modal sosial pengurus unit dengan tingkat peranan

39 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat modal sosial dengan tingkat pelayanan sosial BUMDes

(22)
(23)

40 Jumlah dan persentase tingkat modal sosial pengurus dengan tingkat manfaat ekonomi BUMDes

74

41 Uji korelasi Rank Spearman antara tingkat modal sosial dengan tingkat manfaat ekonomi

74

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 22

2 Persebaran usia penduduk Desa Sumberejo berdasarkan jenis kelamin

33

3 Persebaran tingkat pendidikan penduduk Desa Sumberejo 33 4 Persebaran mata pencaharian penduduk Desa Sumberejo 34 5 Pembagian unit usaha BUMDes berdasarkan bidang 35 6 Struktur organisasi BUMDes Sumber Artha Makmur 37 7 Persentase tingkat partisipasi pengurus unit pada tahapan

partisipasi

46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal pelaksanaan penelitian 84

2 Kerangka sampling 85

3 Hasil uji korelasi Rank Spearman 88

4 Dokumentasi 91

5 Tulisan tematik 92

(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu pendekatan untuk memajukan kedaulatan ekonomi di perdesaan yang berorientasi meningkatkan stabilitas ekonomi desa didukung dengan adanya UU No.6/2014 tentang desa, yang mana desa mendapat peluang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan ekonomi melalui adanya penyertaan langsung dana APBN. BUMDes dengan adanya penyertaan dana APBN secara langsung berorientasi pada peningkatan pendapatan desa dan juga sebagai lembaga yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat agar mampu meningkatkan ekonomi. Berdasarkan UU No.6/2014, BUMDes merupakan suatu badan usaha yang ada di desa yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Secara teknis BUMDes yang ada mengacu kepada Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) No.39/2010 tentang Badan Usaha Milik Desa dan UU No 6/2014 serta peraturan Pemerintah (Perpem) No 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6/2014 tentang desa. Sementara itu Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes) No.4/2015 mengatur regulasi teknis pelaksanaan Pasal 142 Perpem No.43/2014 mengenai Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Keberadaan BUMDes menjadi instrumen yang dioptimalkan perannya sebagai lembaga untuk memajukan kedaulatan ekonomi desa melalui adanya hubungan yang sinergis antara pemerintah desa dengan masyarakat desa, dengan demikian peran dan partisipasi masyarakat terutama pengurus BUMDes sangat dibutuhkan agar keberadaan BUMDes tepat guna dan tepat sasaran. Melihat urgensi peranan BUMDes sebagai lembaga untuk memajukan kedaulatan ekonomi desa, maka keberadaan BUMDes dapat diadopsi oleh seluruh desa di Indonesia mengingat desa-desa di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam tinggi. Tingginya potensi sumberdaya alam di desa dimaksimalkan pengelolaanya melalui pendekatan BUMDes yang didasarkan pada potensi masing-masing desa di Indonesia. Menurut Permendagri No.5/2015 jumlah desa di Indonesia sendiri mencapai 74.754 desa. Jumlah desa yang cukup tinggi tersebut jika diikuti oleh pembangunan ekonomi desa melalui pendekatan BUMDes akan mendukung stabilitas pembangunan ekonomi nasional, serta dengan adanya dukungan melalui sistem otonomi yang memberikan kebebasan setiap daerah untuk mengelola daerahnya termasuk mengelola ekonomi desa.

(26)

Partisipasi mempunyai posisi yang penting dalam pembangunan, dimana untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan keikutsertaan anggota masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Conyers (1991) memberikan tiga alasan utama pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal, (2) masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk proyek dan merasa memiliki proyek tersebut, (3) partisipasi merupakan hak demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan.

Urgensi lain pentingnya partisipasi dalam pembangunan ekonomi desa termasuk pembangunan BUMDes dapat dilihat dari penelitian terdahulu bahwa sejauh ini program pembangunan yang ada belum melibatkan peran partisipasi masyarakat sepenuhnya, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Hasil penelitian Latif (2014) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan di desa masih kurang maksimal, terutama dalam tahap pelaksanaan pembangunan. Kurang aktifnya masyarakat dalam tahapan pembangunan desa ini disebabkan masih kurang pahamnya masyarakat akan pentingnya partisipasi. Potoboda (2011) menjelaskan bahwa dalam perencanaan program pembangunan, peran partisipasi masyarakat juga belum secara maksimal dilibatkan.

Hal lain yang mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan termasuk pembangunan ekonomi desa adalah aspek modal sosial, yang mana urgensi modal sosial dapat menjadi tolok ukur interaksi antar manusia dalam program pembangunan sehingga mampu mengukur seberapa besar keberhasilan proses pembangunan itu sendiri termasuk dalam pembangunan BUMDes. Fukuyama

dalam Cahyono dan Adhiatma (2012) menyebutkan bahwa modal sosial memiliki peran penting dalam keberhasilan pembangunan (sosial, budaya, ekonomi, dan politik), tidak terkecuali pembangunan desa. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Berdasarkan hal di atas, partisipasi dan modal sosial masyarakat khususnya pengurus BUMDes yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama dan kepercayaan antar stakeholder terkait dalam pembangunan BUMDes menjadi penting. Urgensi pembentukan BUMDes sebagai suatu bentuk usaha yang dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat diperlukan oleh desa-desa di Indonesia sebagai sumber ekonomi untuk meningkatkan pendapatan desa serta masyarakat desa. Partisipasi pengurus dibutuhkan baik dalam pembentukan, pelaksanaan maupun pengelolaan BUMDes tersebut, agar hasil usaha dari BUMDes dapat dirasakan tidak hanya oleh pemerintah desa melainkan juga pengurus sekaligus anggota BUMDes yang merupakan masyarakat desa. Hal lain modal sosial juga penting dalam pembangunan BUMDes agar pelaksanaan program BUMDes dapat terlaksana dengan adanya kerjasama yang baik dan kepercayaan antar stakeholder.

