• Tidak ada hasil yang ditemukan

0,04 Untuk hubungan sikap ibu terhadap status gizi dengan pola makan konsumsi

5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Konsumsi Energi dan Protein

Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.12. dan tabel. 4.13 terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan dimana p = 0,004 (p < 0,05) artinya adanya hubungan pengetahuan ibu dengan konsumsi energi anak, dan pengetahuan ibu dengan konsumsi protein terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,015 (p <0,05) artinya terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan pola makan konsumsi protein anak.

Hubungan pengetahuan ibu dengan Konsumsi Energi ada hubungan, berarti jumlah karbohidrat yang dikonsumsi anak sudah terpenuhi dalam kebutuhan sehari-hari, terlihat bahwa ibu sudah mampu membujuk anaknya untuk makan, dan ibu memberi anaknya makan 3 x sehari dengan jumlah/porsi yang dibutuhkan anak dalam satu hari juga ibu telah mengetahui jenis makanan yang memiliki karbohidrat, seperti nasi, mie, teh manis dan olahannya

Hal ini dapat dilihat bahwa ibu mulai memikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan selera anak agar mau makan, bukan membiarkan anak tidak makan sama sekali, ibu juga sudah mulai faham membuat makanan beragam agar dapat meningkatkan nafsu makan anaknya.

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan, fisiologis lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan fisikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga akan

menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang. Tinggi rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan bahan makanan, (Sediaoetama, 2010).

Konsumsi makan yang baik selalu mengacu kepada gizi seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh anak. Tidak diragukan, terdapat enam unsur zat gizi yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, protein dan lemak merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh (Muliarni, 2010).

Situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan, ada anak yang diberi makan secara teratur setiap hari, makan pada tempat yang nyaman, dan anak makan dengan tertib. Sebaliknya ada pula anak yang diberi makan semaunya, sambil jalan-jalan, sambil bermain-main, dan tergantung kepada pengawasan ibu atau pengasuh. Akibatnya anak akan terbiasa sulit untuk makan, berhamburan, atau akan banyak makanan yang tidak dihabiskan. Situasi inilah yang membuat status gizi anak di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu tidak terpenuhi, disamping penghasilan ibu yang sangat minim dan jumlah anak paling banyak memiliki 4 orang dalam satu keluarga .

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bauman (1961) dan Koos(1954) (dalam Friedman, 1998), mengemukakan bahwa semakin terdidik keluarga maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang kesehatan. Hal lain juga

44

yang turut berpengaruh aktif atau tidaknya keluarga untuk datang memantau balitanya yaitu faktor fisik, mental, dan pola makan balita.

Berdasarkan hasil penelitian yaitu status gizi balita dengan KEP sebanyak 38 balita (46,34%) berada pada usia 12-24 bulan . Hal ini menunjukkan pada umur 1-2 tahun merupakan keadaan rawan gizi. Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa Adisasmito (2007).

Menurut Markum (1999) pada usia 1-3 tahun kebiasaan anak mulai terbentuk,kebiasaan makan keluarga mulai ditelaah untuk mengevaluasi cukup atau tidaknya nutrient dalam hidangan, kesulitan makan umumnya terletak pada nak 2-5 tahun akibat kesalahan ibu dalam pemberian makanan selama masa bayi, ketegangan saat makan, waktu makan yang terlalu pendek, atau makanan yang kurang disukai karena bentuknya yang tidak menarik. Kemudian Markum (1999) juga menjelaskan bahwa pada anak usia 1-3 tahun merupakan angka kejadian tertinggi untuk KEP dan devisiensi vitamin A, pada umur ini anak biasanya mulai disapih tetapi belum mengenal makanan sehari-hari, selain itu pertumbuhan dan perkembangan otak masih berlangsung pada kelompok umur ini.

5.2. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Status Gizi dengan Konsumsi Energi Anak Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.14. dan tabel. 4.15 terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,04 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan sikap ibu dengan konsumsi energi anak, sama halanya dengan sikap ibu

dengan konsumsi protein terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,042 (p <0,05) artinya terdapat hubungan sikap ibu dengan konsumsi protein anak.

Sebahagian ibu telah dapat menyikapi bagaimana caranya untuk menyenangi anak, sehingga ibu sudah faham untuk mengolah makanan sesuai selera anak, juga memiliki nilai gizi yang seimbang. Sehingga anakpun mendapatkan perlakuan dalam pemberian konsumsi yang benar. Maka sikap ibu dengan status gizi Konsumsi Energi serta status gizi Konsumsi Protein mendapatkan respon anaknya sehingga Konsumsi Energi dan Protein terpenuhi untuk anak tersebut

Sikap merupakan bahasan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas. Sikap juga merupakan kecendrungan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi objek tersebut. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).

