• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

1. Kepping secchi disk

2. Ember 5 liter

(3)

Lampiran 1. Lanjutan

4. Alat ukur (meteran)

5. Lakban putih

(4)

Lampiran 1. Lanjutan

7. Botol sampel klorofil-a

8. pH meter air

(5)

Lampiran 1. Lanjutan

10. Sampel air Rawa Kongsi

(6)

Lampiran 2. Prosedur Pengambilan Sampel Air

1. Pengambilan sampel air menggunakan ember 5 liter

(7)

Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran Klorofil -a

Disaring

Dipindahkan ke dalam botol kuvet Ditambahkan 5 ml Larutan aseton

Disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit

Dituang ke dalam kuvet

Pengukuran Klorofil- a dengan

spektofotometer pada λ = 665 nm dan λ = 730 nm

1000 ml sampel air

Hasil filtrasi

Ekstraksi Aseton dalam Tabung

Ekstrak Aseton dalam Kuvet

(8)

Lampiran 4. Cara Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan

1. Pengukuran kecerahan menggunakan secchi disk

2. Pengukuran suhu perairan menggunakan thermometer

(9)

Lampiran 4. Lanjutan

3. Pengukuran pH air menggunakan pH meter

(10)

Lampiran 5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen

Diambil sebanyak 100 ml Dititrasi Na

yang terpakai (= nilai DO akhir)

(11)

Lampiran 6. Prosedur Pengukuran DO dengan Metode Winkler

1. 1 ml MnSO4

2. 1 ml KOH-KI

(12)

Lampiran 6. Lanjutan

4. Sampel air dikocok hingga warna air berubah menjadi coklat

5. Ditambahkan 1 ml H2SO4 ke dalam sampel

(13)

Lampiran 6. Lanjutan

7. Ditambahkan larutan Na2S2O3

8. Diambil sampel air 100 ml lalu ditambahkan Na2S2O3 hingga air

berwarna kuning pucat

(14)

Lampiran 6. Lanjutan

10. Sampel air diaduk hingga air berwarna biru gelap

11. Ditambahkan larutan Na2S2O3

(15)

Lampiran 7. Perhitungan Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi

Stasiun Botol Initial Botol Terang Botol gelap

I 2.3 1.9 1.3

II 2.3 2 1.1

III 2.1 1.9 0.9

IV 2.3 1.9 1.1

Produktivitas bersih (PN) = Produktivitas Kotor (PG) – Respirasi (R) R = O2 awal – O2 akhir pada botol gelap

PG = O2 akhir pada botol terang - O2 akhir pada botol gelap

(16)

Lampiran 8. Analisis Korelasi Pearson dengan Program SPSS Ver. 18.00

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2011. Diversitas Fitoplankton di Danau Tasikardi Terkait dengan Kandungan Karbondioksida dan Nitrogen. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.

Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Makrozoobenthos dengan Kualitas Air dan Substrat di Situ Rawa Besar, Depok. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Bahri, S., F. Ramadhan dan I. Reihannisa. 2015. Kualitas Perairan Situ Gintung Tangerang Selatan. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 3 (1) Hal 16-22. ISSN 2302-1616. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Banerjea, S. M. 1971. Water Quality and Soil Condition of Fish Pond in Some Water of Indian Relation Fish Education Indian. Journal of Fisher Voinn. New York.

Barus, T. A. 2004. Limnologi. Usupress. Medan.

Barus, T. A., S. S. Sinaga., dan R, Tarigan. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Hubungannya dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi. Vol. 3 (1) Hal 11-16 ISSN 1907-5537. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bayurini. D. H. 2006. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Distribusi Ikan di Ekosistem Perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Connen, W. D dan J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia. Jakarta.

Doods. W. K. 2014. Freshwater Ecology Concepts and Environmental Aplications of Limnology. Content Technologies Inc. New Delhi

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. ITB Bandung. Bandung.

Fahey. T and A, K. Knap. 2007. Principles and Standards for Measuring Primary Production. Oxford University Press Inc. New York

(18)

Fitra, E. 2008. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Parapat Danau Toba. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan

Gandasasmita. K., Suwarto., W. Adhy dan Sukmara. 2006. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Geiger, R.J and B. A. Osborne 1992. Algae Photosynthesis. Chapman and Hall. London

Hardiyanto, R., H. Suherman dan R. I. Pratama. 2012. Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton di Waduk Saguling Desa Bongas dalam Kaitannya dengan Kegiatan Perikanan.jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 3 (4) Hal 51-59.. ISSN: 2088-3137. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Hastono, S. P. 2001. Analisis Data. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Isnaini, A. 2011. Penilaian Kualitas Air dan Kajian Potensi Situ Salam sebagai Wisata Air di Universitas Indonesia, Depok. [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, Depok.

Jubaedah, D., M. M. Kamal., I. Muchsin dan S. Hariyadi. 2015. Karakteristik Kualitas Air dan Resiko Ekobiologi Herbisida di Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 22 (1) : 12-21. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lieth. H and R, H. Whittaker. 1975. Primary Productivity of the Biosphere.

Springer-Verlag. New York.

Minggawati. I. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Rawa Banjiran Sungai Rungan Kota Palangkaraya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. Vol 2 (2). ISSN: 2301-7783. Universitas Kristen Palangka Raya. Palangka Raya.

Nita dan S. Eddy. 2015. Struktur Komunitas Fitoplankton di Danau OPI Jakabaring Kota Palembang. Vol 12 (1) : 56-66. ISSN 1829. 586x. Universitas PGRI Palembang. Palembang.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 82. 2001. Pengelolaan Kualitas air dan Pengelolaan Pencemaran Air. Presiden Republik Indonesia. Pitoyo, A dan Wiryanto. 2002. Produktifitas Primer Perairan Waduk Cengklik

Boyolali. Fakultas Matematikan Ilmu Pengetahuan Alam. ISSN: 1412-033X . Universitas Negeri Surakarta. Semarang.

(19)

Salwiyah. 2011. Kondisi Kualitas Air Sehubungan dengan Kesuburan Perairan Sekitar PLTU NII Tanasa Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Universitas Haluoleo. Kendari.

Salam, A. 2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Fitoplankton. Jakarta.

Siagian, M. 2012. Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton di Waduk PLTA Koto Panjang Kampar Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau, Pekanbaru.

Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sinurat, G. 2009. Studi Tentang Nilai Tentang Produktivitas Primer Di Pangururan Perairan Danau Toba. [Skripsi]. Universitas Sumatera, Medan.

Sitorus, M. 2009. Hubungan Nilai Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil-a dan Faktor Fisik Kimia di Perairan Danau Toba Balige Sumatera Utara [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soedarsono, H. J. 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soeprobowati, T. R dan S. W. A. Suedy. 2010. Status Trofik Danau Rawapening dan Solusi Pengelolaannya. Jurnal Sains & Matematika (JSM). Vol 18 (4) : 158-169. ISSN 0854-0675. Universitas Diponegoro. Semarang. Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Sutrisno, T. C. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. PT Rineka Cipta. Jakarta. Wardana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset,

Yogyakarta.

