• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PT. SIM PLANT TAMBUN II TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH: SITI HALIMAH

105101003304

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PT. SIM PLANT TAMBUN II TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH: SITI HALIMAH

105101003304

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Maret 2010

(4)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 10 Maret 2010

Siti Halimah, NIM : 105101003304

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan Di PT. SIM PLANT Tambun II Tahun 2010

xviii+ 165 Halaman, 11 Tabel, 9 Gambar, 7 Lampiran ABSTRAK

Perilaku manusia yang berhubungan dengan keselamatan merupakan sebuah pendekatan untuk menganilis apa yang dibutuhkan untuk membuat perilaku aman lebih dimungkinkan dan mengurangi perilaku yang berisiko (Geller, 2001). PT SIM (Suzuki Indomobil Motor) Plant Tambun II adalah salah satu perusahaan yang memproduksi kendaraan roda empat yang bermerk SUZUKI. Berdasarkan data kecelakaan akibat tindakan tidak aman di PT SIM Plant Tambun II mengalami penurunan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman agar faktor-faktor tersebut dapat lebih dioptimalkan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini berjumlah 1200 orang. Pengambilan data dilakukan secara random dengan jumlah sampel 130 responden yang dilakukan menggunakan metode simple random sampling. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square

dan analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui 83,9% pekerja berperilaku aman dan 16,2% pekerja yang berperilaku tidak aman. Faktor-faktor yang tidak mempengaruhi perilaku aman adalah pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, lama kerja, ketersediaan APD, peraturan keselamatan, promosi keselamatan, dan pelatihan. Sedangkan, faktor-faktor yang terbukti mempengaruhi perilaku aman adalah peran pengawas dan peran rekan kerja.

Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pengawas lebih berperan aktif dan dilakukan pengawasan secara teratur dan konsisten. Selain itu, perlu ditingkatkan kepedulian sesama rekan kerja melalui program STOP (Safety Observation Training Program).

(5)

STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY Undergraduate Thesis, Marc 10th 2010

Siti Halimah, NIM : 105101003304

Influence Factor’s of Worker’s Safety Behavior In PT. SIM PLANT Tambun II Year 2010

xviii+ 165 pages, 11 tables, 9 pictures, 7 attachments

ABSTRACT

Behavioral safety is an approach for analyzing what needs to be done to make safe behavior more probable and at-risk behavior less probable (Geller, 2001). PT SIM (Suzuki Indomobil Motor) Plant Tambun II is the one of the car manufacturing company which the branded is SUZUKI. Based on their report of unsafe act, there was decreasing. Therefore, it must be done to research about Influence factor’s of Worker’s Safety Behavior. In order to the those factors could be optimize.

The research was quantitative analyze with cross sectional method approach. The Total responden were 1200 people, based on simple random sampling calculating were 130 people as sample that chosen randomly. Then, the bivariate analyze with statistically tested by chi square formula, and continued with logistic regression test as multivariate analyze.

The results show that 83,9% the worker’s behavior are safe act and 16,2% the worker’s behavior are unsafe act. The factors which not influence worker’s safety behavior were knowledge, attitude, perception, motivation, age, work period, availability of PPE, safety rule, safety promotion, and training. The result proved the factors which influence the worker’s safety behavior were supervisor and peer influence.

Therefore, it is recommended to increase contributing and monitoring of supervison regularly and consistently and then to increase awareness between worker with STOP (Safety Training Observation Program).

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PT. SIM PLANT TAMBUN II TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 19 Maret 2010

Yuli Amran, SKM, MKM Pembimbing Skripsi I

(7)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 19 Maret 2010

Ketua

(Yuli Amran, SKM, MKM)

Anggota I

(Iting Shofwati, ST, MKKK)

Anggota II

(8)

CURICULUM VITAE

Nama : Siti Halimah

Tempat/Tgl Lahir : Bekasi, 12 Desember 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Materital : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Kp. Siluman RT 005/005 No. 22

Desa Mangun Jaya, Tambun – Bekasi 17510. Telp/Hp : 02199934033/085714683567

Email : sithy_halimah@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

Tahun Riwayat Pendidikan

2005-2010 S1- Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2002-2005 SMUN 1 Tambun Selatan

2000-2002 SLTPN 1 Tambun Selatan 1995-2000 SDN Mangun Jaya 03 1994-1995 TK Nurul Amin

Pegalaman Pelatihan

Pengalaman Organisasi

Tahun Pengalaman Organisasi

2008-2010 Anggota Forum Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Jurusan Kesehatan Masyarakat (FSK3)

2008-2009 Sekretaris PASIFIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006-2007 KSR PMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2003-2004 Sekretaris Kelompok Ilmiyah Remaja (KIR) SMUN 1 Tambun Selatan Tahun Pengalaman Pelatihan

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dengan segala Kekuatan dan Rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan, pengabdian kepada bangsa, dan ibadah kepada Allah Yang Maha Memiliki Segalanya.

Skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Mempangaruhi Perilaku Aman Karyawan di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010” disusun sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat kepada :

1. Keluargaku yang tiada letih melimpahkan kasih sayangnya, kebahagiannya, semangatnya, dan perjuangan serta pengorbanannya yang tiada terhingga untukku. Terutama untuk ibu dan bapakku, doa kalian ibarat sungai nil yang tak kan pernah kering dan tiada tertandingi. Aku bersyukur mempunyai kalian. Thanks to Allah yang memberikan kalian kepadaku. Tak lupa pula tuk adikku yang memberikanku semangat baru untuk menjadi lebih baik lagi.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku Pembimbing I yang selalu siap memberikan bimbingan dan pengarahan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(11)

sosok yang bijak, kuat, tegar dan tegas. Ibu adalah salah seorang yang menjadi inspirasiku dalam kehidupan ini.

7. Bapak Dr Drs. Tri Krianto, MKes selaku dosen penguji dalam sidang skripsi, terima kasih atas kesediaan Bapak menjadi penguji dan memberikan bimbingan, saran-saran, kemudahan, dan motivasi selama penyusunan skripsi.

8. Bapak Yudi Prasetyo, SE selaku Staff Safety member yang penuh canda dan secara terbuka menerima dan memberikan kritik dan saran yang bermanfaat selama kegiatan skripsi berlangsung. Terima kasih atas semua waktu, bantuan, perhatian yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi. 9. Bapak Suhendra, SE selaku Safety Officer yang tak lelah memantau

perkembangan skripsi dan memberikan saran dan kritikan yang bermanfaat. 10.Bapak Bambang selaku HRD yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan penelitian.