Secara teori menurut Husaini (2007) menjelaskan bahwa budaya juga mempengaruhi bagaimana cara memberi makan kepada anak. Ada budaya yang mengharuskan orangtua mengontrol makanan anak sering memaksa anak makan. Dengan keadan yang terjadi di pemukiman sepanjang rel kereta api di kelurahan Gaharu cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak takut makan atau sebaliknya makan banyak sehingga kegemukan. Sikap yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yangimal. Agar orang tua mampu melakukan fungsinya dengan baik, maka perlu memahami tingkatan perkembangan anak, menilai pertumbuhan atau perkembangan anaknya dan mempunyai motivasi yang kuat untuk

46

memajukan tumbuh kembang anak, serta mempunyai pengetehuan yang cukup mengenai tumbuh kembang anak

Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2007) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna pada sikap memmbang anak, serta mempunyai pengetahuan cukup mengenai tumbuh kembang anak.beri makan dengan status gizi. Sejalan dengan teori menurut Jellife (1994) faktor yang mempengaruhi status gizi anak, diantaranya adalah faktor eksternal yang 6 meliputi keadaan infeksi, konsumsi makanan, kebudayaan, sosial ekonomi, produksi pangan, sarana kesehatan serta pendidikan kesehatan.

5.3. Hubungan Konsumsi Energi dam Protein Pada Anak dengan Status Gizi Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.16. dan tabel. 4.17 terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,028 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan konsumsi energi anak dengan status gizi anak, demikian juga antara konsumsi protein dengan status gizi anak mempunyai hubungan, dimana p = 0,029 (p < 0,05) artinya terdapat adanya hubungan konsumsi protein dengan status gizi anak balita.

Hal ini dapat menunjukkan bahwa ibu mengetahui kegunaan dari konsumsi energi protein . Energi dibutuhkan tubuh anak sesuai umur, jenis kelamin dan kondisi jaringan tubuhnya, sama halnya dengan kebutuhan protein. Faktor penentu kebutuhan protein yang spesifik adalah pertumbuhan. Anak di usia 12-59 bulan seperti yang diteliti di pemukiuman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur dapat dikatakan pertumbuhan yang membutuhkan protein lebih tinggi

dibanding orang dewasa. Secara umum kebutuhan protein adalah 1 gram per kilogram berat badan

Status gizi dapat diketahui dengan berbagai macam cara. Menurut Supariasa (2001) status gizi dapat diukur dengan dua cara yaitu secara langsung yang meliputi pemeriksaan antropometri, klinis, dan biokimia dan secara tidak langsung yaitu melalui survei konsumsi makanan, statistpaling sering digunakan dan mudah untuk dilakukan yaitu penilaian secara antropometri, salah satu cara yaitu dengan membandingkan antara berat badan dengan umur, yang menurut Supariasa (2001) merupakan cara yang cukup efisien.ik vital, dan ekologi. Metode yang

Menurut WHO (dalam Rumida, 2009), ketidakseimbangan asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertumbuhan berat badan. Selain itu kapasitas penyimpanan makro nutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebih dapat dipastikan akan dioksidasi, sedangkan karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glukogen hanya dalam jumlah kecil. Bila konsumsi energi berlebih, maka sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh.

Kebiasaan makan anak sekarang ini kurang baik seperti makan apapun asal kenyang, ataupun makan sekedar untuk bersosialisasi, demi kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Unsur-unsur gizi pada makanan yang dikonsumsi kurang diperhatikan, sebab saat memilih makanan anak lebih mementingkan kesenangan.

Kondisi gizi seseorang, baik kekurangan dan kelebihan, sangat tergantung pada asupan makanan atau zat gizi yang masuk kedalam tubuh. Status gizi yang baik

48

dapat terwujud apabila makanan yang dikonsumsi tergolong cukup, baik dari segi jumlah, mutu, maupun keragaman serta tidak terdapat infeksi penyakit (Aritonang, 2004).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Astuti (1998) yang menyatakan bahwa konsumsi makan yang mempengaruhi status gizi (RP = 5,77). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Aritonang (2004) yang menyatakan adanya hubungan yang nyata (p < 0,05) antara konsumsi pangan dengan status gizi.

Dalam penelitian ini kondisi kesakitan dijadikan kriteria pemilihan sampel, dimana syarat untuk menjadikan sampel penelitian ini adalah setiap siswa-siswi yang berada dalam kondisi sehat pada saat penelitian berlangsung.

Penjelasan lain yang dapat diberikan adalah adanya kemungkinan riwayat penyakit yang dialami oleh ibu dalam rentang waktu yang berdekatan dengan waktu penelitian yang diadakan, yang pada saat penelitian berlangsung dinyatakan sudah sembuh.

Dokumen terkait