(27)

jasa, simpan pinjam dan pariwisata. Unit usaha yang dinaungi oleh BUMDes ini diantaranya pasar desa, Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), gedung badminton, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), wisata rawa dan Usaha Peningkatan Pemberdayaan Keluarga (UP2K). BUMDes Sumber Arta Makmur sudah beroperasi sejak Maret tahun 2012, dan pada November 2015 BUMDes ditetapkan sebagai salah satu BUMDes percontohan yang ada di Kabupaten Wonogiri karena mampu melakukan pengelolaan aset desa untuk pembangunan desa. Keberhasilan pengelolaan BUMDes tersebut tidak terlepas dari peran serta pengurus baik pengurus unit maupun pengurus BUMDes serta kepercayaan dan kerjasama yang baik antar stakeholder terkait seperti kepala desa, direktur BUMDes dan juga pengurus unit dalam melakuklan pengelolaan BUMDes. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat modal sosial pengurus unit dengan peranan BUMDes.

Rumusan Masalah

Partisipasi pengurus BUMDes merupakan keterlibatan dan suatu proses aktif dari pengurus baik pengurus unit maupun pengurus BUMDes dalam pembangunan BUMDes yang mana partisipasi tersebut terwujud karena dipengaruhi oleh karakteristik individu-individu yang terlibat dalam pengelolaan BUMDes. Sejauh ini keterlibatan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan desa termasuk program BUMDes cenderung masih rendah termasuk dalam pembangunan BUMDes. Beberapa studi menyebutkan bahwa program pembangunan yang ada sejauh ini belum melibatkan peran partisipasi masyarakat sepenuhnya, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Pada lembaga BUMDes, keterlibatan pengurus BUMDes dalam pengelolaan BUMDes tidak terlepas dari karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik pengurus merupakan suatu aspek yang melekat pada diri individu pengurus BUMDes yang menjadikannya pembeda dengan individu lainnya. Karakteristik individu dapat dijadikan penentu anggota masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan program BUMDes. Karakteristik pengurus unit BUMDes dalam penelitian ini dibagi kedalam lima indikator yaitu tingkat usia, tingkat pendidikan, tingkat jabatan, tingkat motivasi dan tingkat pengalaman menjadi pengurus. Berdasarkan hal tersebut penting bagi penulis untuk menganalisis bagaimana hubungan antara tingkat karakteristik pengurus unit dengan tingkat partisipasinya terhadap peranan BUMDes?

(28)

dampak positif terhadap peranan BUMDes sebagai lembaga ekonomi lokal desa. BUMDes sebagai lembaga usaha desa memiliki peranan memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat desa serta sebagai pemberi manfaat ekonomi masyarakat. Pelayanan sosial BUMDes terhadap masyarakat desa dapat dilihat dari sejauhmana kemudahan unit usaha BUMDes dapat diakses oleh anggota maupun pengurus, sementara itu untuk melihat tingkat manfaat ekonomi BUMDes dapat dilihat dari seberapa besar manfaat materi ataupun ekonomi baik dalam bentuk pemberian modal usaha maupun keuntungan yang dapat dinikmati oleh anggota maupun pengurus BUMDes. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dianalisis bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi pengurus unit dengan peranan BUMDes yang dapat dilihat dari tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonominya?

Modal sosial yang diwujudkan dalam suatu keterikatan kepercayaan dan kerjasama antar stakeholder dalam pengelolaan BUMDes dapat menimbulkan tercapainya keberhasilan peranan BUMDes. Modal sosial yang merupakan suatu nilai dan norma yang diakui bersama oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga terbentuk suatu jaringan sosial yang mana akan memudahkan interaksi dan kerjasama diantara pengurus. Cox dalam Cahyono dan Adhiatma (2012) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisiensi dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Modal sosial diikat melalui hubungan sikap saling percaya yang diatur melalui norma-norma informal sehingga membentuk suatu jaringan sosial. Jaringan sosial diantara individu-individu yang terlibat memiliki wewenang dalam pengelolaan BUMDes. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk diketahui bagaimana hubungan tingkat modal sosial pengurus unit dengan peranan BUMDes yang dapat dilihat dari tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonominya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa tujuan penelitian, yaitu:

1. Menganalisis hubungan antara tingkat karakteristik pengurus unit BUMDes, yang terdiri dari tingkat usia, tingkat pendidikan, tingkat jabatan, tingkat motivasi dan tingkat pengalaman dengan tingkat partisipasinya.

2. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi pengurus unit dengan peranan BUMDes yang dapat dilihat dari tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonominya.

(29)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan program BUMDes, dari segi proses dan hasil pelaksanaan program, sehingga dapat dijadikan bahan perbaikan dalam pelaksanaan program di masa depan. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan bukti bahwa peran masyarakat

terutama pengurus BUMDes sangat penting bagi pembangunan, khususnya pengembangan ekonomi lokal yang diwujudkan dalam program BUMDes. 3. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan wadah pembelajaran

(30)
(31)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Partisipasi

Partisipasi merupakan peran serta warga desa baik dalam merencanakan, melaksanakan, mempertanggungjawabkan maupun dalam menerima hasil-hasil pembangunan (Latif 2014). Selain itu Damanik dan Tahitu (2007) juga mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat dimaksudkan sebagai keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang dinilai berdasarkan empat tahap kegiatan, yaitu: (1) tahap perencanaan pembangunan, (2) tahap pelaksanaan pembangunan, (3) tahap pemanfaatan hasil pembangunan, dan (4) tahap evaluasi. Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Dengan demikian, partisipasi dimaksudkan sebagai peran serta warga masyarakat dalam proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

Partisipasi masyarakat mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan pembangunan desa dalam rangka mewujudkan kepentingan atau kebutuhan masyarakat desa. Kebijaksanaan pembangunan desa perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan untuk berproduksi, serta mengolah dan memasarkan hasil produksinya, sekaligus menciptakan lapangan kerja (Beratha dalam Latif 2014). Sehingga dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan, partisipasi masyarakat perlu dilibatkan.