11.Bapak Sasongko yang menambah kecerian dan semangat selama proses skripsi. 12.Seluruh staff safety member dan TC yang banyak memberikan dukungan dalam

proses penyusunan skripsi.

13.Om Gito Susilo yang telah membukakan jalan menuju gerbang PT. SIM Plant

Tambun II.

14.Seluruh Staff dan pekerja di PT. ISI Plant Tambun II, terimakasih atas waktunya, bantuannya, dan perhatiannya.

15.Yuni Harti, teman seperjuangku selama penyusunan skripsi di PT. SIM Plant

Tambun II, terimaksih atas kebersamaan, bantuan, dukungan, dan canda tawanya selama ini.

16.Sahabat-sahabat terbaikku yang walaupun jauh namun begitu erat memberikan semangat, pemikiran, perhatiannya selama proses penyusunan skripsi dan kehidupan ini, Thanks ”Unforgetable all of you”.

17.Teman- teman UIN, FKIK, Kesmas, K3 Yang telah banyak memberikan dukungan dan kebaikan selama perkuliahan hingga saat ini. Thanks 4 all.

18.For My Silvester, yang tiada lelah menemani dan memberikan bantuan, semangat, dan perhatiannya dalam menyempurnakan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain.

(12)
(13)

………

1.5. Manfaat Penelitian ………. 1.6. Ruang Lingkup ………. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...

2.1 Keselamatan Kerja ……….. 2.1.1.Konsep Keselamatan Kerja ………... 2.1.2.Budaya Keselamatan Kerja ………... 2.1.3.Kinerja Keselamatan Kerja ……… 2.2 Kecelakaan Kerja ………

2.2.1.Pengertian Keselamatan Kerja ……….. 2.2.2.Teori ILCI Loss Coution Model ……… 2.3 Perilaku ………... 2.3.1 Pengertian Perilaku ………... 2.3.2 Bentuk Perilaku ………. 2.4 Perilaku Aman ……… 2.5Teori Perubahan Perilaku ……… 2.5.1 Teori Lawrence Green ………... 2.5.2 Teori Perubahan Perilaku Aman ……… 2.6Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman …………...

(14)

2.6.4 Motivasi ……….

2.6.5 Umur ……….

2.6.6 Lama Bekerja ………

2.6.7 Ketersediaan APD ………. 2.6.8 Peraturan Keselamatan ……….. 2.6.9 Safety Promotions /Promosi Keselamatan Kerja ……….. 2.6.10Pelatihan Keselamatan Kerja ……… 2.6.11Peran Pengawas ………... 2.6.12Peran Rekan Kerja ……… 2.7Kerangka Teori ……… BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 3.1Kerangka Konsep ……… 3.2Definisi Operasional ………

3.3Hipotesis ……….

(15)

4.6Instrumen penelitian ………

5.1Gambaran PT Suzuki Indomobil Motor (SIM) ……… 5.2Gambaran Perilaku Aman Pekerja ……….. 5.3Gambaran Faktor Internal (Pengetahuan, sikap, persepsi,

motivasi, umur, dan Lama Bekerja) di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010 ……….. 5.4Gambaran faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan keselamatan, safety promotion/promosi keselamatan, pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan pera rekan kerja) di PT SIM

Plant Tambun II tahun 2010 ………

5.5Hubungan faktor internal (Pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan Lama Bekerja) dengan perilaku aman di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010 ……… 5.6Hubungan faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan

(16)

5.7Faktor yang paling dominan berhubungan terhadap perilaku aman di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010 ……….. BAB VI PEMBAHASAN ...

6.1Keterbatasan Peneliitiian ………. 6.2Perilaku Aman ………. 6.3Hubungan antara variabel internal (Pengetahuan, Sikap,

Persepsi, Motivasi, Umur, dan Lama Bekerja) dengan perilaku aman ……… 6.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Aman ………... 6.3.2 Hubungan Sikap dengan Perilaku Aman ……….. 6.3.3 Hubungan Persepsi dengan Perilaku Aman ……….. 6.3.4 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Aman ………. 6.3.5 Hubungan Umur dengan Perilaku Aman ……….. 6.3.6 Hubungan Lama Kerja dengan Perilaku Aman ………… 6.4Hubungan faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan

keselamatan, safety promotion/promosi keselamatan, pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan pera rekan kerja) dengan perilaku aman ………. 6.4.1 Hubungan Ketersediaan APD dengan Perilaku Aman ….. 6.4.2 Hubunga Peraturan Keselamatan dengan Perilaku Aman. 6.4.3 Hubungan Promosi Keselamatan dengan Perilaku Aman. 6.4.4 Hubungan Pelatihan dengan Perilaku Aman……….

(17)

6.4.5 Hubungan Peran Pengawas dengan Perilaku Aman …… 6.4.6 Hubungan Peran Rekan Kerja dengan Perilaku Aman …. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...

7.1Kesimpulan ……….

7.2Saran ………

(18)

DAFTAR TABEL Distribusi responden berdasarkan perilaku aman di PT SIM

Plant Tambun II tahun 2010 ………..

Distribusi responden berdasarkan faktor Internal di PT SIM

Plant Tambun II tahun 2010 ………... Distribusi responden berdasarkan faktor eksternal di PT SIM

(19)

Tabel 5.10

Kerja Terhadap Perilaku Aman ………. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Peran Pengawas dan Peran rekan kerja ………

105

106

DAFTAR GAMBAR

(20)
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury (Colling, 1990 dalam Kondarus (2006). Secara keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dengan memberikan perlindungan K3 diharapkan pekerja dapat bekerja dengan aman, sehat, dan produktif.

(23)

antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997).

Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour Organization (ILO) (1989) dalam Suma’mur (1996) memberikan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal ini setara dengan 1 orang setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun.

Di Indonesia, kasus kecelakaan kerja (KK) menunjukkan grafik turun naik. Berdasarkan data Jamsostek tahun 2003-2006, diketahui bahwa selama tahun 2003 terjadi 105.846 KK, kemudian pada tahun 2004 turun menjadi 95.418 KK. Pada tahun 2005, angka kecelakaan kerja meningkat menjadi 99.023 KK. Angka ini tahun 2006 turun menjadi 95,624 KK (Jamsostek, 2008). Data tersebut belum termasuk kasus kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak mengikuti program Jamsostek.

