• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekosistem Rawa

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Silalahi, 2009).

Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi yang landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila terbentuk akibat pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan proses terjadinya danau dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung berapi) (Fitra, 2008).

Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes), vegetasi semak maupun kayu-kayuan / hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal (Gandasasmita, 2006).

Rawa mempunyai sistem ekologi termasuk karakteristik fisika-kimia yang khas terkait musim maupun habitat dan subhabitat yang ada di ekosistem ini. Sistem hidrologi di rawa menyebabkan adanya periode tergenang dan kering area rawa. Karakteristik ekologi maupun hidrologi rawa menjadi faktor kunci bagi produktivitas ekosistem ini. Pada sistem perairan rawa menerima nutrien (baik organik maupun inorganik, dalam bentuk gas, terlarut maupun partikulat) secara langsung dari sungai utama, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu hujan, runoff, air tanah, dan limbah rumah tangga (Jubaedah, dkk., 2015).

Perairan rawa adalah lahan genangan air yang secara alamiah terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan. Menurut Rukmini, dkk (2012), rawa monoton merupakan lahan lebak atau lahan yang rejim airnya juga dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di lokasi maupun di daerah sekitarnya.

Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan pengelolaan, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi lahan yaitu: lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut, lahan salin atau pantai dan lahan lebak. Berdasarkan jenis tanahnya, kawasan rawa ditempati oleh tiga kelompok tanah utama yaitu: tanah gambut (peat soils), tanah marin sulfat asam (acid sulphate

soils) dan tanah alluvial nonsulfat masam termasuk tanah salin (Soedarsono, 2004).

Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak

Rawa Kongsi yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang merupakan termasuk perairan lentik (lentic water), atau disebut juga perairan tenang. Rawa Kongsi merupakan suatu perairan yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, dan peternakan. Adanya berbagai aktivitas manusia di sekitar Rawa Kongsi tentu akan mengalami perubahan-perubahan ekologis di mana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alaminya. Rawa Kongsi memiliki luas area ± 6000 m2 (0,6 ha). Gambar perairan rawa Kongsi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak

Kegiatan masyarakat atau penduduk di kawasan Rawa Kongsi baik berada langsung di tepi rawa maupun di daratan mempengaruhi kualitas air rawa. Kegiatan pertanian, peternakan, memberikan limbah. Di sisi lain terdapat tumbuhan air yang pertumbuhannya sangat cepat sehingga sebagian wilayah rawa tertutupi oleh tumbuhan eceng gondok dimana tumbuhan ini akan mengganggu kualitas air. Sumber air Rawa Kongsi berasal dari air hujan, air tersebut tidak dapat dialirkan sehingga bahan-bahan organik ataupun anorganik terakumulasi di dalam perairan tersebut, mengakibatkan kualitas air akan semakin menurun.

Fitoplankton

Fitoplankton adalah makhluk renik yang melayang di permukaan air. Fitoplankton sering ditemukan di seluruh massa air pada zona eufotik berukuran miksroskopis dan memiliki klorofil sehingga mampu membentuk zat organik dari zat anorganik melalui fotosintesis. Fitoplankton sebagai organisme autotrof menghasilkan oksigen yang akan dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga fitoplankton mempunyai peranan penting dalam menunjang produktivitas perairan (Salam, 2010).

Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau dan perubahan sebagian dari energi sinar ini menjadi energi kimia melalui fotosintesis disebut produksi primer. Fotosintesis memainkan peranan penting dalam pengaturan metabolisme komunitas. Laju fotosintesis bertambah dua atau tiga kali lipat untuk setiap 10oC kenaikan suhu. Meskipun demikian, intensitas sinar dan suhu yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh menghambat laju fotosintesis. Fotosintesis mempengaruhi penyerapan energi radiasi dan karbondioksida serta pelepasan oksigen. Tanpa adanya sinar matahari, fotosintesis tertahan namun pernafasan akan tetap berlanjut. Dengan adanya sinar, proses fotosintesis dan respirasi terjadi serentak. Fakta - fakta ini digunakan untuk mencari cara pengukuran produksi primer (Sinurat, 2009).

