• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KUESIONER

Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada

pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia 2015

1. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

2. Mohon kuesioner ini diisi dengan jujur

3. Segala jawaban yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. 4. Atas perhatian dan kerjasama ini saya ucapkan terima kasih.

I. Identitas Responden

Nama :

II. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis kontak.

PETUNJUK : Berilah tanda () pada jawaban yang paling sesuai

1. Usia : Tahun

2. Lama Kerja : Jam

3. Masa Kerja : Tahun

4. Alat Pelindung Diri yang digunakan (APD)

Apakah saat bekerja anda menggunakan APD (sarung tangan, sepatu boot) :

 Memakai APD

(2)

82

5. Personal Hygiene

a. Apakah anda mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah

melakukan pekerjaan : Ya

Tidak b. Apakah pakaian kerja anda diganti setiap hari :

Ya Tidak

6. Gejala dermatitis kontak

Apakah anda merasakan keluhan gejala dermatitis kontak

Gatal Ya Tidak

Panas Ya Tidak

Kemerahan Ya Tidak

Bengkak Ya Tidak

(3)
(4)
(5)

15 RC 35 2 8 1 2 2 2 1 1

16 ER 22 1 9 2 2 2 2 1 1

17 JN 21 1 9 2 2 2 1 1 1

18 JB 42 2 8 1 1 1 4 2 2

19 FR 19 1 8 1 2 2 2 1 1

20 JR 28 1 7 1 1 1 4 2 2

21 MN 35 2 8 1 2 2 3 2 1

22 RZ 41 2 8 1 2 2 5 2 1

23 TM 24 1 9 2 1 2 1 1 2

24 IR 32 2 8 1 2 1 2 1 2

25 TB 29 2 8 1 2 2 2 1 1

26 ML 40 2 7 1 2 2 5 2 1

27 JO 55 2 7 1 2 2 5 2 1

28 DN 46 2 8 1 1 1 3 2 2

(6)

86

30 PK 31 2 7 1 1 2 2 1 2

31 KT 21 1 10 2 2 2 1 1 1

32 NG 27 1 8 1 2 2 2 1 1

Keterangan :

Usia : Usia pekerja dalam bentuk ratio

Usiak : variabel usia dalam bentuk kategori 1 = “≤ 28 tahun”, 2 = “> 28 tahun” Lamakerja : lama kerja dalam bentuk ratio

Lamakerjak : variabel lama kerja dalam bentuk kategori 1 =”≤ 8 Jam”, 2 =” > 8 jam” Personalhygiene : personal hygiene dalam bentuk kategori 1 = Baik, 2 = Buruk

Penggunaan APD : penggunaan APD dalm bentuk kategori 1 = Memakai APD, 2 = Tidak Memakai APD Masakerja : masa kerja dalam bentuk ratio

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

92

Frequency Percent Valid Percent

(13)

31 1 3.1 3.1 62.5

32 1 3.1 3.1 65.6

35 4 12.5 12.5 78.1

40 1 3.1 3.1 81.3

41 1 3.1 3.1 84.4

42 1 3.1 3.1 87.5

43 1 3.1 3.1 90.6

46 1 3.1 3.1 93.8

55 2 6.3 6.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

Lama Kerja Responden (jam)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7 8 25.0 25.0 25.0

8 17 53.1 53.1 78.1

9 6 18.8 18.8 96.9

10 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Personal Hygiene Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 12 37.5 37.5 37.5

Buruk 20 62.5 62.5 100.0

(14)

94

Penggunaan APD Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ≤8 Jam 25 78.1 78.1 78.1

≥8 Jam 7 21.9 21.9 100.0

Masa Kerja Responden (Tahun)

Frequency Percent Valid Percent

(15)

Total 32 100.0 100.0

Masa Kerja (Kategori)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ≤ 2 Tahun 19 59.4 59.4 59.4

≥ 2 Tahun 13 40.6 40.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

Gejala Dermatitis Kontak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ada Gejala Dermatitis

Kontak 19 59.4 59.4 59.4

Tidak ada Gejala

Dermatitis Kontak 13 40.6 40.6 100.0

(16)

96

Usia Responden (Kategori) * Gejala Dermatitis Kontak Crosstabulation

(17)

% within Usia

Continuity Correctionb 1.029 1 .310

Likelihood Ratio 1.905 1 .168

Fisher's Exact Test .280 .155

Linear-by-Linear

Association 1.831 1 .176

N of Valid Cases 32

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.09. b. Computed only for a 2x2 table

(18)

98

Lama Kerja (Kategori) * Gejala Dermatitis Kontak Crosstabulation

Gejala Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 59.4% 40.6% 100.0%

Continuity Correctionb 1.369 1 .242

Likelihood Ratio 2.871 1 .090

Fisher's Exact Test .195 .120

Linear-by-Linear

Association 2.496 1 .114

(19)

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.84.

b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Masa Kerja (Kategori) * Gejala Dermatitis Kontak Crosstabulation

(20)

100

Continuity Correctionb .798 1 .372

Likelihood Ratio 1.586 1 .208

Fisher's Exact Test .281 .186

Linear-by-Linear

Association 1.537 1 .215

N of Valid Cases 32

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.28. b. Computed only for a 2x2 table

(21)

Personal Hygiene Responden * Gejala Dermatitis Kontak Crosstabulation

Dermatitis Kontak 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 59.4% 40.6% 100.0%

Continuity Correctionb 11.824 1 .001

Likelihood Ratio 15.508 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

(22)

102

N of Valid Cases 32

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.88. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Penggunaan APD Responden * Gejala Dermatitis Kontak Crosstabulation

(23)

Total Count 19 13 32 % within

Penggunaan APD Responden

59.4% 40.6% 100.0%

% within Gejala Dermatitis Kontak

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 59.4% 40.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 3.525a 1 .060

Continuity Correctionb 2.080 1 .149

Likelihood Ratio 3.510 1 .061

Fisher's Exact Test .091 .076

Linear-by-Linear

Association 3.414 1 .065

N of Valid Cases 32

(24)

79

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, A.B. 2004, Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri. Cetakan pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Cahaya, I. 2012. Hubungan Hygiene Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Gangguan Kulit. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Cohen. D.E. 1999. Occupational Dermatosis. Handbook Of Occupational Safety and Health. Second Edition. Canada.