(20)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari – Maret 2016, di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Provinsi Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian beserta stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian (PUSLIT) Universitas Sumatera Utara.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian di Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak

Alat dan Bahan

(21)

Bahan yang digunakan adalah sampel air, MnSO4, H2SO4, KOH-KI,

Na2S2O3, akuades, lakban, sarung tangan, tali, aluminium foil, larutan aseton,

kertas label dan tissu. Alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Deskripsi Area

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel diambil menggunakan metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di perairan rawa dengan memilih stasiun berdasarkan ekologi dengan karakteristik kegiatan yang dibagi menjadi 4 stasiun pengamatan.

Stasiun I

Stasiun I merupakan area yang secara visual masih terjaga kondisi lingkungannya. Stasiun I ini terdapat aktivitas pemancingan oleh penduduk

sekitar. Lokasi stasiun I secara geografis terletak pada 3°31'007" LU dan 98º 42'29,76" BT dan dapat dilihat pada Gambar 5.

(22)

Stasiun II

Stasiun II merupakan area perairan rawa yang terdapat aktivitas keramba,

ternak itik serta memiliki tanaman liar serta enceng gondok (Eichhornia crassipes). Lokasi stasiun II secara geografis terletak pada

3°31'007,5"LU dan 98º 42'28,32" BT dan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun II

Stasiun III

Stasiun III merupakan area yang berada langsung di sekitar pemukiman penduduk Secara geografis stasiun III terletak pada 3°31'007,1" LU dan 98º42'27,81" BT dan dapat dilihat pada Gambar 7.

(23)

Stasiun IV

Stasiun IV berada di sekitar wilayah pertanian dengan pinggiran rawa memiliki tanaman kelapa sawit. Secara geografis lokasi stasiun IV terletak pada 3°31'006,6" LU dan 98º 42'29,31" BT dan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Stasiun IV Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air dilakukan pada empat stasiun pengamatan dalam tiga periode dengan interval waktu setiap dua minggu. Sampel air diambil secara horizontal (permukaan) dari badan air. Prosedur pengambilan sampel air dapat dilihat pada Lampiran 2.

Prosedur Kerja

Pengukuran produktivitas primer perairan

Pengukuran produktivitas primer perairan dilakukan dengan cara mengambil contoh air pada setiap lokasi penelitian menggunakan botol Winkler yang terdiri dari botol terang (light bottle), botol gelap (dark bottle), satu botol winkler untuk Initial Bottle sebagai oksigen awal (DOo). Botol Terang dan botol

(24)

diukur kandungan oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode winkler, kemudian dihitung nilai produktivitasnya.

Botol – botol winkler gelap dan terang yang telah diinkubasi selama 3 jam di perairan lalu diangkat dari setiap stasiun dan dihitung nilai oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode winkler, kemudian dihitung nilai produktivitasnya.

Pengukuran Konsentrasi Klorofil –a

Sampel air diambil dari setiap stasiun masing-masing sebanyak 1000 ml (1 liter), kemudian dibawa ke Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam (PUSLIT SDA) Universitas Sumatera Utara kemudian diukur konsentrasi klorofil -a dengan menggunakan spektrofotometer. Prosedur pengukuran klorofil -a dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran kualitas perairan dilakukan secara insitu meliputi parameter fisika dan kimia yang terdiri dari suhu, kedalaman, pH dan DO dapat dilihat pada Lampiran 4. Parameter fisika dan kimia yang diamati serta alat pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 3.

1. Suhu

Suhu air diukur dengan menggunakan thermometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air. Lalu dibaca skala thermometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan di lapangan (in-situ) saat melakukan pengamatan.

2. Kedalaman

(25)

3. Kecerahan

Pengukuran penetrasi cahaya dengan menggunakan keping sechi yang dimasukkan kedalam badan air sampai keping sechi tidak terlihat, lalu diukur panjang tali yang masuk ke dalam air (d1). Kemudian turunkan secchi disk dan perlahan-lahan tarik ke atas, jika sudah mulai terlihat bagian secchi disk yang berwarna putih/hitam lalu dicatat kedalamannya (d2). Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan di lapangan (in-situ). Berdasarkan Suin (2002), nilai kecerahan diperoleh dengan menggunakan rumus:

Kecerahan (cm) = d1+d2 2 Keterangan:

d1 = Skala saat bagian secchi disk mulai tidak kelihatan lagi (cm) d2 = Skala saat bagian secchi disk pertama kali kelihatan (cm) 4. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya perairan rawa dapat diketahui dengan menggunakan alat lux meter. Alat tersebut dimasukkan ke dalam badan air, kemudian dilihat angka / nilai yang tertera pada lux meter.

5. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH perairan dilakukan di lapangan (in-situ).

6. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode winkler dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO4, KOH-KI, H2SO4 ,

(26)

Metode kerja pengukuran DO yaitu diambil sampel air, ditambahkan 1 ml MnSO4, 1 ml KOH-KI lalu dikocok dan didiamkan sampai sampel berwarna putih

coklat, ditambahkan 1 ml H2 SO4 dikocok dan didiamkan sehingga sampel

berwarna coklat, diambil sebanyak 100 ml dan ditetesi Na2S2O3 0,0125 N hingga

larutan sampel berwarna kuning pucat, ditambahkan 5 tetes amilum hingga sampel berwarna biru, ditetesi Na2S2O3 0,0125 N, dikocok hingga sampel

berwarna bening, dihitung volume Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai. Prosedur

pengukuran DO dengan metode winkler dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 3. Parameter fisika dan kimia yang diamati serta alat pengukurannya

No. Parameter Satuan Alat Tempat Pengukuran

Fisika

Data yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menghitung Nilai Produktivitas Primer Perairan dan klorofi -a .

Menghitung Nilai Produktivitas Primer (PP)

(27)

dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan produktivitas bersih. Hubungan antara keduanya dapat dinyatakan dengan:

Produktivitas Bersih (PN) = Produktivitas Kotor (PG) – Respirasi (R) Keterangan:

R = O2 awal pada boto gelap – O2 akhir pada botol gelap (mgC/m3/hari)

Pg = O2 akhir pada botol terang – O2 akhir pada botol gelap (mgC/m3/hari)

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi C/m3, maka nilai dalam mg/l dikalikan dengan 375.36, hal ini akan menghasilkan mg C/m3 untuk jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai perjam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya selama 12 jam per hari.

Menghitung Nilai Klorofil -a

Menurut Geiger dan Osborne (1992), untuk menghitung nilai konsentrasi klorofil –a digunakan rumus:

Klorofil-a (mg/L) = 11.58 (OD664) – 1.54 (OD647) – 0.08 (OD630) Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3) = Ca x V1

V2 Keterangan:

11.58 = Koefisien absorbs pada λ 664 1.54 = Koefisien absorbs pada λ 647 0.08 = Koefisien absorbs pada λ 630 V1 = Volume ekstrak aseton (L)

(28)

Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi pearson dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi SPSS Ver.16,00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara nilai Produktivitas Primer dengan Klorofil –a dan faktor fisik kimia perairan. Menurut Hastono (2001), menyatakan nilai indeks korelasi pada Tabel 4.