Tahap Partisipasi

Beberapa ahli mengelompokkan partisipasi kedalam beberapa tahapan. Menurut Cohen dan Uphoff (1979) dalam Nasdian (2006) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat perencanaan dan pelaksanaan suatu program.

(32)

3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

Hasil penelitian Kogoya et al (2015), peran partisipasi masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur jalan desa terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemeliharaan. Pada tahap perencanaan pembangunan dibutuhkan keikutsertaan masyarakat melalui penggalian gagasan pada tingkat musyawarah desa (musdes) kegiatan musyawarah pembangunan ini dilaksanakan untuk menyerap aspirasi masyarakat desa tentang kegiatan yang akan dilakukan pada program tersebut. Bentuk partisipasi masyarakat yang diberikan dalam tahap perencanaan adalah kehadiran dalam rapat serta keaktifan dalam member saran atau usulan. Pada tahap pelaksaan program, partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk partisipasinya, diantaranya sumbangan dana, material, tenaga, tanah dan tanam tumbuh. Tingkat Partisipasi masyarakat pada tahap pemeliharaan terdiri atas sumbangan tenaga dan uang.

Bentuk Partisipasi

Davis dalam Sastropoetro (1988) mengungkapkan jenis-jenis partisipasi yang meliputi: (1) pikiran, (2) tenaga, (3) pikiran dan tenaga, (4) keahlian, (5) barang), (6) money. Secara umum partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk partisipasi yang diberikannya baik yang nyata maupun yang abstrak. Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga, keterampilan. Sedangkan Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut (Huraerah dalam Laksana, 2013) yaitu: (a) Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat; (b) partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya; (c) partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain yang biasanya berupa uang, makanan dan sebagainya; (d) partisipasi ketrampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri; (e) partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban.

Dengan demikian bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan:

1. Tahap perencanaan program

(33)

2. Tahap pelaksanaan program

Bentuk partisipasi nyata yaitu partisipasi yang dapat dilihat dapat berupa uang; harta benda; tenaga; keterampilan yang diberikan oleh masyarakat dalam proses pembangunan. Uang, tenaga, keterampilan yang diberikan masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan ini dapat berupa inisiatif masyarakat maupun kesepakatan hasil musyawarah, sehingga nominal uang maupun lama dan besarnya tenaga yang diberikan dapat dipergunakan dalam kelancaran proses pelaksanaan program pembangunan.

3. Tahap evaluasi program

Bentuk partisipasi yang dapat diberikan dapat berupa partisipasi abstrak (tidak nyata). Partisipasi abstrak diantaranya berupa usulan, saran dan kritikan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Usulan, saran dan kritikan diberikan setelah maupun selama program pembangunan berlangsung. Usulan, saran maupun kritikan dapat disampaikan dalam rapat maupun musyawarah.

Faktor-Faktor Partisipasi

Partisipasi masyarakat tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infastruktur desa dikelompokan dalam 2 (dua) aspek: (1) aspek ekonomi, yaitu kaitannya dengan tingkat kesejahteraan penduduk dan mayoritas pekerjaan penduduknya, tingkat kesejahteraan masyarakat secara langsung akan mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam kontribusinya menyumbang dana, tenaga, material bahkan tanah pekarangan; (2) aspek sosial budaya, berhubungan dengan interaksi sosial yang lebih besar diantara para anggotanya dibandingkan dengan penduduk di luar batas teritorialnya. Karakteristik desa yang ditinjau dari aspek sosial budaya masyarakat desa memiliki pengaruh secara signifikan terhadap besarnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan desa (Kogowa et al 2015).

Karakteritik Individu

Pembangunan ekonomi desa yang dinaungi dalam BUMDes akan berjalan lancar apabila diimbangi dengan partisipasi anggota BUMDes. Partisipasi anggota ditentukan berdasarkan karakteristik yang melekat pada anggota. Menurut Noermijanti (2011) berjalan atau tidaknya suatu tujuan organisasi tergantung dari karakteristik individu penyusunnya. Situasi karakteristik individu yang berbeda akan mempengaruhi sikap, kemampuan dan pergaulan serta akan mempengaruhi kesuksesan dalam suatu pekerjaan. Karakteristik individu sangat spesifik, sehingga satu orang dengan yang lainnya berbeda-beda. Sehingga karakteristik anggota merupakan kecakapan dan kemampuan seorang individu berdasarkan latar belakang dan demografi yang akan mempengaruhi sikapnya dalam bertindak

(34)

status kawin, banyaknya tanggungan, masa kerja, (b) kemampuan intelektual/pendidikan, fisik, kesesuaian pekerjaan dengan kemampuan; (kepribadian meliputi keturuan, lingkungan, situasi, (c) pembelajaran, (d) sikap, (e) pendapatan, (f) pengalaman. Selanjutnya menurut Peoni (2014) karakteristik individu dapat dilihat dari (a) kemampuan, (b) karakteristik-karakteristik biografis, (c) pembelajaran, (d) sikap, (e) kepribadian, (f) persepsi, dan (g) nilai. Sementara itu, menurut Yuliana dan Winata (2012) karakteristik anggota dapat diukur dengan beberapa aspek diantaranya (a) umur, (b) tingkat pendidikan, (c) pengalaman, (d) kedudukan sosial, (e) motivasi.

