• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi (Halaman 25-38)

se (%) Jakarta Surabaya b 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 13 Pekerjaan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida dikedua lokasi penelitian

4. Hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga

Karakteristik pendapatan dengan pengetahuan berdasarkan uji khi-kuadrat menunjukkan hasil adanya asosiasi atau terdapat hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan mengenai pengertian pestisida (P<0,1), tetapi tidak menunjukkan adanya asosiasi antara pendapatan dengan pengetahuan jenis pestisida (Tabel 12). Berdasarkan hasil uji z terlihat bahwa semua tingkat pendapatan tidak berbeda nyata terhadap pengetahuan antara kedua lokasi, sebagian besar responden yang berpenghasilan antara Rp 500.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,- mengetahui tentang pestisida, baik itu pengertian dan jenis dari pestisida. Berdasarkan Gambar 13 terdapat kecenderungan peningkatan

pengetahuan dengan semakin meningkatnya penghasilan. Peningkatan paling tinggi terlihat pada kategori penghasilan sedang untuk pengetahuan tentang jenis pestisida dan kategori pendapatan tinggi untuk pengetahuan tentang pengertian pestisida pada kedua lokasi.

a 0 10 20 30 40 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya b 26 28 30 32 34 36 38 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 14 Pendapatan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida di kedua lokasi penelitian

Tabel 12 Hasil uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan pengetahuan Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat

1) Jakarta Surabaya Usia Pengertian pestisida 7,239 (0,065) 6,519 (0,089) Jenis pestisida 6,581 (0,081) 5,282 (0,089) Pendidikan Pengertian pestisida 7,239 (0,065) 7,652 (0,054) Jenis pestisida 6,581 (0,681) 5,282 (0,809) Pendapatan Pengertian pestisida 7,370 (0,012) 8,286 (0,016) Jenis pestisida 8,031 (0,236) 7,787 (0,332) 1)

Angka dalam kurung menunjukkan nilai P

Pembahasan Karakteristik Responden

Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan dalam besaran (size), struktur dan distribusi. Besaran digambarkan sebagai jumlah orang dalam masyarakat, sedang struktur menggambarkan masyarakat dalam aspek pendapatan, pendidikan, pengetahuan dan sebagainya (Handayasari 2008). Berdasarkan hasil survei, rumah tangga di Jakarta dan Surabaya secara umum responden berusia di bawah 40 tahun dengan sebagian besar berpendidikan SLTA hingga perguruan tinggi (Tabel 1). Tingginya persentase responden yang berpendidikan hingga perguruan tinggi dikarenakan pada kedua lokasi penelitian merupakan kota besar dengan tersedianya beragam fasilitas pendidikan. Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan kunci utama kemajuan. Pendidikan itu sendiri adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada (Handayasari 2008).

Jenis pekerjaan pada kedua lokasi sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta dan pegawai negeri. Hal ini dikarenakan pada kedua lokasi merupakan kota besar dan pusat dari perekonomian sehingga lapangan pekerjaan serta kesempatan kerja yang tersedia lebih banyak. Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah yang umumnya diterima dalam bentuk uang (Handayasari 2008). Berdasarkan hasil survei distribusi pendapatan pada kedua kota berkisar

antara Rp 500.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,- dan sebagian besar berpenghasilan antara Rp 2.000.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,-. Peran pendapatan dapat menentukan tindakan pengeluaran untuk menggunakan suatu produk (Engel et al 1995).

Permasalahan dan Upaya Pengendalian Hama Permukiman pada Rumah Tangga

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hama permukiman yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap dan lalat. Hama tersebut pada umumnya berada di dalam dan di luar rumah. Menurut Nafis (2009), nyamuk, tikus, kecoa dan lalat merupakan hama yang cukup meresahkan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk hama kecoa dan lalat, persentase di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya (Tabel 2). Hal ini disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap kehadiran hama tersebut, responden pada umumnya mengabaikan kehadiran kecoa dan lalat di rumah. Responden beranggapan kehadiran hama tersebut belum terlalu menganggu kenyamanan dan merugikan. Tingginya persentase jenis hama permukiman di perumahan pada kedua lokasi, disebabkan pada kedua lokasi merupakan lokasi yang padat penduduk. Selain itu, tata letak permukiman yang saling berhimpitan menyebabkan kurangnya ruang untuk organisme hidup sehingga organisme-organisme tersebut mendesak masuk ke dalam lingkungan manusia.

Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mendukung hama untuk hidup dan berkembang biak. Salah satunya adalah lingkungan sekitar perumahan yang kotor dan lembab. Selain itu, ketersediaan makanan yang berlimpah (sisa makanan manusia) dan sampah adalah penyebab hama tersebut muncul (Sigit 2007). Berdasarkan hasil survei, faktor lingkungan yang menyebabkan munculnya permasalahan hama permukiman tersebut. Faktor tersebut adalah lingkungan di sekitar rumah yang tidak bersih dalam pengertian sanitasi di sekitar rumah kurang terawat. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah mengakibatkan responden rumah tangga membuang sampah di dekat rumah mereka, seperti membuang

sampah di depan atau di belakang rumah. Masalah tersebut dapat memicu munculnya tikus, nyamuk, kecoa dan lalat ataupun hama permukiman lainnya.

Adanya permasalahan tersebut responden berusaha untuk melakukan pencegahan ataupun pengendalian hama permukiman. Upaya pengendalian hama permukiman dilakukan responden dengan berbagai cara. Hasil survei memperlihatkan berbagai tindakan yang dilakukan responden untuk mengendalikan hama permukiman seperti menggunakan perangkap, cara fisik-mekanis dengan cara langsung dibunuh dan menggunakan pestisida. Tetapi tidak semua responden melakukan upaya pengendalian, ada beberapa responden yang membiarkan keberadaan hama tersebut karena dianggap tidak mengganggu, membahayakan, dan merugikan. Namun, upaya pengendalian yang paling banyak dilakukan responden adalah menggunakan pestisida. Pada kedua lokasi upaya pengendalian menggunakan cara ini yang paling banyak dilakukan. Responden Jakarta lebih banyak menggunakan cara ini untuk pengendalian dibanding dengan Surabaya (Tabel 3). Menurut responden, penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai lebih mudah dan dapat memberikan hasil yang cepat. Pengendalian ini dilakukan untuk semua hama permukiman. Hama permukiman yang umum dikendalikan adalah nyamuk, kecoa dan tikus. Pengendalian kecoa dan nyamuk umumnya dikendalikan dengan menggunakan insektisida. Namun untuk tikus, selain menggunakan rodentisida digunakan pula perangkap ataupun dengan cara fisik-mekanis yaitu membunuh secara langsung. Semut dikendalikan dengan menggunakan kapur semut yang banyak dijual di pasaran dan untuk rayap umumnya disemprot menggunakan minyak tanah atau insektisida dalam bentuk cair. Sejalan dengan survei yang dilakukan Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur di Solo Jawa Tengah, rata-rata setiap rumah tangga menggunakan dua jenis pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Pestisida rumah tangga yang digunakan adalah pembasmi nyamuk, kecoa dan lalat. Upaya pengendalian yang dilakukan responden selain menggunakan pestisida, responden juga menggunakan cara lain. Penggunaan cara lain dilakukan karena beberapa responden memiliki balita, sehingga mereka melakukan pengendalian tanpa menggunakan bahan kimia agar anak mereka terhindar dari resiko penggunaan pestisida. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan kelambu (34%), tanaman lavender

(32%), raket listrik (15%) dan menggunakan kipas angin (19%). Penggunaan kelambu memiliki nilai persentase yang paling tinggi, disebabkan penggunaan kelambu dinilai dapat memberikan perlindungan dari serangga khususnya nyamuk. Selain itu, dengan menggunakan kelambu dapat meminimalis terjadinya keracunan akibat penggunaan pestisida. Jenis serangga berbahaya seperti nyamuk dan lalat, paling aman diatasi dengan penataan lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang bersih, kering, rapi, terang dan tanpa genangan air. Adapun penanggulangan secara fisik dapat dilakukan dengan kasa atau kelambu, sapu lidi, raket listrik atau kipas angin. Apabila dengan cara-cara tersebut tidak teratasi maka alternatif terakhir adalah menggunakan bahan kimiawi alami seperti minyak tawon, minyak kayu putih, minyak cengkeh. Jika keadaan mengharuskan menggunakan pestisida, maka perlu menentukan selang waktu yang aman antara saat penyemprotan dengan saat masuk ke kamar (Fendi 2009).

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

Adanya kehadiran hama di lingkungan permukiman menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian. Berbagai upaya pengendalian dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan salah satunya adalah dengan menggunakan pestisida rumah tangga. Responden memilih menggunakan pestisida untuk pengendalian karena cepat diperoleh hasil, penggunaannya yang mudah dan praktis.

Berdasarkan survei, tindakan menggunakan pestisida rumah tangga lebih tinggi (68-77%) dibanding dengan tidak menggunakan pestisida (23-32%) dan diperoleh hasil yang berbeda nyata. Responden di Jakarta memiliki nilai persentase yang lebih tinggi (77%) dibanding dengan di Surabaya (68%) (Tabel 4), hal tersebut disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida.