Tabel 4. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00 – 0.25 Tidak ada hubungan / hubungan lemah

0.26 – 0.50 Hubungan sedang

0.51 – 0.75 Hubungan kuat

0.76 – 1.00 Hubungan sangat kuat / sempurna

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika Kimia Perairan Rawa Kongsi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan Rawa Kongsi maka diperoleh nilai parameter fisika kimia perairan yang berbeda-beda pada setiap stasiun pengambilan sampel. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan Rawa Kongsi

PARAMETER

(30)

Pengukuran beberapa parameter perairan di Rawa Kongsi memperlihatkan perbedaan namun ada juga yang tidak mengalami perubahan. Pada suhu antara stasiun I, II dan IV tidak terjadi peningkatan maupun penurunan. Namun pada stasiun III terjadi peningkatan suhu. Perbedaan suhu dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Nilai suhu pada setiap stasiun

Nilai parameter kedalaman pada perairan Rawa Kongsi menunjukkan perbedaan pada setiap stasiun. Dimana nilai tertinggi terdapat pada stasiun I sedangkan paling rendah terdapat pada stasiun II. Perbedaan kedalaman dari setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 10.

(31)

Pengukuran faktor fisika kecerahan perairan di Rawa Kongsi dilakukan pada 4 stasiun, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada setiap stasiun. Perbedaan nilai kecerahan setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Nilai kecerahan pada setiap stasiun

Intensitas cahaya pada perairan Rawa Kongsi diukur dengan menggunakan lux meter, hasil yang diperoleh dari setiap stasiun berbeda-beda. Perbedaan nilai intensitas cahaya dapat dilihat pada Gambar 12.

(32)

Berdasarkan pengukuran pH yang telah dilakukan maka dapat diketahui terjadi peningkatan pH pada stasiun I dan pada stasiun III mengalami penurunan yang merupakan lokasi pembuangan limbah rumah tangga masyarakat sekitar. Perbedaan nilai pH dari setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Nilai pH pada setiap stasiun

Kadar oksigen terlarut yang telah diukur menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, dimana nilai DO yang diperoleh dari setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 14.

(33)

Klorofil-a dan Produktivitas Primer di Perairan Rawa Kongsi

Nilai klorofil-a dihitung dengan menggunakan metode spektrofotometer. Klorofil-a umumnya akan mempengaruhi kadar oksigen di perairan yang terdapat pada fitoplankton, pada saat fitoplankton melakukan fotosintesis maka terjadi pelepasan O2 di perairan. Proses fotosintesis terjadi dengan bantuan cahaya

matahari serta bahan-bahan kimia yang terdapat pada badan air sehingga menghasilkan bahan organik. Proses pembentukan bahan organik tersebut dinamakan produktivitas primer. Perhitungan nilai produktivitas primer perairan dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai klorofil-a dan produktivitas primer dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis Klorofil-a dan Produktivitas Primer di Perairan Rawa Kongsi

(34)

Gambar 15. Nilai Klorofil-a di Rawa Kongsi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan botol terang dan botol gelap, maka nilai produktivitas primer tertinggi di perairan Rawa Kongsi terdapat pada stasiun I dan stasiun IV yaitu 600,576 mgC/m3/hari sedangkan nilai paling rendah terdapat pada stasiun III yaitu 300,288 mgC/m3/hari. Nilai produktivitas pada setiap stasiun dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 16.

(35)

Analisis Korelasi Pearson dengan Program SPSS Ver. 18.00

Untuk mengetahui korelasi dari setiap parameter fisika kimia terhadap nilai produktivitas primer perairan, maka dilakukan analisis korelasi pearson dengan hasil seperti yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Korelasi Pearson antara Sifat Fisika-Kimia Perairan dengan Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi

Korelasi

Nilai + : Arah korelasi searah Nilai - : Arah korelasi berlawanan

Pembahasan

Parameter Fisika Kimia Perairan Rawa Kongsi

Suhu

(36)

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia dan peningkatan suhu air juga akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Barus (2004) suhu perairan mempengaruhi kelarutan oksigen yang diperlukan organisme melakukan metabolisme. Semakin tinggi suhu suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun dan sebaliknya.

Suhu yang cukup tinggi pada stasiun III yaitu 31°C tidak baik untuk pertumbuhan fitoplankton. Secara tidak langsung pengaruh suhu dapat dipengaruhi melalui kemampuan kontrolnya terhadap kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen, sesuai dengan pernyataan Salwiyah (2011) tingginya nilai suhu dapat meningkatkan kebutuhan fitoplankton akan oksigen. Hal ini disebabkan karena suhu dapat memicu aktivitas fisiologis fitoplankton sehingga kebutuhan oksigen semakin meningkat.

Peningkatan suhu pada stasiun III juga disebabkan karena terjadinya evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari dan faktor fisika yang terjadi di dalam kolom air, dengan terjadinya evaporasi maka akan terjadi aliran bahan dari udara ke permukaan air. Evaporasi merupakan proses penguapan air menjadi uap air ke atmosfer dengan bantuan cahaya matahari. Menurut Asriyana dan Yuliana (2012), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0.1 °C pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 meter.

(37)

Kecerahan

Nilai kecerahan pada semua stasiun berkisar antara 71 cm – 112 cm (Tabel 5). Tingginya kecerahan pada stasiun I mendukung kehidupan organisme fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Sedangkan pada stasiun III tingkat kecerahan rendah hal ini dipengaruhi dari limbah rumah tangga yang langsung dibuang ke perairan rawa oleh masyarakat sekitar. Kecerahan matahari merupakan salah satu komponen mutlak yang diperlukan dalam proses fotosintesis hingga fitoplankton dapat menghasilkan produksi dan didukung dengan Salwiyah (2011) bahwa kecerahan merupakan salah satu faktor pembatas bagi kehidupan fitoplankton karena mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam badan perairan dan dan cahaya yang cukup dapat digunakan oleh fitoplankton untuk perkembangannya.

(38)

Kedalaman

Perairan Rawa Kongsi stasiun yang memiliki kedalaman lebih tinggi adalah stasiun I dengan kedalaman 126 cm dimana stasiun ini merupakan lokasi yang masih terjaga kondisi lingkungannya hanya ada aktivitas pemancingan pada stasiun ini. Sedangkan kedalaman yang paling rendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 112 cm dimana pada stasiun ini terjadi aktivitas peternakan itik serta ditumbuhi tumbuhan air yaitu eceng gondok. Pada penelitian ini sampel air yang diukur merupakan air permukaan sehingga tinggi rendahnya hasil analisis kedalaman yang diperoleh tidak mempengaruhi parameter lain.. Sesuai dengan pernyataan Hardiyanto, dkk (2012) bahwa kandungan DO semakin menurun seiring dengan kedalamannya, ini disebabkan semakin ke dalam perairan semakin berkurang cahaya matahari yang masuk sehingga proses fotosintesis fitoplankton kurang berjalan dengan baik.