Menurut penelitian Ainiya (2014), karakteristik anggota yang LKM Posdaya yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi hanya kepemilikan usaha, sementara karakteristik lain seperti umur, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Disisi lain penelitian yang dilakukan Yuliana dan Winata (2012) pada anggota Pokmaswas menjelaskan bahwa karakteristik angota yang secara signifikan dapat mempengaruhi persepsi anggota adalah karakteristik tingkat pendidikan dan pengalaman menjadi anggota Pokmaswas. Adapun karakteristik anggota dalam penelitian ini adalah:

1. Umur

Umur merupakan lama hidup seseorang terhitung dari tahun dilahirkan hingga tahun saat ini ia hidup. Umur diharapkan dapat mempengaruhi partisipasi individu atau kelompok untuk menyampaikan pendapat atau idenya. Umur juga menentukan seseorang untuk dapat mengambil keputusan. Usia tua dinggap memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga mereka cenderung memberi pendapat lebih besar.

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diterima seseorang yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta pengalaman baik secara formal maupun informal. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi partisipasi karena pengetahuan yang luas yang dimiliki individu, cenderung memberikan pendapat yang lebih banyak, sehingga tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi.

3. Tingkat pendapatan

Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh individu setelah melakukan kerja. Tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi partisipasi, karena tingkat penghasilan yang tinggi cenderung akan memberikan partisipasi berupa dana, sementara individu yang memiliki pendapatan rendah cenderung akan ikut berpartisipasi dalam bentuk tenaga atau pikiran. Individu yang memiliki pendapatan rendah cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan yang bertujuan untuk mensejahterkan dirinya.

4. Motivasi

Motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang, oleh sebab itu motivasi adalah suatu alasan

(reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Setiawan dan Bodroastuti 2012)

(35)

a. Usaha, yaitu karakteristik pertama dari motivasi, yakni usaha, menunjuk kepada kekuatan perilaku kerja seseorang atau jumlah yang ditunjukan oleh seseorang dalam pekerjaannya;

b. Kemauan keras, yaitu karakteristik pokok motivasi yang kedua menunjuk kepada kemauan keras yang ditunjukkan oleh seseorang ketika menerapkan usahanya kepada tugas-tugas pekerjaannya. Kemauan yang keras, segala usaha akan dilakuka; dan

c. Arah atau tujuan, karakteristik motivasi yang ketiga berkaitan dengan arah yang dituju oleh usaha dan kemauan keras yang dimiliki oleh seseorang. 5. Pengalaman

Pengalaman dalam hal ini merupakan periode waktu lama tidaknya seseorang menjadi keanggotaan dalam BUMDes.

Modal Sosial

Modal sosial merupakan suatu aspek nilai dan norma yang diakui bersama oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga terbentuk suatu jaringan sosial yang mana akan memudahkan interaksi dan kerjasama diantara anggota. Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi termasuk pembangunan perekonomian di pedesaan. Beberapa ahli menyebutkan pengertian modal sosial dalam proses pembangunan. Fukuyama

dalam Cahyono 2012 menyebutkan bahwa modal sosial memiliki peran penting dalam keberhasilan pembangunan (sosial, budaya, ekonomi, dan politik). Anam (2013) menjelaskan bahwa masyarakat pedesaan dikenal memiliki modal sosial yang tinggi, hal tersebut terlihat dari tingginya solidaritas antar warga dan juga kuatnya rasa kekeluargaan, sehingga kepercayaan, norma dan jaringan (persaudaraan) dikatakan masih tinggi, dalam hal ini akan menjadi modal yang baik untuk dikembangkan menjadi keuntungan secara ekonomi.

Cox (1995) dalam Inayah (2012) menyebutkan modal sosial merupakan suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan social yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Sementara itu, Inayah (2012) menambahkan bahwa modal sosaial adalah sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, hubungan-hubungan timbal balik, dan jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama.

Menurut Cahyono dan Adhiatma (2012) modal sosial merupakan norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust), dimana trust merupakan dasar bagi sikap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Dengan demikian modal sosial dapat diartikan sebagai suatu proses hubungan antar manusia yang melahirkan ikatan sosial yang berupa nilai dan norma sosial, kepercayaan, kerjasama dan jaringan-jaringan sosial.

(36)

koordinasi dan kerjasama untuk manfaat bersama. Cahyono dan Adhiatma (2012) menambahkan bahwa dimensi modal sosial menekankan pada aspek kepercayaan menjadi komponen utama pembentuk modal sosial di pedesaan, sementara aspek lainnya (kerjasama, jaringan kerja), tidak akan terbentuk dengan baik jika tidak dilandasi oleh terbentuknya hubungan saling percaya (mutual-trust) antar anggota masyarakat. Kekuatan kerjasama dan jaringan kerja yang terbentuk di masyarakat adalah pengembangan operasional dan hubungan saling percaya antar anggota masyarakat di bidang sosiobudaya, ekonomi dan pemerintahan.

Sementara itu Ridell, dalam Suharto (2007) menjelaksan tiga parameter modal sosial:

(1) Kepercayaan (trust)

Harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat, yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama;

(2) Norma-norma (norms),

Norma terdiri pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan, dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang; (3) Jaringan-jaringan (networks),

Merupakan infrastruktur dinamis yang berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan mem-perkuat kerjasama.

Penelitian Cahyono dan Adhiatma (2012) menjelaksan bahwa modal sosial yang ada di Kecamatan Kertek merupakan modal yang kuat bagi masyarakat pedesaan sebagai bentuk kepercayaan diantara warga desa. Nilai-nilai kepercayaan dan daya tanggap di antara anggota akan menimbulkan kerjasama dan solidaritas. Nilai kepercayaan diantara anggota dan keuntungan bersama akan menciptakan jaringan dan kebijakan.

Hasil penelitian Putri dan Fitrayati (2014) terdapat pengaruh yang signifikan antara modal sosial yang meliputi: kepercayaan/trust, imbal balik/resiprocity, partisipasi anggota, nilai sosial dan norma sosial secara simultan terhadap perkembangan unit usaha KUD Adil Makmur Kecamatan Kertosono - Nganjuk. Kepercayaan yang tinggi ini merupakan suatu modal dasar yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif yang berkenaan dengan perkembangan unit usaha pada KUD.