Fitoplankton berpotensi menjadi indikator terbaik dalam perairan. Ada genera fitoplankton yang dikenal melimpah subur dalam daerah tercemar tinggi. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi kualitas perairan. Fitoplankton merupakan dasar produsen primer mata rantai makanan di perairan. Keberadaannya di perairan

dapat menggambarkan status suatu perairan. Fitoplankton memiliki hubungan positif dengan kesuburan perairan. Apabila fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula (Salam, 2010).

Ketersedian nutrien, cahaya, pengadukan,masa tinggal air (water residence time) dan suhu adalah faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan komposisi fitoplankton. Selanjutnya dikemukakan bahwa biomassa dan komposisi fitoplankton dikendalikan oleh adanya pemangsaan (grazing) oleh zooplankton Unsur hara anorganik terutama fosfor dan nitrogen adalah material yang merupakan faktor penentu dalam kaitannya dengan produktivitas primer perairan. Kedua nutrient anorganik ini, terutama fosfor memiliki peranan yang sangat nyata, karena dapat mempercepat meningkatnya produktivitas primer perairan. Kadar nutrien yang tinggi dalam perairan melebihi kebutuhan normal organisme akan menyebabkan eutrofikasi memungkinkan plankton berkembang dalam jumlah yang melimpah kemudian akan menyebabkan kematian (Siagian, 2012). Klorofil -a

Ada dua macam klorofil yang terdapat pada tanaman dan alga hijau, yaitu klorofil-a dan klorofil-b. Kedua klorofil tersebut menyerap cahaya paling kuat pada spektrum merah dan ungu. Cahaya hijau hanya sedikit sekali yang diserap, oleh karena itu pada saat cahaya menyinari klorofil yang memiliki struktur seperti daun, cahaya hijau diteruskan dan dipantulkan sehingga struktur klorofil kelihatan berwarna hijau. Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil -a adalah tipe klorofil yang paling umum dari tumbuhan, kegunaannya bagi tanaman adalah untuk fotosintesis (Sitorus, 2009). Gambar struktur klorofil -a dan klorofil -b dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Klorofil -a dan Klorofil -b

Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua organisme autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton

tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis

fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan (Siagian, 2012).

Klorofil -a

Apabila faktor abiotik terganggu maka faktor biotik terutama sekali fitoplankton sebagai dasar rantai makanan akan ikut terganggu. Ketidakseimbangan faktor abiotik dengan biotik akan berpengaruh terhadap kondisi perairan. Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat kesuburan yang semakin rendah. Kadar klorofil-a juga dapat digunakan sebagai biomonitoring kualitas dan kesuburan perairan (produktivitas perairan). Semua fitoplankton memiliki klorofil terutama sekali klorofil-a. Klorofil berfungsi sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari. Dengan demikian proses produksi zat organik dari zat anorganik dalam fotosintesis tidak akan terjadi apabila tidak ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil menandakan tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan (Fitra,2008). Bagan reaksi kimia fotosintesis:

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

Klorofil

Konsentrasi klorofil-a akan menurun dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini berkaitan dengan kondisi intensitas cahaya dan kandungan nutrient yang sangat dibutuhkan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Kandungan nutrient di permukaan cenderung sedikit dan akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman dan akan terakumulasi di bawah lapisan termoklin. Sedangkan penetrasi cahaya matahari akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Siagian, 2012).

Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian

pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofol-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrient dari tempat lain (Sitorus, 2009).

Produktivitas Primer Perairan

Produktivitas merupakan istilah umum dalam ekologi, yang digunakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam bahan organik yang berasal dari tumbuhan. Produktivitas meliputi pemasukan-pemasukan yang mencakup pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Hal ini sering dinyatakan dalam satuan materi dari energi karena ditetapkan dalam penentuan massa dan ketetapan konversi relative dari massa unit energi untuk jaringan tumbuhan (Fahey and Knapp, 2007).

Produktivitas primer adalah produksi karbon organik per satuan waktu yang merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk diubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Produktivitas primer kotor adalah jumlah total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis senyawa karbon organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas total respirasi pada terang dan gelap dalam jangka waktu tertentu. Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).