Nilai kedalaman air yang diperoleh pada setiap stasiun berbeda-beda dengan substrat berlumpur. Kedalaman suatu ekosistem perairan dapat bervariasi tergantung pada zona kedalaman dari suatu perairan tersebut, semakin dalam perairan tersebut maka intensitas cahaya matahari yang masuk semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nita dan Eddy (2015), bahwa kedalaman suatu perairan disebabkan oleh tingginya bahan organik dan bahan anorganik seperti lumpur dan pasir halus.

Intensitas Cahaya

(39)

dengan semakin besarnya sudut datang matahari, secara berkelanjutan intensitas cahaya matahari semakin kuat masuk ke perairan. Sehingga sangat mempengaruhi aktivitas fitoplankton untuk memperbanyak diri. Jika penyinaran matahari semakin besar maka jumlah fitoplankton akan semakin banyak diikuti dengan klorofil-a yang dihasilkan oleh fitoplankton sehingga mempengaruhi produktivitas primer perairan, seperti yang dikemukakan oleh Pitoyo dan Wiryanto (2002) distribusi fitoplankton pada umumnya terkait erat dengan intensitas cahaya matahari yang menembus perairan. Stratifikasi cahaya dalam kolom air, menyebabkan kelimpahan fitoplankton terkonsentrasi pada permukaan air.

Hasil pengukuran diperoleh bahwa intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan terendah terdapat pada stasiun 3. Perbedaan yang terjadi disebabkan adanya perbedaan waktu dalam pengukuran pada lokasi pengambilan sampel. Menurut Barus (2004) faktor cahaya matahari yang masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan dengan bertambahnya kedalaman lapisan air maka intensitas cahaya akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

(40)

Tingkat intensitas yang sangat rendah dapat menghambat proses pertumbuhan dari fitoplankton yang berkaitan dengan laju fotosintesis. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya tinggi. Sesuai dengan Barus (2004), intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer, hasil perubahan energi matahari menjadi energy kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari, oksigen terlarut dan suhu perairan.

Derajat Keasaman (pH)

pH perairan pada setiap stasiun berkisar antara 6.5 - 6.7, pH mempunyai peranan penting dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan di air, sehingga pH dalam suatu perairan dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Banerjea (1971), menyatakan bahwa nilai pH yang berkisar antara 6,5-8,5 menunjukkan tingkat kesuburan perairan tersebut berkisar antara cukup produktif sampai produktif. Menurut Sutrisno (1991), bahwa kebanyakan mikroorganisme seperti fitoplankton tumbuh baik pada pH 6,0-8,0. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pH air di Rawa Kongsi cocok untuk kehidupan ikan dan plankton.

(41)

didukung oleh semakin meningkatnya masukan senyawa- senyawa yang berasal dari aktifitas penduduk. Aktivitas penduduk umumnya membawa limbah bahan organik.

Nilai pH suatu perairan adalah salah satu parameter yang cukup penting dalam pemantauan kualitas air. Nilai pH dipengaruh oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah, pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003), sementara Salwiyah (2011) menyatakan suatu perairan dengan pH 5,5 - 6,5 dan pH lebih besar dari 8,5 termasuk perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5 – 7,5 termasuk perairan yang produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai produksi yang tinggi. Dengan demikian, maka kodisi pH yang didapatkan masih dalam batas toleransi yang wajar sehingga fitoplankton masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Nilai pH di setiap stasiun tidak menunjukkan perbedaan mencolok. Perubahan lingkungan pada suatu perairan akan mempengaruhi keberadaan plankton baik langsung atau tidak langsung dimana keberadaan fitoplankton sangat tergantung pada kondisi lingkungan perairan yang sesuai dengan hidupnya dan dapat menunjang kehidupannya. Menurut PP No 82 Tahun 2001, derajat keasaman (pH) yang diperlukan untuk mendukung kehidupan ikan dan jasad hidup lainnya adalah berkisar 6-9.

Dissolved Oxygen (DO)

(42)

air untuk menghasilkan energi yang penting bagi proses pencernaan dan asimilasi makanan pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Menurut Wardana (1995) kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/L sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Dengan demikian fitoplankton dapat bertumbuh di perairan Rawa Kongsi.

Tingginya kandungan oksigen terlarut pada stasiun I diduga karena pada stasiun I masih termasuk lokasi yang masih terjaga tidak ada terdapat aktivitas apapun sehingga pertumbuhan fitoplankton lebih medukung. Hal ini sesuai dengan Soeprobowati dan Suedy (2010) bahwa jika perairan tidak ada tumbuhan airnya memiliki kandungan oksigen terlarut (DO) yang tinggi sementara yang tertutup tumbuhan air konsentrasinya rendah.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada stasiun III diikuti dengan tingginya suhu pada stasiun III, kandungan oksigen terlarut berbanding terbalik dengan suhu. Menurut Bahri, dkk (2015) suhu rendah sehingga meningkatkan kelarutan oksigen dalam air tinggi. Oksigen dari atmosfer akan lebih mudah berdifusi tidak hanya pada suhu rendah. Hal ini juga dinyatakan oleh Fardiaz (1992), bahwa kenaikan suhu air akan menimbulkan jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun serta kecepatan reaksi kimia meningkat.

(43)

Rendahnya kadar oksigen terlarut (DO) pada perairan Rawa Kongsi disebabkan oleh karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan non organik yang berasal dari limbah rumah tangga masyarakat sekitar, limbah pertanian, kotoran (hewan dan manusia) serta sampah organik yang dibuang ke dalam perairan. Menurut Connen dan Miller (1995) bahwa sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Kadar oksigen terlarut (DO) meningkat diikuti dengan meningkatnya nilai kecerahan dan intensitas cahaya dan sebaliknya kadar oksigen terlarut (DO) rendah diikuti dengan rendahnya nilai kecerahan dan intensitas cahaya. Menurut Hardiyanto, dkk (2012) bahwa cahaya matahari dibutuhkan fitoplankton untuk proses fotosintesis. Dengan adanya fotosintesis yang baik maka DO di dalam perairan akan semakin meningkat juga.

Klorofil-a

(44)

Menurut Soeprobowati dan Suedy (2010), bahwa klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya, nutrient. Hal ini sesuai dengan nilai intensitas cahaya dan kecerahan yang diperoleh berbanding lurus dengan nilai klorofil-a.

Sebagai parameter biologi , klorofil-a sering dijadikan sebagai indikator kestabilan dan kesuburan. Oleh sebab itu, klorofil-a mempunyai peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem perairan. klorofil-a merupakan pigmen yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton. Menurut Wibowo (2004), pembagian tingkat trofik perairan berdasarkan klorofil-a, bahwa perairan Rawa Kongsi termasuk ke dalam kategori oligotrofik (> 2,5 mg/m3) yaitu tingkat kesuburannya rendah dengan nilai rata – rata 2,458 mg/m3.

Produktivitas Primer Perairan

(45)

yang dihasilkan dari proses fotosintesis tersebut dilepas untuk dipergunakan oleh organisme lain dalam proses respirasi.