(24)

kecelakaan pada beberapa perusahaan yang dilakukan Bird menunjukan bahwa begitu banyaknya kejadian near-miss yang melatarbelakangi terjadinya sebuah kecelakaan serius. Dari studi tersebut Bird mengemukakan rasio terjadinya kecelakaan dengan perbandingan 1-10-30-600, dimana 1 adalah cidera berat, 10 adalah cidera ringan, 30 adalah kerusakan harta benda, dan 600 adalah kecelakaan hampir cidera (near-miss) (Sialagan, 2008).

Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe conditions). Heinrich (1980) memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan.

(25)

reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja. Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan.

Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) sperti lingkungan fisik/non fisik, iklim, manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).

(26)

berhubungan dengan perilaku bekerja selamat adalah pengawasan, peraturan, dan lingkungan.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS Indonesia yang dilakukan pada bulan November tahun 2008, dengan jumlah pekerja sebanyak 31 orang yang terdiri dari 10 orang personil kantor dan 21 orang personil lapangan dengan menggunakan penelitian deskriptif dan pendekatan cross sectional diperoleh 94% responden termasuk dalam kategori baik berperilaku aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan, motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan penyelia terhadap perilaku aman. Penelitian lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Helliyanti (2009) pada pekerja Dept. Utility and Operation PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills tahun 2009 diperoleh responden yang berperilaku aman sebanyak 60% sedangkan yang tidak berperilaku aman sebanyak 40%.

Berdasarkan hasil penelitian Karyani (2005) menyebutkan bahwa dari 113 pekerja di Schlumberger Indonesia tahun 2005 diperoleh bahwa supervisor

(27)

3.970-23.376). Faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan perilaku tidak aman yaitu peran rekan kerja yang rendah (40,71%), persepsi yang rendah (36,63%), dan motivasi yang rendah (40,71%).

Pada penelitiannya, Karyani (2005) juga memaparkan bahwa supervisor

dan rekan kerja di tempat kerja merupakan pelaksana pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh supervisor dan rekan kerja tidak hanya untuk tenaga kerja baru tetapi juga untuk pekerja lama yang telah lama berada di lokasi kerja. Selain itu, pengawasan terhadap pekerja untuk berperilaku aman akan kurang efektif apabila para pekerja memiliki motivasi yang rendah dalam bekerja.

Semakin baik peran supervisor dalam K3 maka akan sangat mempengaruhi perilaku aman pekerja di tempat tersebut. Adapun peran supervisor pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang merupakan refleksi sistem manajemen yang ada. Jadi, supervisor (pengawas) yang baik akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang aman (Karyani, 2005).

(28)

Sumber : Administrasi P2K3 PT. SIM

Berdasarkan data kecelakaan pada gambar 1.1 dapat disimpulkan bahwa tingkat kecelakaan kerja akibat unsafe act semakin menurun. Meskipun demikian, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 dan 2008 terjadi peningkatan kecelakaan yang berat seperti dua jari tangan dan punggung telapak tangan yang terjepit mesin, dan luka bakar pada tangan karena terkena cairan soda api.

Kecelakaan akibat unsafe act yang terjadi di PT SIM Plant Tambun II ini karena bekerja dengan tergesa-gesa dan kurang berhati-hati, meletakan APD di tempat yang tidak seharusnya, kurang memahami cara bekerja yang aman, bekerja yang kurang ergonomis, pekerja yang menaruh komponen di tempat yang salah, membersihkan mesin pada saat mesin menyala, membersihkan tangan sembarangan.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa unsafe act dan unsafe condition

(29)

memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT SIM Plant

Tambun II pada bulan Oktober 2009 diperoleh 7 dari 15 pekerja yang berperilaku tidak aman (46,67%) seperti tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, duduk di jig (tempat meletakkan komponen) dan Pallet (Rak komponen) dan 8 diantaranya berperilaku aman (53,33%) seperti bekerja sesuai prosedur yang ditentukan, memakai APD, menjaga kebersihan dan kerapihan area kerja.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Geller (2001) menyebutkan pentingnya pendekatan perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja. Dengan meningkatnya keselamatan kerja maka dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Selain itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar dalam mencapai keberhasilan perusahaan.

Berdasarkan beberapa penelitian dan teori yang dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman karyawan di area produksi PT SIM Plant Tambun II tahun 2010. Adapun faktor-faktor yang akan diteliti antara lain, faktor internal meliputi pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, lama bekerja, status karyawan, dan faktor eksternal seperti peraturan keselamatan, ketersediaan APD, safety promotions/promosi K3, pelatihan K3, peran pengawas dan peran rekan kerja.

(30)

Berdasarkan data kecelakaan akibat unsafe act di PT SIM Plant Tambun II terdapat peningkatan jenis kecelakaan yang berat dari tahun 2008 ke tahun 2009 seperti jari kelingking tangan dan punggung telapak tangan yang terjepit mesin, dan tangan yang terkena cairan soda api. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan di PT SIM Plant Tambun II pada bulan Oktober 2009 diperoleh 7 dari 15 pekerja yang berperilaku tidak aman (46,67%) dan 8 orang diantaranya berperilaku aman (53,33%). Selain itu juga, belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran faktor internal(pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan lama bekerja) di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan keselamatan kerja, safety promotions/promosi Keselamatan Kerja, pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan peran rekan kerja) di PT SIM Plant

Tambun II tahun 2010?

4. Bagaimana hubungan antara faktor internal (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan lama bekerja) dengan perilaku aman karyawan di PT

(31)

5. Bagaimana hubungan antara faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan keselamatan kerja, safety promotions/promosi Keselamatan Kerja, pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan peran rekan kerja) dengan perilaku aman di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010?

6. Faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010?

1.4Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran perilaku aman karyawan di PT SIM Plant

Tambun II tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor internal (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan lama bekerja) di PT SIM Plant Tambun II tahun

2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan keselamatan kerja, safety promotions/promosi Keselamatan Kerja,

pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan peran rekan kerja) di PT SIM

(32)

4. Diketahuinya hubungan antara faktor internal (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan lama bekerja) dengan perilaku aman

karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (ketersediaan APD, peraturan keselamatan kerja, safety promotions/promosi Keselamatan Kerja, pelatihan keselamatan, peran pengawas, dan peran rekan kerja) dengan perilaku aman di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.