Hasil penelitian Anam (2013) pada kelompok tani Ali Wafa menjelaskan bahwa modal sosial dalam kelompok tani tebu adalah hasil akumulasi segala bentuk modal sosial yang dibawa oleh individu anggota ke dalam kelompok tani untuk kemudian dimanfaatkan secara kolektif dan memberikan benefit bagi kelompok tani tersebut yang mana kondisi modal sosial yang ada dalam kelompok tersebut cukup tinggi, tingkat kepercayaan, kerjasama, solidaritas, tindakan kolektif dan partisipasi dalam kondisi baik.

(37)

Badan Usaha Milik Desa

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan sebuah lembaga yang dibentuk dan dirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat (Ramadana et al

2013). BUMDes merupakan pilar perekonomian desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution) yang berpihak pada kepentingan masyarakat serta mencari keuntungan (Meirinawati dan Dewi 2013). Selain itu Ibrahim (2013) mengungkapkan bahwa BUMDes merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh suatu desa untuk menghasilkan suatu produksi yang dapat meningkatkan keuangan desa.

Menurut UU No.6/2014, BUMDes mendorong desa sebagai subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan pelayanan dasar kepada warga, termasuk menggerakan aset-aset ekonomi lokal. Posisi BUMDes menjadi lembaga yang memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa dengan semangat ekonomi kolektif. Hal tersebut terlihat dari tujuan BUMDes sebagai lembaga yang meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. UU No.6/2014 pasal 87 ayat 3 juga menyebutkan BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, BUMDes dapat menjalankan berbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.

Manajemen dan Prinsip BUMDes

Sebagai suatu lembaga ekonomi lokal, BUMDes memiliki aturan pengelolaan dalam mengatur lembaga tersebut. Unsur Manajemen pada BUMDes terdiri dari: (a) manusia yang memiliki potensi, energy, atau disebut sumberdaya manusia, (b) money, mencakup uang yang dikelola, yaitu sumber dana yang dikelola badan usaha, (c) material, bahan baku serta sarana dan prasarana untuk produksi, (d) method, mencakup teknik dan prosedur yang harus ditempuh dalam rangka menciptakan barang dan jasa, (e) market, pasar sebagai tempat penyaluran produk dan jasa. Prinsip BUMDes meliputi kooperatif, partisipatif, demokrasi, transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainable (Gunawan 2011).

Strategi manajemen aset BUMDes terdiri dari: (a) mengamati lingkungan, (b) penyusunan strategi, (c) pelaksanaan strategi, dan (d) evaluasi atau kontrol dalam kaitannya dengan pengelolaan aset desa. Faktor penghambat dari strategi manajemen aset yang dilakukan BUMDes yaitu: (a) kesulitan dalam melakukan pengembangan usaha baru, (b) terbatasnya inovasi dalam mengembangakan produk lokal, (c) kurangnya sarana pemasaran, (d) terbatasnya dana dan dukungan dari pemerintah (Hayyuna dkk 2014). Kendala pelaksanaan BUMDes diantaranya: (a) pengorganisasian sistem yang belum baik dalam pembentukan dan pengelolaan BUMDes, selain itu (b) adanya kendala operasional seperti kurangnya sumberdaya manusia yang memadai dan ketidakjelasan badan hukum BUMDes (Ibrahim 2013).

(38)

modal), BPD, pemkab dan masyarakat. Terdapat 6 (enam) prinsip dalam mengelola BUMDes:

1 Kooperatif, semua komponen yang terlibat dalam BUMDes harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan kelangsungan hidup usaha.

2 Partisipatif, semua komponen yang terlibat dalam BUMDes harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha.

3 Emansipatif, semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes, harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku dan agama.

4 Transparan, aktivitas yang mempengaruhi terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5 Akuntabel, seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif.

6 Sustainable, kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Sementara itu menurut Ramadhana et al (2013) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga komersial lainnya adalah :

1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama

2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui penyertaan modal (saham atau andil)

3. Operasionalisasi menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom)

4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar

5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village policy)

6. Difasilitasi oleh pemerintah provinsi, kabupaten, dan pemerintah desa 7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,

anggota).

Peran dan Fungsi BUMDes

BUMDes sebagai lembaga ekonomi di tingkat desa memiliki peranan terhadap kemajuan ekonomi perdesaan. Menurut Ramadhana et al (2013), keberadaan BUMDes memiliki kontribusi untuk peningkatan pendapatan desa dan memenuhi kebutuhan pokok desa. Peran BUMDes terlihat pada sumber dana untuk peningkatan pendapatan serta kebutuhan masyarakat yang harus dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. pembangunan desa secara mandiri yang diartikan sebagai keberhasilan masyarakat mampu mengatur rumah tangganya sendiri dan tidak hanya bergantung pada anggaran dana bantuan.

(39)

berkembangnya perekonomian masyarakat desa, (c) sebagai sumber pendapatan asli desa, (d) pemberi pinjaman dengan suku bunga yang rendah. Peranan BUMDes tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan asli desa maupun mengembangkan potensi perekonomian desa, penelitian yang dilakukan Tama dan Yanuardi (2013) menjelaskan bahwa BUMDes juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan juga mampu mengentaskan kemiskinan.

Selain peran BUMDes dalam pembangunan desa, beberapa penelitian menyebutkan tujuan dari pembentukan BUMDes. Menurut Ibrahim (2013), tujuan pendirian BUMDes diantaranya: (a) mengelola sumberdaya desa, penyedia jasa pembiayaan, (b) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (c) mengembangkan usaha produktif di desa, (d) menciptakan lapangan pekerjaan dan juga sebagai sumber pendapatan asli desa. Selain itu Hayyuna et al (2014) menambahkan bahwa tujuan BUMDes yaitu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pengelolaan aset desa. Hal yang sama diungkapkan oleh Sayuti (2011), bahwa tujuan pembentukan BUMDes untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga meningkatkan pendapatan asli desa.