Produktivitas primer bersih lebih tinggi pada stasiun I dimana stasiun ini memiliki intensitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Dimana cahaya sangat mempengaruhi produktiitas perairan karena cahaya dan klorofil digunakan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis, hal ini sesuai dengan Pitoyo dan Wiryanto (2001) menyatakan cahaya merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan.

Tingginya konsentrasi nilai klorofil-a pada stasiun I sangat baik untuk melakukan proses fotosintesis sehingga nilai produktivitas primer perairan juga tinggi. Sebaliknya rendahnya nilai produktivitas primer pada stasiun III diduga karena keanekaragaman fitoplankton pada stasiun III lebih rendah, hal ini dapat dilihat berdasarkan konsentrasi klorofil-a pada stasiun III cenderung lebih rendah, karena fitoplankton berperan sebagai produsen primer. Menurut Barus (2004), pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga menghasilkan produktivitas primer yang tinggi.

(46)

klorofil fitoplankton. Besarnya produktivitas primer fitoplankton merupakan ukuran kualitas suatu perairan. Semakin tinggi produktivitas primer fitoplankton suatu perairan semakin besar pula daya dukungnya bagi kehidupan komunitas penghuninya, sebaliknya produktivitas primer fitoplankton yang rendah menunjukkan daya dukung yang rendah pula.

Produktivitas primer dihitung secara tidak langsung dengan mengikuti alur fotosintesis. Salah satu alternatif yang digunakan untuk menghitung produktivitas primer perairan adalah dengan menghitung besarnya perubahan oksigen dalam suatu medium, karena oksigen merupakan zat yang akan dilepaskan dalam suatu siklus fotosintesis, dan digunakan untuk penguraian hasil fotosintesis dalam respirasi.

Analisis Korelasi Pearson dengan Program SPSS Ver. 18.00

(47)

Klorofil-a, DO, pH, kecerahan dan intensitas cahaya mempunyai korelasi searah dengan produktivitas primer perairan Rawa Kongsi sedangkan suhu memiliki korelasi yang berlawanan arah dengan produktivitas primer perairan. Menurut Hastono (2001), berdasarkan interval koefisien korelasi yang diperoleh maka tingkat hubungan antar faktor dapat diketahui. Nilai korelasi antara produktivitas primer dengan klorofil-a sebesar 0.918, maka hubungan korelasi antara klorofil-a dengan produktivitas primer memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat, diikuti dengan DO memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat dengan nilai 0.870, suhu dengan nilai - 0.870 tingkat hubungannya yang sangat kuat. Kecerahan dengan nilai korelasi 0.942 memiliki hubungan yang sangat kuat serta intensitas cahaya dengan nilai 0.882 juga memiliki hubungan yang sangat kuat.

pH memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat dengan nilai 0.853. Parameter suhu menunjukkan nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan produktivitas primer, maksudnya adalah semakin tinggi suhu perairan maka produktivitas primer perairan akan rendah dan sebaliknya jika suhu perairan semakin menurun maka produktivitas primer perairan Rawa Kongsi akan meningkat.

Rekomendasi Pengelolaan

(48)

1. Melibatkan stake holder / pemegang kekuasaan dari perairan rawa Kongsi. 2. Aktivitas peternakan yang intensif di sekitar rawa Kongsi tidak mengonsumsi

pakan yang mengandung bahan kimia yang berlebihan.

3. Aktivitas pertanian menggunakan pupuk yang tidak mengandung bahan kimia yang berlebihan.

4. Pembuangan limbah rumah tangga tidak langsung ke badan air dan tidak sembarangan

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Produktivitas primer tertinggi pada permukaan perairan Rawa Kongsi terdapat pada stasiun I dengan nilai 600.576 mgC/m3/hari sedangkan terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai 300.288 mgC/m3/hari. Tinggi rendahnya produktivitas primer pada setiap stasiun dipengaruhi oleh kecerahan, intensitas cahaya dan klorofil-a.

2. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara laju produktivitas primer perairan dengan klorofil-a dan faktor fisika kimia perairan (suhu, kecerahan, intensitas cahaya, DO dan pH) dengan nilai > 0,76 . Berdasarkan kandungan klorofil-a maka tingkat trofik perairan Rawa Kongsi termasuk dalam oligotrofik yaitu tingkat kesuburannya rendah (tidak subur) dengan nilai rata – rata klorofil-a adalah 2,458 mg/m3.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan perlu adanya penelitian lanjutan mengenai produktivitas primer perairan di Rawa Kongsi berdasarkan musim sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan untuk menentukan kesuburan perairan Rawa Kongsi pada musim penghujan dengan musim kemarau.

(50)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Rawa

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Silalahi, 2009).

Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi yang landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila terbentuk akibat pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan proses terjadinya danau dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung berapi) (Fitra, 2008).

(51)

Rawa mempunyai sistem ekologi termasuk karakteristik fisika-kimia yang khas terkait musim maupun habitat dan subhabitat yang ada di ekosistem ini. Sistem hidrologi di rawa menyebabkan adanya periode tergenang dan kering area rawa. Karakteristik ekologi maupun hidrologi rawa menjadi faktor kunci bagi produktivitas ekosistem ini. Pada sistem perairan rawa menerima nutrien (baik organik maupun inorganik, dalam bentuk gas, terlarut maupun partikulat) secara langsung dari sungai utama, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu hujan, runoff, air tanah, dan limbah rumah tangga (Jubaedah, dkk., 2015).

Perairan rawa adalah lahan genangan air yang secara alamiah terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan. Menurut Rukmini, dkk (2012), rawa monoton merupakan lahan lebak atau lahan yang rejim airnya juga dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di lokasi maupun di daerah sekitarnya.

Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan pengelolaan, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi lahan yaitu: lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut, lahan salin atau pantai dan lahan lebak. Berdasarkan jenis tanahnya, kawasan rawa ditempati oleh tiga kelompok tanah utama yaitu: tanah gambut (peat soils), tanah marin sulfat asam (acid sulphate

(52)

Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak

Rawa Kongsi yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang merupakan termasuk perairan lentik (lentic water), atau disebut juga perairan tenang. Rawa Kongsi merupakan suatu perairan yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, dan peternakan. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar Rawa Kongsi tentu akan mengalami perubahan-perubahan ekologis di mana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alaminya. Rawa Kongsi memiliki luas area ± 6000 m2 (0,6 ha). Gambar perairan rawa Kongsi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak

(53)

Fitoplankton

Fitoplankton adalah makhluk renik yang melayang di permukaan air. Fitoplankton sering ditemukan di seluruh massa air pada zona eufotik berukuran miksroskopis dan memiliki klorofil sehingga mampu membentuk zat organik dari zat anorganik melalui fotosintesis. Fitoplankton sebagai organisme autotrof menghasilkan oksigen yang akan dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga fitoplankton mempunyai peranan penting dalam menunjang produktivitas perairan (Salam, 2010).

Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau dan perubahan sebagian dari energi sinar ini menjadi energi kimia melalui fotosintesis disebut produksi primer. Fotosintesis memainkan peranan penting dalam pengaturan metabolisme komunitas. Laju fotosintesis bertambah dua atau tiga kali lipat untuk setiap 10oC kenaikan suhu. Meskipun demikian, intensitas sinar dan suhu yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh menghambat laju fotosintesis. Fotosintesis mempengaruhi penyerapan energi radiasi dan karbondioksida serta pelepasan oksigen. Tanpa adanya sinar matahari, fotosintesis tertahan namun pernafasan akan tetap berlanjut. Dengan adanya sinar, proses fotosintesis dan respirasi terjadi serentak. Fakta - fakta ini digunakan untuk mencari cara pengukuran produksi primer (Sinurat, 2009).

(54)

dapat menggambarkan status suatu perairan. Fitoplankton memiliki hubungan positif dengan kesuburan perairan. Apabila fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula (Salam, 2010).

Ketersedian nutrien, cahaya, pengadukan,masa tinggal air (water residence time) dan suhu adalah faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan komposisi fitoplankton. Selanjutnya dikemukakan bahwa biomassa dan komposisi fitoplankton dikendalikan oleh adanya pemangsaan (grazing) oleh zooplankton Unsur hara anorganik terutama fosfor dan nitrogen adalah material yang merupakan faktor penentu dalam kaitannya dengan produktivitas primer perairan. Kedua nutrient anorganik ini, terutama fosfor memiliki peranan yang sangat nyata, karena dapat mempercepat meningkatnya produktivitas primer perairan. Kadar nutrien yang tinggi dalam perairan melebihi kebutuhan normal organisme akan menyebabkan eutrofikasi memungkinkan plankton berkembang dalam jumlah yang melimpah kemudian akan menyebabkan kematian (Siagian, 2012).

Klorofil -a

(55)

Gambar 3. Struktur Klorofil -a dan Klorofil -b

Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua organisme autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton

tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis

fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan (Siagian, 2012).

Klorofil -a

(56)

Apabila faktor abiotik terganggu maka faktor biotik terutama sekali fitoplankton sebagai dasar rantai makanan akan ikut terganggu. Ketidakseimbangan faktor abiotik dengan biotik akan berpengaruh terhadap kondisi perairan. Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat kesuburan yang semakin rendah. Kadar klorofil-a juga dapat digunakan sebagai biomonitoring kualitas dan kesuburan perairan (produktivitas perairan). Semua fitoplankton memiliki klorofil terutama sekali klorofil-a. Klorofil berfungsi sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari. Dengan demikian proses produksi zat organik dari zat anorganik dalam fotosintesis tidak akan terjadi apabila tidak ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil menandakan tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan (Fitra,2008). Bagan reaksi kimia fotosintesis:

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

Klorofil

Konsentrasi klorofil-a akan menurun dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini berkaitan dengan kondisi intensitas cahaya dan kandungan nutrient yang sangat dibutuhkan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Kandungan nutrient di permukaan cenderung sedikit dan akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman dan akan terakumulasi di bawah lapisan termoklin. Sedangkan penetrasi cahaya matahari akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Siagian, 2012).

Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian

(57)

pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofol-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrient dari tempat lain (Sitorus, 2009).

Produktivitas Primer Perairan

Produktivitas merupakan istilah umum dalam ekologi, yang digunakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam bahan organik yang berasal dari tumbuhan. Produktivitas meliputi pemasukan-pemasukan yang mencakup pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Hal ini sering dinyatakan dalam satuan materi dari energi karena ditetapkan dalam penentuan massa dan ketetapan konversi relative dari massa unit energi untuk jaringan tumbuhan (Fahey and Knapp, 2007).

Produktivitas primer adalah produksi karbon organik per satuan waktu yang merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk diubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Produktivitas primer kotor adalah jumlah total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis senyawa karbon organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas total respirasi pada terang dan gelap dalam jangka waktu tertentu. Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).

(58)

digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan. Sejauh ini, data dan informasi mengenai hubungan produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a serta hubungannya dengan faktor fisik-kimia air di perairan (Barus, dkk., 2008).

Daerah tropis memiliki jumlah nutrien terlarut relatif banyak, karena suhu yang hangat memacu proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Proses fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung pada rentang suhu tertentu. Kenaikan suhu memacu enzim mengkatalis proses fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan penghambatan fotosintesis. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof mempengaruhi produktivitas primer perairan. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof dapat terjadi secara temporal dan spatial (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).

Besar kontras produktivitas ditentukan oleh ketersediaan air di tanah dan ketersediaan nutrisi di dalam air tawar, dimana dalam hal ini suhu mempengaruhi produktivitas. Komunitas plankton khususnya fitoplankton jauh lebih sedikit dalam biomassa. Produktivitas perairan tergantung pada klorofil dan kandungan

nutrisi. Efisiensi dalam penggunaan energi cahaya matahari untuk produktivitas umumnya berkorelasi dengan produktivitas itu sendiri, tetapi

efisiensi produktivitas per unit klorofil lebih tinggi pada plankton (Lieth and Whittaker, 1975)

(59)

yakni alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan kokolitofor. Diatom merupakan produsen primer yang terbanyak. Diatom terdapat di semua bagian perairan, tetapi teramat melimpah di daerah permukaan massa air (upwelling) dan di lintang tinggi, dimana terdapat air dingin yang penuh zat hara (Barus, dkk., 2008).

Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi oksigen terlarut dan faktor temperature. Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10 ºC. Intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya. Sebagai kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi (Barus, 2004).

Menurut Wibowo (2004), pembagian tingkatan kesuburan perairan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Pembagian tingkat kesuburan perairan Kelompok Trofik Konsentrasi rata-rata

klorofil (mg/m3)

1. Konsentrasi rata – rata klorofil, merupakan konsentrasi rata – rata klorofil-a di air permukaan

(60)

Perbedaan tempat dan waktu menyebabkan perbedaan kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan. Cahaya merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan. Penetrasi cahaya menembus kolom air akan mengalami pelemahan oleh proses refleksi dan difraksi karena adanya partikel-partikel terlarut, sehingga kurva intensitas cahaya menunjukkan grafik penurunan secara eksponensial dalam arah vertikal ke bawah. Hal ini mengakibatkan fotosintesis tereksploitasi di permukaan perairan. Titik yang menunjukkan keseimbangan

antara proses fotosintesis dan respirasi sering disebut titik kompensasi (Pitoyo dan Wiryanto, 2002).

Produktivitas diukur menurut keseimbangan oksigen yang dihasilkan sebagai akibat dari fotosintesis. Dua sampel air yang diambil dari air yang tergenang dan mengandung plankton ditekap di dalam botol kaca. Kedua botol itu digantung pada perairan pada kedalaman yang sama dengan kedalaman pengambilan air sampel. Dalam proses ini terjadi respirasi dan dapat melakukan fotosintesis selama ada cahaya dan pada botol gelap tidak terjadi respirasi dan fotosintesis (Ewusie, 1990).

Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air

(61)

faktor kimia air yang menentukan kualitas air adalah pH dan DO (Silalahi, 2009).