Clevere. S, Ari. Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan: pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.

Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta: EGC.

Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV.F. Lhoksumawe. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Graham, R. Brown. Burns, T. 2005. Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Harrianto, R. 2013. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

Hudyono, J. 2002. Dermatosis Akibat Kerja. Majalah Kedokteran Indonesia. HSE UK. 2004. Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note

MS 24. Second Edition. Norwich. England.

Indrawan, I.A. Suwondo, A. Lestantyo. D., 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Bagian Premix Di PT. X Cirebon. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 2, No. 2

Kabulrachman, 2003, Penyakit Kulit Alergi, Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.

Kosasih, A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.

Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993.

Lestari, F. Utomo, H.S. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Pantja Press Industri. Jurnal. Makara. Kesehatan. Vol.11. No.2. Desember 2007: 61-68.

(25)

Nuraga, W. Lestari, F. Kurniawidjaja, L.M. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahaya Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara, Kesehatan, Vol.12, No.2 Hal. 63-70.

Orton, D.I, Wilkinson, J.D. 2004. Cosmetic allergy: Incidence, Diagnosis and Management. Am J Clin Dermatol. 5(5): 327-337

Siregar, R.S. 2006, Saripati Penyakit Kulit Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soedirman. 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Penerbit Erlangga.

Ridley, J. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Suma‟mur. 20014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Sagung Seto.

Sucipta, C. 2008, Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan, Denpasar: http://citrajourney.wordpress.com diakses 20 Agustus 2015.

Trihapsoro, I. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik, Skripsi, Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wibowo, A. 2014,Metodologi Penelitian Praktis Bidang kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Rajawali Pers.

(26)

52 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi cross sectional (potong lintang). Pada penelitian cross sectional atau potong lintang

variabel-variabel yang diteliti ditimpakan sekali saja pada sejumlah subyek yang menjadi sampel penelitian dan kemudian dilihat hubungan antar variabel nya hanya berdasar satu kali pengamatan saja (Wibowo, 2014).

3.2 Lokasi Penelitian

Pabrik tahu sumedang di jl. Langgar lk. 3 No 29A Kecamatan Medan Polonia.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dlikakukan pada bulan Desember sampai dengan bulan Januari Tahun 2016.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di 2 tempat pabrik tahu sumedang di kecamatan Medan Polonia yang berjumlah 32 orang.

3.4.2 Sampel

(27)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner diisi oleh peneliti berdasarkan jawaban yang diberikan responden, kuesioner yang digunakan oleh peneliti telah digunakan pada penelitian sebelumnya.

3.6 Variabel dan Defenisi Operasional

3.6.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari :

1. Variabel independen adalah : Usia, lama kerja, masa kerja, Penggunaan APD, Personal hygiene.

2. Variabel dependen adalah Gejala Dermatitis Kontak.

3.6.2 Defenisi Operasional

Berikut defenisi operasional yang digunakan pada saat penelitian di pabrik tahu sumedang Kecamatan Medan Polonia :

1. Usia adalah umur (Tahun) Pekerja Pabrik Tahuterhitung dari lahir sampai waktu pengambilan data dilakukan.

2. Lama kerja adalah lamanya (jam) Pekerja Pabrik Tahubekerja dalam satu hari

3. Masa kerja adalah lamanya (Tahun) pekerja bekerja di pabrik tahu 4. Alat Pelindung Diri (APD) adalah perlengkapan yang digunakan

(28)

54

5. Personal Hygiene adalah kebersihan diri pada saat bekerja di pabrik, yaitu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah melakukan pekerjaan, pakaian bersih dari sisa bahan kimia dan kotoran, pakaian di cuci setelah melakukan pekerjaan dan mengganti pakaian kerja setiap hari.

6. Gejala Dermatitis Kontak adalah gejala subyektif yang dirasakan Pekerja Pabrik Tahu pada tangan nya, pada kondisi awal gejala umum terjadi seperti panas pada telapak tangan, gatal, kemerahan, bengkak. Dan pada tingkat yang lebih parah gejala akan bertambah seperti penebalan pada kulit, kulit kering dan pecah-pecah (Djuanda, 2011)

3.7 Metode Pengukuran Data

1) Usia di analisis terlebih dahulu secara ratio dan dibuat menjadi data

berkelompok (≤ Median, > Median).

2) Lama Kerja di analisis terlebih dahulu secara ratio dan dibuat menjadi data berkelompok (≤ median, > median).

3) Masa kerja di analisis terlebih dahulu secara ratio dan dibuat menjadi data

berkelompok (≤ Median, Median >).

4) Penggunaan APD diukur dengan memakai APD jika pekerja menggunakan sarung tangan dan sepatu boot. Tidak memakai APD : apabila hanya memakai sarung tangan atau sepatu boot saja.

(29)

kerja diganti setiap hari. Dikatakan kurang baik apabila pekerja di pabrik tahu tidak melakukan salah satu dari mecuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah melakukan pekerjaan, dan pakaian kerja diganti setiap hari. 6) Gejala Dermatitis Kontak adalah gejala subyektif yang dirasakan pekerja,

Gejala Dermatitis dinyatakan ada apabila pekerja merasakan salah satu keluhan seperti panas, gatal, bengkak, kemerahan, kulit kering dan pecah-pecah. dan dinyatakan Tidak apabila pekerja tidak merasakan salah satu gejalanya.