Produktivitas primer dapat membentuk senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi klorofil-a, serta intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat

digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan. Sejauh ini, data dan informasi mengenai hubungan produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a serta hubungannya dengan faktor fisik-kimia air di perairan (Barus, dkk., 2008).

Daerah tropis memiliki jumlah nutrien terlarut relatif banyak, karena suhu yang hangat memacu proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Proses fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung pada rentang suhu tertentu. Kenaikan suhu memacu enzim mengkatalis proses fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan penghambatan fotosintesis. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof mempengaruhi produktivitas primer perairan. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof dapat terjadi secara temporal dan spatial (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).

Besar kontras produktivitas ditentukan oleh ketersediaan air di tanah dan ketersediaan nutrisi di dalam air tawar, dimana dalam hal ini suhu mempengaruhi produktivitas. Komunitas plankton khususnya fitoplankton jauh lebih sedikit dalam biomassa. Produktivitas perairan tergantung pada klorofil dan kandungan

nutrisi. Efisiensi dalam penggunaan energi cahaya matahari untuk produktivitas umumnya berkorelasi dengan produktivitas itu sendiri, tetapi

efisiensi produktivitas per unit klorofil lebih tinggi pada plankton (Lieth and Whittaker, 1975)

Besaran produktivitas primer dinyatakan dalam gC/m3/hari, adapun C yang dimaksudkan adalah karbon organik. Fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik, dan mereka termasuk filum Chrysophyta,

yakni alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan kokolitofor. Diatom merupakan produsen primer yang terbanyak. Diatom terdapat di semua bagian perairan, tetapi teramat melimpah di daerah permukaan massa air (upwelling) dan di lintang tinggi, dimana terdapat air dingin yang penuh zat hara (Barus, dkk., 2008).

Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi oksigen terlarut dan faktor temperature. Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10 ºC. Intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya. Sebagai kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi (Barus, 2004).

Menurut Wibowo (2004), pembagian tingkatan kesuburan perairan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Pembagian tingkat kesuburan perairan Kelompok Trofik Konsentrasi rata-rata

klorofil (mg/m3) Konsentrasi rmaksimum klorofil (mg/m3) Ultra Oligotrofik < 1 < 2.5 Oligotrofik < 2.5 < 8 Mesotrofik 2.5 – 8 2.5 – 8 Eutrofik 8 – 25 8 – 25 Hipereutrofik > 25 > 25 Keterangan:

1. Konsentrasi rata – rata klorofil, merupakan konsentrasi rata – rata klorofil-a di air permukaan

2. Konsentrasi maksimum klorofil, merupakan konsentrasi maksimum klorofil-a di air permukaan

Perbedaan tempat dan waktu menyebabkan perbedaan kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan. Cahaya merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan. Penetrasi cahaya menembus kolom air akan mengalami pelemahan oleh proses refleksi dan difraksi karena adanya partikel-partikel terlarut, sehingga kurva intensitas cahaya menunjukkan grafik penurunan secara eksponensial dalam arah vertikal ke bawah. Hal ini mengakibatkan fotosintesis tereksploitasi di permukaan perairan. Titik yang menunjukkan keseimbangan

antara proses fotosintesis dan respirasi sering disebut titik kompensasi (Pitoyo dan Wiryanto, 2002).

Produktivitas diukur menurut keseimbangan oksigen yang dihasilkan sebagai akibat dari fotosintesis. Dua sampel air yang diambil dari air yang tergenang dan mengandung plankton ditekap di dalam botol kaca. Kedua botol itu digantung pada perairan pada kedalaman yang sama dengan kedalaman pengambilan air sampel. Dalam proses ini terjadi respirasi dan dapat melakukan fotosintesis selama ada cahaya dan pada botol gelap tidak terjadi respirasi dan fotosintesis (Ewusie, 1990).

Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air

Dalam studi ekologi pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya penguluran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia. Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air adalah suhu, kecerahan, kedalaman, sedangkan

faktor kimia air yang menentukan kualitas air adalah pH dan DO (Silalahi, 2009).

