• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.6 Hubungan Pariwisata dengan Pertanian

Pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Berkaitan dengan sektor pariwisata tersebut, World Tourism Organisation (WTO) mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun belakangan ini dunia pariwisata cenderung mengalami pergeseran pada orientasi wisata.

Wisatawan berkeinginan untuk dapat terlibat dalam bentuk aktivitas diluar lapangan, kepedulian akan persoalan ekologi dan konservasi alam. Pernyataan tersebut membawa peluang bagi dunia pariwisata di Indonesia karena motivasi

kunjungan wisata di Indonesia baik asing maupun domestik sebagian adalah karena sumber daya alam khususnya pada agrowisata.

Dalam istilah sederhana, agritourism didefinisakan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman.

Di Indonesia, Agrowisata didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian sebagai objek wisata.

Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya (Deptan, 2005).

Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim, pemandangan alam, dan sumber air kesehatan. Objek wisata buatan manusia dapat berupa fasilitas peninggalan sejarah dan budidaya, dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga.

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN POTENSI KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN KARO

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Karo 3.1.1 Letak Geografis

Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02o50’ s/d 03o19’ LU dan 97o55’ s/d 98 o38’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

 Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara;

 Kabupaten Simalungun dibagian Timur;

 Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan

 Propinsi Nangro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

3.1.2 Topografi

Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah kabupaten karo terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah 140 m diatas permukaan laut dan yang tertinggi ialah 2.451 meter diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah kabupaten karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi

19

topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal. Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 m diatas permukaan air laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas.

3.1.3 Tipe Iklim

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun.

Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

3.1.4 Kependudukan

Hasil Sensus tahun 2000 Penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa.

Pada tahun 2011 sebesar 354.242 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km².

Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 166,53 jiwa/ Km². Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama nasrani merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya. Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku

Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (dibawah 5%) (Pemkab Karo, 2013).

3.1.5 Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Karo

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan Wilayah Administrasi Pemerintahan di Kabupaten Karo:

Tabel 3.1 Wilayah Administrasi Pemkab Karo

No Kecamatan Desa/

15 MERDEKA 9 44,17 13.434

16 NAMAN TERAN 14 87,82 12.916

17 TIGANDERKET 17 86,76 13.301

Jumlah 2010 269 2127,25 354.242

Sumber : Pemkab Karo Dalam Angka 2012

Dari tabel diatas, terlihat bahwa Pemerintah Kabupaten Karo memiliki 17 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan mencapai 269. Dengan luas wilayah sekitar 2127,25 Km2 dan jumlah penduduk 354.242 Kabupaten Karo memiliki potensi yang cukup besar pada sumberdaya manusianya. Rata-rata hampir setangah lebih masyarakat Kabupaten Karo bertani. Secara otomatis maka potensi perkembangan budidaya tanaman markisa di daerah ini sangat menjanjikan menjadi agrowisata.

3.2 Sejarah Perkembangan Kabupaten Karo

Tanah Karo terbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarahnya Kabupaten ini telah mengalami perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan. Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung (Kuta), yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” (bagian dari kampung). Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “Pengulu”.

Menurut Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”, Balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang

anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalanan menjadi satu badan administrasi/pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “Pembentuk Kesain”, sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga.

Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung asli (Perbapaan) yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan.

Menurut Tambun ada beberapa sistem atau cara penggantian perbapaan atau Raja Urung atau juga Pengulu di zaman itu, yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan “runggun (permusyawaratan)” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 (dua) dasar yakni:

1) Dasar Adat “Sintua-Singuda” yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalanagan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan Perbapaan/Raja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan Perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh

kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapaan Lima Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu berkuasa kaum penjajah Belanda di permulaan abad XX (1907). Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai Perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat.

2) Dasar “Bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak Ibu. Hanya dari keturunan ibu/kemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan. Namun setelah kedatangan perjajahan Belanda sistem atau dasar

“Bere-bere” ini dihapuskan.

Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa Karo. Suku Bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu.

3.3 Gambaran Umum Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan ibu kota Kecamatan Berastagi. Jarak tempuh ke Kabanjahe adalah 11 Km dan 65 Km ke kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Berastagi dengan luas 3.050 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 1.375 m diatas permukaan laut dengan temperatur di antara190C sampai dengan 260C dengan kelembaban udara berkisar 79%, dengan batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah/Dolat Rakyat

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat/ Kecamatan

Merdeka.

Kecamatan Berastagi sebagai salah satu wilayah pemerintahan yang terdiri dari 6 (enam) Desa dan 4 (empat) Kelurahan yang dimukimin oleh penduduk Kecamatan Berastagi dengan jumlah penduduk 44.765 dengan jumlah kepala keluarga 10.919 mayoritas penduduknya adalah Suku Karo 75% dan selebihnya suku Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturuanan Cina, Pakpak Dairi dan lain-lain.

Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak 65%, berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13%

dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi didukung lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.

3.4 Sejarah dan Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Daerah Tingkat II Karo, dalam rangka pemekaran Kecamatan di Kabupaten Karo maka Kecamatan Kabanjahe di bagi menjadi dua wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe dan Kecamatan Berastagi. Perwakilan Kecamatan Berastagi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera

Utara Nomor: 138/217/K/1984 yang tertanggal 21 Mei 1984 yang merupakan pemekaran Kecamatan Kabanjahe.

Mata pencaharian penduduk adalah bertani, meskipun ada klasifikasi Pegawai Negeri, Pengusaha, Pedagang, dan Buruh tani serta Karyawan Swasta. Hasil pertanian yang menonjol adalah sayur-mayur, buah-buahan, bunga-bungaan dan palawija lainnya. Disamping itu penduduk juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara ternak ayam, lembu, kerbau, kambing serta kolam ikan untuk penambahan pendapatan.

3.5. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi memiliki luas wilayah 3.050 Ha yang secara administratif terdiri dari empat Kelurahan dan enam Desa.

Tabel 3.2 Luas Wilayah Berdasarkan Desa/Kelurahan Kecamatan Berastagi No Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Rasio Terhadap

Total Luas

10 Tambak Lau Mulgap II

100 3,28

Jumlah 3.050 100,00

Sumber data: Kantor Kecamatan Berastagi

Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Jumlah penduduk Kecamatan Berastagi pada tahun 2010 tercatat 40.600 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 10.730 kepala keluarga, dan berdasarkan hasil data penduduk menurut sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010 dan disesuaikan pada laporan kependudukan pada bulan Maret 2011, jumlah penduduk tercatat 44.765 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 10.919 Kepala Keluarga.

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

10 Tambak Lau

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata di Berastagi Kabupaten Karo

Kabupaten Karo adalah salah satu dari ketujuh belas Kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup berpotensi dan banyak.

Daerah ini berhawa sejuk yang dikelilingi oleh Bukit Barisan dan memiliki pemandangan yang sangat menarik untuk dinikmati bagi turis asing maupun domestik. Di kabupaten Karo terdapat dua gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang banyak dikunjungi oleh para turis lokal maupun mancanegara.

Salah satu potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh Kabupaten Karo adalah Berastagi. Berastagi merupakan tujuan wisata utama di Tanah Karo yang terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dikelilingi barisan gunung-gunung, memiliki udara yang sejuk dari hamparan perladangan pertaniannya yang indah, luas, hijau. Berastagi merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki fasilitas lengkap di Tanah Karo, seperti hotel berbintang, restoran, golf, dan lain-lain. Berastagi juga dikenal dengan julukan kota “Markisa dan Jeruk Manis”.