Tabel 3.1 Aspek pengukuran variabel penelitian

Variabel Keterangan Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

(30)

56 pengklasifikasian melalui berbagai tahapan sebagai berikut :

1. Editing : melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi pada kuesioner

2. Coding : mengubah data kuesioner dalam bentuk kode-kode

3. Processing : mempercepat data agar dapat dilakukan analisa dengan cara entry data ke dalam aplikasi komputer 4. Analysis : melakukan analisa terhadap hasil pemrosesan data,

(31)

Analisa data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data diberi kode dan dimasukkan (entry), kemudian data dianalisis dengan menggunakan software komputer SPSS Statistic V.22, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

3.8.2 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel yang diamati. Hasilnya berupa distribusi dan persentase dari setiap variable yang disajikan dalam bentuk tabel serta diberikan penjelasan.

Pada analisis univariat, peneliti melakukan pengukuran pada variabel independent dengan menggunakan kuesioner yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak yaitu faktor usia dengan hasil ukur (≤ median, > median),lama

kerja dengan hasil ukur (≤ median, > median), masa kerja (≤ median, > median), penggunaan APD saat bekerja (Memakai APD, Tidak memakai APD), personal Hygiene (Baik, Buruk),

3.8.3 Analisis Bivariat

(32)

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Polonia merupakan salah satu dari 21 kecamatan di Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Polonia berbatasan dengan Medan Baru di sebelah barat, Medan Maimun di timur, Medan Johor di selatan, dan Medan Petisah di utara. Pada Tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 46.316 jiwa, luas wilayah nya adalah 9,01 km2 dan kepadatan penduduknya adalah 5.140,51 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti : Batak, Tionghoa, Minang, Aceh, dan Jawa sedangkan suku asli suku Melayu Deli 20% saja.

Pabrik Tahu Sumedang yang merupakan tempat penelitian ini terdapat di Jalan Langgar, LK.3 No. 29A, Kecamatan Medan Polonia, Pemilik usaha tahu ini yaitu bapak Ponimin, pabrik tahu ini memproduksi rata-rata 600 papan Tahu per hari dari 1 ton kedelai untuk di pasarkan di daerah Medan dan Sekitar nya. Pabrik Tahu Sumedang ini mulai berdiri pada Tahun 2000 dengan total karyawan hanya 5 orang saja. Pada awal berdiri, pabrik tahu ini hanya mampu memproduksi sedikitnya 50 Kg – 100 Kg Kedelai. Namun karena semakin banyak nya permintaan konsumen, sekarang Pabrik Tahu ini telah memperkerjakan total 32 karyawan yang mampu memproduksi 600 papan Tahu setiap harinya.

4.2 Hasil Analisis Univariat

(33)

Medan Polonia. Faktor-faktor tersebut antara lain umur, lama kerja, masa kerja, penggunaan APD, personal hygiene.

4.2.1 Usia Responden

Usia Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Usia responden pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Usia (Tahun) N %

≤ 28

> 28

17 15

53,1 46,9

Total 32 100

Berdasarkan tabel diatas, bahwa usia Pekerja Pabrik Tahuyang paling

(34)

60

4.2.2 Lama Kerja Responden

Lama kerja Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Lama Kerja responden pada Pekerja Pabrik Tahu

Dari tabel diatas, diketahui bahwa lama kerja Pekerja Pabrik Tahu dengan

lama kerja ≤ 8 Jam sebanyak 25 orang (78,1%) dan lama kerja > 8 jam sebanyak 7

orang (21,9%).

4.2.3 Masa Kerja Responden

Masa kerja pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(35)

4.2.4 Penggunaan APD Responden

Penggunaan APD pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan APD responden pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Penggunaan APD N % adalah sebanyak 7 (21,9%) orang dan pekerja yang Tidak Memakai APD adalah sebanyak 25 (78,1%) orang pekerja.

4.2.5 Personal Hygiene Responden

Personal hygiene pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

dapat dilihat pada tabel berikut :

(36)

62

Dari tabel diatas, diketahui bahwa personal hygiene Pekerja Pabrik Tahuyang baik hanya 12 orang (78,1%) sedangkan personal hygiene yang buruk berjumlah 20 orang (21,9%).

4.2.6 Gejala Dermatitis Kontak

Gejala Dermatitis Kontak yang dirasakan Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Gejala Dermatitis N %

Ada Tidak Ada

19 13

59,4 40,6

Total 32 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja yang merasakan Gejala Dermatitis Kontak adalah sebanyak 19 orang (59,4%) sedangkan yang tidak merasakan Gejala Dermatitis adalah sebanyak 13 orang (40,6%).

4.3 Hasil Uji Bivariat

(37)

4.3.1 Hubungan Usia dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Hubungan antara Usia pekerja dengan Gejala Dermatitis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Hasil Uji Tabulasi Silang usia dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas, dapat dilihat bahwa Gejala Dermatitis Kontak ditemukan pada usia ≤ 28 Tahun sebanyak 12 orang (37,5%) sedangkan pada usia > 28 Tahun sebanyak 7 orang (21,9%). Yang tidak mengalami Gejala Dermatitis Kontak pada usia ≤ 28 Tahun adalah sebanyak 5 orang (15,6%) sedangkan pada usia > 28 Tahun sebanyak 8 orang (25%). Terlihat pada tabel 4.7 nilai p = 0,169 > 0,05 yang berarti faktor usia tidak ada hubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

4.3.2 Hubungan lama Kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Hubungan antara lama kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak dapat dilihat pada tabel berikut :

(38)

64

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas, dapat dilihat bahwa Gejala Dermatitis Kontak ditemukan pada pekerja dengan lama kerja ≤ 8 jam sebanyak 13 orang (40,6%) dan yang tidak mengalami sebanyak 12 orang (37,5%). Sedangkan pada pekerja yang lama kerjanya > 8 jam mengalami Gejala Dermatitis sebanyak 6 orang (18,8%), dan yang tidak mengalami 1 orang (3,1%).