Adapun tujuan pendirian BUMDes adalah: (a) meningkatkan perekonomian desa, (2) meningkatkan pendapatan asli desa, (3) meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan (4) menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.

Ramadhana et al (2013) menyatakan bahwa pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah merupakan perwujudan dari pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable. Oleh karena itu, perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan secara efektif, efisien, profesional dan mandiri. Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes. Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang dijalankan oleh BUMDes.

(40)

Pendirian Pengelolaan dan Struktur Organisasi BUMDes

BUMDes menjadi instrumen yang dioptimalkan peranannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang berada di tingkat Desa untuk meningkatkan kesejahteraan mayarakat dan pendapatan desa. BUMDes juga diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis usaha tersebut meliputi:

a. Jasa, contoh dari usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi dan jasa energi;

b. Penyaluran sembilan bahan pokok, contoh usaha penyaluran sembilan bahan pokok antara lain; beras, gula garam, minyak goreng, kacang kedelai dan bahan pangan lainnya dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Disisi lain usaha perdagangan hasil pertanian1;

c. Perdagangan hasil pertanian dan industri kecil dan rumah tangga.

BUMDes Sumber Artha Makmur Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri memiliki beberapa jenis unit usaha yaitu pasar desa, BPPSPAM, LKM, UP2K, wisata rawa dan gedung badminton. Jika dikategorikan kedalam pembagian jenis unit usaha menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 4/2015, diantaranya: (a) Pasar desa (usaha perantara/brokering), (b) penyediaan air minum (social busines), (c) penyewaan gedung badminton (bisnis penyewaan/renting), (d) LKM/ Lembaga Keuangan Mikro (bisnis keuangan/financial business), (e) objek wisata telaga rawa (bisnis penyewaan/renting), dan (f) UP2K/Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (bisnis keuangan/financial business).

Berdasarkan pasal 2 Permendes No.4/2015 mengenai pendirian BUMDes, pendirian BUMDes dimaksudkan sebagai upaya untuk menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan/atau kerja sama antar-desa. Pendirian BUMDes tersebut bertujuan untuk:

a. meningkatkan perekonomian desa

b. mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa c. meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa d. mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan

pihak ketiga

e. menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga

f. membuka lapangan kerja

g. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa

h. meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa (PAD).

Berdasarkan Pasal 4 Permendes No.4/2015, desa dapat mendirikan BUMDes sebagai lembaga ekonomi lokal desa yang dapat bekerja sesuai fungsinya dengan berdasarkan regulasi yang ditetapkan melalui Peraturan Desa tentang pendirian BUMDes dengan mempertimbangkan:

a. inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa

1 Aris Ahmad Risadi . UU Desa Sumber Spirit Baru Badan Usaha Milik Desa (BUMDEs). Tulisan diadaptasi dari makalah yang disampaikan untuk acara ‘kOngres Gerakan Desa

(41)

b. potensi usaha ekonomi desa c. sumberdaya alam di desa

d. sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUMDes dan

e. penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUMDes.

Pada proses pendirian BUMDes dapat dilakukan melalui muasyawarah desa berdasarkan pedoman aturan yang telah ditetapkan tentang pendirian BUMDes. Berdasarkan pasal 5 Permendes No.4/2015 pendirian BUMDes disepakati melalui musyawarah desa, meliputi:

a. pendirian BUMDes sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat

b. organisasi pengelola BUMDes c. modal usaha BUMDes

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDes.

Dalam rangka kerja sama antar-desa dan pelayanan usaha antar-desa dapat dibentuk BUMDes bersama yang merupakan milik 2 (dua) desa atau lebih. BUMDes bersama ditetapkan dalam peraturan bersama kepala desa tentang pendirian BUMDes bersama. Pendirian BUMDes bersama disepakati melalui musyawarah antar-desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar-desa yang terdiri dari:

a. pemerintah desa

b. anggota Badan Permusyawaratan Desa c. lembaga kemasyarakatan Desa

d. lembaga desa lainnya dan

e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.

Bentuk organisasi BUMDes berdasarkan pasal 7 Permendes No.4/2015, BUMDes dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum, yang dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUMDes dan masyarakat. Namun demikian, BUMDes yang tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUMDes didasarkan pada Peraturan Desa tentang pendirian BUM Desa. Sementara itu Pasal 8 BUMDes dapat membentuk unit usaha meliputi:

a. Perseroan Terbatas (PT) sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUMDes, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas (PT)

b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUMDes sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Organisasi pengelola BUMDes berdasarkan pasal 7 Permendes No.4/2015 terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. Penamaan susunan kepengurusan organisasi BUMDes dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUMDes terdiri dari:

a. Penasihat

(42)

kepada pelaksana operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUMDes, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUMDes, dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUMDes.

b. Pelaksana Operasional

Pelaksana operasional mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang berkewajiban melaksanakan dan mengembangkan BUMDes agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat desa, menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa, melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian desa lainnya.

Pelaksana operasional juga berwenang membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUMDes setiap bulan, membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUMDes setiap bulan, memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUMDes kepada masyarakat desa melalui musyawarah desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Pelaksana operasional dapat menunjuk anggota pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha. Pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggung jawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.

c. Pengawas.