Dari kota “Markisa dan Jeruk” Berastagi, para pengunjung akan menikmati pemandangan yang indah ke arah pegunungan yang masih aktif yaitu Gunung

Sibayak dan Gunung Sinabung. Untuk mendaki Gunung Sibayak yang indah itu diperlukan waktu 3 sampai 4 jam perjalanan untuk melihat kekayaan alam di dalamnya baik flora maupun faunanya. Selain buah-buahan, Berastagi juga dikenal sebagai penghasil berbagai sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga-bunga. Di kota ini sering dilaksanakan beberapa kegiatan-kegiatan kepariwisataan seperti: “Pesta Bunga

& Buah” dan festival kebudayaan “Pesta Menjuah-juah” yang diadakan setiap tahunnya.

Pesta buah dan bunga dilaksanakan pada Bulan Maret setiap tahunnya. Pada festival ini kita dapat melihat beraneka ragam bunga dan buah dipamerkan yang dihasilkan dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Karo. Serta pakaian tradisional Karo juga dipertunjukkan pada pestival ini. Kegiatan-kegiatan lain yang sering dilakukan oleh wisatawan adalah hiking, fishing, dan refreshing. Pada hari Minggu kota Berastagi padat dikunjungi oleh wisatawan nusantara terutama dari kota Medan yang ingin berakhir Minggu di kota ini. Biasanya mereka melakukan kegiatan shopping (bunga, buah dan sayuran).

Secara umum objek dan daya tarik wisata sebagai salah satu potensi kepariwisataan Kabupaten Karo dibagi atas tiga bahagian besar, yaitu:

1) Objek dan daya tarik Wisata Alam, seperti Objek wisata Bukit Gundaling, Air Terjun Sikulikep, Air Terjun Sipiso-piso, Air Panas Lau Debuk-debuk, Gunung Sinabung, Gunung Sipiso-piso, Danau Lau kawar, Tahura Bukit Barisan, Goa Ling-ling, dan Goa Ling-lahar.

2) Objek dan daya tarik Wisata Budaya, seperti wisata Rumah Adat Tradisional Karo, Pesta Menjuah-juah Karo, Pesta Buah dan Bunga, wisata Puntungan Meriam Putri Hijau, dan wisata Guro-guro Aron.

3) Objek dan daya tarik Agrowisata, seperti Kebun Jeruk, Kebun Bunga, Penyemaian dan Pengolahan Holtikutura, Kebun Kol, Kebun Asparagus serta Kebun Markisa yang semuanya berjenis kebun Objek Wisata.

BAB IV

POTENSI BUDIDAYA TANAMAN MARKISA SEBAGAI OBJEK AGROWISATA DI BERASTAGI KABUPATEN KARO

4.1 Sejarah Tanaman Markisa

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai berbagai macam komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri. Salah satu tanaman yang memiliki potensi besar adalah tanaman hortikultura. Sumbangan yang diberikan komoditas hortikultura pada pendapatan nasional di sektor pertanian cukup besar yaitu sekitar 13% dari pendapatan nasional (BPS, 1998).

Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura. Buah-buahan tropis khususnya dari Indonesia sudah banyak dikenal di dunia. Buah-buahan tropis yang banyak diperdagangkan di pasaran dunia antara lain mangga, manggis, markisa, alpukat, rambutan, pepaya, belimbing, jeruk, durian, kelengkeng, duku, nangka dan pisang. Buah-buahan walaupun tidak merupakan bahan pangan primer, tetapi buah-buahan banyak dibutuhkan oleh penduduk dunia. Dari semua jenis buah-buah-buahan tersebut buah markisa adalah salah satu jenis buah yang memiliki aroma yang khas dan menarik. Buah markisa berasal dari Amerika latin yang kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis di Indonesia.

Tanaman markisa mempunyai sejarah dan spesifikasi taksonomi tersendiri, termasuk keragaman jenis dan varietas unggul yang dianjurkan untuk di budidayakan.