Terlihat pada tabel 4.8 bahwa p = 0,108 > 0,05 yang berarti faktor lama kerja tidak ada hubungan dengan Gejala Dermatitis

Gejala Dermatitis Kontak Lama kerja

(jam)

Ada Tidak Ada Jumlah p-value

N % N % N %

≤ 8 13 40,6 12 37,5 25 78,1

0,108

> 8 6 18,8 1 3,1 7 21,9

(39)

4.3.3 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Hubungan antara Masa kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.9 Hasil Uji Tabulasi Silang faktor masa kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas, dapat dilihat bahwa Gejala Dermatitis Kontak ditemukan pada pekerja dengan masa kerja ≤ 2 Tahun sebanyak 13 orang (40,6%) sedangkan yang tidak mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 6 orang (18,8%), sedangkan pada pekerja dengan masa kerja > 2 Tahun mengalami Gejala Dermatitis sebanyak 6 orang (18,8%) dan yang tidak mengalami sebanyak 7 orang (21,9%). Dilihat dari tabel 4.9 bahwa p= 0,208 > 0,05 yang berarti faktor masa kerja tidak berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

Gejala Dermatitis Kontak Masa Kerja

(Tahun)

Ada Tidak Ada Jumlah p-value

N % N % N %

≤ 2 13 40,6 6 18,8 19 59,4

0,208

> 2 6 18,8 7 21,9 13 40,6

(40)

66

4.3.4 Hubungan Penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Hubungan antara penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.10 Hasil Uji Tabulasi Silang penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas, dapat dilihat bahwa pada pekerja yang menggunakan APD ditemukan 2 orang (6,3%) yang mengalami Gejala Dermatitis Kontak dan yang tidak mengalami Gejala Dermatitis sebanyak 5 orang (15,6%), sedangkan pada pekerja yang tidak menggunakan APD ditemukan 17 orang (53,1%) yang mengalami Gejala Dermatitis Kontak, dan yang tidak mengalami adalah sebanyak 8 orang (25%). Berdasarkan tabel 4.10 bahwa nilai p = 0,076 > 0,05 artinya tidak ada hubungan Penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak.

4.3.5 Hubungan Personal Hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di kecamatan Medan Polonia

Hubungan antara Personal hygiene Pekerja Pabrik Tahu dengan Gejala Dermatitis Kontak dapat dilihat pada tabel berikut :

(41)

Tabel 4.11 Hasil Uji Tabulasi Silang Personal hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di kecamatan Medan Polonia

Gejala Dermatitis Kontak Personal

Hygiene

Ada Tidak Ada Jumlah p-value

N % N % N %

Baik 2 6,3 10 31,3 12 37,5

0,000

Buruk 17 53,1 3 9,4 20 21,9

Jumlah 19 59,4 13 40,6 32 100

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, dapat dilihat bahwa pekerja yang personal hygiene nya baik mengalami Gejala Dermatitis sebanyak 2 orang (6,3%) dan yang tidak mengalami sebanyak 10 orang (31,3%), sedangkan pekerja yang Personal hygiene nya buruk mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 17 orang (53,1%) sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 3 orang (9,4%). Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai p = 0,000 < 0,05 artinya ada hubungan personal hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di

(42)

68

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan kulit dengan spongiosis atau edema interseluler pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh baik dari substansi iritan maupun substansi alergen.

Dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat kontak berulang dengan zat kimia, dermatitis kronis menyebabkan kulit pada tangan terasa gatal, Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lepuhan-lepuhan yang terasa gatal timbul di telapak tangan dan pinggiran jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013).

Hasil penelitian Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia adalah pekerja yang merasakan adanya Gejala Dermatitis Kontak yaitu sebanyak 19 orang (59,4%) dan tidak ada Gejala Dermatitis Kontak yaitu sebanyak 13 orang (40,6%) dengan jumlah total pekerja sebanyak 32 orang, Gejala Dermatitis Kontak yang dirasakan oleh pekerja yaitu berupa gatal, panas, kemerahan, bengkak, kulit kering dan pecah-pecah pada daerah telapak tangan.

(43)

tidak memiliki takaran yang jelas ataupun standar operasional prosedur, para Pekerja Pabrik Tahusendiri menggunakan asam cuka tergantung dari banyak nya pesanan, setiap harinya pekerja terpapar oleh limbah cair pabrik tahu yang mengandung asam cuka sedangkan hampir semua pekerja tidak menggunakan APD yang sesuai dengan proses kerja mereka sendiri, sehingga limbah cair dari pabrik ini kontak langsung pada kulit tangan yang tentunya akan menimbulkan penyakit akibat kerja salah satu nya adalah Dermatitis Kontak.

Kejadian Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu ini terdapat pada telapak tangan, hal ini dikarenakan seluruh pekerjaan di pabrik tahu ini menggunakan tangan saja, tentunya gejala yang dirasakan oleh pekerja adalah telapak tangan terasa gatal, panas, dan kulit menjadi kering dan pecah-pecah selepas melakukan pekerjaan, pada saat peneliti melakukan wawancara terhadap seluruh pekerja menggunakan kuesioner, pekerja di pabrik tahu tidak ada yang hanya mengalami gejala gatal pada telapak tangan saja, ataupun hanya terasa panas pada telapak tangan saja, minimal yang mereka rasakan adalah gatal, panas, dan kulit tangan kering dan pecah-pecah dan apabila gejala ini tidak langsung diobati menggunakan salep maka gejala akan semakin parah ditandai dengan kulit tangan menjadi kemerahan dan bengkak pada kulit tangan.

(44)

70

pelindung diri yang digunakan Pekerja Pabrik Tahu berupa sarung tangan, sepatu boot.

