• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta)

DKI Jakarta adalah ibu kota negara Republik Indonesia, terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas sekitar 661,52 km². Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut dan terletak pada posisi 6°12’ lintang selatan dan 106°48’ bujur timur. Berlokasi di pesisir utara pulau Jawa, di muara sungai Ciliwung, Teluk Jakarta. Jumlah penduduk di Jakarta adalah8,489,910 jiwa menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta Maret tahun 2009 (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2009). Penduduk Jakarta berasal dari berbagai suku yaitu Jawa (35%), Melayu Betawi (25%), Sunda (15%), Tionghoa (6%), Minang (3%) dan Batak (3%). Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni

Wilayah DKI Jakarta Luasan wilayah (km2)

Kotamadya Jakarta Pusat 47,90

Kotamadya Jakarta Utara 142,20

Kotamadya Jakarta Barat 126,15

Kotamdya Jakarta Selatan 145,73

Kotamadya Jakarta Timur 187,73

Kabupaten administratif Kepulauan Seribu 11,81

Kota Surabaya

Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 3,230,900 jiwa. Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan timur Pulau Jawa dan sekitarnya. Di kota ini terdapat berbagai suku diantaranya suku Jawa sebesar 53% yang merupakan mayoritas dari penduduk kota Surabaya, namun kota ini juga menjadi tempat

(2)

tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura sebesar 7,5%, Tionghoa 25,5%, Arab 7%, serta para pendatang dari luar negeri yang tinggal dan bekerja di Surabaya (Wikipedia 2009).

Berdasarkan geografinya Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di selatan, serta Kabupaten Gresik di barat. Surabaya berada pada dataran rendah, dengan ketinggian antara 3-6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan yang memiliki ketinggian antara 25 - 50 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Total luas wilayah kota Surabaya adalah 326,36 km2. Kota Surabaya dibagi ke dalam 5 wilayah dan terdiri atas 31 kecamatan. Wilayah-wilayah tersebut adalah Surabaya Pusat, yang terdiri dari 4 kecamatan, Surabaya Timur 7 kecamatan, Surabaya Barat 7 kecamatan, Surabaya Selatan 8 kecamatan, dan Surabaya Utara 5 kecamatan.

Hasil Survei Karakteristik Responden

Tabel 1 menyajikan persentase responden pada kelima jenis karakteristik responden pada dua lokasi beserta hasil uji statistiknya. Kelima karakteristik responden yang dianalisis adalah usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga digunakan untuk menentukan tingkat status ekonomi rumah tangga berdasarkan pendapatan yang diperoleh. Pada tabel tersebut terlihat bahwa secara umum distribusi usia responden di kedua lokasi penelitian memiliki pola yang sama. Sebagian besar responden 72-74% di kedua kota tersebut berumur 40 tahun ke bawah dan sebanyak 19% hingga 20% berumur antara 40 tahun hingga 50 tahun. Hasil yang sama juga terlihat pada karakteristik pendidikan yaitu, pada kedua lokasi memiliki pola distribusi pendidikan yang sama. Sebesar 76-78% responden berpendidikan antara SLTA hingga perguruan tinggi dan 21-24% berpendidikan antara SLTP hingga SD.

Tabel 1 memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antara kedua lokasi pada karakteristik pekerjaan, yaitu nelayan, pedagang dan pegawai negeri. Ketiga pekerjaan ini secara umum memiliki pola distribusi yang sama, hal ini

(3)

terlihat dari nilai P yang diperoleh yaitu P>0,1. Sedang pekerjaan pegawai swasta dan wiraswasta diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kedua lokasi. Pekerjaan sebagai pegawai swasta lebih besar di Surabaya (35%) dibanding dengan di Jakarta (24%), tetapi sebaliknya untuk pekerjaan wiraswasta Jakarta (23%) lebih besar dibanding dengan Surabaya (12%). Distribusi pendapatan responden di kedua wilayah secara umum sama yaitu berkisar antara Rp 500.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,-. Sebagian besar responden (56-59%) berpenghasilan antara Rp 2.000.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,- dan sebesar 33% responden berpenghasilan antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.500.000,- di kedua lokasi penelitian. Jumlah anggota keluarga pada kedua lokasi juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, yaitu secara umum responden memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang (84-89%) dan responden dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 hingga 6 orang sebanyak 12-16%.

Tabel 1 Karakteristik responden dan hasil uji dua proporsi

Karakteristik responden Persentase responden (%) Nilai P Jakarta Surabaya Umur 21-30 tahun 34 41 0,249 31-40 tahun 40 32 0,153 40-50 tahun 19 20 0,418 > 50 tahun 7 7 - Pendidikan SD 9 9 - SLTP 15 13 0,407 SLTA 32 35 0,364 Perguruan Tinggi 44 43 0,435 Pekerjaan Nelayan 2 1 0,280 Pedagang 27 24 0,354 Pegawai Negeri 24 28 0,288 Pegawai Swasta 24 35 0,031* Wiraswasta 23 12 0,041* Pendapatan Rp 500.000-Rp 1.000.000 12 8 0,793 Rp 1.100.000-Rp 1.500.000 21 25 0,212 Rp 1.600.000-Rp 2.000.000 11 8 0,713 Rp 2.100.000-Rp 2.500.000 23 25 0,427 > Rp 2.500.000 33 34 0,183

Jumlah anggota keluarga

< 2 orang 37 32 0,246

2-4 orang 51 52 0,565

5-7 orang 12 16 0,760

(4)

Permasalahan Hama Permukiman pada Rumah Tangga

Berdasarkan hasil survei permasalahan hama permukiman yang dihadapi rumah tangga responden adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap dan lalat. Hama tersebut menurut hasil yang diperoleh, berada di sekitar rumah bahkan di dalam rumah, keberadaan mereka sangat mengganggu bahkan dapat menimbulkan penyakit.

Tabel 2 Jenis hewan pengganggu di permukiman

Jenis hewan pengganggu Persentase hama permukiman (%) Nilai P Jakarta Surabaya Nyamuk 23 24 0,430 Tikus 28 30 0,369 Kecoa 24 19 0,084* Semut 19 22 0,291 Rayap 3 5 0,233 Lalat 3 0 0,020*

* Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 10% (P<0,1)

Tabel 2 menyajikan distribusi jenis hama permukiman pada kedua lokasi beserta hasil uji statistiknya. Pada tabel terlihat bahwa jenis hama permukiman yang umum berada di kedua lokasi adalah nyamuk, tikus, semut dan rayap. Hama-hama tersebut memiliki distribusi yang sama di kedua wilayah. Sebesar 81% hingga 83% hama tersebut berada pada perumahan tempat dilakukannya survei, sedang kecoa dan lalat berdasarkan uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata. Di Jakarta keberadaan kecoa dan lalat lebih banyak dibanding dengan di Surabaya (Tabel 2). Hal ini menunjukkan responden Surabaya lebih toleran terhadap kehadiran kecoa dan lalat. Responden lebih toleransi terhadap kehadiran hama tersebut selain itu, responden beranggapan kehadiran organisme tersebut belum terlalu mengganggu.

Upaya Pengendalian yang Dilakukan Responden

Tabel 3 menyajikan persentase responden yang melakukan pengendalian hama permukiman beserta uji statistiknya. Secara umum, pengendalian yang dilakukan pada kedua lokasi adalah menggunakan perangkap, secara fisik-mekanis dengan cara langsung dibunuh dan tanpa adanya pengendalian. Tetapi

(5)

pengendalian yang paling sering dilakukan dan diperoleh hasil yang bebeda nyata adalah pengendalian menggunakan pestisida. Pengendalian menggunakan pestisida lebih tinggi di Jakarta dibanding dengan di Surabaya. Berdasarkan survei, hama permukiman yang umumnya dikendalikan dengan menggunakan pestisida adalah nyamuk, kecoa dan tikus. Hal ini dikarenakan pestisida untuk mengendalikan hama tersebut mudah diperoleh dan mudah dalam pengaplikasiannya.