31

Markisa mula-mula disebut passion fruit. Konon, nama tersebut diberikan oleh seorang paderi Katolik pada tahun 1500-an. Passion berarti “penderitaan dan kematian”, yang menunjuk pada personifikasi bunga markisa sebagai simbol penderitaan dan kematian karena memiliki bentuk kepala putik mirip dengan tanda salib lambang penderitaan Yesus.

Menurut sejarah, tanaman markisa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brasil, Venezuela, Kolumbia, dan Peru. Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli botani Soviet, memastikan bahwa sentral utama asal tanaman markisa adalah daerah Amerika Selatan, terutama Peru, Ekuador, dan Bolivia. Buah markisa pertama kali dikenal di tempat asalnya adalah markisa kuning dan markisa ungu.

Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman markisa menyebar dari Amerika Selatan ke berbagai negara melalui orang-orang Spanyol. Di Eropa, markisa mulai dikenal pada abad XVII. Pasa mulanya, pengusahaan tanaman markisa di Eropa dilakukan dalam rumah kaca sebagai tanaman hias. Pada akhir abad XIX, markisa mulai dikenal dan ditanam di Afrika Selatan, Hawai, dan Selandia Baru. Selanjutnya, pada pertengahan abad XX, tanaman markisa menyebar ke Kenya, Sri Lanka, dan Fiji. Tanaman markisa yang masuk ke Indonesia berasal dari Peru, mula-mula masuk ke Manado, Ambon, Sulawesi, dan akhirnya ke pula-pulau lain di seluruh wilayah Nusantara.

Daerah produsen utama markisa di dunia adalah Brasil, Venezuela, Afrika Selatan, Sri Lanka, Australia, Papua Nugini, Fiji, Hawai, Taiwan, dan Kenya.

Negara-negara tersebut memasok sekitar 80%-90% kebutuhan markisa dunia. Areal tanaman markisa di dunia diperkirakan mencapai 10.000 ha, antara lain di Australia

lebih kurang 3.000 ha. Daerah pengembangan tanaman markisa makin meluas ke berbagai negara tropis dan subtropis, antara lain Selandia Baru, Malaysia, Israel, Kongo, Peru, Kolumbia, dan Indonesia.

Di Indonesia, markisa banyak ditanam di daerah dataran tinggi Gowa, Malino, Sulawesi Selatan (markisa ungu), Sumatera Utara (markisa ungu), Sumatera Barat (markisa kuning, konyal), dan Jawa Barat. Nama lain dari buah markisa kuning yaitu buah susu, passion fruit (Inggris), lilikoi (Hawaii), Golden passion fruit (Australia), Saowaros (Thailand), Maracuja peroba (Brazil), Pasionaria (Filipina), dan Yellow granadilla (Afrika Selatan).

Buah markisa banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan lainnya, karena markisa banyak mengandung vitamin dan nutrisi lainnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Markisa kaya akan vitamin-vitamin B yang menenangkan dan potassium yang merilekskan sistem saraf. Di Negara Amerika Selatan secara tradisional mengkonsumsi markisa sebelum tidur bisa membantu tidur.

4.2 Jenis-jenis Markisa

Di antara jenis dan spesies markisa yang sudah dikenal oleh para ahli botani, terdapat empat jenis markisa yang dibudidayakan secara komersial yaitu:

1) Markisa Ungu (Passiflora edulis var. edulis)

Markisa ungu juga disebut sebagai siuh atau markisa asam. Nama internasional untuk markisa ungu adalah purple passion fruit. Markisa jenis ini

banyak diusahakan di Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Karo (Sumatera Utara). Jenis markisa ungu mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut:

 Batang tanaman halus terkulai, agak berkayu, berumur panjang, dan bersifat merambat atau menjalar.

 Tanaman mampu berbuah lebat; pembuahan berlangsung dua kali setahun.

 Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua atau masak berwarna ungu gelap sampai cokelat tua.