Alasan digunakannya pestisida pada rumah tangga berdasarkan hasil survei cukup beragam, namun yang paling dominan adalah karena menggunakan pestisida cepat memberikan hasil (49%) dan karena penggunaan pestisida yang mudah dan praktis (37%), selain itu harganya yang murah atau karena mengikuti kebiasaan yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh

Yuliani (2007), yang mana responden memilih menggunakan pestisida karena mudah penggunaannya dan langsung terlihat hasilnya.

Formulasi pestisida yang digunakan sebagian besar responden pada kedua lokasi adalah formulasi aerosol dan lotion. Penggunaan formulasi ini karena penggunaannya yang mudah, mudah diperoleh di pasaran dan kedua jenis formulasi tersebut tidak menimbulkan asap yang dapat mengotori rumah. Selain itu, karena jenis hama yang banyak mengganggu adalah nyamuk dan kecoa. Jenis formulasi aerosol sering digunakan untuk mengendalikan nyamuk, kecoa dan lalat, sedangkan lotion umumnya untuk mengendalikan nyamuk. Responden Surabaya lebih memilih menggunakan formulasi aerosol untuk mengendalikan nyamuk, sedangkan responden Jakarta lebih memilih menggunakan formulasi lotion. Hama kecoa pada kedua lokasi dikendalikan dengan menggunakan formulasi aerosol. Namun pada Gambar 6 formulasi cair juga banyak digunakan untuk pengendalian, khususnya untuk responden di Surabaya. Formulasi dalam bentuk cair banyak digunakan untuk mengendalikan hama seperti nyamuk dan kecoa. Banyaknya promosi produk pestisida dalam bentuk cair secara tidak langsung mempengaruhi minat beli masyarakat (Nafis 2009). Berbeda dengan hasil survei yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah, obat nyamuk bakar menduduki peringkat pertama yang diikuti obat nyamuk semprot (Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur 9 Februari 2009).

Merek pestisida rumah tangga yang paling sering digunakan adalah Baygon® aerosol tutup merah, Sevin®, Kapur Bagus®, HIT®, Vape®, Autan® dan Raid®. Namun, dari beberapa merek dagang tersebut yang paling dominan digunakan adalah merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol dan Autan dengan formulasi lotion. Pemilihan merek dagang tersebut disebabkan kedua merek tersebut merupakan merek dagang yang pertama ada di Indonesia atau merupakan pioneer. Alasan lain yang menyebabkan responden memilih merek tersebut adalah karena harganya yang terjangkau dan karena kebiasaan. Kepercayaan akan merek mempengaruhi responden untuk tetap memilih merek insektisida tersebut.

Racun serangga (insektisida) dalam rumah tangga sering digunakan untuk mengusir atau membunuh nyamuk, kecoa, lalat atau semut. Insektisida yang

digunakan pada rumah tangga umumnya berbahan aktif pirentrin, karbamat dan piretroid. Piretroid adalah sintetik dari piretrin yang merupakan ekstrak dari bunga krisan yang telah dikeringkan. Umumnya senyawa ini memiliki pengaruh knock

down pada serangga, tidak terlalu tahan di lingkungan dan toksisitas yang rendah

terhadap manusia, karena kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi apabila tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian (Dadang 2007).

Secara umum, responden di Surabaya menggunakan insektisida untuk mengendalikan nyamuk mengunakan insektisida merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol, sedang responden Jakarta menggunakan insektisida merek dagang Autan dengan formulasi lotion. Untuk mengendalikan kecoa, pada kedua lokasi mengunakan insektisida dengan merek dagang Baygon formulasi aerosol. Pemilihan merek dan formulasi tersebut dikarenakan kelebihan yang ditawarkan, seperti mudah penggunaannya dan harganya terjangkau.

Berdasarkan hasil survei penggunaan pestisida dalam hal ini insektisida, dilakukan dengan frekuensi sekali dalam sehari dan umumnya dilakukan pada waktu malam hari atau sore hari. Menurut Prasojo (1984), dalam menggunakan pestisida harus diperhatikan waktu pengaplikasiannya yaitu pada waktu pagi dan sore hari, tidak dianjurkan melakukan pengendalian menggunakan pestisida yang terlalu sering. Penggunaan pestisida dengan frekuensi tersebut disebabkan sebelum menggunakan insektisida, responden membaca label petunjuk pemakaian, sebesar 64% responden membaca terlebih dahulu label petunjuk penggunaan. Tindakan aplikasi harus dilakukan secara benar sehingga diperoleh hasil yang optimal dengan tingkat resiko terhadap manusia dan hewan bukan sasaran minimal. Teknik aplikasi insektisida yang benar sangat diperlukan agar insektisida yang diaplikasikan dapat didistribusikan kesemua ruangan secara merata. Pemilihan jenis formulasi serta cara pemakaian yang benar akan memperoleh hasil yang efektif (Nafis 2009).