1. Suhu

Air sering kali dimanfaatkan sebagai medium pendingin dalam proses industri. Dari interaksi dengan bahan atau alat yang digunakan, mengalami peningkatan suhu dari suhu awal ketika diambil dari sumber. Akibat yang dapat terjadi karena kenaikan suhu air adalah penurunan jumlah oksigen terlarut dalam air, peningkatan kecepatan reaksi kimia, gangguan terhadap kehidupan ikan dan hewan air, serta pada batasan tertentu, akan berakinat fatal bagi organisme perairan (Wibowo, 2004)

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa karena pembuangan limbah, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).

Menurut hukum Vant’s Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10oC akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang.Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari (Fitra, 2008).

2. Kedalaman

Pada umumnya beberapa jenis biota dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda. Kedalaman perairan yang berbeda akan memberi pengaruh yang berbeda pula terhadap jenis dan kelimpahan organisme. Kebanyakan organisme di perairan, penyebarannya lebih besar dari 5% berada pada kedalaman 10 cm dari

permukaan substrat, pada perairan yang mempunyai arus relatif sama (Ayu, 2009).

3. Kecerahan

Kecerahan sangat penting pada perairan karena erat kaitannya dengan fotosintetis. Kecerahan dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, kekeruhan dan warna air. Peningkatan kecerahan akan meningkatkan laju fotosintetis fitoplankton di dalam air. Kecerahan ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian pada saat melakukan pengukuran (Adawiyah, 2011).

4. pH

Air tawar yang mengandung garam, basa atau asam dapat menyebabkan iritasi mata karena pH yang tidak sesuai dengan cairan dalam mata. Sehingga restriksi persyaratan pH yang khusus lebih dibutuhkan bagi suatu badan air yang dimanfaatkan untuk keperluan rekreasi, tetapi karena cairan itu dapat mempunyai kemampuan buffer maka rentang nilai pH antara 6.5 – 8.3, dapat ditoleransi dalam kondisi yang normal (Isnaini, 2011).

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Organisme akuatik dapat hidup dalam perairan yang mempunyai nilai pH netral

dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 - 8.5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus,2004).

5. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Fitra, 2008). Kadar oksigen terlarut berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian. Kualitas air dapat diketahui berdasarkan kadar oksigen terlarut, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut No. Kadar Oksigen Terlarut (mg/l) Status Kualitas Air

1. > 6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan

2. 4.5 – 6.4 Tercemar ringan

3. 2.0 – 4.4 Tercemar sedang

4. < 2.0 Tercemar berat

Sumber: Sitorus, 2009

Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi

oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi. DO dapat dipengaruhi oleh gerakan air yang dapat mengabsorbsi oksigen dari udara ke dalam air dan juga adanya bahan organik yang harus dioksidasi oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

6. Intensitas Cahaya

Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hidrophyta lainnya. Produktivitas primer di Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim penghujan jika ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah sedang pada musim penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau dengan intensitas cahaya matahari tinggi, proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton lebih optimal (Bayurini, 2006).

Kecerahan akan mempengaruhi intensitas cahaya yang akan menentukan tebalnya lapisan eufotik. Dalam distribusi fitoplankton faktor cahaya sangat penting karena intensitas cahaya sangat diperlukan dalam prose fotosintesis. Kecerahan juga mempengaruhi produktivitas primer, apabila cahaya berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air berkurang (Isnaini, 2011).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa bagi masyarakat, maka rawa juga tidak terlepas dari pencemaran akibat ulah manusia itu sendiri. Kegiatan masyarakat di sekitar perairan rawa seperti keramba ikan dan peternakan serta pembuangan limbah rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan berbagai limbah organik maupun anorganik.

Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman atau pun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Genangan air dapat berasal dari hujan atau luapan air sungai. Rawa musiman pada musim hujan lahan tergenang sampai satu meter, tetapi pada musim kemarau menjadi rawa akan menjadi kering,

Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Dalam pustaka, lahan rawa sering disebut dengan istilah, seperti “swamp”. “Swamp” adalah istilah umum untuk rawa, digunakan untuk menyatakan wilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir (stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami, swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa (Gandasasmita, dkk., 2006).

Dalam ekologi, produktivitas atau produksi mengacu pada tingkat generasi biomassa di ekosistem. Hal ini biasanya dinyatakan dalam satuan massa per satuan volume per satuan waktu. Produksi primer adalah produksi senyawa

Dokumen terkait