Sebaiknya pemilik usaha segera melakukan tindakan berupa pengobatan terhadap pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak ini, pengobatan bisa dilakukan di pelayanan kesehatan terdekat atau klinik kesehatan yang terdekat. Dan pemilik usaha sebaiknya segera melakukan tindakan pencegahan berupa menyediakan APD ditempat kerja yaitu sarung tangan yang tahan air (waterproof) untuk menghindarkan kulit tangan pekerja kontak langsung dengan bahan kimia atau limbah cair pabrik tahu, hal ini dilakukan dalam upaya pencegahan kehilangan hari kerja/ jam kerja yang dapat berakibat pada penurunan produktivitas Pabrik Tahu untuk memenuhi permintaan konsumen di Kota Medan.

5.2 Proses Pembuatan Tahu

1) pilih kedelai yang bersih dan besar ukuran nya, kemudian cuci sampai bersih

2) rendam kedelai dalam air bersih selama 8 jam, usahakan seluruh kedelai tenggelam. Dalam proses perendaman ini kedelai akan mengembang. 3) bersihkan kedelai kembali dengan cara dicuci berkali kali. Usahakan

kedelai ini sebersih mungkin untuk menghindari kedelai cepat masam. 4) hancurkan kedelai dengan cara ditumbuk dan secara perlahan tambahkan

air sedikit-demi sedikit sehingga kedelai nya berbentuk bubur.

(45)

6) Saring bubuk kedelai tersebut bersama asam cuka, sambil diaduk secara perlahan. Proses ini akan menghasilkan endapan tahu.

7) Endapan itu kemudian siap untuk di press dan di cetak sesuai ukuran yang diinginkan.

8) Taruh di dalam cetakan, kemudian taruh pemberat yang berfungsi untuk menekan ampas supaya kandungan air nya benar-benar habis.

9) Keluarkan tahu dari cetakan, potong sesuai ukuran yang diinginkan.

5.3 Hubungan Usia dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak. Berdasarkan tabel hasil dapat diketahui bahwa jumlah pekerja yang mengalami Gejala Dermatitis Kontak yaitu sebanyak 19 orang dari total 32

orang pekerja. Hasil ukur dari usia adalah ≤ median dan > median. Berdasarkan

distribusi frekuensi didapatkan median usia yaitu 28 Tahun. Pekerja yang mengalami Gejala Dermatitis Kontak pada usia ≤ 28 Tahun adalah sebanyak 12 orang pekerja dan pada kelompok usia > 28 Tahun adalah sebanyak 7 orang.

(46)

72

degenerasi seiring bertambahnya usia, sehingga menyebabkan penipisan pada lapisan lemak dibawah kulit akibat nya kulit menjadi kering dan mudah teriritasi, Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaksanakan oleh Nuraga (2008).

5.4 Hubungan Lama Kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Dalam penelitian ini, lama kerja dinyatakan dengan lamanya Pekerja Pabrik Tahu bekerja dalam satu hari. Berdasarkan distribusi frekuensi didapatkan median lama kerja yaitu 8 jam kerja dalam sehari, lama kerja pekerja yang bekerja di pabrik tahu sumedang tergantung berdasarkan pesanan dalam hari tersebut, semakin banyak pesanan akan tahu maka pekerja semakin lama bekerja dalam sehari tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pekerja yang lama kerjanya ≤ 8 jam mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 13 orang sedangkan pekerja yang bekerja > 8 jam yang mengalami Gejala Dermatitis Kontak adalah sebanyak 6 orang.

Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p-value sebesar 0,108 yang berarti lama kerja tidak berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak. Lama kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian Gejala Dermatitis, semakin lama kontak dengan bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi. Rata-rata pekerja yang kontak dengan air pengolahan

tahu dibawah 8 jam (≤ 8 jam) merupakan pekerja yang bekerja dibagian

(47)

pengalaman yang cukup bagaimana prosedur kerja yang baik sehingga meminimalkan pekerja terkena Gejala Dermatitis Kontak. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Fatma Lestari (2007) bahwa lama kerja tidak berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

5.5 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia

Masa kerja dalam penelitian ini merupakan kurun waktu atau lamanya pekerja bekerja sebagai Pekerja Pabrik Tahu sumedang, berdasarkan distribusi frekuensi didapatkan median masa kerja Pekerja Pabrik Tahu yaitu 2 Tahun. Hasil

penelitian di kategorikan menjadi ≤ 2 Tahun dan > 2 Tahun masa kerja. Pada tabel hasil dapat diketahui bahwa pekerja yang masa kerja ≤ 2 Tahun mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 13 orang dan untuk pekerja yang masa kerja > 2 Tahun mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 6 orang pekerja. Berdasarkan nilai p-value 0,208 yang berarti masa kerja tidak berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

Masa kerja juga dapat berpengaruh terhadapa Gejala Dermatitis Kontak, hal ini berhubungan dengan pengalaman dalam bekerja, pekerja yang masa kerja

≤ 2 Tahun masih belum cukup berpengalaman dalam melakukan pekerjaan nya sehingga masih rentan mengalami Gejala Dermatitis Kontak sedangkan pekerja dengan masa kerja > 2 Tahun sudah memiliki cukup pengalaman dalam pekerjaan nya.

(48)

74

sering nya kontak dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut menjadikan pekerja menjadi tahan terhadap paparan bahan kimia sehingga pekerja tidak mengalami Gejala Dermatitis Kontak, akan tetapi tidak semua pekerja mengalami resistensi. Menurut Fatma Lestari (2007) bahwa pekerja dengan masa kerja > 2 Tahun dapat di mungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan kimia ang digunakan. Resistensi ini dikenal sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus menerus.