Tabel 3 Pengendalian yang dilakukan responden pada kedua lokasi penelitian

Pengendalian Persentase responden (%) Nilai P Jakarta Surabaya Penggunaan pestisida 57 49 0,094* Langsung dibunuh 21 21 0,420 Penggunaan perangkap 21 15 0,194 Dibiarkan saja 9 7 0,377

* Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 10% (P<0,1)

Tindakan Responden dalam Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

Tabel 4 memperlihatkan bahwa penggunaan pestisida rumah tangga pada kedua lokasi berbeda nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi responden yang menggunakan pestisida di Jakarta lebih tinggi dari proporsi responden di Surabaya. Penggunaan pestisida Jakarta memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan Surabaya. Hal ini disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida rumah tangga.

Tabel 4 Tindakan penggunaan pestisida rumah tangga di Jakarta dan di Surabaya Tindakan penggunaan pestisida Persentase responden (%) Nilai P

Jakarta Surabaya

Menggunakan 77 68 0,099*

Tidak menggunakan 23 32 0,099*

* Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 10% (P<0,1)

1. Hubungan antara usia dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga

Hasil uji z memperlihatkan bahwa distribusi usia yang menggunakan pestisida rumah tangga tidak berbeda nyata, sebanyak 62-100% responden menggunakan pestisida. Responden tersebut berada pada kisaran usia antara 31

(6)

tahun hingga lebih dari 50 tahun. Diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk responden yang berusia di bawah 30 tahun (62-80%), dimana responden Jakarta lebih tinggi dibanding dengan responden Surabaya. Gambar 1 memperlihatkan bahwa semakin tinggi usia responden, penggunaan pestisida semakin meningkat. Penggunaan pestisida paling tinggi terjadi pada responden dengan usia antara 41 tahun hingga lebih dari 50 tahun.

Hasil uji khi-kuadrat yang dilakukan pada pengujian karakteristik usia dengan tindakan penggunaan pestisida menunjukkan hasil tidak ada korelasi positif (P>0,1) atau tidak ada hubungan (Tabel 5). Namun pada Gambar 1 terlihat ada kecenderungan semakin tinggi usia tindakan penggunaan di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya.

0 20 40 60 80 100 120

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun Usia Per sen tase (%) Jakarta Surabaya

*

*

Gambar 1 Karakteristik usia dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian (* = berbeda nyata pada α = 0,10)

2. Hubungan antara pendidikan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga

Berdasarkan uji z diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata untuk proporsi responden yang berpendidikan SD dan perguruan tinggi, sebanyak 72-100% responden menggunakan pestisida baik di Jakarta dan Surabaya. Proporsi responden yang berpendidikan SLTA menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden Surabaya memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan responden di Jakarta. Gambar 2 memperlihatkan adanya kecenderungan

(7)

penurunan penggunaan pestisida rumah tangga dengan semakin meningkatnya pendidikan responden pada kedua lokasi penelitian.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa karakteristik pendidikan tidak berasosiasi dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga (P>0,1). Hasil ini sesuai dengan Gambar 2 yaitu semakin tinggi pendidikan responden maka tindakan penggunaan pestisida rumah tangga semakin menurun.

Dalam hasil survei terlihat bahwa tingkat pendidikan SD memiliki nilai yang paling tinggi dalam penggunaan pestisida. Hal ini dapat terjadi disebabkan kurangnya pemahaman tentang pestisida rumah tangga serta bahaya yang dapat ditimbulkan bagi lingkungan, hewan bukan sasaran bahkan manusia. Pilihan penggunaan pestisida rumah tangga untuk pengendalian dapat terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah cepatnya diperoleh hasil yaitu hama langsung mati apabila dikendalikan dengan pestisida.

0 20 40 60 80 100 120 SD SLTP SLTA PT Pendidikan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

*

*

Gambar 2 Karakteristik pendidikan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian (* = berbeda nyata pada α = 0,10)

3. Hubungan antara pekerjaan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga

Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa tindakan penggunaan pestisida rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan tidak berbeda nyata, sebagian besar responden 64-100% menggunakan pestisida rumah tangga untuk mengendalikan organisme pengganggu yang ada di perumahan. Gambar 3 memperlihatkan penggunaan paling tinggi terjadi pada responden yang bekerja sebagai nelayan

(8)

untuk wilayah Jakarta dan responden yang bekerja sebagai pegawai swasta untuk wilayah Surabaya.

Gambar 3 Karakteristik pekerjaan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian

4. Hubungan antara pendapatan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga

Hasil uji z memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap proporsi responden untuk semua tingkatan pendapatan pada kedua lokasi penelitian. Sebagian besar responden (54-79%) menggunakan pestisida rumah tangga di perumahan. Berdasarkan Gambar 4 responden dengan kategori pendapatan sedang merupakan pengguna pestisida rumah tangga paling tinggi pada kedua lokasi. Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang positif atau adanya asosiasi (Tabel 5). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh maka tindakan penggunaan pestisida juga meningkat.

0 20 40 60 80 100 120

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Pekerjaan Pe rse nta se (%) Jakarta Surabaya

(9)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Pe r se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 4 Karakteristik pendapatan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian

Tabel 5 Uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi

Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat

1) Jakarta Surabaya Usia 6,005 (0,261) 9,029 (0,999) Pendidikan 8,145 (0,167) 9,881 (0,830) Pendapatan 7,145 (0,067) 7,112 (0,073) 1)

Angka dalam kurung menunjukkan nilai P

Alasan Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

Alasan menggunakan pestisida rumah tangga berdasarkan tabel yaitu, cepat memberikan hasil. Alasan ini merupakan alasan yang paling dominan dipilih oleh responden. Berdasarkan hasil uji z diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata untuk alasan penggunaan cepat memperoleh hasil dan penggunaannya yang praktis. Sebagian besar responden (86-89%) menggunakan pestisida karena alasan tersebut. Alasan lain adalah karena harganya murah dan karena kebiasaan. Kedua alasan tersebut berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden di Surabaya memiliki nilai yang lebih tinggi di banding dengan di Jakarta untuk alasan harganya murah dan responden di Jakarta memiliki nilai persentase lebih tinggi untuk alasan penggunaan karena kebiasaan (Tabel 9).

(10)

0 10 20 30 40 50 60 Cepat memberikan hasil

Praktis Harganya murah Kebiasaan

Per se n ta se (%) Alasan penggunaan Jakarta Surabaya

*

*

*

*

Gambar 5 Alasan penggunaan pestisida rumah tangga di Jakarta dan Surabaya (*= berbeda nyata pada α= 0,10)

Formulasi Pestisida yang Digunakan

Formulasi yang sering digunakan berdasarkan hasil survei adalah lotion dan aerosol. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa responden di Jakarta lebih banyak menggunakan pestisida dengan formulasi lotion, sedangkan responden di Surabaya lebih banyak menggunakan formulasi aerosol. Pemilihan formulasi ini dikarenakan kedua formulasi mudah untuk digunakan dan tidak diperlukan keahlian khusus untuk menggunakannya serta harganya yang terjangkau.

0 5 10 15 20 25 30 35

Cair Aerosol Padat Lotion

Jenis formulasi Pe rse nt a se (%) Jakarta Surabaya

(11)

Frekuensi Penggunaan Pestisida pada Perumahan

Frekuensi penggunaan pestisida di kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 6, frekuensi penggunaan yang paling dominan adalah kurang dari dua kali dalam sehari dengan nilai persentase antara 69-71%. Berdasarkan hasil uji z, nilai tersebut tidak berbeda nyata. Ini menunjukkan bahwa proporsi responden pada kedua lokasi sama untuk penggunaan pestisida dengan frekuensi tersebut.