6. Diketahuinya faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku aman karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.

1.5Manfaat Penelitian

1. Bagi PT. SIM Plant Tambun II

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman karyawan sehingga dapat lebih dioptimalkan dalam mencapai keberhasilan perusahaan. 2. Bagi FKIK UIN Jakarta

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi tentang perilaku aman (safetybehavior).

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi, bahan bacaan, dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai perilaku aman (safety behavior).

(33)
(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan Kerja

2.1.1. Konsep Keselamatan Kerja

Menurut Colling (1990), kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury .

Menurut ILO/WHO (1980) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah promosi dan pemeliharaan terhadap faktor fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang terdapat di semua tempat kerja, mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan kondisi kerja, melindungi pekerja dan semua orang dari hasil risiko dan dari faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan menjaga pekerja pada lingkungan kerja yang adaptif terhadap fisiologis dan psikologis dan dapat menyesuaikan antara pekerjaan dengan manusia dan manusia lain sesuai jenis pekerjaannya (Kondarus, 2006).

(35)

perusahaan sebagai tempat bekerja untuk melindungi pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja. Upaya-upaya itu antara lain pengendalian rekayasa (Engineering control), pengendalian administratif, dan pengendalian perilaku.

Menurut Suma’mur (1996), tujuan dari keselamatan kerja antara lain :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

c. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

2.1.2. Budaya Keselamatan Kerja

Budaya keselamatan (safety culture) yang dipaparkan oleh Hale (2002) dalam Neal dan Griffin (2002) adalah sesuatu yang berkenaan dengan sikap, keyakinan, dan persepsi yang didapat dari kelompoknya sebagai penentu norma atau nilai yang menentukan bagaimana mereka bereaksi sehubungan dengan risiko dan systemcontrol risiko.

(36)

berjudul The Psychology of Safety Hanbook. Pernyataan misi budaya keselamatan ini mencakup :

a. Mempromosikan suatu lingkungan pekerjaan yang didasarkan pada keterlibatan karyawan, kepemilikan, kerjasama kelompok, pendidikan, pelatihan, dan kepemimpinan.

b. Membangun penghargaan pada diri sendiri, empowerment, kebanggaan, gairah, optimis, dan dorongan inovasi.

c. Penguatan kebutuhan akan karyawan yang secara aktif memperhatikan teman sekerja mereka.

d. Mempromosikan filosofi keselamatan yang merupakan bukanlah suatu prioritas yang dapat disampaikan lagi, tetapi suatu nilai yang dihubungkan dengan setiap prioritas.

e. Mengenali kelompok dan prestasi individu.

Misi total budaya keselamatan ini lebih mudah dikatakan daripada prakteknya, tetapi terjangkau melalui suatu sumber variasi proses keselamatan; yang diawali dari disiplin psikologi dan engineering. Pada umumnya, suatu total budaya keselamatan memerlukan perhatian yang berkesinambungan pada ke tiga faktor, yaitu (Geller, 2001):

1. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik, standar, prosedur, dan temperatur).

(37)

3. Faktor perilaku (termasuk praktek kerja aman dan beresiko (tidak aman), seperti halnya melampaui panggilan tugas untuk campur tangan atas keselamatan orang lain).

Ketiga faktor tersebut biasanya dinamakan "tiga serangkai keselamatan (The Safety Triad)" (Geller, 2001) yang digambarkan pada gambar 2.1 di bawah ini :

Sumber : Geller (2001)

Gambar 2.1

Total Budaya Keselamatan Yang Memerlukan Perhatian Yang Berkesinambungan Pada Tiga Jenis Faktor Penyokongnya

(38)

(2001) juga menyebutkan bahwa faktor perilaku dan faktor orang merupakan aspek manusia dan biasanya kedua faktor tersebut lebih sedikit diperhatikan dari pada faktor lingkungan. Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut dan berdasarkan hasil integrasi diperoleh dua faktor internal dan eksternal. Hal ini dapat terlihat dari gambar dibawah ini (Geller, 2001):

Sumber : Geller (2001)

Gambar 2.2

Aspek internal dan eksternal yang dapat menentukan keberhasilan proses keselematan

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dipaparkan bahwa keberhasilan proses keselamatan kerja terdiri dari dua faktor internal (meliputi sikap, kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai-nilai,

(39)

tujuan) dan eksternal (meliputi pelatihan, pengenalan, persetujuan, komunikasi, dan menunjukan kepedulian secara aktif). Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan keselamatan yang didasari perilaku (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan upaya reaktif menunggu terjadi tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku yang menghasilkan suatu keberhasilan pencegahan kecelakaan kerja. Sedangkan, pencapaian keselamatan kerja melalui perspektif reaktif sulit dicapai hasil maksimal karena sifatnya yang berusaha mencari kesalahan atau kegagalan yang dilakukan. Adanya ketakutan dan citra yang jelek untuk diketahuinya oleh pihak lain membuat cara ini sulit untuk mendapatkan gambaran mendalam atas suatu kecelakaan.

2.1.3. Kinerja Keselamatan Kerja

(40)

inti yang perlu dilaksanakan oleh individu-individu untuk memelihara keselamatan di tempat kerja, seperti mengikuti standar prosedur kerja dan menggunakan alat pelindung diri.

Sedangkan safety participation digambarkan sebagai perilaku-perilaku yang tidak secara langsung berkontribusi kepada keselamatan individu tetapi dapat membantu mengembangkan suatu lingkungan yang mendukung keselamatan, seperti secara sukarela berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas keselamatan, membantu rekan kerja terhadap hal-hal yang berkenaan dengan keselamatan dan menghadiri pertemuan keselamatan. Iklim keselamatan dan budaya keselamatan yang ada di perusahaan tempat bekerja merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi perilaku keselamatan pekerja. Iklim keselamatan (safety climate) adalah persepsi terhadap kebijakan, prosedur, dan pelaksanaan-pelaksanaannya yang berhubungan dengan keselamatan ditempat kerja (Neal dan Griffin, 2002). Berikut ini adalah korelasi kinerja keselamatan yang digambarkan oleh Neal dan Griffin (2002) :

(41)

Sumber : Neal dan Griffin (2002) Gambar 2.3

Korelasi antara antisiden, determinan dan komponen-komponen kinerja keselamatan

Pengetahuan, keterampilan, dan motivasi dianggap sebagai faktor penentu kinerja keselamatan. Menurut Champbell et al (1996) dalam Neal dan Griffin (2002) mengungkapkan bahwa hanya tiga penentu yang mempengaruhi perbedaan kinerja individu, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan motivasi.

