• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.2. Analisis Bivariat

5.2.4. Hubungan pemantauan berat badan normal dengan status gizi

Hasil analisis hubungan antara pemantauan berat badan normal dengan status gizi disajikan pada tabel 5.12.

Tabel 5.12

Hubungan antara Pemantauan Berat Badan Normal dengan Status Gizi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014 Pemantau BB

Ideal

Satus Gizi

Total

Pvalue

Kurang Normal Lebih

N % N % N % N % Lebih dari 1 minggu yang lalu 22 17.6 72 57.6 31 24.8 125 100.0 0.456 Kurang dari 1 minggu lalu 4 13.3 21 70.0 5 16.7 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara penerapan pemantau berat badan ideal dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014 diperoleh bahwa diantara 125 orang responden yang memantau berat badan lebih dari 1 minggu yang lalu, terdapat 22 orang (17.6%) yang memiliki status gizi kurang dan 31 orang (24.8%) mengalami status gizi lebih. Sedangkan diantara 30 orang responden yang memantau berat badan kurang dari 1 minggu yang lalu, terdapat 4 orang (16.8 %) yang memiliki status gizi kurang dan 5 orang (16.7%) mengalami status gizi lebih. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue

0.456. Hal ini menunjukkan pada tingkat kepercayaan 5% tidak ada hubungan antara penerapan pemantau berat badan ideal dengan status gizi.

87 6.1. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya (1) desain penelitian yang digunakan adalah desain studi cross sectional dimana variabel dependen dan variabel independen diukur pada saat bersamaan, sehingga tidak dapat megukur secara valid apakah status gizi saat ini terjadi setelah atau akibat variabel yang diteliti; (2) untuk variabel kebiasaan makan, ada kemungkinan terjadinya bias flat-slope syndrome yang mempengaruhi variabel kebiasaan makan makanan beragam, yaitu responden yang kurus cenderung melaporkan konsumsi makannya yang berlebih, sedang responden yang gemuk cenderung melaporkan konsumsi makan yang lebih sedikit, untuk meminimalisir kesalahan untuk bias ini peneliti melakukan recall pada responden dengan membandingkan porsi yang ditulis responden pada form food recall dengan model makanan yang telah disiapkan peneliti; (3) masih pada variabel kebiasaan makanan, sebagian besar responden tidak mencatat konsumsi minumannya dengan asalan susah diingat; (4)untuk variabel pemantauan berat badan peneliti menanyakan kapan terakhir responden melakukan penimbangan berat badan, namun tidak menanyakan tentang frekuensi lama sekali responden melakukan penimbangan berat badan, akan tetapi kesalahan diminimalisir dengan dilakukannya wawancara pada saat pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan tentang kebiasaan pemantauan berat badan; (5) pada variabel faktor penyakit infeksi & masalah kesehatan lainnya tidak ditemukan masalah sama sekali sehingga variabel ini menjadi homogen, kemungkinan

disebabkan tidak adanya rekam medik tentang riwayat kesehatan responden sehingga peneliti hanya mengandalkan ingatan dan pengetahuan responden tentang riwayat kesehatannya; (6) berdasarkan kerangka teori dari WHO (2009), asupan makan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun faktor-faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini karena peneliti hanya mengambil faktor-faktor yang berpengaruh langsung pada status gizi.

6.2. Gambaran status gizi

Status gizi normal menggambarkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan 40 % mahasiswa memiliki status gizi tidak normal, yaitu 16,8% mahasiswa memiliki status gizi atau berat badan kurang dan 23,2% mahasiswa memiliki status gizi atau berat badan lebih.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua masalah gizi pada mahasiswa FKIK UIN Jakarta, masalah gizi kurang dan gizi lebih. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Muizzah (2013) pada mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat yang menunjukkan 16% memiliki status gizi kurang dan 18% status gizi lebih berdasarkan IMT. Hasil ini menunjuk bahwa kejadian status gizi kurang pada mahasiswa FKIK secara keseluruhan lebih tinggi 0.8% daripada mahasiswa kejadian status gizi kurang pada mahasiswa PSKM saja dan kejadian status gizi lebih pada mahasiswa FKIK secara keseluruhan lebih tinggi 5.2 % daripada mahasiswa kejadian status gizi kurang pada mahasiswa PSKM saja.

Kejadian status gizi kurang yang mencapai 16.8% merupakan jumlah cukup yang tinggi mengingat lebih dari 10% mahasiswa FKIK mengalami status gizi kurang. Status gizi kurang dapat mengakibatkan mahasiswa mudah letih, mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan kurang mampu berkonsentrasi dan bekerja keras (Supariasa et al.

2002), sehingga sangat mempengaruhi performa mahasiswa di bidang akademiknya. Masalah gizi kurang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Terjadinya gizi kurang karena konsumsi energi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan (Emilia,2009).

Kejadian status gizi lebih yang mencapai 23.2 %, lebih besar 6.4% dibandingkan kejadian status gizi kurang. Status gizi lebih meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi, gangguan ginjal, gangguan sendi dan tulang, gangguan kandung empedu dan kanker (Supariasa et al. 2002).

Penyakit kardiovaskular berhubungan dengan penimbunan lemak yang terjadi pada individu dengan status gizi lebih atau obesitas (Almatsier et al, 2011). Sedangkan pada diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM tipe 2), status gizi memiliki hubungan yang bermakna dalam perkembangannya karena sekresi insulin dalam bentuk tidak tepat atau resistensi sel lemak yang membesar terhadap aktivitas insulin (Almatsier

et al, 2011). Menurut Karam (1994) dalam Hakimi et al (2010), 85 % penderita DM tipe 2 berstatus gizi lebih atau obesitas dan 15 % tidak obesitas. Dari hasil penelitian diketahui 30.6 % mahasiswa yang mengalami status gizi lebih memiliki keluarga dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus. Hal ini semakin memperbesar resiko mahasiswa yang memiliki status gizi lebih untuk mengalami penyakit Diabetes Melitus.

Kebiasaan makanan selalu dihubungkan dengan status gizi lebih (berat badan lebih dan obesitas) termasuk makan dan ngemil yang sering, pola binge-eating dan makan diluar. Aktivitas fisik juga penting untuk mencegah kelebihan berat badan (WHO/FAO, 2003).

Penerapan pedoman gizi seimbang dengan kebiasaan makan makanan beragam, pola hidup bersih, aktifitas fisik dan pemantauan berat bdan normal.

Dokumen terkait