Tabel 6 Frekuensi penggunaan pestisida rumah tangga di Jakarta dan di Surabaya beserta hasil uji statistik

Frekuensi penggunaan Persentase responden (%) Nilai P Jakarta Surabaya

< 2 kali 69 71 0,163

2-3 kali 27 27 -

> 3 kali 4 2 0,280

Sumber Informasi Pestisida Rumah Tangga

Sumber informasi mengenai pestisida diperoleh responden dari buku, pengalaman orang lain, media cetak dan media elektronik. Namun, sumber informasi yang paling tinggi berpengaruh pada responden adalah dari pengalaman orang lain dan media elektronik. Responden lebih percaya pada sumber tersebut dikarenakan telah terlihat hasil yang dirasakan oleh orang lain yang mereka percaya dan karena iklan yang ditampilkan di televisi atau di radio.

Tabel 7 Sumber informasi pestisida rumah tangga pada kedua lokasi Sumber informasi Persentase sumber informasi (%) Nilai P

Jakarta Surabaya

Buku 17 16 0,410

Pengalaman orang lain 37 35 0,244

Media cetak 14 20 0,248

Media elektronik 32 29 0,233

Merek Pestisida Rumah Tangga yang Sering Digunakan

Jenis pestisida yang umum digunakan untuk pengendalian adalah insektisida. Hal ini dikarenakan hama permukiman yang banyak mengganggu adalah nyamuk dan kecoa. Sedangkan untuk tikus, selain menggunakan rodentisida responden juga menggunakan perangkap dan pengendalian secara

(12)

fisik-mekanis. Insektisida yang digunakan secara dominan di Jakarta adalah Baygon®, Sevin®, HIT®, Vape®, Kapur Bagus®, Autan® dan Raid®, sedang di Surabaya yang paling dominan adalah Baygon®, Sevin®, Kapur Bagus®, Vape® dan HIT®. Pada umumnya merek pestisida yang paling banyak digunakan baik itu di Jakarta dan di Surabaya adalah Baygon aerosol tutup merah®, Sevin®, Kapur Bagus®, Vape®, Autan® dan Raid®. Pemilihan merek dagang Baygon® dan Autan® sebagai jenis pestisida rumah tangga disebabkan kedua merek dagang tersebut merupakan merek dagang insekitisida pioneer, selain itu disebabkan harganya yang terjangkau, aman dan mudah diperoleh.

Tabel 8 Merek dagang pestisida yang digunakan pada kedua lokasi

Merek pestisida Persentase penggunaan (%) Nilai P Jakarta Surabaya

Baygon aerosol tutup merah®

(sipermetrin 0,10 g/l, imiprotin 0,05

g/l, transflutrin 0,06 g/l) 27 29 0,156

Sevin® (karbaril) 16 13 0,194

Kapur bagus® (deltametrin 0,6%) 4 0 0,055*

HIT® (d-aletrin 7,8%) 14 15 0,500

Vape® (praletrin 0,10% dan permetrin

0,25%) 23 25 0,298

Autan® (diethyltoluamide 13%) 10 18 0,039* Raid® (transflutrin 0,06% dan siflutrin

0,06%) 6 0 0,076*

Sikap Responden dalam Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

Sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga adalah keefektifan pestisida dalam mengendalikan organisme pengganggu, pestisida merupakan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia, dan pestisida merupakan pilihan utama pengendalian. Pilihan jawaban yang digunakan dalam pernyataan diklasifikasikan ke dalam lima pilihan jawaban yaitu tidak setuju, kurang setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju.

Tabel 9 memperlihatkan sikap mengenai keefektifan pengendalian menggunakan pestisida dan sikap bahwa pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia pada kedua lokasi berbeda nyata (P<0,1). Jakarta memiliki nilai

(13)

persentase yang lebih tinggi untuk sikap pestisida efektif untuk pengendalian, sedang Surabaya memiliki nilai persentase lebih tinggi untuk sikap pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Sikap tersebut memperlihatkan bahwa responden Surabaya memiliki sikap kepedulian yang lebih tinggi dibanding dengan responden di Jakarta. Sikap pestisida sebagai pilihan utama pengendalian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,1), ini menunjukkan bahwa responden pada kedua lokasi memilih menggunakan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian hama.

Tabel 9 Sikap responden terhadap penggunaan pestisida rumah tangga dan hasil uji statistik

Sikap responden Persentase responden (%) Nilai P Jakarta Surabaya

Keefektifan pengendalian 52 35 0,015*

Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 47 62 0,023*

Merupakan pilihan utama 38 33 0,248

* Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 10% (P<0,1)

1. Hubungan antara usia dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji z memperlihatkan hasil yang berbeda nyata untuk sikap tentang keefektifan pengendalian menggunakan pestisida rumah tangga pada kisaran usia antara 31-40 tahun. Untuk kisaran usia lebih dari 40 tahun diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata. Sebesar 40-64% responden rumah tangga tua menyatakan sikap bahwa pestisida efektif untuk melakukan pengendalian terhadap masalah hama permukiman. Sikap yang menyatakan bahwa pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia pada Gambar 7 menunjukkan hasil berbeda nyata yaitu pada usia 31-50 tahun. Jakarta memiliki persentase lebih tinggi untuk usia 31-40 tahun dan sebaliknya responden Surabaya memiliki persentase yang lebih tinggi untuk usia 41-50 tahun. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa responden rumah tangga sedang di Jakarta dan responden rumah tangga tua di Surabaya memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap lingkungan dan manusia akibat penggunaan pestisida. Sebesar 57-66% responden menyatakan sikap bahwa pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya dan sebesar 57-80% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk usia antara 21-30 tahun dan lebih dari 50 tahun (Gambar 7). Sikap yang menyatakan pestisida

(14)

merupakan pilihan utama untuk pengendalian berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata, ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan berbagai perbedaan tingkat usia menyatakan bahwa pestisida adalah pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman di perumahan.

Hasil uji khi-kuadrat diperoleh hasil bahwa karakteristik usia tidak berasosiasi dengan sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga (Tabel 10). Hal ini memperlihatkan bahwa perbedaan tingkat usia tidak berpengaruh terhadap sikap untuk menggunakan pestisida. Namun pada Gambar 7, memperlihatkan dengan semakin tinggi usia kepedulian terhadap lingkungan dan manusia dalam penggunaan pestisida semakin tinggi. Peningkatan tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan. a 0 10 20 30 40 50 60 70

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun

Usia P er se n tas e ( %) Jakarta Surabaya b 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun

Usia P er se tas e (%) Jakarta Surabaya

*

*

*

*

(15)

c

0 20 40 60

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun

Usia P er se n tas e( %) Jakarta Surabaya

Gambar 7 Usia responden dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. berbahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pilihan utam pengendalian dikedua lokasi penelitian (* = berbeda nyata pada α = 0,10)

2. Hubungan antara pendidikan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga

Hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap sikap keefektifan pestisida untuk pengendalian. Berdasarkan Gambar 8a sebagian besar 50-63% responden yang berpendidikan SLTA hingga perguruan tinggi menunjukkan sikap bahwa pestisida efektif untuk pengendalian. Gambar 8a memperlihatkan dengan semakin tinggi pendidikan maka nilai persentasenya juga semakin tinggi terhadap sikap tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih sikap bahwa penggunaan pestisida efektif untuk pengendalian. Sikap yang menyatakan pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat pendidikan SLTP hingga perguruan tinggi menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden yang berpendidikan perguruan tinggi di Surabaya memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan di Jakarta, sedangkan responden yang berpendidikan SLTA dan SLTP di Jakarta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Surabaya (Gambar 8b). Namun untuk responden yang berpendidikan SD berdasarkan hasil uji tidak berbeda nyata, ini menunjukkan bahwa responden pada kedua lokasi yang berpendidikan SD sebagian besar memilih sikap tersebut (Gambar 8b). Berbeda dengan sikap pestisida sebagai pilihan utama pengendalian. Responden yang berpendidikan SD hingga SLTP

(16)

berdasarkan hasil uji z tidak berbeda nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih pestisida sebagai pilihan utama pengendalian. Sedang responden yang berpendidikan perguruan tinggi menunjukkan hasil yang berbeda nyata, proporsi di Surabaya lebih tinggi dibanding dengan di Jakarta (Gambar 8c) untuk sikap pestisida sebagai pilihan utama.