Jika individu tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memenuhi peraturan keselamatan atau berpartisipasi dalam aktivitas keselamatan maka dia tidak akan berkemampuan untuk menampilkan tindakan-tindakan tersebut.

Jika individu tidak memiliki motivasi yang memadai untuk memenuhi peraturan keselamatan atau berpartisipasi dalam aktivitas keselamatan maka dia akan memilih untuk menjalankan tindakan-tindakan tersebut. Antisiden kinerja digambarkan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku melalui efek pengetahuan, keterampilan, dan motivasi.

2.2. Kecelakaan Kerja

2.2.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

(42)

kerusakan pada property atau kerugian pada proses. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga; oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian matrial ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat (Suma’mur, 1996). Selain itu, menurut Warsto dan Mamesah (2003), kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan pekerjaan yang mengakibatkan cidera/kematian terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi.

2.2.2 Teori The ILCI Loss Caution Model

Teori Loss Caution Model yang dikemukakan oleh Bird dan Germain (1990) dalam bukunya yang berjudul Practical Loss Control Leadership tergambar bagaimana peran managemen sebagai latar belakang penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan cara berpikir ini banyak digunakan sebagai landasan berpikir untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Teori ini pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari teori dominonya Heinrich (1980) dalam Bird dan Germain (1990).

(43)

Sumber : Bird dan Germain (1990)

Gambar 2.4

The ILCI Loss Caution Model

2.3. Perilaku

2.3.1. Pengertian Perilaku

Menurut Geller (2001), perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini.

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun tidak berarti bahwa bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Perilaku sebagai perefleksian faktor-faktor kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, sikap, motivasi, reaksi, dan sebagainya, dan faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio, dan budaya (Notoatmodjo, 2003).

(44)

Stimulus – Organisme – Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon.

2.3.2. Bentuk Perilaku

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a.Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesdaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)

Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

(45)

Perilaku aman menurut Heinrich (1980) adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain (1990) perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Perbedaan perilaku aman dan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yaitu perilaku aman hanya berfokus pada keselamatannya saja sedangkan perilakau K3 tidak hanya pada keselamatan tetapi juga pada kesehatan kerjanya. Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman, yaitu :

1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi :

a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan. b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya. c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya. d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.

e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi. f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan. g. Menggunakan peralatan yang seharusnya.

h. Menggunakan peralatan yang sesuai. i. Menggunakan APD dengan benar.

(46)

k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara mengangkat yang benar.

l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan. m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.

2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari :

a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai b. Mengoperasikan peralatan yang memang haknya

c. Menggunakan peralatan yang sesuai. d. Menggunakan peralatan yang benar.

e. Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.

f. Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman. g. Menggunakan PPE dengan benar.

h. Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan menempatakannya di tempat yang seharusnya.

i. Mengambil benda dengan posisi yang benar. j. Cara mengangkat material atau alat dengan benar. k. Disiplin dalam pekerjaan.

l. Memperbaiki perlatan dalam keadaan mati. 2.5. Teori Perubahan Perilaku

2.5.1 Teori Lawrence Green

(47)

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan, dan variabel demografi.

2. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber daya.

(48)

Sumber : Green (1980)

Gambar 2.5

Teori Lawrence Green (1980)

(49)

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) sperti lingkungan fisik/non fisik, iklim, sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

2.5.2 Teori Perubahan Perilaku Yang Aman

Ada beberapa teori yang menjelaskan perubahan perilaku aman, diantaranya (Suizer, 1999) :

A. Teori Ramsey

Ramsey mengajukan sebuah model yang menelaah faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Menurut Ramsey perilaku kerja yang aman atau terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan, dipengaruhi oleh empat faktor (Suizer, 1999), yaitu :

(50)

faktor bahaya didalam bekerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan sensoris, persepsinya dan kewaspadaannya.

2. Kognitif (Cognition), pada tahap ini, bahaya kerja dapat teramati namun seseorang yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman bahwa hal tersebut membahayakan, maka perilaku yang aman juga tidak tampil. Tahapan ini tergantung pengalaman, pelatihan, kemampuan metal dan daya ingat.

3. Pengambilan keputusan (Decision Making), perilaku yang aman juga tidak akan ada jika seseorang tidak memiliki keputusan untuk menghindari kecelakaan walaupun seseorang tersebut telah melihat dan mengetahui bahaya yang dihadapi tersebut merupakan sesuatu yang membahayakan. Hal ini tergantung dari pegalaman, pelatihan, sikap, motivasi, kepribadian, dan kecendrungan menghadapi resiko.

4. Kemampuan (Ability), perilaku aman juga tidak akan ada jika seseorang tidak memiliki kemampuan bertindak atau menghindari bahaya walaupun pada tahapan sebelumnya tidak terjadi kesalahan atau berlangsung dengan baik. Tahapan ini dipengaruhi oleh cirri-ciri dan kemampuan fisik, kemampuan psikomotorik, dan proses fisiologis.

(51)

Bila keempat tahapan ini dapat berlangsung dengan baik maka akan terbentuk suatu perilaku yang aman (Suizer, 1999). Dari keempat tahapan diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan faktor pengaruh tersebut, sebagian besar merupakan faktor-faktor individual yang sesungguhnya masih dapat ditingkatkan melalui berbagai strategi pendidikan dan pelatihan yang sesuai dan tepat. Namun perlu disadari pula bahwa betapapun telah terbentuk perilaku kerja yang aman, adanya faktor chance masih memungkinkan terjadinya suatu kecelakaan (Suizer, 1999).

B. Teori Accident Pronenes

Dalam mengkaji secara lebih dalam masalah perilaku yang tidak aman individu, selalu timbul dalam benak para peneliti pertanyaan-pertanyaan, seperti (Suizer, 1999) :

1. Apakah setiap individu akan menampilkan pola perilaku tidak aman yang berbeda-beda frekuensinya dalam suatu situasi kerja tertentu.

2. Apakah memang benar ada jenis kepribadian tertentu yang cenderung celaka.

3. Faktor-faktor pribadi apa saja yang sesungguhnya erat hubungannya dengan terjadinya kecelakaan.

(52)

terjadi didalam suatu situasi kerja yang spesifik dimana setiap orang mempunyai kemungkinan celaka yang sama. Dengan kata lain, pertanyaannya adalah apakah ada individu-individu tertentu yang memiliki frekuensi celaka yang lebih sering tanpa dipengaruhi faktor

chance (kebetulan) (Suizer, 1999).