5.6 Hubungan penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia

Penggunaan APD dikategorikan menjadi Memakai APD dan Tidak memakai APD, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan, hampir semua pekerja tidak memakai APD hal ini mungkin dikarenakan pekerja yang kurang peduli terhadap keselamatan dalam bekerja, dan ditambahkan kurang nya pengetahuan terhadap APD itu sendiri, berdasarkan fakta dilapangan pemilik usaha mengatakan bahwa pekerja yang bekerja di pabrik tahu nya tidak perlu memakai APD karena tidak pernah terjadi kecelakaan kerja di pabrik nya dan tidak ada efek langsung yang dirasakan pekerja apabila tidak memakai APD.

(49)

Penggunaan APD memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Gejala Dermatitis Kontak karena APD adalah alat pelindung dari potensi-potensi bahaya ditempat kerja salah satunya agar terhindar dari kontak langsung dengan limbah cair di pabrik tahu yang dapat menyebabkan Gejala Dermatitis Kontak, hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Lestari dan Utomo (2007) bahwa jika pekerja atau tenaga kerja tidak memakai alat pelindung diri maka kulit menjadi tidak terlindungi dan lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen.

5.7 Hubungan Personal Hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan hasil penelitian, hampir semua Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia memiliki Personal hygiene yang buruk, dari total 32 orang pekerja hanya 12 orang pekerja saja yang memiliki Personal hygiene yang baik, 20 orang pekerja lainnya lebih memilih langsung mandi setelah selesai melakukan pekerjaan dibandingkan mencuci tangan menggunakan sabun. Pekerja yang Personal hygiene nya baik, mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 2 orang saja, sedangkan pekerja yang Personal Hygiene nya buruk, mengalami Gejala Dermatitis Kontak sebanyak 17 orang dari total 32 orang pekerja.

(50)

76

karena pekerja yang memiliki pengetahuan rendah terhadap personal hygiene akan beresiko mengalami Dermatitis Kontak.

Peneliti berasumsi bahwa penyebab banyak nya pekerja yang memiliki personal hygiene yang buruk dikarenakan tidak tersedia nya fasilitas tempat cuci

(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat 19 orang pekerja Pabrik Tahu yang mengalami gejala dermatitis kontak.

2. Tidak ada hubungan yang bermakana antara faktor Usia, Lama Kerja, Masa Kerja, dan Penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis pada Pekerja Pabrik Tahu.

3. Ada hubungan yang bermakna antara faktor personal hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak dengan nilai p- value = 0,000 < 0,05.

6.2 Saran

1. Bagi Pekerja

a). Para pekerja memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dirinya selama bekerja dan menerapkan personal hygiene yang baik yaitu mencuci tangan dengan air dan sabun, pakaian kerja diganti setiap hari.

(52)

78

2. Bagi Pemilik Pabrik tahu

a). pemilik pabrik tahu sebaiknya menyediakan fasilitas tempat cuci tangan yang memadai bagi para pekerja di pabrik tahu.

(53)

2.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun substansi alergen. Menurut Michael Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005).

(54)

28

Dermatitis Kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, asam, basa, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan Dermatitis Kontak

2.1.1 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis Kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibanding Dermatitis Kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada Dermatitis Kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kandang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksi nya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

(55)

eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas, dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2011)

2. Fase Kronis

Pada Dermatitis Kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan Dermatitis Kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa berTahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Pada Dermatitis Kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan, walau bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

(56)

30

jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak

Banyak hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan apa saja faktor Dermatitis Kontak. Dan semua pernyataan tersebut mengarah kepada dua kategori faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak yaitu direct cause/influence dan inderect cause/influence. Secara garis besar faktor tersebut antara lain adalah

(Lestari dan Utomo, 2007) :

a. Direct cause (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan biologi

b. Inderect cause (penyebab tidak langsung) yaitu faktor genetik (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim.

1. Masa kerja

Masa kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak akibat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin sering terpajan dan kontak dengan bahan kimia penyebab dermatitis. Suma‟mur (2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam

(57)

Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit hingga bagian dalam dan semakin beresiko untuk terjadinya dermatitis (Fatma, 2007).

Hubungan Dermatitis Kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu :

a. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 Tahun lebih banyak menderita dermatitis daripada pekerja yang masa kerjanya <1.

b. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak dengan P value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥5 Tahun yaitu hanya 18,8%.

c. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤1 Tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masak kerjanya ≥ 2 Tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.

2. Personal Hygiene

(58)

32

kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya Dermatitis Kontak antara lain :

a. Mencuci tangan

Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci

tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

b. Mencuci pakaian

(59)

Hubungan Personal Hygiene dengan Dermatitis Kontak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu :

 Penelitian Cahaya (2012) yang berjudul “Hubungan hygiene perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan keluhan gangguan kulit” yang menyatakan bahwa kebersihan kulit sehari -hari yang baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan yang tidak ada keluhan 19 responden (25,4).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Dermatitis Kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada.

4. Lama Kerja

(60)

34

2.2 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

DKI merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi non-imunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan akut. Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

Tabel 2.1

Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Sumber : Keefner, K.P. 2004 dalam Agung S. 2008. Dermatitis Kontak

Swamedikasi

No. Bahan Iritan

1. Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

2. Basa kuat (Kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

3. Detergen

4. Resin epoksi

5. Etilen Oksida

6. Fiberglass

7. Minyak (lubrikan)

8. Pelarut pelarut organik

9. Agen oksidator

(61)

2.2.1 Epidemiologi

Dermatitis Kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan. Pada orang dewasa, DKI sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena DKI sering berkaitan dengan pekerjaan, muka dapat terkena oleh bahan yang menguap (Graham dan Brown,2005). Jumlah penderita DKI cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui, hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2011).

2.2.2 Etiologi

Dermatitis Kontak iritan muncul karena bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011).

Faktor lain yang mempengaruhi Dermatitis Kontak iritan : 1. Lama kontak

2. Kekerapan

3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan

5. Trauma fisis

(62)

36

2.2.3 Gejala Klinis

1. DKI Akut

Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkuras nya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan sel. Tipe reaksi nya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak, reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau cokelat.

Terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang parulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak untuk dermatitis kuat adalah asam dan basa keras yang sering digunakan dalam industri.

2. DKI Kronik

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau sebulan, bahkan bisa berTahun-Tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Graham dan Brown, 2005).

(63)

yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan pada penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita, setelah mengganggu baru mendapat perhatian.

2.2.4 Pengobatan DKI

1. Hindarkan sabun

2. Pakai sarung tangan kalau bekerja

3. Topikal : dapat diberikan Kortikosteroid.

4. Bila lesi akut (kulit bengkak dan basah), dapat diberikan dengan kompres dengan liquor Burowi 1:20 tiap dua jam sekali.

5. Kemudian dapat diberikan Kortikosteroid topikal ataupun sistemik.

2.3 Dermatitis Kontak Alergik

(64)

38

topikal baik sebagai bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham dan Brown, 2005)

Tabel 2.2

Alergen yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi

Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen

Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral

Garam Kromium

2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun

Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes

Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat

Pewangi 11,7 Sinamat, geraniol

Balsam peru 11,9 Pengobatan, salep antibiotik Neomisin

sulfat

13,1 aminoglikosida

Nikel sulfat 14,2 Perabot rumah tangga, koin spesies toxicodendron

Tanaman Tidak ditentukan

(65)

2.3.1 Manifestasi klinik

Secara umum, tingkat keparahan Dermatitis Kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga (Agung S, 2008) :

a). Dermatitis ringan

dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindung.

b). Dermatitis sedang

selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh.

c). Dermatitis berat

(66)

40

multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis.

2.3.2 Diagnosis Dermatitis Kontak

Terdapat beberapa cara diagnosis Dermatitis Kontak, diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Anamnesis

Menurut siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut :

1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang

2. Jenis pekerjaan penderita

3. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya 4. Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama 5. Riwayat alergi penderita dan keluarganya

6. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan

7. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan

8. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai

9. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur

(67)

B. Pemeriksaan klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, lkenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperikas kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan.

D. Uji tempel

Dermatitis Kontak sebagian besar berbentuk Dermatitis Kontak alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab alergennya. Nahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan

(68)

42

Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Hasil yang didapat akan berupa : 0 : bila tidak ada reaksi

+ : bila hanya eritema

++ : bila ada eritema dan papul

+++ : bila ada eritema, papul dan vesikel ++++ : bila ada edema, vesikel

2.4 Faktor risiko yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pabrik Tahu

2.4.1 Faktor internal

1). Umur

(69)

dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Trihapsoro, 2003).

Usia 15-49 Tahun merupakan usia produktif bagi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh para pekerja sudah sempurna, sehingga mampu menghadapi zat-zat toksik dalam ambang batas yang ditetapkan (Mathinus, 2001).

2). Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis akibat kerja memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita (Siregar, 2006). Akan tetapi, dermatitis secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Sucipta,2008). Nikel merupakan penyebab paling sering terjadinya Dermatitis Kontak pada wanita, sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel (Brown dan Burns,2006).

3). Masa kerja

(70)

44

Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan lama kerja ≤ 2 Tahun lebih banyak yang terkena dermatitis adalah masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 Tahun masih rentan terhadap berbagai macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja > 2 Tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja > 2 Tahun lebih sedikit yang mengalami Dermatitis Kontak (Lestari dan Utomo, 2007).

4). Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Secara sederhana yang dimaksud dengan APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja. Berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa pekerja yang menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari dan Utomo, 2007).

Menurut Budiono (2005), ada beberapa APD yang paling banyak dan sering digunakan adalah:

1) Alat pelindung kepala: helm, tutup kepala, hats/cap.

(71)

3) Alat pelindung telinga: ear plug, ear muff. 4) Alat pelindung pernafasan: masker, respirator. 5) Alat pelindung tangan: sarung tangan.

6) Alat pelindung kaki: sepatu boot.

7) Pakaian pelindung: celemek, pakaian terusan dengan celana panjang. 8) Sabuk pengaman (safety belt)

5). Personal Hygiene

Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah

terjadinya penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Jika jenis sabun ini sulit didapatkan dapat menggunakan pelembab tangan setelah mencuci tangan. Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yang lembab

(72)

46

permukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar kita (Siregar dan Saiman Nugroho, 1991).

2.4.2. Faktor Eksternal

1). Riwayat Penyakit kulit

Diagnosis mengenai riwayat dermatologi yang sering diajukan untuk membedakan suatu penyakit dari penyakit lainnya adalah menanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat masalah medis kronik (Goldstein dan Adam, 2001). Dermatitis Kontak iritan bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang (Lestari dan Utomo, 2007).

Timbulnya Dermatitis Kontak alergi dipengaruhi oleh riwayat penyakit konis dan pemakaian topikal lama (Kabulrachman, 2003). Kelainan kulit yang biasa juga sering secara diagnostik lebih sulit atau secara terapeutik lebih resisten pada pasien usia lanjut yang dirawat di panti, kurang gizi, mempunyai kesukaran mengikuti instruksi terinci, mendapat banyak obat, atau mempunyai banyak penyakit kronik. Pasien usia lanjut cenderung mendapat lebih banyak obat dalam jumlah maupun jenis nya. Penyakit kulit yang terkait dengan kejadian dermatitis diantaranya disebabkan karena alergi, obat, suhu, dan cuaca (Mulyaningsih, 2005).

2). Riwayat Alergi

(73)

pada suatu waktu menyebabkan gatalgatal, dan ekzim. Jadi alergi adalah reaksi yang abnormal terhadap satu bahan atau lebih yang terdapat dalam lingkungan hidup sehari-hari. Penyakit alergi diantaranya alergi debu rumah, alergi pollen, alergi spora jamur, alergi obat, alergi makanan, dan alergi serangga. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis. Dalam melakukan diagnosis penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Baratawidjaja, 2008).

