• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.6 Hubungan penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak pada

Penggunaan APD dikategorikan menjadi Memakai APD dan Tidak memakai APD, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan, hampir semua pekerja tidak memakai APD hal ini mungkin dikarenakan pekerja yang kurang peduli terhadap keselamatan dalam bekerja, dan ditambahkan kurang nya pengetahuan terhadap APD itu sendiri, berdasarkan fakta dilapangan pemilik usaha mengatakan bahwa pekerja yang bekerja di pabrik tahu nya tidak perlu memakai APD karena tidak pernah terjadi kecelakaan kerja di pabrik nya dan tidak ada efek langsung yang dirasakan pekerja apabila tidak memakai APD.

Berdasarkan tabel hasil penelitian, bahwa pekerja yang memakai APD mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 2 orang sedangkan pekerja yang tidak memakai APD mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 17 orang. Hasil analisis bivariat nilai p-value 0,076 ini berarti bahwa penggunaan APD tidak berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

Penggunaan APD memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Gejala Dermatitis Kontak karena APD adalah alat pelindung dari potensi-potensi bahaya ditempat kerja salah satunya agar terhindar dari kontak langsung dengan limbah cair di pabrik tahu yang dapat menyebabkan Gejala Dermatitis Kontak, hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Lestari dan Utomo (2007) bahwa jika pekerja atau tenaga kerja tidak memakai alat pelindung diri maka kulit menjadi tidak terlindungi dan lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen.

5.7 Hubungan Personal Hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan hasil penelitian, hampir semua Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia memiliki Personal hygiene yang buruk, dari total 32 orang pekerja hanya 12 orang pekerja saja yang memiliki Personal hygiene yang baik, 20 orang pekerja lainnya lebih memilih langsung mandi setelah selesai melakukan pekerjaan dibandingkan mencuci tangan menggunakan sabun. Pekerja yang Personal hygiene nya baik, mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 2 orang saja, sedangkan pekerja yang Personal Hygiene nya buruk, mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 17 orang dari total 32 orang pekerja.

Berdasarkan hasil analisis bivariat yang dilakukan nilai p-value = 0,000 < 0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara Personal Hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak. Pekerja yang memiliki personal hygiene yang baik lebih sedikit mengalami Gejala Dermatitis Kontak dibandingkan dengan pekerja

76

karena pekerja yang memiliki pengetahuan rendah terhadap personal hygiene akan beresiko mengalami Dermatitis Kontak.

Peneliti berasumsi bahwa penyebab banyak nya pekerja yang memiliki personal hygiene yang buruk dikarenakan tidak tersedia nya fasilitas tempat cuci tangan dengan air bersih dan sabun, sehingga pekerja lebih memilih cuci tangan hanya membilas dengan air saja, apabila personal hygiene buruk maka bahan kimia yang menempel dikulit akan semakin lama kontak dengan kulit akibatnya kulit menjadi lebih beresiko terkena Gejala Dermatitis seperti gatal, panas, kemerahan, bengkak, kulit kering dan pecah-pecah. kebiasaan mencuci tangan yang tidak sesuai dengan prosedur akan menyebabkan kontak bahan kimia terhadap kulit menjadi lebih lama sehingga dapat merugikan kulit (cohen, 1999).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat 19 orang pekerja Pabrik Tahu yang mengalami gejala dermatitis kontak.

2. Tidak ada hubungan yang bermakana antara faktor Usia, Lama Kerja, Masa Kerja, dan Penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis pada Pekerja Pabrik Tahu.

3. Ada hubungan yang bermakna antara faktor personal hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak dengan nilai p- value = 0,000 < 0,05.

6.2 Saran

1. Bagi Pekerja

a). Para pekerja memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dirinya selama bekerja dan menerapkan personal hygiene yang baik yaitu mencuci tangan dengan air dan sabun, pakaian kerja diganti setiap hari.

b). selama bekerja di pabrik tahu sebaiknya pekerja menghindari kontak langsung dengan limbah cair pabrik tahu dengan menggunakan APD yaitu sarung tangan.

78

2. Bagi Pemilik Pabrik tahu

a). pemilik pabrik tahu sebaiknya menyediakan fasilitas tempat cuci tangan yang memadai bagi para pekerja di pabrik tahu.

b). pemilik pabrik tahu sebaiknya menyediakan juga APD bagi para pekerjanya agar terhindar dari kontak langsung dengan limbah cair pabrik tahu sehingga pekerja terhindar dari penyakit kulit akibat kerja.

2.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun substansi alergen. Menurut Michael Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005).

Menurut Hayakawa Dermatitis Kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono Dermatitis Kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (Dermatitis Kontak iritan) (Hudyono, 2002). Dalam era Industrialisasi saat ini, terdapat kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri, yang merupakan substansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan kenaikan prevalensi Dermatitis Kontak.

28

Dermatitis Kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, asam, basa, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan Dermatitis Kontak

2.1.1 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis Kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibanding Dermatitis Kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada Dermatitis Kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kandang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksi nya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

Pada Dermatitis Kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitasi, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan

eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas, dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2011)

2. Fase Kronis

Pada Dermatitis Kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan Dermatitis Kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa berTahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Pada Dermatitis Kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan, walau bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

Dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat kontak berulang dengan zat kimia, dermatitis kronis menyebabkan kulit pada tangan terasa gatal, Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lepuhan-lepuhan yang terasa gatal timbul di telapak tangan dan pinggiran

30

jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak

Banyak hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan apa saja faktor Dermatitis Kontak. Dan semua pernyataan tersebut mengarah kepada dua kategori faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak yaitu direct cause/influence dan inderect cause/influence. Secara garis besar faktor tersebut antara lain adalah (Lestari dan Utomo, 2007) :

a. Direct cause (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan biologi

b. Inderect cause (penyebab tidak langsung) yaitu faktor genetik (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim.