Pada waktu yang lalu, banyak tulisan yang mengemukakan bilamana seseorang memiliki frekuensi perilaku tidak aman (tidak selamat) atau frekuensi kecelakaan diatas rata-rata disebut sebagai “accident prone” (cenderung celaka) tanpa mengkaji lebih dalam adanya faktor kebetulan. Sedangkan bila ditinjau dalam pemikiran statistika angka tersebut sebenarnya masih didalam batas ‘chance expectation’ dan tidak menunjukan perbedaan yang bermakna atau signifikan. Oleh karena itu, utuk menentukan apakah ada individu-individu tertentu yang akan menampilkan perilaku tidak aman atau kecelakaan yang lebih sering, perlu dilakukan suatu prosedur statistik yang membandingkan distribusi actual dan distribusi hipotesis yang dipengaruhi faktor kebetulan (Suizer, 1999).

(53)

dalam perkembangan konsep ini sulit dibuktikan. Pengertian kedua yaitu didasari pemikiran statistik menunjukan pegertian adanya kecendrungan pada individu-individu tertentu untuk mengulangi perilaku tidak aman atau kecelakaan yang tidak dipengaruhi faktor kebetulan. Pengertian yang kedua ini lebih jelas dari pada yang pertama dan banyak dibuktikan oleh berbagai penelitian, namun konsep tersebut tidak mampu menjelaskan atau menerangkan penyebab adanya kecenderungan tersebut pada suatu pribadi (Suizer, 1999).

Banyak penelitian yang mencoba menjelaskan faktor-faktor pribadi apa saja yang menyebabkan sesorang memilki kecenderungan untuk mengulangi perilaku tidak aman dan kecelakaan (Suizer, 1999). Penelitian tersebut dilakukan atas dasar pemikiran seperti :

a. Setiap perilaku kerja yang aman atau yang tidak aman didalam situasi kerja yang berbeda-beda akan dipengaruhi oleh kombinasi keempat tahapan (pengamatan, pengenalan, pengambilan keputusan, dan kemampuan menghindari kecelakaan).

(54)

Adapun faktor-faktor pribadi yang erat hubungannya dengan perilaku tidak aman dan kecelakaan adalah (Suizer, 1999) :

a.Visi

b. Style (Gaya)

c.Hubungan motorik-Persepsi d. Attitude (sikap)

e.Pengalaman f.Umur C. Teori Ramussen

Ramussen adalah seorang ahli rekayasa (engineer) yang mengembangkan klasifikasi generik psikologis kesalahan manusia, yang berdasarkan kerangka kognitif. Konsep dan teori ini dikembangkan berdasarkan analisis terhadap peristiwa yang terjadi dipusat pengembangan tenaga nuklir. Pada awal penjelasan konsep atau teorinya ia mengemukakan bahwa mendefinisikan apa yang disebut kesalahan merupakan suatu yang tidak mudah, seperti misalnya menggolongkan suatu situasi dimana seseorang dianggap melakukan kesalahan sedangkan hasil kerjanya dianggap sesuatu yang benar (Suizer, 1999).

(55)

a) Kesalahan karena kemampuan (skill-based error) adalah suatu kesalahan manusia yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan sesorang secara fisik atau tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu tugas tertentu. Sesorang bias saja tahu apa yang seharusnya yang dilakukan tetapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya.

b) Kesalahan karena peraturan (rule-based error) adalah suatu kesalahan manusia karena tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan atau melakukan suatu aktivitas yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.

c) Kesalahan karena pengetahuan (knowledge-based error) adalah kesalahan manusia yang disebabkan karena tidak dimilikinya pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami situasi dan membuat keputusan untuk bertindak atau melakukan suatu aktivitas.

Menurut Ramussen klasifikasi yang diutarakannya hanya menggambarkan apa yang salah dan kapan salahnya, tetapi tidak menjelaskan kenapa salah.

D. Teori James Reason

(56)

dalam melakukan pekerjaanya. Reason (1997) menguraikan kesalahan yang dilakukan oleh pekerja menjadi empat yaitu:

1. Skill-based error (Slips and Lapses), kesalahan yang dilakukan berhubungan dengan keahlian yang dimiliki. Pekerja yang telah terbiasa dalam melakukan suatu pekerjaan suatu saat dapat melakukan kesalahan tanpa disadari (slips) karena tidak sesuai dengna kebiasaannya, selain itu pekerja dapat melakukan kesalahan karena lupa (Lapses).

2. Rule-based error (Mistakes), meliputi kesalahan dalam memenuhi standar dan prosedur yang berlaku, menggunakan peraturan dan prosedur yang salah, menggunakan peraturan dan prosedur lama.

3. Knowledge-based error (Mistakes), disebabkan kurangnya pengetahuan sehingga menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan dan asumsi- asumsi.

4. Violation atau pelanggaran, merupakan kesalahan yang dilakukan dengan sengaja seperti melanggar peraturan keselamatan kerja dengan tidak menggunakan perlengkapan pelindung.

(57)

mengancam dapat diwujudkan dengan menggunakan perlengkapan keselamatan kerja dengan baik dan benar, menaati peraturan dan prosedur yang berlaku, bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya. Seringkali pekerja melakukan kesalahan dengan tidak menggunakan perlengkapan pelindung maupun menggunakan perlengkapan pelindung yang rusak, menyalahgunakan perlengkapan pelindung, mengambil jalan pintas dengan mengabaikan peraturan dan rambu-rambu yang ada.

Reason (1997) membagi penyebab kecelakaan kerja menjadi dua, yang pertama karena tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan yang kedua disebabkan oleh kondisi tidak aman pada lingkungan kerja. Reason (1997) menyatakan bahwa pendorong utama timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman adalah faktor organisasi, yang selanjutnya mempengaruhi faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek konstruksi secara langsung seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan keselamatan kerja yang diberikan pada pekerja, kurangnya pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja.