1. Suhu

Air sering kali dimanfaatkan sebagai medium pendingin dalam proses industri. Dari interaksi dengan bahan atau alat yang digunakan, mengalami peningkatan suhu dari suhu awal ketika diambil dari sumber. Akibat yang dapat terjadi karena kenaikan suhu air adalah penurunan jumlah oksigen terlarut dalam air, peningkatan kecepatan reaksi kimia, gangguan terhadap kehidupan ikan dan hewan air, serta pada batasan tertentu, akan berakinat fatal bagi organisme perairan (Wibowo, 2004)

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa karena pembuangan limbah, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).

(62)

2. Kedalaman

Pada umumnya beberapa jenis biota dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda. Kedalaman perairan yang berbeda akan memberi pengaruh yang berbeda pula terhadap jenis dan kelimpahan organisme. Kebanyakan organisme di perairan, penyebarannya lebih besar dari 5% berada pada kedalaman 10 cm dari

permukaan substrat, pada perairan yang mempunyai arus relatif sama (Ayu, 2009).

3. Kecerahan

Kecerahan sangat penting pada perairan karena erat kaitannya dengan fotosintetis. Kecerahan dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, kekeruhan dan warna air. Peningkatan kecerahan akan meningkatkan laju fotosintetis fitoplankton di dalam air. Kecerahan ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian pada saat melakukan pengukuran (Adawiyah, 2011).

4. pH

Air tawar yang mengandung garam, basa atau asam dapat menyebabkan iritasi mata karena pH yang tidak sesuai dengan cairan dalam mata. Sehingga restriksi persyaratan pH yang khusus lebih dibutuhkan bagi suatu badan air yang dimanfaatkan untuk keperluan rekreasi, tetapi karena cairan itu dapat mempunyai kemampuan buffer maka rentang nilai pH antara 6.5 – 8.3, dapat ditoleransi dalam kondisi yang normal (Isnaini, 2011).

(63)

dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 - 8.5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus,2004).

5. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Fitra, 2008). Kadar oksigen terlarut berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian. Kualitas air dapat diketahui berdasarkan kadar oksigen terlarut, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut No. Kadar Oksigen Terlarut (mg/l) Status Kualitas Air

1. > 6,5 Tidak tercemar sampai tercemar

sangat ringan

2. 4.5 – 6.4 Tercemar ringan

3. 2.0 – 4.4 Tercemar sedang

4. < 2.0 Tercemar berat

Sumber: Sitorus, 2009

(64)

oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi. DO dapat dipengaruhi oleh gerakan air yang dapat mengabsorbsi oksigen dari udara ke dalam air dan juga adanya bahan organik yang harus dioksidasi oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

6. Intensitas Cahaya

Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hidrophyta lainnya. Produktivitas primer di Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim penghujan jika ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah sedang pada musim penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau dengan intensitas cahaya matahari tinggi, proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton lebih optimal (Bayurini, 2006).

(65)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa bagi masyarakat, maka rawa juga tidak terlepas dari pencemaran akibat ulah manusia itu sendiri. Kegiatan masyarakat di sekitar perairan rawa seperti keramba ikan dan peternakan serta pembuangan limbah rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan berbagai limbah organik maupun anorganik.

Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman atau pun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Genangan air dapat berasal dari hujan atau luapan air sungai. Rawa musiman pada musim hujan lahan tergenang sampai satu meter, tetapi pada musim kemarau menjadi rawa akan menjadi kering,

(66)

Dalam ekologi, produktivitas atau produksi mengacu pada tingkat generasi biomassa di ekosistem. Hal ini biasanya dinyatakan dalam satuan massa per satuan volume per satuan waktu. Produksi primer adalah produksi senyawa organik dari atmosfer atau dari karbondioksida. Ini dapat terjadi melalui proses fotosintesis menggunakan cahaya sumber energi atau kemosintesis dengan menggunakan oksidasi atau reduksi senyawa kimia sebagai sumber energi. Hampir semua kehidupan di bumi baik secara langsung atau tidak langsung bergantung pada produktivitas primer (Dodds, 2014).

Produktivitas primer adalah jumlah total bahan organik yang dibentuk dalam suatu waktu tertentu oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan. Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof seperti bakteri, jamur dan hewan. Produktivitas primer di Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim penghujan jika ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah sedang pada musim penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau dengan intensitas cahaya matahari tinggi,

proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton lebih optimal (Bayurini, 2006).

(67)

Perairan Rawa Kongsi terdapat aktivitas masyarakat seperti adanya peternakan, serta beberapa masyarakat melakukan pembuangan limbah rumah tangga ke rawa tersebut sehingga mengakibatkan peningkatan kandungan bahan organik yang pada akhirnya memacu proses penyuburan perairan (eutrofikasi) yang ditandai dengan perkembangan tumbuhan eceng gondok di perairan Rawa Kongsi sangat banyak.

Berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat desa dan sekitarnya sehingga keberadaan rawa penting sebagai sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat maka perlu dilakukan usaha-usaha pengelolaan dan pemanfaatan perairan di Rawa Kongsi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui tingkat produktivitas primer beserta parameter fisika dan kimia perairan, sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat kesuburan di perairan rawa tersebut.

Perumusan Masalah

Analisis nilai produktivitas primer serta nilai parameter-parameter yang mendukung sudah banyak dilakukan di berbagai ekosistem perairan. Akan tetapi saat ini penelitian mengenai produktivitas primer belum pernah dilakukan oleh pihak manapun, penelitian yang pernah dilakukan tentang studi komposisi makanan ikan sepat oleh Hadi Syahputra pada tahun 2013. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan.

(68)

perairan dan pada akhirnya kualitas air rawa Kongsi akan semakin menurun. Maka dapat diketahui masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah laju produktivitas primer di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimanakah hubungan laju produktivitas primer dengan klorofil-a dan faktor fisika- kimia air di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara?

Kerangka Pemikiran

Perairan Rawa Kongsi merupakan perairan rawa yang masih dimanfaatkan oleh mayarakat, beberapa aktivitas yang terdapat di perairan rawa tersebut adalah seperti peternakan, pertanian, pemancingan dan pembuangan limbah rumah tangga masyarakat sekitar. Akibat dari beberapa aktivitas dari masyarakat sekitar juga akan meningkatkan kandungan bahan organik sehingga mempengaruhi lingkungan fisik, kimia dan biologi situ tersebut. Oleh karena itu diperkirakan kondisi lingkungan perairan dan organisme di dalamnya, khususnya fitoplankton mengalami perubahan ke arah kondisi yang kurang baik.

(69)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Pemanfaatan /

Aktivitas Masyarakat

Produktivitas Primer Perairan Klorofil-a dan Parameter Fisika - Kimia Air Rawa Kongsi

Tingkat Kesuburan Perairan

Pertanian Peternakan Limbah Rumah

Tangga

(70)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui laju produktivitas primer di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui hubungan laju produktivitas primer dengan klorofil-a dan

faktor fisika – kimia air di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

(71)

ABSTRAK

DINARTA PARDEDE. Laju Produktivitas Primer Perairan di Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS dan RUSDI LEIDONALD.