Karakteristik pendidikan berdasarkan uji khi-kuadrat (Tabel 10) menunjukkan adanya asosiasi antara pendidikan dengan sikap dalam menggunakan pestisida rumah tangga, tetapi tidak semua sikap menunjukkan adanya asosiasi. Pernyataan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian tidak berasosiasi dengan pendidikan (P>0,1), sedangkan pernyataan yang lain menunjukkan adanya asosiasi (P<0,1).

a 0 10 20 30 40 50 60 70 SD SLTP SLTA PT Pendidikan P er se n ta se (%) Jakarta Surabaya b 0 20 40 60 80 SD SLTP SLTA PT Pendidikan P er se n tas e (%) Jakarta Surabaya

*

* *

*

*

*

(17)

c 0 20 40 60 80 SD SLTP SLTA PT Pendidikan P er se n tas e (%) Jakarta Surabaya

*

*

Gambar 8 Tingkat pendidikan dengan sikap responden a. keefektifan

pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama (*= berbeda nyata pada α= 0,10)

3. Hubungan antara pekerjaan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga

Sikap yang menunjukkan pestisida efektif untuk pengendalian dan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, secara umum responden berpendapat bahwa penggunaan pestisida efektif untuk pengendalian dan menjadi pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman. Sedang jenis pekerjaan pegawai negeri dan pedagang, berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk sikap pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Responden di Jakarta memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya (Gambar 9). Pada gambar 9a memperlihatkan pada lokasi Jakarta responden dengan jenis pekerjaan nelayan dan di Surabaya responden dengan jenis pekerjaan pegawai swasta menunjukkan hasil yang paling tinggi berpendapat bahwa pestisida sebagai pilihan utama pengendalian.

(18)

a 0 20 40 60 80 100 120

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan P ers enta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 9 Jenis pekerjaan dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama b 0 20 40 60 80 100 120

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan Pe rse n tase ( %) Jakarta Surabaya c 0 20 40 60 80 100 120

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan P er se n tas e (%) Jakarta Surabaya

(19)

4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga

Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil bahwa sikap pestisida rumah tangga efektif untuk pengendalian tidak berbeda nyata, yang artinya responden pada ketiga kategori pendapatan di kedua lokasi memiliki sikap bahwa pestisida efektif untuk pengendalian. Gambar 10a memperlihatkan pendapatan dengan kategori sedang dan tinggi memiliki nilai persentase yang sama terhadap sikap keefektifan penggunaan pestisida. Responden dengan kategori pendapatan rendah dan tinggi berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sedangkan responden dengan kategori sedang menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk sikap pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Sebagian besar responden menyatakan pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Responden dengan kategori pendapatan sedang di Jakarta memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan responden di Surabaya (Gambar 10b) untuk sikap tersebut. Pestisida sebagai pilihan utama berdasarkan tabel di atas menunjukkan, responden dengan kategori pendapatan rendah dan sedang diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata, sedang responden dengan kategori pendapatan tinggi diperoleh hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa pestisida adalah pilihan utama pengendalian. Pada gambar 10c terlihat responden dengan pendapatan tinggi memiliki nilai persentase paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.

Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat diketahui bahwa pendapatan memiliki asosiasi (P<0,1) dengan sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga diharapkan dapat semakin baik (Tabel 10).

(20)

a 0 10 20 30 40 50 60 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Pe rse n tase ( %) Jakarta Surabaya b 0 10 20 30 40 50 60 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan P ers enta se (%) Jakarta Surabaya

*

*

c 0 10 20 30 40 50 60 70 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pe ndapatan P e r se n ta se ( %) Jakarta Surabaya

*

*

Gambar 10 Pendapatan dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama (*= berbeda nyata pada α= 0,10)

(21)

Tabel 10 Uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga

Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat

1)

Jakarta Surabaya Usia

Keefektifan pestisida 8,902 (0,961) 7,840 (0,797) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 8,982 (0,447) 8,821 (0,251) Pilihan utama pengendalian 9,003 (0,996) 8,842 (0,924) Pendidikan

Keefektifan pestisida 7,404 (0,030) 4,116 (0,081) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 5,274 (0,092) 8,281 (0,063) Pilihan utama pengendalian 9,612 (0,970) 7,787 (0,802) Pendapatan

Keefektifan pestisida 5,643 (0,055) 5,998 (0,048) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 6,126 (0,029) 4,984 (0,003) Pilihan utama pengendalian 5,509 (0,031) 5,011 (0,064)

1)

Angka dalam kurung menunjukkan nilai P

Pengetahuan Dalam Menggunakan Pestisida Rumah Tangga

Tabel 11 menyajikan persentase responden mengenai pengetahuan penggunaan pestisida rumah tangga pada kedua kota dan hasil uji z. Berdasarkan tabel di bawah terlihat bahwa pengetahuan pestisida pada kedua lokasi mengenai pengertian pestisida tidak berbeda nyata (P>0,1) yang artinya pada kedua lokasi sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang sama tentang pengertian pestisida. Untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida berdasarkan Tabel 11 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,1). Jakarta memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan Surabaya dalam hal pengetahuan tentang jenis pestisida.

Tabel 11 Pengetahuan responden tentang pestisida rumah tangga

* Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 10% (P<0,1)

1. Hubungan antara usia dengan pengetahuan responden

Gambar 11 menyajikan hasil uji z karakteristik usia responden terhadap pengetahuan penggunaan pestisida. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa distribusi usia yang mengetahui tentang pestisida rumah tangga pada kedua lokasi Pengetahuan responden Persentase responden (%) Nilai P

Jakarta Surabaya

Pengertian pestisida 75 69 0,183

(22)

secara umum adalah responden yang berusia di atas 40 tahun 70-79% untuk pengetahuan mengenai pengertian pestisida. Tetapi untuk responden dengan usia dibawah 40 tahun berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk pengetahuan mengenai pengertian pestisida. Hal ini terlihat pada Gambar 11a yaitu responden di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya. Berbeda dengan pengetahuan tentang jenis pestisida, diperolah hasil yang berbeda nyata untuk responden dengan usia antara 31 tahun hingga 50 tahun. Gambar 11b memperlihatkan bahwa responden di Jakarta lebih tinggi persentasenya dibanding dengan di Surabaya untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida rumah tangga.

Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat (Tabel 12) karakteristik usia pada kedua lokasi dengan pengetahuan terdapat asosiasi atau berkorelasi positif (P<0,1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia responden maka tingkat pengetahuan yang dalam hal ini adalah pengertian dan jenis pestisida juga semakin meningkat. Hal ini juga terlihat dari Gambar 11 yaitu adanya kecenderungan peningkatan pengetahuan seiiring dengan peningkatan usia.

a 0 20 40 60 80 100

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun Usia P er se n ta se ( % ) Jakarta Surabaya

*

*

*

*

b 0 50 100

21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun

Usia Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

* *

*

*

Gambar 11 Usia responden dengan pengetahuan responden a. pengertian pestisida b. jenis pestisida di Jakarta dan Surabaya (*= berbeda nyata pada α= 0,10)

(23)

2. Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan responden

Karakteristik pendidikan dengan pengetahuan berdasarkan hasil uji khi-kuadrat menunjukkan tidak adanya asosiasi atau pengaruh antara pendidikan dengan pengetahuan mengenai jenis pestisida rumah tangga, tetapi menunjukkan adanya pengaruh antara pendidikan dengan pengetahuan mengenai pengertian pestisida rumah tangga (Tabel 12). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan tidak selalu mengetahui dan memahami tentang pestisida rumah tangga.

Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa terjadi kecenderungan peningkatan pengetahuan tentang pestisida rumah tangga pada kedua lokasi penelitian, meskipun hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang tidak berhubungan pada pengetahuan tentang jenis pestisida. Hasil uji z memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk pengetahuan tentang pengertian pestisida, sebagaian besar responden mengetahui tentang pengertian pestisida. Untuk pengetahuan jenis pestisida responden yang berpendidikan SLTP menunjukkan hasil yang berbeda nyata, responden di Jakarta persentasenya lebih tinggi dibanding dengan responden di Surabaya. Berdasarkan Gambar 12 kedua lokasi secara umum memiliki pola distribusi yang sama. Sebagian besar responden 68-85% yang berpendidikan antara SLTA hingga perguruan tinggi pada kedua lokasi mengetahui tentang pengertian dan jenis dari pestisida rumah tangga serta sebanyak 30-77% responden berpendidikan SD hingga SLTP juga mengetahui tentang pengetahuan pestisida rumah tangga.

(24)

a 70 75 80 85 90 95 100 SD SLTP SLTA PT Pendidikan P er se n ta se ( %) Jakarta Surabaya b 0 20 40 60 80 100 SD SLTP SLTA PT Pendidikan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 12 Pendidikan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida dikedua lokasi penelitian

3. Hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga

Hasil uji z memperlihatkan polas distribusi yang sama untuk jenis pekerjaan. Gambar 13 memperlihatkan jenis pekerjaan yang berada dalam lingkup perkantoran memiliki nilai persentase yang paling tinggi khususnya jenis pekerjaan pegawai swasta dan pegawai negeri. Untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida, pada Gambar 13 terlihat bahwa jenis pekerjaan wiraswasta di Surabaya memiliki proporsi yang lebih tinggi dibanding di Jakarta. Hasil uji z memperlihatkan pada kedua lokasi memiliki pola yang sama untuk semua jenis pekerjaan (P>0,1). Sebagian besar responden (76-78%) di kedua lokasi bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta, sedangkan sebanyak 1-2% responden bekerja sebagai nelayan (Gambar 13).

(25)

a 0 5 10 15 20 25 30 35

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya b 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Nelayan Pedagang Pegawai

Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 13 Pekerjaan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida dikedua lokasi penelitian

4. Hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga

Karakteristik pendapatan dengan pengetahuan berdasarkan uji khi-kuadrat menunjukkan hasil adanya asosiasi atau terdapat hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan mengenai pengertian pestisida (P<0,1), tetapi tidak menunjukkan adanya asosiasi antara pendapatan dengan pengetahuan jenis pestisida (Tabel 12). Berdasarkan hasil uji z terlihat bahwa semua tingkat pendapatan tidak berbeda nyata terhadap pengetahuan antara kedua lokasi, sebagian besar responden yang berpenghasilan antara Rp 500.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,- mengetahui tentang pestisida, baik itu pengertian dan jenis dari pestisida. Berdasarkan Gambar 13 terdapat kecenderungan peningkatan

(26)

pengetahuan dengan semakin meningkatnya penghasilan. Peningkatan paling tinggi terlihat pada kategori penghasilan sedang untuk pengetahuan tentang jenis pestisida dan kategori pendapatan tinggi untuk pengetahuan tentang pengertian pestisida pada kedua lokasi.

a 0 10 20 30 40 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya b 26 28 30 32 34 36 38 Rp.500.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.500.000 > Rp.2.500.000 Pendapatan Per se n ta se (%) Jakarta Surabaya

Gambar 14 Pendapatan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida di kedua lokasi penelitian

(27)

Tabel 12 Hasil uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan pengetahuan Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat

1) Jakarta Surabaya Usia Pengertian pestisida 7,239 (0,065) 6,519 (0,089) Jenis pestisida 6,581 (0,081) 5,282 (0,089) Pendidikan Pengertian pestisida 7,239 (0,065) 7,652 (0,054) Jenis pestisida 6,581 (0,681) 5,282 (0,809) Pendapatan Pengertian pestisida 7,370 (0,012) 8,286 (0,016) Jenis pestisida 8,031 (0,236) 7,787 (0,332) 1)

Angka dalam kurung menunjukkan nilai P

Pembahasan Karakteristik Responden

Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan dalam besaran (size), struktur dan distribusi. Besaran digambarkan sebagai jumlah orang dalam masyarakat, sedang struktur menggambarkan masyarakat dalam aspek pendapatan, pendidikan, pengetahuan dan sebagainya (Handayasari 2008). Berdasarkan hasil survei, rumah tangga di Jakarta dan Surabaya secara umum responden berusia di bawah 40 tahun dengan sebagian besar berpendidikan SLTA hingga perguruan tinggi (Tabel 1). Tingginya persentase responden yang berpendidikan hingga perguruan tinggi dikarenakan pada kedua lokasi penelitian merupakan kota besar dengan tersedianya beragam fasilitas pendidikan. Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan kunci utama kemajuan. Pendidikan itu sendiri adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada (Handayasari 2008).

Jenis pekerjaan pada kedua lokasi sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta dan pegawai negeri. Hal ini dikarenakan pada kedua lokasi merupakan kota besar dan pusat dari perekonomian sehingga lapangan pekerjaan serta kesempatan kerja yang tersedia lebih banyak. Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah yang umumnya diterima dalam bentuk uang (Handayasari 2008). Berdasarkan hasil survei distribusi pendapatan pada kedua kota berkisar

(28)

antara Rp 500.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,- dan sebagian besar berpenghasilan antara Rp 2.000.000,- hingga lebih dari Rp 2.500.000,-. Peran pendapatan dapat menentukan tindakan pengeluaran untuk menggunakan suatu produk (Engel et al 1995).

Permasalahan dan Upaya Pengendalian Hama Permukiman pada Rumah Tangga

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hama permukiman yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap dan lalat. Hama tersebut pada umumnya berada di dalam dan di luar rumah. Menurut Nafis (2009), nyamuk, tikus, kecoa dan lalat merupakan hama yang cukup meresahkan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk hama kecoa dan lalat, persentase di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya (Tabel 2). Hal ini disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap kehadiran hama tersebut, responden pada umumnya mengabaikan kehadiran kecoa dan lalat di rumah. Responden beranggapan kehadiran hama tersebut belum terlalu menganggu kenyamanan dan merugikan. Tingginya persentase jenis hama permukiman di perumahan pada kedua lokasi, disebabkan pada kedua lokasi merupakan lokasi yang padat penduduk. Selain itu, tata letak permukiman yang saling berhimpitan menyebabkan kurangnya ruang untuk organisme hidup sehingga organisme-organisme tersebut mendesak masuk ke dalam lingkungan manusia.

Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mendukung hama untuk hidup dan berkembang biak. Salah satunya adalah lingkungan sekitar perumahan yang kotor dan lembab. Selain itu, ketersediaan makanan yang berlimpah (sisa makanan manusia) dan sampah adalah penyebab hama tersebut muncul (Sigit 2007). Berdasarkan hasil survei, faktor lingkungan yang menyebabkan munculnya permasalahan hama permukiman tersebut. Faktor tersebut adalah lingkungan di sekitar rumah yang tidak bersih dalam pengertian sanitasi di sekitar rumah kurang terawat. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah mengakibatkan responden rumah tangga membuang sampah di dekat rumah mereka, seperti membuang

(29)

sampah di depan atau di belakang rumah. Masalah tersebut dapat memicu munculnya tikus, nyamuk, kecoa dan lalat ataupun hama permukiman lainnya.

Adanya permasalahan tersebut responden berusaha untuk melakukan pencegahan ataupun pengendalian hama permukiman. Upaya pengendalian hama permukiman dilakukan responden dengan berbagai cara. Hasil survei memperlihatkan berbagai tindakan yang dilakukan responden untuk mengendalikan hama permukiman seperti menggunakan perangkap, cara fisik-mekanis dengan cara langsung dibunuh dan menggunakan pestisida. Tetapi tidak semua responden melakukan upaya pengendalian, ada beberapa responden yang membiarkan keberadaan hama tersebut karena dianggap tidak mengganggu, membahayakan, dan merugikan. Namun, upaya pengendalian yang paling banyak dilakukan responden adalah menggunakan pestisida. Pada kedua lokasi upaya pengendalian menggunakan cara ini yang paling banyak dilakukan. Responden Jakarta lebih banyak menggunakan cara ini untuk pengendalian dibanding dengan Surabaya (Tabel 3). Menurut responden, penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai lebih mudah dan dapat memberikan hasil yang cepat. Pengendalian ini dilakukan untuk semua hama permukiman. Hama permukiman yang umum dikendalikan adalah nyamuk, kecoa dan tikus. Pengendalian kecoa dan nyamuk umumnya dikendalikan dengan menggunakan insektisida. Namun untuk tikus, selain menggunakan rodentisida digunakan pula perangkap ataupun dengan cara fisik-mekanis yaitu membunuh secara langsung. Semut dikendalikan dengan menggunakan kapur semut yang banyak dijual di pasaran dan untuk rayap umumnya disemprot menggunakan minyak tanah atau insektisida dalam bentuk cair. Sejalan dengan survei yang dilakukan Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur di Solo Jawa Tengah, rata-rata setiap rumah tangga menggunakan dua jenis pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Pestisida rumah tangga yang digunakan adalah pembasmi nyamuk, kecoa dan lalat. Upaya pengendalian yang dilakukan responden selain menggunakan pestisida, responden juga menggunakan cara lain. Penggunaan cara lain dilakukan karena beberapa responden memiliki balita, sehingga mereka melakukan pengendalian tanpa menggunakan bahan kimia agar anak mereka terhindar dari resiko penggunaan pestisida. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan kelambu (34%), tanaman lavender

(30)

(32%), raket listrik (15%) dan menggunakan kipas angin (19%). Penggunaan kelambu memiliki nilai persentase yang paling tinggi, disebabkan penggunaan kelambu dinilai dapat memberikan perlindungan dari serangga khususnya nyamuk. Selain itu, dengan menggunakan kelambu dapat meminimalis terjadinya keracunan akibat penggunaan pestisida. Jenis serangga berbahaya seperti nyamuk dan lalat, paling aman diatasi dengan penataan lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang bersih, kering, rapi, terang dan tanpa genangan air. Adapun penanggulangan secara fisik dapat dilakukan dengan kasa atau kelambu, sapu lidi, raket listrik atau kipas angin. Apabila dengan cara-cara tersebut tidak teratasi maka alternatif terakhir adalah menggunakan bahan kimiawi alami seperti minyak tawon, minyak kayu putih, minyak cengkeh. Jika keadaan mengharuskan menggunakan pestisida, maka perlu menentukan selang waktu yang aman antara saat penyemprotan dengan saat masuk ke kamar (Fendi 2009).

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

Adanya kehadiran hama di lingkungan permukiman menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian. Berbagai upaya pengendalian dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan salah satunya adalah dengan menggunakan pestisida rumah tangga. Responden memilih menggunakan pestisida untuk pengendalian karena cepat diperoleh hasil, penggunaannya yang mudah dan praktis.

Berdasarkan survei, tindakan menggunakan pestisida rumah tangga lebih tinggi (68-77%) dibanding dengan tidak menggunakan pestisida (23-32%) dan diperoleh hasil yang berbeda nyata. Responden di Jakarta memiliki nilai persentase yang lebih tinggi (77%) dibanding dengan di Surabaya (68%) (Tabel 4), hal tersebut disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida.

Alasan digunakannya pestisida pada rumah tangga berdasarkan hasil survei cukup beragam, namun yang paling dominan adalah karena menggunakan pestisida cepat memberikan hasil (49%) dan karena penggunaan pestisida yang mudah dan praktis (37%), selain itu harganya yang murah atau karena mengikuti kebiasaan yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh

(31)

Yuliani (2007), yang mana responden memilih menggunakan pestisida karena mudah penggunaannya dan langsung terlihat hasilnya.

Formulasi pestisida yang digunakan sebagian besar responden pada kedua lokasi adalah formulasi aerosol dan lotion. Penggunaan formulasi ini karena penggunaannya yang mudah, mudah diperoleh di pasaran dan kedua jenis formulasi tersebut tidak menimbulkan asap yang dapat mengotori rumah. Selain itu, karena jenis hama yang banyak mengganggu adalah nyamuk dan kecoa. Jenis formulasi aerosol sering digunakan untuk mengendalikan nyamuk, kecoa dan lalat, sedangkan lotion umumnya untuk mengendalikan nyamuk. Responden Surabaya lebih memilih menggunakan formulasi aerosol untuk mengendalikan nyamuk, sedangkan responden Jakarta lebih memilih menggunakan formulasi lotion. Hama kecoa pada kedua lokasi dikendalikan dengan menggunakan formulasi aerosol. Namun pada Gambar 6 formulasi cair juga banyak digunakan untuk pengendalian, khususnya untuk responden di Surabaya. Formulasi dalam bentuk cair banyak digunakan untuk mengendalikan hama seperti nyamuk dan kecoa. Banyaknya promosi produk pestisida dalam bentuk cair secara tidak langsung mempengaruhi minat beli masyarakat (Nafis 2009). Berbeda dengan hasil survei yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah, obat nyamuk bakar menduduki peringkat pertama yang diikuti obat nyamuk semprot (Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur 9 Februari 2009).

Merek pestisida rumah tangga yang paling sering digunakan adalah Baygon® aerosol tutup merah, Sevin®, Kapur Bagus®, HIT®, Vape®, Autan® dan Raid®. Namun, dari beberapa merek dagang tersebut yang paling dominan digunakan adalah merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol dan Autan dengan formulasi lotion. Pemilihan merek dagang tersebut disebabkan kedua merek tersebut merupakan merek dagang yang pertama ada di Indonesia atau merupakan pioneer. Alasan lain yang menyebabkan responden memilih merek tersebut adalah karena harganya yang terjangkau dan karena kebiasaan. Kepercayaan akan merek mempengaruhi responden untuk tetap memilih merek insektisida tersebut.

Racun serangga (insektisida) dalam rumah tangga sering digunakan untuk mengusir atau membunuh nyamuk, kecoa, lalat atau semut. Insektisida yang

(32)

digunakan pada rumah tangga umumnya berbahan aktif pirentrin, karbamat dan piretroid. Piretroid adalah sintetik dari piretrin yang merupakan ekstrak dari bunga krisan yang telah dikeringkan. Umumnya senyawa ini memiliki pengaruh knock

down pada serangga, tidak terlalu tahan di lingkungan dan toksisitas yang rendah

terhadap manusia, karena kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi apabila tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian (Dadang 2007).