 Kulit buah agak tipis, namun cukup kuat sehingga tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

 Buah berbentuk bulat agak lonjong atau oval, berdiameter antara 5,0-5,5 cm,

dan berasa asam dengan aroma wangi yang kuat sehingga cocok dibuat sirup atau jus.

2) Markisa Kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degener)

Markisa kuning disebut juga buah rola atau yellow passion fruit. Markisa jenis ini merupakan hasil mutasi dari bentuk markisa ungu. Jenis markisa ini banyak dibudidayakan secara komersial di Kuba, Puerto Riko, Suriname, Venezuela, Kolumbia, Haiti, dan Brasil. Di Indonesia, markisa kuning banyak ditanam di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Persilangan (hibrid) antara markisa ungu (yang beraroma kuat) dan markisa kuning (yang memiliki kadar sari buah tinggi) menghasilkan hibrida baru yang unggul, yaitu Hibrid E-23. Saat ini Hibrid E-23 dikembangkan dalam skala perkebunan di Queensland, Australia, dan Hawai. Adapun karakteristik markisa kuning adalah sebagai berikut:

 Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna kuning berbintik-bintik putih.

 Buah berukuran sebesar bola tenis, berdiameter 5-6 cm, dan beraroma sangat kuat.

 Rasa buah asam dengan jus berwarna kuning sehingga cocok dibuat jus atau

sirop.

3) Konyal (Passiflora liqularis Juss)

Konyal banyak ditanam di daerah Lembang (Jawa Barat) sehingga populer disebut markisa konyal Lembang. Varietas ini mempunyai karakteristik morfologi sebagai berikut:

 Batang tanaman agak halus, sedikit berkayu, berumur panjang, dan bersifat menjalar.

 Buah berbentuk oval sampai bulat lonjong, berukuran panjang 5-7 cm.

 Buah muda berwarna ungu, sedangkan buah tua berwarna kuning tua.

 Biji keras, berjumlah banyak, dan berwarna cokelat kekuningan. Selaput biji

mengandung cairan yang manis sehingga dapat dikonsumsi sebagai buah segar.

4) Erbis (Passiflora quadranularis Simson)

Markisa erbis mudah dirambatkan pada para-para sehingga banyak ditanam di pekarangan. Ciri khas markisa erbis yang membedakannya dengan jenis markisa yang lain adalah sebagai berikut:

 Batang dan cabang tanaman berukuran besar, berbentuk segi empat, dan bersifat merambat atau menjalar.

 Bunga berukuran besar dengan bentuk dan warna yang indah serta beraroma harum.

 Buah berukuran besar (mencapai 2,5 kg/buah) dan berbentuk bulat sampai lonjong dengan panjang 20-25 cm.

 Kulit buah tipis, berwarna hijau kekuning-kuningan.

 Daging buah tebal (± 4 cm) dan enak dikonsumsi dengan ditambah sirop dan es.

 Biji berbentuk gepeng, diliputi oleh selaput yang mengandung cairan berasa asam.

4.3 Cara Budidaya Tanaman Markisa 1. Perbanyakan dengan Biji

Tanaman markisa biasanya tumbuh dari biji. Untuk memperoleh bibit yang baik dari biji, diperlukan buah yang matang dipohon dengan cirri-ciri kulit buah berwarna keungu-unguan atau kira-kira 75 % ungu (jenis passiflora edulis Sims), berwarna kekuning-kuningan atau kira-kira 60 % kuning untuk jenis P. Flavicarva.

Buah tersebut dipetik langsung dari pohon kemudian disimpan selama satu atau dua minggu sampai buak berkerikut dan matang sempurna sebelum bijinya dikeluarkan.

Bila biji segera disemaikan, maka akan berkecambah Selma 2-3 minggu. Bila lendir

Bila biji segera disemaikan, maka akan berkecambah Selma 2-3 minggu. Bila lendir

Dokumen terkait