Laju Produktivitas Primer Perairan (LPPP) merupakan pembentukan senyawa organik dari senyawa anorganik dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil. Rawa Kongsi adalah sistem perairan tergenang dimanfaatkan masyarakat untuk pertanian, peternakan, pemancingan dan pembuangan limbah sehingga memberikan dampak negatif. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui LPPP di Rawa Kongsi dan mengetahu hubungan LPPP dengan klorofil-a dan parameter fisika kimia air. Penelitian berlangsung pada bulan Februari – Maret 2016. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 4 stasiun berdasarkan aktivitas yang berbeda. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitas air, klorofil-a, produktivitas primer serta korelasi pearson. Hasil analisis kualitas air menunjukkan Rawa Kongsi tercemar sedang dengan nilai rata – rata DO 2.26 mg/L, tingkat trofiknya berdasarkan nilai rata – rata klorofil-a 2,458 mg/m3 termasuk kategori kesuburannya rendah (oligotrofik). Hubungan antara produktivitas primer dengan klorofil-a dan fisika kimia air di Rawa Kongsi adalah sangat kuat.

(72)

ABSTRACT

DINARTA PARDEDE. The rate of Aquatic Primary Productivity in Kongsi Swamp Patumbak District of Deli Serdang Regency, North Sumatra. Under Academic Supervision by TERNALA ALEXANDER BARUS and RUSDI LEIDONALD.

The Rate of Aquatic Primary Productivity (RAPP) is the formation of organic compounds from inorganic compounds with the aid of sunlight and chlorophyll. Kongsi Swamp is stagnant water system utilized by people for agriculture, livestock, fishing and waste disposal a negative effect. This study aims to know RAPP in Rawa Kongsi and to know RAPP relationship with chlorophyll-a and physical chemistry parameters of water. The study took place in February in March 2016. The methode used to determine the location of purposive sampling is divided into 4 stations based on different activities. The analysis is the analysis of water quality, chlorophyll-a, primary productivity and Pearson correlation. The results of water quality analysis showed moderately polluted Kongsi Swamp based on the average of DO 2,26 mg/L, levels trophic based on the value average of chlorophyll-a 2.458 mg/m3 including the category of low fertility (oligotrophic). The relationship between primary productivity with chlorophyll-a and chemical physics of water in Kongsi Swamp is very strong. Keywords: Water Quality, Primary Productivity, Chlorophyll-a, Correlation

(73)

LAJU PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN RAWA KONGSI

KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG

PROVINSI SUMATERA UTARA

DINARTA PARDEDE

120302035

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(74)

LAJU PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN RAWA KONGSI

KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DINARTA PARDEDE

120302035

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(75)

LAJU PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN RAWA KONGSI

KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DINARTA PARDEDE

120302035

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(76)
(77)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dinarta Pardede

NIM : 120302035

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Laju Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum

dijadikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi.

Medan, Juni 2016

(78)

ABSTRAK

DINARTA PARDEDE. Laju Produktivitas Primer Perairan di Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS dan RUSDI LEIDONALD.

Laju Produktivitas Primer Perairan (LPPP) merupakan pembentukan senyawa organik dari senyawa anorganik dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil. Rawa Kongsi adalah sistem perairan tergenang dimanfaatkan masyarakat untuk pertanian, peternakan, pemancingan dan pembuangan limbah sehingga memberikan dampak negatif. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui LPPP di Rawa Kongsi dan mengetahu hubungan LPPP dengan klorofil-a dan parameter fisika kimia air. Penelitian berlangsung pada bulan Februari – Maret 2016. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 4 stasiun berdasarkan aktivitas yang berbeda. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitas air, klorofil-a, produktivitas primer serta korelasi pearson. Hasil analisis kualitas air menunjukkan Rawa Kongsi tercemar sedang dengan nilai rata – rata DO 2.26 mg/L, tingkat trofiknya berdasarkan nilai rata – rata klorofil-a 2,458 mg/m3 termasuk kategori kesuburannya rendah (oligotrofik). Hubungan antara produktivitas primer dengan klorofil-a dan fisika kimia air di Rawa Kongsi adalah sangat kuat.

(79)

ABSTRACT

DINARTA PARDEDE. The rate of Aquatic Primary Productivity in Kongsi Swamp Patumbak District of Deli Serdang Regency, North Sumatra. Under Academic Supervision by TERNALA ALEXANDER BARUS and RUSDI LEIDONALD.

The Rate of Aquatic Primary Productivity (RAPP) is the formation of organic compounds from inorganic compounds with the aid of sunlight and chlorophyll. Kongsi Swamp is stagnant water system utilized by people for agriculture, livestock, fishing and waste disposal a negative effect. This study aims to know RAPP in Rawa Kongsi and to know RAPP relationship with chlorophyll-a and physical chemistry parameters of water. The study took place in February in March 2016. The methode used to determine the location of purposive sampling is divided into 4 stations based on different activities. The analysis is the analysis of water quality, chlorophyll-a, primary productivity and Pearson correlation. The results of water quality analysis showed moderately polluted Kongsi Swamp based on the average of DO 2,26 mg/L, levels trophic based on the value average of chlorophyll-a 2.458 mg/m3 including the category of low fertility (oligotrophic). The relationship between primary productivity with chlorophyll-a and chemical physics of water in Kongsi Swamp is very strong. Keywords: Water Quality, Primary Productivity, Chlorophyll-a, Correlation

(80)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pulo Siranggiting, 19 Maret 1994 dari pasangan Bapak Pardomuan Pardede dan Ibu Hotmaida Sinaga. Penulis adalah anak ke lima dari enam bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah SD N 175761 Pulo Pakpahan tahun 2006, SMP N 1 Pangaribuan tahun 2009 dan SMA N 1 Pangaribuan tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Manjemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI), Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA), Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen USU (UKMK-USU), serta melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) Ancol Timur, Jakarta Utara pada tahun 2015.

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, penulis melaksanakan penelitian dengan judul skripsi “Laju Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera

Gambar

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian di Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak
Gambar 5. Stasiun I
Gambar 6. Stasiun II
Gambar 8. Stasiun IV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran II-3 Diagram Batang Rekapitulasi Data Pada Hari Kerja Ruas Jalan. Lampiran II-4 Diagram Batang Rekapitulasi Data Pada Hari Libur

Pada bulan April 2015 indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya.Menaiknya nilai Ib disebabkan oleh

Dalam industri asuransi, tenaga penjual asuransi merupakan ujung tombak pemasaran produk asuransi, sehingga penelitian mengenai pengaruh sifat-sifat kemampuan menyesuaikan diri

207 Parjilan Gayam RT 35 Argosari Sedayu Pembangunan MCK 900,000 Bagian

[r]

Jumlah angkatan pelatihan sesuai kualifikasi B.Jumlah Instruktur dari luar kota/kabupaten sesuai jenis pelatihan kualifikasi Aparatur Damkar.. Transport PP

Permainan sempurna adalah 12 strike dan bukan 10, karena jika pemain mendapatkan strike pada susunan terakhir, ia bisa mengambil 2 giliran lagi. Jika kedua giliran itu juga strike,

Cara Memelihara Kesehatan Organ Peredaran Darah Manusia.. Hubungan Antarmakhluk Hidup