Pengawas adalah suatu kelompok yang bertugas untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam pengelolaan BUMDes. Susunan kepengurusan pengawas terdiri dari: (1) ketua, (2) wakil ketua merangkap anggota, (3) sekretaris merangkap anggota dan (4) anggota. Pengawas mempunyai kewajiban menyelenggarakan rapat umum untuk membahas kinerja BUMDes sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Pengawas berwenang menyelenggarakan rapat umum pengawas untuk:

1. pemilihan dan pengangkatan pengurus

2. penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUMDes 3. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pelaksana

operasional

Susunan kepengurusan BUMDes dipilih oleh masyarakat desa melalui musyawarah desa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa. Modal dan Klasifikasi Usaha BUMDes

Berdasarkan pasal 17 Permendes No.4/2015, modal awal BUMDes bersumber dari APBDes. Modal BUM Desa terdiri atas: (a) penyertaan modal desa dan, (b) penyertaan modal masyarakat desa.

a.Penyertaan Modal Desa

Pada modal BUMDes yang berasal dari penyertaan modal desa dapat diperoleh oleh dari beberapa sumber:

(43)

2. bantuan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang disalurkan melalui mekanisme APBDes

3. kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif desa dan disalurkan melalui mekanisme APBDes 4. aset Desa yang diserahkan kepada APBDes sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan tentang aset desa. b. Penyertaan modal masyarakat desa.

Pada penyertaan modal masyarakat desa berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat.

Berdasarkan pasal 19 Permendes No.4/2015, klasifikasi BUMDes berdasarkan jenis unit usaha dapat menjalankan suatu bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial. Unit usaha dalam BUMDes dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi: (a) air minum desa, (b) usaha listrik desa, (c) lumbung pangan dan (d) sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.

Klasifikasi jenis usaha BUMDes dapat terbagi kedalam beberapa jenis unit usaha meliputi: (a) usaha perantara (brokering), (b) usaha bersama ( holding), (c) bisnis sosial ( social business), (d) bisnis keuangan (financial business), (e) perdagangan (trading), (f) bisnis penyewaan (renting).

a. Bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial. Unit usaha yang ada dapat memanfaatkan sumberdaya lokal dan teknologi tepat guna, seperti jasa air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan, dan sumberdaya lokal dan teknologi tepat guna lainnya; b. Unit usaha penyewaan (renting) barang yang melayani kebutuhan

masyarakat desa dan ditujukan untuk memperoleh pendapatan asli desa. Unit usaha dapat berupa penyewaan alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko tanah milik BUMDes dan barang sewaan lainnya;

c. BUMDes dapat menjalankan usaha perantara (brokering) yang memeberikan jasa pelayanan kepada warga. Jenis unit usaha dapat berupa jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat serta jasa pelayanan lainnya;

d. BUMDes dapat menjalankan bisnis yang berproduksi dan atau berdagang (trading) barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas. Unit usaha dapat berupa pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian, sarana prosuksi pertanian sumur bekas tambang dan kegiatan bisnis prduktif lainnya; e. BUMDes dapat menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang

memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Unit usaha dalam BUMDes dapat berupa pemberian akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa;

(44)

Berdasarkan pasal 26 Permendes No.4/2015, hasil usaha BUMDes merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta penyusutan atas barangbarang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku. Pembagian hasil usaha BUMDes ditetapkan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. Alokasi pembagian hasil usaha dapat dikelola melalui sistem akuntansi sederhana.

Sementara itu pasal 27 Permendes No.4/2015 menjelaskan bahwa kerugian yang dialami BUMDes menjadi beban BUMDes. Dalam hal BUMDes tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya dinyatakan rugi melalui musyawarah desa. Unit usaha milik BUMDes yang tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan

Berdasarkan pasal 28 Permendes No.4/2015 menjelaskan bahwa BUMDes dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUMDes atau lebih. Kerjasama antar 2 (dua) BUMDes atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota. Kerjasama tersebut atau lebih harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintah desa dengan dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUMDes atau lebih paling sedikit memuat: (a) subyek kerjasama, (b) obyek kerjasama, (c) jangka waktu, (d) hak dan kewajiban, (e) pendanaan, (f) keadaan memaksa, (g) pengalihan aset, (h) penyelesaian perselisihan.

Pada naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUMDes atau lebih ditetapkan oleh pelaksana operasional dari masing-masing BUMDes yang bekerjasama. Kegiatan tersebut dipertanggungjawabkan kepada desa masingmasing sebagai pemilik BUMDes. Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUMDes yang berbadan hukum diatur sesuai ketentuan peraturan perundangundangan tentang Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.

Sementara itu, pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes berasal dari peran pelaksana operasional yang melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada penasihat yang secara ex-officio dijabat oleh kepala desa. BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa dalam membina pengelolaan BUMDes. Pemerintah Desa mempertanggungjawabkan tugas pembinaan terhadap BUMDes kepada BPD yang disampaikan melalui musyawarah desa

Proses pembinaan dan pengawasan BUMDes dapat dilakukan dengan beberapa prosedur berdasarkan pasal 32 Permendes No.4/2015, diantaranya: a. menteri menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUMDes

b. gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis tentang standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di provinsi.

(45)

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini mengacu pada karakteristik pengurus unit BUMDes, tingkat partisipasi pengurus unit, tingkat kekuatan modal sosial dan peranan BUMDes.

Karakteristik individu merupakan aspek-aspek yang melekat pada diri individu pengurus BUMDes yang akan mempengaruhi sikapnya dalam bertindak termasuk dalam keterlibatan dan partisipasinya pada pengelolaan BUMDes. Karakteristik pengurus unit BUMDes merupakan kecakapan dan kemampuan seorang individu berdasarkan latar belakang dan demografi yang akan mempengaruhi sikapnya dalam bertindak. Pada penelitian ini karakteristik pengurus unit BUMDes terdiri dari (a) umur, (b) tingkat pendidikan, (c) tingkat jabatan, (d) tingkat motivasi dan (e) tingkat pengalaman menjadi pengurus. Sementara itu, partisipasi pengurus unit BUMDes merupakan suatu proses aktif dari pengurus unit dalam proses perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi kegiatan BUMDes. Pada penelitian ini tahapan partisipasi pengurus dalam pengelolaan BUMDes meliputi: (a) tahap perencanaan program, (b) tahap pelaksanaan program, (c) tahap evaluasi program, dan (d) tahap menikmati hasil. Dengan demikian karakteristik pengurus unit BUMDes yang telah diuraikan diatas memiliki hubungan dengan tingkat partisipasinya dalam kegiatan BUMDes.