3). Bahan kontakan

(74)

48

4). Riwayat pekerjaan

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit pada keluarganya (Djuanda, 2007). Kelompok tertentu mempunyai resiko yang tinggi. Pekerja yang biasa terpajan dengan sensitizer, seperti kromat pada industri bangunan atau pewarna, pada pabrik pengolahan kulit, mempunyai insiden yang lebih tinggi (Kabulrachman, 2003). Dermatitis akibat pekerjaan terlihat,misalnya perusahaan batik, percetakan, pompa bensin, bengkel, salon kecantikan, pabrik karet, dan pabrik plastik (Mansjoer, 2003).

Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8%, dan pekerja bagunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai pada tukang batu dan semen 33%, pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan mesin 11%. Di Indonesia golongan tertinggi pada Tahun 1993 adalah petani diikuti oleh penjual di pasar, tukang becak, pembantu rumah tangga dan pengangguran (Trihapsoro, 2003).

(75)

5). Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2005). Alergi adalah penyakit yang biasanya ditimbulkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan. Jika faktor keturunan kadarnya besar dan faktor lingkungan kecil, reaksi alergen tetap bisa terjadi. Tetapi kalau faktor keturunan besar dan lingkungan tidak memacu, alergi itu tidak akan terjadi. Lingkungan yang harus dihindari oleh penderita alergi antara lain udara yang buruk, perubahan suhu yang besar, hawa yang terlalu panas atau dingin, lembab, bau-bauan seperti cat baru, obat nyamuk, semprotan (pewangi maupun pembasmi serangga), asap (rokok, bakar sampah), polusi udara dan industri (Kanen Baratawidjaja, 2008).

(76)

50

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun lah kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang, yang dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Adhi Djuanda (2007), Cinta Lestari (2008), Citra Sucipta (2008), Cohen DE (1999), Clevere Susanto dan GA Made Ari (2013), Erliana (2008), Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo (2008), Hudyono (2002), Hayakawa (2000), Harrianto (2013), HSE UK (2004), Iwan Trihapsoro (2003), Kabulrachman (2003), Michael (2005), Marwali Harahap (2000), R.S Siregar (2006), Siregar (2005), Robin Graham dan Brown Tony Burns (2005), Suma‟mur (2009).

Faktor-faktor internal : 1. umur

2. jenis kelamin

3. Masa kerja

4. pemakaian APD

5. Personal Hygiene

Faktor-faktor Eksternal : 1. Riwayat penyakit kulit

2. Riwayat alergi

3. Bahan kontakan

4. Riwayat Pekerjaan

5. Lingkungan

(77)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori Dermatitis Kontak diatas maka penulis menyusun variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel independen dan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang

sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak diantaranya adalah usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, masa kerja.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Variabel Independen

1. Usia 2. Lama kerja 3. Personal hygiene 4. Penggunaan APD 5. Masa kerja

Variabel Dependen

(78)

17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatan nya (UU No.1 Tahun 1970).

Di dalam kesehatan kerja, salah satu yang menjadi penyebab masalah kesehatan kerja adalah penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses). Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis Kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah Dermatitis Kontak (Kosasih, 2004).

(79)

kerja sebagai „Good Health is Good Business‟ (kesehatan yang baik menunjang

bisnis yang baik) (John Ridley, 2004)

Saat ini, sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi tiap Tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia diproduksi setiap Tahunnya. Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positf bagi kemajuan dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan pekerja, salah satunya adalah dermatitis, sejak 1982, penyakit dermatitis telah menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial insidens, keparahan dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan (NIOSH 1996). Biro statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa penyakit kulit menduduki sekitan 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan. The National Institute of Occupational Safety Hazzards (NIOSH) dalam survey

Tahunan (1975) memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Lestari, 2007).

(80)

19

dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara. Tingkat kejadiannya berkisar antara 0-5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh waktu per Tahun. Prevalensi Dermatitis Kontak pada populasi umum di AS telah diperkirakan bervariasi antara 1,5% dan 5,4%. Dermatitis Kontak adalah alasan yang paling umum ketiga bagi pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit, tercatat ada 9,2 juta kunjungan pada Tahun 2004. Hal ini juga menyumbang 95% dari semua penyakit kulit akibat kerja yang dilaporkan.

Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Terdapat dua jenis Dermatitis Kontak yaitu Dermatitis Kontak iritan dan Dermatitis Kontak alergik (Lestari dkk, 2007). Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, Dermatitis Kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan bahan kimia dan lain-lain (Orton, 2004).

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Usia responden pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia
Tabel 4.2 Distribusi Lama Kerja responden pada Pekerja Pabrik Tahu Kecamatan Medan Polonia
Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan APD responden pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia
Tabel 4.6 Distribusi Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Medan Polonia
+6

Referensi

Dokumen terkait

6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun

Menurut Hierarchy of Controls setelah metode pertama dilakukan untuk meminimalisir kejadian dermatitis kontak iritan yang terjadi akibat kontak dengan bahan kimia,

Penelitian ini menemukakan adanya bubungan yang signifikan (P-value= 0,002 ≤ 0,05) antara masa kerja dengan risiko Dermatitis kontak pada pekerja di Proyek PT Wijaya Karya dengan

Pada penelitian Riska Ferdian yang dilakukan pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 20112, menyebutkan bahwa faktor eksternal

variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel sebagai variabel independen dan.

Salah satu penyakit yang bisa menjadi masalah kesehatan pekerja bengkel motor adalah masalah yang terjadi pada kulit yaitu dermatitis kontak akibat kerja.. Dermatitits kontak pada

Skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pabrik Tahu Enggal Jaya Kecamatan Kalidoni Palembang” telah diseminarkan

Hubungan antara penggunaan APD dan kejadian dermatitis kontak Terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja penyamakan kulit perusahaan VPC