Pemilihan jenis formulasi dan merek dagang pestisida dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Informasi mengenai pestisida dapat diperoleh dari berbagai media, baik itu cetak maupun elektronik ataupun dari pengalaman orang lain. Hasil survei memperlihatkan bahwa sumber informasi mengenai pestisida

rata-rata bersumber dari media elektronik dan pengalaman orang lain, hal ini sejalan dengan Nafis (2009) sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai pestisida untuk mengendalikan hama permukiman rata-rata bersumber dari televisi dan pengalaman. Sumber informasi tersebut diduga memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Berbagai sarana informasi dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk pengendalian, seperti supplier pestisida, tetangga, teman, toko, televisi, petugas kesehatan, majalah atau brosur dan pengalaman (Nafis 2009).

Upaya pengendalian dengan menggunakan pestisida memiliki proporsi yang cukup tinggi karena dinilai efektif untuk mengendalikan hama permukiman. Keefektifan dari penggunaan pestisida yang digunakan pada kedua lokasi menunjukkan persentase yang tinggi yaitu 93% untuk Surabaya dan 90% untuk Jakarta. Keefektifan ini terlihat dari tidak adanya gangguan yang dirasakan dan terlihatnya serangga atau organisme sasaran yang mati setelah menggunakan pestisida.

Tingginya tindakan penggunaan pestisida rumah tangga untuk pengendalian hama permukiman pada kedua lokasi dapat dipengaruhi oleh sikap yang dimiliki responden, karena sikap dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Sikap terhadap pestisida rumah tangga oleh responden Jakarta adalah pestisida efektif untuk pengendalian hama permukiman dan merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap kepedulian terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida terhadap lingkungan dan manusia dinilai kurang, karena berdasarkan hasil survei persentase yang diperoleh cukup rendah. Namun, untuk responden Surabaya sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga adalah penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai kurang efektif, selain itu pestisida bukanlah pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman. Sedang, untuk kepedulian terhadap dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan dan manusia responden Surabaya lebih tinggi dibanding dengan responden Jakarta. Hal ini disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida, karena responden pada umumnya sebelum menggunakan pestisida dilakukan upaya pengendalian dengan cara fisik-mekanis atau menggunakan

perangkap. Sehingga tingkat penggunaan pestisida di Surabaya lebih rendah dibanding dengan di Jakarta.

Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan seseorang, sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan seseorang terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Pembentukan sikap konsumen seringkali menggambarkan hubungan kepercayaan, sikap, dan perilaku (Sumarwan 2005). Selain itu, sikap memiliki beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan pendorong-pendorong perilaku pada diri manusia. Ciri-ciri tersebut adalah sikap tidak dibawa sejak lahir, sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap, sikap dapat tertuju pada suatu objek saja tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek, sikap itu dapat berlangsung lama atau sementara (Purwanto 1998).

Pengetahuan (knowledge) adalah semua keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang dari pengalaman atau pendidikan, secara teori atau praktek untuk memahami suatu subjek (Sarwono 1999). Pengetahuan terhadap pestisida baik pengertian dan jenis pestisida, pada kedua lokasi memiliki nilai persentase yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui dan memahami tentang pestisida. Responden Jakarta memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibanding dengan responden Surabaya. Tingginya pengetahuan yang dimiliki responden tidak sejalan dengan tindakan dan sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga. Jakarta memiliki persentase pengetahuan yang lebih tinggi namun, tindakan penggunaannya juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap tindakan penggunaan pestisida. Sedang untuk sikap, dengan pengetahuan yang dimiliki responden pada kedua lokasi berpendapat bahwa pestisida merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap tersebut yang cenderung berpengaruh terhadap tingginya tingkat penggunaan pestisida di permukiman.