Disisi lain, peran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan BUMDes akan berpengaruh pada tercapainya peranan BUMDes yang dapat dilihat dari indikator pelayanan sosial dan manfaat ekonominya. Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam pengelolaan BUMDes agar output dari kegiatan BUMDes dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat. BUMDes merupakan suatu bentuk usaha yang dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat sebagai sumber ekonomi untuk meningkatkan pendapatan desa serta masyarakat desa. Pada penelitian ini peranan BUMDes dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu: (a) tingkat pelayanan sosial dan (b) tingkat manfaat ekonomi BUMDes. Dengan demikian tingkat partisipasi pengurus unit BUMDes tersebut memiliki hubungan dengan peranan BUMDes.

(46)

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut.

1. Tingkat karakteristik pengurus unit BUMDes diduga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasinya dalam pengelolaan kegiatan BUMDes;

2. Tingkat partisipasi pengurus unit BUMDes diduga memiliki hubungan dengan tingkat peranan BUMDes yang dilihat dari tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonominya;

3. Tingkat kekuatan modal sosial pengurus unit BUMDes diduga memiliki hubungan dengan tingkat peranan BUMDes yang dilihat dari tingkat pelayanan sosial dan tingkat manfaat ekonominya.

Definisi Operasional

Setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki berbagai macam pendefinisian. Definisi yang dipaparkan pada bab sebelumnya merupakan definisi konseptual, yaitu definisi yang diperoleh dari kajian berbagai pustaka dan diramu menjadi sebuah definisi yang jelas. Dalam melakukan penelitian survey, dibutuhkan definisi variabel yang memungkinkan peneliti untuk menjabarkan definisi tersebut ke dalam pertanyaan-pertanyaan kuesioner, sehingga definisi yang digunakan harus sudah sesuai dengan konteks penelitian yang dilakukan.

(47)

Definisi yang demikian disebut sebagai definisi operasional. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini.

1. Karakteristik anggota

Karakteristik merupakan sifat atau ciri yang melekat pada diri seseorang. Karakteristik tersebut terdiri dari tingkat usia, tingkat pendidikan, dan tingkat motivasi, tingkat jabatan dan tingkat pengalaman menjadi pengurus. Tingkat karakteristik secara keseluruhan dapat diambil dari akumulasi skor semua indikator. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Hasil skoring dapat dikategorikan:

Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif 5-7 Tinggi (Skor 2) : Skor kumulatif 8-10

Untuk menganalisis lebih jauh mengenai tingkat karakteristik pengurus unit, maka tingkat karakteristik dapat dijelasakan pada masing-masing indikator berikut:

a. Tingkat usia adalah lama hidup seseorang dari lahir hingga sekarang (dilakukannya penelitian). Umur diukur menggunakan skala ordinal

Rendah : <15 atau >65 tahun (skor 1) Tinggi : 15-64 tahun (skor 2)

b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh responden. Tingkat pendidikan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori dan diukur dalam skala ordinal

Rendah : belum lulus SD/ sudah lulus SD/ lulus SMP diberi skor 1 Tinggi : lulusan SMA/perguruan tinggi diberi skor 2

c. Jabatan adalah posisi seseorang dalam suatu organisasi. Jabatan pengurus unit usaha BUMDes dalam organisasinya dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu ketua, bendahara, sekretaris dan anggota. Anggota unit BUMDes merupakan anggota seksi dalam unit Pokdarwis Rawa atau juga poklak (kelompok pelaksana) dalam unit UP2K. Pengukuran diukur berdasarkan skala ordinal.

Rendah : anggota/lainnya diberi skor 1

Tinggi : ketua diberi/sekretaris/bendahara diberi skor 2

d. Tingkat motivasi adalah hal-hal yang mendorong/menyebabkan responden mengikuti program BUMDes. Motivasi diukur berdasarkan jumlah skor jawaban pernyataan dorongan mengikuti BUMDes, untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Setuju (S) diberi nilai 3, Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4. Pengukuran dalam skala ordinal, dikategorikan menjadi:

Rendah (Skor 1) : Skor kumulatif 6-15 Tinggi (Skor 2) : Skor kumulatif 16-24

e. Pengalaman merupakan periode waktu lama tidaknya seseorang menjadi pengurus unit BUMDes yang dapat digolongkan menggunakan skala ordinal.

Rendah (skor 1) : ≤ 1 tahun Tinggi (skor 2) : > 1 tahun

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1. Penentuan responden
Tabel 2 Teknik pengumpulan data
Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Sumberejo berdasarkan jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas arang hasil aktivasi pengozonan belum cukup efektif jika dibandingkan dengan arang hasil aktivasi ZnCl2 dilihat dari

Untuk memberikan kepastian hukum dalam berusaha bagi pedagang kaki lima dan terpeliharanya sarana prasarana, estetika, kebersihan dan kenyamanan ruang milik

Selain itu terdapat fasilitas tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang berada di ruas jalan Pogidon Raya yang dimanfaatkan oleh sebagian penduduk di

Penelitian tentang pengaruh brand image terhadap kepuasan pasien rumah sakit besar di Taiwan juga menunjukkan adanya pengaruh langsung yang positif dan signifikan

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan ternak Domba/Kambing dengan kualitas ternak yang sehat, terawat serta persentase karkas yang optimal, maka kami

(1) Apabila kendaraan bermotomja musnah, tidak dipergunakan, mengalami perubahan sedemikian rupa atau untuk menggerakkan motornja dipakai bahan pembakar jang

Namun untuk lebih saling menguatkan, salah satu cara untuk menutupi kelemahan teori Watson ini dalam penerapan teori ini di dalam praktik adalah dengan mengkombinasikan