• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.3 Hubungan antara variabel internal (Pengetahuan, Sikap,

6.3.4 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Aman

Menurut Munandar (2001), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Menurut Astuti

(2001), salah satu hal yang terpenting yang perlu dipertimbangkan pada diri individu untuk berperilaku adalah motivasi. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya, apakah dia akan berperilaku aman atau tidak.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa responden lebih banyak yang memiliki motivasi tinggi dan pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki motivasi rendah lebih banyak yang berperilaku tidak aman daripada responden yang memiliki motivasi tinggi. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku aman. Hasil perhitungan Odds Rasio menunjukkan bahwa responden yang memiliki motivasi rendah cenderung 227,375 kali untuk berperilaku tidak aman daripada responden yang memiliki motivasi tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin rendah motivasi responden maka akan semakin tinggi untuk berperilaku tidak aman dan semakin tinggi motivasi responden maka akan semakin rendah untuk berperilaku tidak aman.

Sebagaimana yang telah Umar (2000) paparkan dalam Heliyanti (2009) bahwa motivasi kerja yang dimiliki oleh setiap individu juga sangat mempengaruhi kualitas kerja. Walaupun fasilitas memadai, organisasi, dan manajemen baik, prosedur kerja baik, tanpa motivasi kerja yang tinggi maka sulit memberikan hasil pekerjaan yang baik. Motivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur diperlukan agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja itu sendiri.

Meskipun demikian, setelah melalui beberapa proses pada analisis multivariat diketahui bahwa motivasi merupakan variabel yang tidak memiliki perbedaan bermakna dengan perilaku aman. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti. Hal ini dikarenakan walaupun motivasi pekerja lebih tinggi tetapi berdasarkan hasil wawancara banyak pekerja yang merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka, gaji, kemajuan karir yang ada di perusahaan, dan tidak adanya reward yang membuat pekerja kurang termotivasi untuk berperilaku aman.

Menurut Sialagan (2008), faktor-faktor yang mendorong motivasi pekerja adalah pemenuhan rasa puas pekerja yang dialami pekerja (faktor intrinsik), misalnya seperti keberhasilan mencapai sesuatu, diperolehnya pengakuan, rasa tanggung jawab, kemajuan, karier, rasa profesionalis dan intelektual. Dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk berperilaku aman juga harus didukung perusahaan dengan penciptaan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya perilaku aman di tempat kerja. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun motivasi pekerja tinggi tetapi dengan tidak terpenuhinya kepuasaan, karir, gaji, yang merupakan faktor intrinsik dan tidak adanya reward yang merupakan salah satu bentuk dukungan dari perusahaan sehingga kurang mendorong motivasi pekerja dan hal ini dapat membuat motivasi pekerja menjadi lemah karena kurangnya faktor pendorong tersebut.

Menurut Lewin (1970) dalam Notoadmodjo (2003), perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces). Perilaku

itu dapat berubah bila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun, dengan keadaan ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Oleh karena itu, agar terjadi perubahan perilaku sebaiknya kekuatan pendorong yang ada lebih ditingkatkan dan kekuatan penahan diturunkan. Kekuatan pendorong dalam hal ini adalah faktor yang mendorong motivasi pekerja dan faktor penahannya adalah faktor yang menyebabkan ketidakpuasan para pekerja.

Menurut Herzberg dalam Ivancevich et all (2006), faktor-faktor yang mengarah kepada kepuasan kerja lain berbeda dari faktor-faktor yang mengarah kepada ketidakpuasan. Artinya, para manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan mungkin berhasil mewujudkan ketenangan kerja dalam organisasi, akan tetapi ketenangan kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja. Dalam hal demikian para manajer hanya menyenangkan perasaan bawahannya tetapi tidak memberikan motivasi kepada mereka. Oleh karena itu, Herzberg menggunakan istilah higiene bagi faktor-faktor yang menyenangkan para pekerja seperti kebijaksanaan perusahaan, teknik berbagai kebijaksanaan organisasi, supervisi, hubungan antar personal, kondisi kerja dan sistem upah, dan gaji yang dibuat dan ditetapkan sedemikian

rupa sehingga para karyawan tenang bekerja tetapi belum merasa puas dengan pekerjaan masing-masing.

Tetapi, pada kenyataannya pekerja belum merasa puas dan belum merasa tenang meskipun di perusahaan sudah tercipta hubungan kekeluargaan yang baik antara atasan dengan bawahan dan antar pekerja yang merupakan salah satu bentuk hubungan antar personal karena faktor intrinsik dan faktor higiene yang belum seutuhnya tercipta. Dimana, jika kita mengacu pada teori dua-faktor Herzberg (Herzberg Two Factor Theory), yang menjadikan pekerja itu termotivasi adalah adanya pemenuhan terhadap faktor ekstrinsik (higiene) dan intrinsik (motivator) sehingga pekerja merasa puas (Ivancevich et all, 2006).

Oleh karena itu, sebaiknya pekerja diberikan reward sebagai bentuk penghargaan dan pengembalian positif dari perilaku aman yang telah mereka terapkan dan sebagai bentuk dukungan dari perusahaan. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Geller (2001), Penghargaan merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung, dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagai mestinya, penghargaan dapat memeberikan yang terbaik kepada setiap orang karena penghargaan membentuk perasaan percaya diri, pengendalian diri, optimisme, dan rasa memiliki.

Selain itu juga, menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh karena itu pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian imbalan dalam bentuk

uang yang memadai agar pekerja terpacu motivasinya dan melakukan tindakan aman. Menurut penelitian Edmin Locke (1980) dalam Mangkunegara (2005), menyebutkan bahwa imbalan berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan. Dalam hal ini, jika pemberian imbalan dikaitkan dengan perilaku pekerja untuk melakukan tindakan aman maka akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan motivasi pekerja dalam berperilaku aman.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Heliyanti (2009), tidak ditemukannya hubungan motivasi dengan perilaku tidak aman karyawan.

Dokumen terkait