Secara umum, responden di Surabaya menggunakan insektisida untuk mengendalikan nyamuk mengunakan insektisida merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol, sedang responden Jakarta menggunakan insektisida merek dagang Autan dengan formulasi lotion. Untuk mengendalikan kecoa, pada kedua lokasi mengunakan insektisida dengan merek dagang Baygon formulasi aerosol. Pemilihan merek dan formulasi tersebut dikarenakan kelebihan yang ditawarkan, seperti mudah penggunaannya dan harganya terjangkau.

Berdasarkan hasil survei penggunaan pestisida dalam hal ini insektisida, dilakukan dengan frekuensi sekali dalam sehari dan umumnya dilakukan pada waktu malam hari atau sore hari. Menurut Prasojo (1984), dalam menggunakan pestisida harus diperhatikan waktu pengaplikasiannya yaitu pada waktu pagi dan sore hari, tidak dianjurkan melakukan pengendalian menggunakan pestisida yang terlalu sering. Penggunaan pestisida dengan frekuensi tersebut disebabkan sebelum menggunakan insektisida, responden membaca label petunjuk pemakaian, sebesar 64% responden membaca terlebih dahulu label petunjuk penggunaan. Tindakan aplikasi harus dilakukan secara benar sehingga diperoleh hasil yang optimal dengan tingkat resiko terhadap manusia dan hewan bukan sasaran minimal. Teknik aplikasi insektisida yang benar sangat diperlukan agar insektisida yang diaplikasikan dapat didistribusikan kesemua ruangan secara merata. Pemilihan jenis formulasi serta cara pemakaian yang benar akan memperoleh hasil yang efektif (Nafis 2009).

Pemilihan jenis formulasi dan merek dagang pestisida dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Informasi mengenai pestisida dapat diperoleh dari berbagai media, baik itu cetak maupun elektronik ataupun dari pengalaman orang lain. Hasil survei memperlihatkan bahwa sumber informasi mengenai pestisida

(33)

rata-rata bersumber dari media elektronik dan pengalaman orang lain, hal ini sejalan dengan Nafis (2009) sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai pestisida untuk mengendalikan hama permukiman rata-rata bersumber dari televisi dan pengalaman. Sumber informasi tersebut diduga memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Berbagai sarana informasi dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk pengendalian, seperti supplier pestisida, tetangga, teman, toko, televisi, petugas kesehatan, majalah atau brosur dan pengalaman (Nafis 2009).

Upaya pengendalian dengan menggunakan pestisida memiliki proporsi yang cukup tinggi karena dinilai efektif untuk mengendalikan hama permukiman. Keefektifan dari penggunaan pestisida yang digunakan pada kedua lokasi menunjukkan persentase yang tinggi yaitu 93% untuk Surabaya dan 90% untuk Jakarta. Keefektifan ini terlihat dari tidak adanya gangguan yang dirasakan dan terlihatnya serangga atau organisme sasaran yang mati setelah menggunakan pestisida.

Tingginya tindakan penggunaan pestisida rumah tangga untuk pengendalian hama permukiman pada kedua lokasi dapat dipengaruhi oleh sikap yang dimiliki responden, karena sikap dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Sikap terhadap pestisida rumah tangga oleh responden Jakarta adalah pestisida efektif untuk pengendalian hama permukiman dan merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap kepedulian terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida terhadap lingkungan dan manusia dinilai kurang, karena berdasarkan hasil survei persentase yang diperoleh cukup rendah. Namun, untuk responden Surabaya sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga adalah penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai kurang efektif, selain itu pestisida bukanlah pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman. Sedang, untuk kepedulian terhadap dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan dan manusia responden Surabaya lebih tinggi dibanding dengan responden Jakarta. Hal ini disebabkan responden Surabaya lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida, karena responden pada umumnya sebelum menggunakan pestisida dilakukan upaya pengendalian dengan cara fisik-mekanis atau menggunakan

(34)

perangkap. Sehingga tingkat penggunaan pestisida di Surabaya lebih rendah dibanding dengan di Jakarta.

Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan seseorang, sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan seseorang terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Pembentukan sikap konsumen seringkali menggambarkan hubungan kepercayaan, sikap, dan perilaku (Sumarwan 2005). Selain itu, sikap memiliki beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan pendorong-pendorong perilaku pada diri manusia. Ciri-ciri tersebut adalah sikap tidak dibawa sejak lahir, sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap, sikap dapat tertuju pada suatu objek saja tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek, sikap itu dapat berlangsung lama atau sementara (Purwanto 1998).

Pengetahuan (knowledge) adalah semua keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang dari pengalaman atau pendidikan, secara teori atau praktek untuk memahami suatu subjek (Sarwono 1999). Pengetahuan terhadap pestisida baik pengertian dan jenis pestisida, pada kedua lokasi memiliki nilai persentase yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui dan memahami tentang pestisida. Responden Jakarta memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibanding dengan responden Surabaya. Tingginya pengetahuan yang dimiliki responden tidak sejalan dengan tindakan dan sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga. Jakarta memiliki persentase pengetahuan yang lebih tinggi namun, tindakan penggunaannya juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap tindakan penggunaan pestisida. Sedang untuk sikap, dengan pengetahuan yang dimiliki responden pada kedua lokasi berpendapat bahwa pestisida merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap tersebut yang cenderung berpengaruh terhadap tingginya tingkat penggunaan pestisida di permukiman.

Secara umum pengetahuan di Jakarta lebih baik dibanding dengan di Surabaya, sedang sikap terhadap penggunaan pestisida responden di Jakarta sebagian besar beranggapan bahwa pestisida merupakan pilihan utama dan efektif

(35)

untuk pengendalian hama permukiman di perumahan. Hal ini berbeda dengan responden di Surabaya yang beranggapan bahwa pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia apabila penggunaannya tidak sesuai dengan anjuran. Hal ini terlihat dari tindakan penggunaan pestisida yaitu responden di Jakarta lebih tinggi dibanding dengan di Surabaya. Melihat hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingginya pengetahuan yang dimiliki tidak mempengaruhi untuk tetap menggunakan pestisida rumah tangga di rumah. Hal tersebut dikarenakan responden menginginkan sesuatu yang praktis dan cepat memberikan hasil. Selain itu, dikarenakan kesibukan yang mengharuskan responden memilih cara cepat untuk menyelesaikan masalah yang tidak membutuhkan waktu lama serta keahlian khusus dan permasalahan dapat terselesaikan. Namun dengan mengambil langkah tersebut tidak terpikirkan dampak atau resiko yang akan diperoleh di masa mendatang.

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang diuji dengan uji khi-kuadrat. Uji ini digunakan untuk mengetahui asosiasi proporsi antara karakteristik dengan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam penggunaan pestisida rumah tangga (Walpole 1992). Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan karakteristik usia memiliki asosiasi atau berpengaruh dengan pengetahuan pestisida dalam hal ini adalah pengertian dan jenis pestisida. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya usia seseorang maka pengetahuan serta wawasannya akan semakin meningkat. Hal ini berbeda dengan sikap dan tindakan, karakteristik usia tidak berpengaruh dengan tindakan serta sikap bahwa pestisida efektif dan merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sebagian besar usia di bawah 40 tahun memiliki sikap bahwa pestisida efektif dan menjadi pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman di perumahan. Sikap yang diambil dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan, hal ini terlihat dari sikap yang dimiliki mempengaruhi responden untuk menggunakan pestisida sebagai pengendalian. Berbeda dengan sikap bahwa pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia, berdasarkan hasil uji terdapat adanya asosiasi atau berpengaruh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka kepedulian terhadap lingkungan dan manusia juga semakin meningkat, responden beralasan karena dengan

(36)

menggunakan pestisida dapat mengganggu kesehatan. Menurut Wahyuningsih (2007) berdasarkan hasil survei di wilayah Surakarta dampak negatif penggunaan pestisida rumah tangga terhadap kesehatan masyarakat adalah sekitar 62% mengalami gangguan pernafasan, 52% mengalami batuk, 18% sakit kepala dan 3% bintik-bintik pada kulit (Nafis 2009).