(58)

pelanggaran tersebut dapat berupa tindakan tidak aman dari pekerja, seperti melanggar peraturan dan prosedur keselamatan kerja, dan salah satu hasil akhir dari tindakan tidak aman adalah munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja. Di lain pihak faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja juga dapat menyebabkan munculnya kondisi tidak aman yang berupa kondisi laten. Disebut kondisi laten karena kondisi tidak aman tersebut muncul pada lingkungan kerja bila berinteraksi dengan tindakan tidak aman dari pihak pekerja, yang kemudian dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Salah satu contoh kondisi laten adalah kebijakan organisasi yang tidak memberikan perlengkapan keselamatan kerja pada pekerjanya dengan melakukan pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan. Hal ini sangat beresiko karena bila suatu saat pengawasan tidak dilakukan, dapat muncul resiko terjadinya kecelakaan kerja (Reason, 1997).

Oliver, et al (2002) mengemukakan bahwa kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor organisasi, kondisi lokal tempat kerja, serta perilaku dan kesehatan pekerja kurang baik atau tindakan tidak aman, yang tidak disadari oleh pekerja maupun yang disadari oleh pekerja, berupa pelanggaran.

(59)

Geller (2001) mengungkapkan model Activator-Behavior-Consequence (ABC) sebagai teknik untuk intervensi perubahan perilaku. Dikatakan bahwa activator mengarahkan perilaku, dan

consequence memotivasi perilaku. Perilaku aman pekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) dilokasi kerja yang ada tanda wajib penggunaan APD (aktivator) dapat bersifat sementara jika tidak adanya secara nyata konsekuensi negatif (segera, pasti, dan terukur) dari perilaku aman tersbut. Konsekuensi yang cepat dan mudah dapat memotivasi pekerja untuk berperilaku aman.

Sumber : Geller, 2001

Gambar 2.6 ABC Model 2.6. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman

Berdasarkan beberapa penelitian dan teori perubahan perilaku yang telah dipaparkan sebelumnya diperoleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku aman, yaitu :

2.6.1 Pengetahuan

' ) ' )' )

(60)

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Menurut Bloom (1975) yang dikutip dari Widayatun (1999), pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

(61)

f. Evaluasi (Evalaution) berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999), semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku yang dilakukannya. Perilaku positif mempengaruhi jumlah informasi yang dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu. Selain itu, tingkat perilaku mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal mengingat, memahami, dan mengaplikasikan informasi yang dimiliki. Juga berpengaruh dalam proses analisis, sintesis, dan evaluasi suatu objek. Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999) juga bahwa pengetahuan diperoleh dari pendidikan formal atau pendidikan informal. Menurut Cahyani (2004), pengetahuan yang tidak memadai mengenai adanya risiko dan bahaya dan kecelakaan kerja akan membuat pekerja bersikap tak acuh seta mungkin ia melakukan tindakan yang tidak aman dan merugikan keselamatan dirinya.

(62)

Sebaliknya, Green (1980) berpendapat bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan memang sesuatu yang perlu tetapi bukan merupakan faktor yang cukup kuat sehingga seseorang bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Pengukuran pengetahun dapat dilakukan melalui wawancara langsung atau kuesioner terhadap subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan penelitian Heliyanti (2009) bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tidak aman dengan pengetahuan karyawan.

2.6.2 Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologis sosial, menerangkan bahwa sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka.

(63)

dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Dari batasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manifestasi adanya respon.

Menurut Notoatmodjo (2003), dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan memberikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap. Notoatmodjo (2003) juga mengungkapkan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain.

Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) juga memaparkan 3 komponen sikap, yaitu :

1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap objek. 2. Pengaruh atau perasaan, merupakan evaluasi terhadap objek. 3. Kecenderungan tindakan (Tend to behave).

(64)

Mar’at (1982) dalam Dahlawy (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terdiri dari faktor internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti selektifitas rangsangan dari luar yang dapat ditangkap melalui persepsi. Ada proses-proses memilih rangsangan, rangsangan mana yang akan didekati dan rangsangan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan yang berasal dari diri seseorang. Bila mempunyai kecenderungan memilih maka akan terbentuk sikap positif atau terbentuk sikap negatif bila kecenderungan itu menolak. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang menentukan seseorang untuk bersikap, terdiri dari sifat objek yang dijadikan sasaran, kewajiban orang yang mengemukakan suatu sikap, sifat-sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan situasi pada saat sikap itu terbentuk. Oleh karena itu, diperlukan media informasi yang sesuai dengan situasi yang ada di area kerja seperti bahaya yang ada yang tertempel dengan jelas sebagai bentuk komunikasi akan adanya bahaya sehingga pekerja dapat lebih berhati-hati dalam bertindak.

b. Pengukuran Sikap

(65)

adalah metode dimana orang itu secara langsung diminta pendapat atau anggapannya mengenai objek tertentu. Metode ini lebih mudah pelaksanaannya, akan tetapi kurang dapat dipercaya daripada metode tidak langsung. Pada metode tidak langsung, orang diminta supaya menyatakan dirinya mengenai objek sikap yang diselidiki, tetapi tidak secara langsung. Cara ini lebih sulit dilaksanakan, tetapi lebih mendalam. Mueller (1992) dalam Millah (2008) juga memaparkan metode pengukuran sikap pada metode tidak langsung yang dapat digunakan adalah :

1. Skala Likert

Mengukur sikap seseorang adalah mencoba menempatkan posisinya pada suatu continum afektif berkisar dari sangat “negatif” hingga ke “sangat negatif” terhadap suatu objek sikap. Dalam teknik perskalaan likert, kuantifikasi ini dilakukan dengan pencatatan penguatan respon untuk pernyataan kepercayaan positif dan negatif tentang objek sikap.

2. Skala Thurstone

(66)

Nilai-nilai kemustarian untuk setiap pernyataan diolah dari pertimbangan dugaan itu dan skala butir-butirnya dipilih berdasarkan kepada bagian terbesar dari nilai-nilainya itu.

3. Skala Guttman

Louise Guttman memperkenalkan suatu desain prosedur perskalaan untuk menghasilkan skala-skala multi dimensional yang ketat. Butir-butir skala Guttman disusun berdasarkan derajat kepositifan, seperti juga butir skala Thurstone. Yang membuat unik skala ini adalah tekanan ekstrim pada unidimensional.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan (2008) terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan perilaku aman. Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti (2009) dan Karyani (2005) dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman pekerja.

2.6.3 Persepsi

a. Pengertian Persepsi

(67)

dasar pada seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan yang mereka persepsikan.