1. Masa kerja

Masa kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak akibat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin sering terpajan dan kontak dengan bahan kimia penyebab dermatitis. Suma‟mur (2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit hingga bagian dalam dan semakin beresiko untuk terjadinya dermatitis (Fatma, 2007).

Hubungan Dermatitis Kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu :

a. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 Tahun lebih banyak menderita dermatitis daripada pekerja yang masa kerjanya <1.

b. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak dengan P value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥5 Tahun yaitu hanya 18,8%.

c. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤1 Tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masak kerjanya ≥ 2 Tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.

2. Personal Hygiene

Kebersihan perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit,

32

kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya Dermatitis Kontak antara lain :

a. Mencuci tangan

Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

b. Mencuci pakaian

Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju di campur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan ikut terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali.

Hubungan Personal Hygiene dengan Dermatitis Kontak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu :

 Penelitian Cahaya (2012) yang berjudul “Hubungan hygiene perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan keluhan gangguan kulit” yang menyatakan bahwa kebersihan kulit sehari -hari yang baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan yang tidak ada keluhan 19 responden (25,4).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Dermatitis Kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada.

4. Lama Kerja

Lama kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka semakin akan merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya Dermatitis Kontak akan semakin tinggi (Cohen,1999). Semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit maka penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam hingga menyebabkan reaksi peradangan/iritasi yang lebih berat.

34

2.2 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

DKI merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi non-imunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan akut. Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

Tabel 2.1

Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Sumber : Keefner, K.P. 2004 dalam Agung S. 2008. Dermatitis Kontak Swamedikasi

No. Bahan Iritan

1. Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

2. Basa kuat (Kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

3. Detergen

4. Resin epoksi

5. Etilen Oksida

6. Fiberglass

7. Minyak (lubrikan)

8. Pelarut pelarut organik

9. Agen oksidator

2.2.1 Epidemiologi

Dermatitis Kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan. Pada orang dewasa, DKI sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena DKI sering berkaitan dengan pekerjaan, muka dapat terkena oleh bahan yang menguap (Graham dan Brown,2005). Jumlah penderita DKI cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui, hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2011).

2.2.2 Etiologi

Dermatitis Kontak iritan muncul karena bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011).

Faktor lain yang mempengaruhi Dermatitis Kontak iritan : 1. Lama kontak

2. Kekerapan

3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan

5. Trauma fisis

36

2.2.3 Gejala Klinis 1. DKI Akut

Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkuras nya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan sel. Tipe reaksi nya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak, reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau cokelat.

Terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang parulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak untuk dermatitis kuat adalah asam dan basa keras yang sering digunakan dalam industri.

2. DKI Kronik

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau sebulan, bahkan bisa berTahun-Tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Graham dan Brown, 2005).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, dan skuama, lambat laun kulit tebal (Hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci

yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan pada penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita, setelah mengganggu baru mendapat perhatian.

2.2.4 Pengobatan DKI

1. Hindarkan sabun

2. Pakai sarung tangan kalau bekerja 3. Topikal : dapat diberikan Kortikosteroid.

4. Bila lesi akut (kulit bengkak dan basah), dapat diberikan dengan kompres dengan liquor Burowi 1:20 tiap dua jam sekali.

5. Kemudian dapat diberikan Kortikosteroid topikal ataupun sistemik.

2.3 Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis Kontak alergik (DKA) dapat terjadi karena kulit terpajan/berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen), penyakit ini timbul akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suatu alergen eksternal. Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat bereaksi sebagai alergen, tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah, beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali paparan bisa menyebabkan terjadinya sensitisasi. Yang sering menyebabkan Dermatitis Kontak iritan adalah nikel, colophony, bahan-bahan aditif karet, cat rambut, dan obat-obat

38

topikal baik sebagai bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham dan Brown, 2005)

Tabel 2.2

Alergen yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi

Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen

Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral

Garam Kromium

2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun

Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes

Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat

Pewangi 11,7 Sinamat, geraniol

Balsam peru 11,9 Pengobatan, salep antibiotik Neomisin

sulfat

13,1 aminoglikosida

Nikel sulfat 14,2 Perabot rumah tangga, koin spesies toxicodendron

Tanaman Tidak ditentukan

2.3.1 Manifestasi klinik

Secara umum, tingkat keparahan Dermatitis Kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga (Agung S, 2008) :

a). Dermatitis ringan

dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindung.

b). Dermatitis sedang

selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh.

c). Dermatitis berat

dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan, pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang segera, khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi ialah eosinofilia, serima,

40

multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis.

2.3.2 Diagnosis Dermatitis Kontak

Terdapat beberapa cara diagnosis Dermatitis Kontak, diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Anamnesis

Menurut siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut :

1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang

2. Jenis pekerjaan penderita

3. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya 4. Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama 5. Riwayat alergi penderita dan keluarganya

6. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan

7. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan

8. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai

9. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur

10. Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dan lain-lain

B. Pemeriksaan klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, lkenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperikas kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan.

D. Uji tempel

Dermatitis Kontak sebagian besar berbentuk Dermatitis Kontak alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab alergennya. Nahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan diuji diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan impermebel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis.

42

Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Hasil yang didapat akan berupa : 0 : bila tidak ada reaksi + : bila hanya eritema

++ : bila ada eritema dan papul

Dokumen terkait