Hasil uji khi-kuadrat menunjukkan tidak adanya pengaruh atau asosiasi antara pendidikan dengan pengetahuan serta tindakan penggunaan pestisida, tetapi dari Gambar 12 terlihat adanya kecenderungan peningkatan pengetahuan dengan semakin meningkatnya pendidikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya pendidikan belum tentu mengetahui dan memahami tentang pengertian dan jenis dari pestisida karena terdapat beberapa responden yang mengetahui pestisida rumah tangga dari kebiasaan atau ikut-ikutan. Lain halnya dengan tindakan, berdasarkan Gambar 12 dengan semakin meningkatnya pendidikan terdapat kecenderungan penurunan penggunaan pestisida. Hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan maka sikap kepedulian terhadap lingkungan dan manusia dalam penggunaan pestisida juga akan semakin meningkat. Selain itu, mereka juga akan memikirkan hal lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tanpa menggunakan bahan kimia, sehingga penggunaan bahan kimia atau pestisida bukan suatu hal utama dalam upaya pengendalian. Ini menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pengggunaan pestisida rumah tangga di perumahan.

Tingginya penggunaan pada responden dengan tingkat pendidikan SD kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan akan resiko yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan pestisida di dalam ataupun di luar rumah tetapi tidak sesuai dengan anjuran.

Karakteristik pekerjaan tidak dapat dilakukan uji khi-kuadrat karena jenis pekerjaan tidak terdapat jenjang yang jelas. Namun menurut Handayasari (2008) jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, contohnya pengambilan keputusan penggunaan pestisida untuk pengendalian berdasarkan jenis pekerjaan dapat dikarenakan pengalaman orang lain atau karena faktor kebiasaan yang sudah ada. Berdasarkan hasil survei jenis pekerjaan pegawai negeri, pegawai

(37)

swasta dan wiraswasta memiliki pengetahuan yang cukup tinggi dibanding dengan jenis pekerjaan yang lain. Sebagian besar responden yang memiliki sikap bahwa pestisida adalah pilihan utama dan efektif untuk pengendalian adalah responden yang bekerja sebagai nelayan, pegawai negeri dan wiraswasta. Hasil yang sama juga diperoleh untuk tindakan penggunaan pestisida.

Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang berasosiasi dengan pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga. Ini memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan yang diperoleh maka tingkat pengetahuannya juga meningkat. Hasil tersebut memperlihatkan pula, bahwa pestisida merupakan pilihan utama pengendalian dan efektif untuk mengendalikan hama permukiman, tetapi mereka juga berpendapat bahwa pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia, sehingga perlu memperhatikan anjuran atau cara penggunaan yang benar. Responden dengan pendapatan tinggi memilih menggunakan pestisida dikarenakan penggunaannya yang mudah dan cepat memberikan hasil, sedangkan responden yang berpendapatan rendah memilih menggunakan pestisida dikarenakan mudah diperoleh dan harganya yang terjangkau. Pendapatan rumah tangga adalah penjumlahan antara upah atau gaji, keuntungan usaha dan penerimaan lainnya, tetapi disini pendapatan rumah tangga merupakan gabungan dari seluruh upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga yang bekerja, ditambah seluruh keuntungan dari usaha dan penerimaan lainnya yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga yang bersangkutan (Badan Pusat Statistik 2006). Jumlah pendapatan dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya daya beli seseorang (Handayasari 2008). Pada umumnya penduduk perkotaan membelanjakan sebagian besar uangnya untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan, salah satunya adalah untuk membeli obat pembasmi hama permukiman (Badan Pusat Statistik 2006). Alasan-alasan tersebut dapat menjadi salah satu faktor penyebab penggunaan pestisida tinggi di kedua lokasi survei. Tingkat pendidikan, pendapatan, usia dan pekerjaan responden sangat mempengaruhi pengetahuan, sikap serta tindakan mereka mengenai penggunaan pestisida rumah tangga dan resiko yang ditimbulkan. Namun demikian, hal tersebut tidak mempengaruhi keputusan responden untuk tetap

(38)

menggunakan pestisida sebagai cara pengendalian hama permukiman di perumahan.

Secara umum, tindakan penggunaan pestisida tidak dipengaruhi oleh pendidikan dan usia melainkan hanya dipengaruhi oleh pendapatan. Hal ini dikarenakan pestisida merupakan suatu kebutuhan dan karena kelebihan yang ditawarkan. Tingginya pendidikan tidak mempengaruhi tindakan penggunaan karena responden lebih menyukai sesuatu hal yang instant, praktis dan cepat memberikan hasil. Sedang untuk pendapatan mempengaruhi tindakan penggunaan karena harga yang terjangkau dan mudah diperoleh, sehingga responden lebih memilih menggunakan pestisida untuk pengendalian. Sikap dipengaruhi oleh pendidikan dan pendapatan, hal ini memperlihatkan bahwa tingginya pendidikan mempengaruhi sikap terhadap penggunaan pestisida. Tingginya pendidikan diharapkan memiliki sikap yang lebih bijaksana terhadap penggunaan pestisida. Namun berdasarkan hasil yang diperoleh, responden lebih memilih menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman, karena responden berpendapat bahwa pestisida sebagai pilihan utama. Pengetahuan dipengaruhi oleh usia, pendidikan dan pendapatan. Semakin tinggi tingkatan karakteristik tersebut, pengetahuan serta wawasannya juga semakin meningkat. Namun, hal ini tidak sejalan dengan kenyataan di lapang yaitu, dengan tingginya pengetahuan tindakan penggunaan pestisida tetap tinggi. Pengetahuan dan sikap merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan, namun hal tersebut tidak mempengaruhi responden untuk tetap menggunakan pestisida sebagai upaya pengendalian hama permukiman karena pestisida sudah menjadi suatu kebutuhan.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik responden dan hasil uji dua proporsi
Tabel 2  Jenis hewan pengganggu di permukiman
Tabel 3  Pengendalian yang dilakukan responden pada kedua lokasi penelitian
Gambar 4  Karakteristik pendapatan dengan tindakan penggunaan pestisida pada  kedua lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sudaryanto mengungkapakan “Di samping perekaman itu, dapat pula dilakukan pecatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi” (Sudaryanto, 1993 :135),

Dari Analisis Lingkungan Eksternal dapat diidentifikasi faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan sentra industri dan perdagangan di Kota Bandung

Tikus yang diinduksi bising dengan intensitas 90-95 dB selama 8 jam sehari dalam jangka waktu 12 hari kemudian pada hari ke-13 sampai hari ke-19 tidak diberikan perlakuan

dengan warga negara mayoritas muslim, tentunya menjadi tolak ukur tersendiri bagi pelaku usaha dalam memproduksi produk yang halal dan boleh dikonsumsi sesuai dengan syar’i, oleh

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang dipengaruhi banjir rob adalah dengan memilih bibit padi yang dapat beradaptasi

Alat- dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk temulawak instan, gula halus, soda kue, asam sitrat, kandang ayam, sekam, sekat, feeder, drinker, brooder,

Universitas Muhammadiyah Pruworejo, Vol.. menyaksikan upacara tersebut, penulis baru bisa memberikan kesimpulan bahwa upacara tersebut adalah upacara adat pernikahan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi pola sebaran spasial dan pola pencampuran lahan yang ada di Kota Makassar, (2) Menganalisis pengaruh pola spasial