Secara umum pengetahuan di Jakarta lebih baik dibanding dengan di Surabaya, sedang sikap terhadap penggunaan pestisida responden di Jakarta sebagian besar beranggapan bahwa pestisida merupakan pilihan utama dan efektif

untuk pengendalian hama permukiman di perumahan. Hal ini berbeda dengan responden di Surabaya yang beranggapan bahwa pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia apabila penggunaannya tidak sesuai dengan anjuran. Hal ini terlihat dari tindakan penggunaan pestisida yaitu responden di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya. Melihat hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingginya pengetahuan yang dimiliki tidak mempengaruhi untuk tetap menggunakan pestisida rumah tangga di rumah. Hal tersebut dikarenakan responden menginginkan sesuatu yang praktis dan cepat memberikan hasil. Selain itu, dikarenakan kesibukan yang mengharuskan responden memilih cara cepat untuk menyelesaikan masalah yang tidak membutuhkan waktu lama serta keahlian khusus dan permasalahan dapat terselesaikan. Namun dengan mengambil langkah tersebut tidak terpikirkan dampak atau resiko yang akan diperoleh di masa mendatang.

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang diuji dengan uji khi-kuadrat. Uji ini digunakan untuk mengetahui asosiasi proporsi antara karakteristik dengan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam penggunaan pestisida rumah tangga (Walpole 1992). Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan karakteristik usia memiliki asosiasi atau berpengaruh dengan pengetahuan pestisida dalam hal ini adalah pengertian dan jenis pestisida. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya usia seseorang maka pengetahuan serta wawasannya akan semakin meningkat. Hal ini berbeda dengan sikap dan tindakan, karakteristik usia tidak berpengaruh dengan tindakan serta sikap bahwa pestisida efektif dan merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sebagian besar usia di bawah 40 tahun memiliki sikap bahwa pestisida efektif dan menjadi pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman di perumahan. Sikap yang diambil dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan, hal ini terlihat dari sikap yang dimiliki mempengaruhi responden untuk menggunakan pestisida sebagai pengendalian. Berbeda dengan sikap bahwa pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia, berdasarkan hasil uji terdapat adanya asosiasi atau berpengaruh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka kepedulian terhadap lingkungan dan manusia juga semakin meningkat, responden beralasan karena dengan

menggunakan pestisida dapat mengganggu kesehatan. Menurut Wahyuningsih (2007) berdasarkan hasil survei di wilayah Surakarta dampak negatif penggunaan pestisida rumah tangga terhadap kesehatan masyarakat adalah sekitar 62% mengalami gangguan pernafasan, 52% mengalami batuk, 18% sakit kepala dan 3% bintik-bintik pada kulit (Nafis 2009).

Hasil uji khi-kuadrat menunjukkan tidak adanya pengaruh atau asosiasi antara pendidikan dengan pengetahuan serta tindakan penggunaan pestisida, tetapi dari Gambar 12 terlihat adanya kecenderungan peningkatan pengetahuan dengan semakin meningkatnya pendidikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya pendidikan belum tentu mengetahui dan memahami tentang pengertian dan jenis dari pestisida karena terdapat beberapa responden yang mengetahui pestisida rumah tangga dari kebiasaan atau ikut-ikutan. Lain halnya dengan tindakan, berdasarkan Gambar 12 dengan semakin meningkatnya pendidikan terdapat kecenderungan penurunan penggunaan pestisida. Hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan maka sikap kepedulian terhadap lingkungan dan manusia dalam penggunaan pestisida juga akan semakin meningkat. Selain itu, mereka juga akan memikirkan hal lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tanpa menggunakan bahan kimia, sehingga penggunaan bahan kimia atau pestisida bukan suatu hal utama dalam upaya pengendalian. Ini menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pengggunaan pestisida rumah tangga di perumahan.

Tingginya penggunaan pada responden dengan tingkat pendidikan SD kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan akan resiko yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan pestisida di dalam ataupun di luar rumah tetapi tidak sesuai dengan anjuran.

Karakteristik pekerjaan tidak dapat dilakukan uji khi-kuadrat karena jenis pekerjaan tidak terdapat jenjang yang jelas. Namun menurut Handayasari (2008) jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, contohnya pengambilan keputusan penggunaan pestisida untuk pengendalian berdasarkan jenis pekerjaan dapat dikarenakan pengalaman orang lain atau karena faktor kebiasaan yang sudah ada. Berdasarkan hasil survei jenis pekerjaan pegawai negeri, pegawai

swasta dan wiraswasta memiliki pengetahuan yang cukup tinggi dibanding dengan jenis pekerjaan yang lain. Sebagian besar responden yang memiliki sikap bahwa pestisida adalah pilihan utama dan efektif untuk pengendalian adalah responden yang bekerja sebagai nelayan, pegawai negeri dan wiraswasta. Hasil yang sama juga diperoleh untuk tindakan penggunaan pestisida.

Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang berasosiasi dengan pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga. Ini memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi (Halaman 25-38)

Dokumen terkait