Persepsi tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang tergantung pada kemampuan individu merespon stimulus. Kemampuan tersebut yang menyebabkan persepsi antara individu yang satu dengan individu lain yang berbeda-beda dimana cara menginterpretasikan sesuatu yang dilihat pun belum tentu sama antar individu.

Petersan (1998) mengemukakan bahwa seorang karyawan cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena beberapa hal, yaitu :

1. Tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya/risiko di tempat kerja.

2. Mengganggap remeh kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. 3. Menggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi

kecelakaan kerja.

(68)

stimulus yang tidak dipersepsikan, tidak akan menimbulkan dampak atas perilaku. Kemudian agar informasi dapat memiliki arti maka ia perlu diorganisasi sedemikian rupa, dan ditafsirkan sehunbungan dengan situasi yang dihadapi dan pengalaman masa lampau sehingga kita dapat mencapai arti dan makna. Sebagai hasilnya informasi tersebut dimasukkan ke dalam perilaku.

Robbins (1996) memandang penting persepsi karena persepsi akan sesuatu dapat saja berubah-ubah maknanya walaupun realitasnya sama saja. Adanya faktor situasi dan faktor target yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap obyek. Persepsi juga sangat tergantung pada karakteritik individual seperti sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, dan harapan. Jika kita ingin merubah perilaku tidak aman seseorang, kita harus menyamakan persepsi dahulu. Hal ini sesuai dengan tulisan Geller (2001) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh apa yang dirasakan daripada risiko yang sebenarnya.

(69)

bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi kepedulian semua orang yang harus menjadi persepsi seluruh karyawan. Menurut penelitian Maaniaya (2005) dan Helliyanti (2009) dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman pekerja.

b. Pengukuran Persepsi

Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan membuat pernyataan yang memberikan alternatif pilihan jawaban terhadap responden. Pernyataan yang dibuat menggambarkan pendapat, penilaian, dan penafsiran responden tentang suatu objek. Untuk pengukuran persepsi yang ingin diketahui adalah objektifitas pendapat, penilaian dan keyakinan responden terhadap suatu objek. Hasil kumulatif dari penilaian bisa menimbulkan kesan positif atau kesan negatif pada responden terhadap objek yang dinilai (Widayatun, 1999). Berdasarkan penelitian Karyani (2005) dan Sialagan (2008), terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman pekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karyani (2005) bahwa responden yang memiliki persepsi kurang baik mempunyai peluang 4.656 kali berperilaku tidak aman dibanding responden yang persepsinya baik. 2.6.4 Motivasi

(70)

kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Papu (2002) dalam Utommi (2007) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi (kelompok) dalam bekerja dikategorikan menjadi tujuan, tantangan, keakraban, tanggung jawab, kesempatan untuk maju dan kepemimpinan. Menurut Astuti (2001), salah satu hal yang terpenting yang perlu dipertimbangkan pada diri individu untuk berperilaku adalah motivasi. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya, apakah dia akan berperilaku aman atau tidak.

Motivasi sesorang terhadap objek yang dapat berupa perilaku, orientasi atau tujuan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Menurut Munandar (2001), ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu :

1. Bersikap keras

(71)

melakukan pekerjaan karena melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban dan tidak ada paksaaan.

2. Memberi tujuan yang bermakna

Tenaga kerja di motivasi melalui cara dengan memberikan penghargaan yaitu dengan memberikan penghargaan kepada pekerja yang telah mempunyai lama kerja > 5 tahun. Pekerja diberikan kesempatan untuk mencicil rumah yang setiap bulannya tidak memberatkan dan dapat dicicil dalam waktu 10 tahun sehingga pekerja akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja.

Menurut Sialagan (2008), faktor-faktor yang mendorong motivasi pekerja adalah pemenuhan rasa puas pekerja yang dialami pekerja (faktor intrinsik), misalnya seperti keberhasilan mencapai sesuatu, diperolehnya pengakuan, rasa tanggung jawab, kemajuan, karier, rasa profesionalis dan intelektual. Dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk berperilaku aman juga harus didukung perusahaan dengan penciptaan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya perilaku aman di tempat kerja.

(72)

untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur diperlukan agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja. Motivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur diperlukan agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja itu sendiri. Menurut Maslow (1954), motivasi individu tidak terletak pada sederetan penggerak, tetapi lebih dititikberatkan pada hirarki, kebutuhan tertentu “yang lebih tinggi” diaktifkan untuk memperluas kebutuhan lain “yang lebih rendah” dan sudah terpuaskan. Teori dari Maslow (1954) ini dinamakan teori tata tingkat kebutuhan. Teori tingkat kebutuhan ini tidak memcerminkan adanya kebuthan-kebutuhan yang mengarah ke motivasi kerja yang proaktif ataupun yang reaktif. Dalam situasi dan kondisi tertentu, kebutuhan-kebutuhan pada teori tata tingkat kebuthan ini dapat menimbulkan motivasi proaktif dan dapat menimbulkan motivasi reaktif. Sistem nilai-nilai yang dimiliki individu dan corak rangsang lingkungan individu yang menentukan motivasi lebih bercorak proaktif ataupun reaktif .

Gambar

Tabel 5.9 Hasil Uji Interaksi antara Peran Pengawas Dan Peran Rekan
Tabel 5.10
Gambar 2.1
gambar 2.1 di bawah ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut penulis, dari deskripsi di atas prosedur yang di lakukan dalam mengidentifikasi karakter nasabah dalam proses pengambilan keputusan pemberian pembiayaan

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Berdasarkan masalah tersebut di atas, peneliti merasa perlu untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul ”Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Karangan Guru

nasionalnya dan ini adalah hukum Inggris. 4etapi hukum Inggris ini menun$uk kembali kepada hukum Prancis yaitu hukum dari domisili. Maka apakah menurut hukum Prancis akan

H1 : Terjadi Monday Effect pada indeks harga saham LQ45 di Bursa

Berinteraksinya anggota masyarakat yang majemuk memungkinkan adanya akulturasi dan asimilasi.Akulturasi atau acculturation atau culture contact adalah proses sosial yang

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pihak dosen dan mahasiswa harus memiliki ikatan kerja sama yang baik, seperti memberikan trik belajar yang menarik dalam sesi teori dan

untuk mengerosi tulang. peningkatan level TNF- α pada pasien dengan destruksi tulang. Peningkatan ekspresi TNF- α pada otitis media kronik dan adanya hubungan positif yang