• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Sumedang di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2015"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun substansi alergen. Menurut Michael Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005).

(2)

Dermatitis Kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, asam, basa, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan Dermatitis Kontak

2.1.1 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis Kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibanding Dermatitis Kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada Dermatitis Kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kandang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksi nya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

(3)

eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas, dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2011)

2. Fase Kronis

Pada Dermatitis Kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan Dermatitis Kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa berTahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Pada Dermatitis Kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan, walau bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

(4)

jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak

Banyak hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan apa saja faktor Dermatitis Kontak. Dan semua pernyataan tersebut mengarah kepada dua kategori faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak yaitu direct cause/influence dan

inderect cause/influence. Secara garis besar faktor tersebut antara lain adalah (Lestari dan Utomo, 2007) :

a. Direct cause (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan biologi

b. Inderect cause (penyebab tidak langsung) yaitu faktor genetik (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim.

1. Masa kerja

Masa kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak akibat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin sering terpajan dan kontak dengan bahan kimia penyebab dermatitis. Suma‟mur (2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam

(5)

Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit hingga bagian dalam dan semakin beresiko untuk terjadinya dermatitis (Fatma, 2007).

Hubungan Dermatitis Kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu :

a. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 Tahun lebih banyak menderita dermatitis daripada pekerja yang masa kerjanya <1.

b. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak dengan P value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥5 Tahun yaitu hanya 18,8%.

c. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤1 Tahun terdapat 12

orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masak kerjanya ≥ 2 Tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.

2. Personal Hygiene

(6)

kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya Dermatitis Kontak antara lain :

a. Mencuci tangan

Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

b. Mencuci pakaian

(7)

Hubungan Personal Hygiene dengan Dermatitis Kontak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu :

 Penelitian Cahaya (2012) yang berjudul “Hubungan hygiene

perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan keluhan gangguan kulit” yang menyatakan bahwa kebersihan kulit sehari

-hari yang baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan yang tidak ada keluhan 19 responden (25,4).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Dermatitis Kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada.

4. Lama Kerja

(8)

2.2 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

DKI merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi non-imunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan akut. Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

Tabel 2.1

Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Sumber : Keefner, K.P. 2004 dalam Agung S. 2008. Dermatitis Kontak

Swamedikasi

No. Bahan Iritan

1. Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

2. Basa kuat (Kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

3. Detergen

4. Resin epoksi

5. Etilen Oksida

6. Fiberglass

7. Minyak (lubrikan)

8. Pelarut pelarut organik

9. Agen oksidator

(9)

2.2.1 Epidemiologi

Dermatitis Kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan. Pada orang dewasa, DKI sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena DKI sering berkaitan dengan pekerjaan, muka dapat terkena oleh bahan yang menguap (Graham dan Brown,2005). Jumlah penderita DKI cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui, hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2011).

2.2.2 Etiologi

Dermatitis Kontak iritan muncul karena bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011).

Faktor lain yang mempengaruhi Dermatitis Kontak iritan : 1. Lama kontak

2. Kekerapan

3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan

5. Trauma fisis

(10)

2.2.3 Gejala Klinis

1. DKI Akut

Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkuras nya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan sel. Tipe reaksi nya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak, reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau cokelat.

Terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang parulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak untuk dermatitis kuat adalah asam dan basa keras yang sering digunakan dalam industri.

2. DKI Kronik

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau sebulan, bahkan bisa berTahun-Tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Graham dan Brown, 2005).

(11)

yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan pada penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita, setelah mengganggu baru mendapat perhatian.

2.2.4 Pengobatan DKI

1. Hindarkan sabun

2. Pakai sarung tangan kalau bekerja

3. Topikal : dapat diberikan Kortikosteroid.

4. Bila lesi akut (kulit bengkak dan basah), dapat diberikan dengan kompres dengan liquor Burowi 1:20 tiap dua jam sekali.

5. Kemudian dapat diberikan Kortikosteroid topikal ataupun sistemik.

2.3 Dermatitis Kontak Alergik

(12)

topikal baik sebagai bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham dan Brown, 2005)

Tabel 2.2

Alergen yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi

Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen

Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral

Garam Kromium

2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat

Pewangi 11,7 Sinamat, geraniol

Balsam peru 11,9 Pengobatan, salep antibiotik Neomisin

sulfat

13,1 aminoglikosida

Nikel sulfat 14,2 Perabot rumah tangga, koin spesies toxicodendron

Tanaman Tidak ditentukan

(13)

2.3.1 Manifestasi klinik

Secara umum, tingkat keparahan Dermatitis Kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga (Agung S, 2008) :

a). Dermatitis ringan

dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindung.

b). Dermatitis sedang

selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh.

c). Dermatitis berat

(14)

multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis.

2.3.2 Diagnosis Dermatitis Kontak

Terdapat beberapa cara diagnosis Dermatitis Kontak, diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Anamnesis

Menurut siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut :

1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang

2. Jenis pekerjaan penderita

3. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya 4. Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama 5. Riwayat alergi penderita dan keluarganya

6. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan

7. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan

8. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai

9. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur

(15)

B. Pemeriksaan klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, lkenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperikas kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan.

D. Uji tempel

(16)

Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Hasil yang didapat akan berupa :

0 : bila tidak ada reaksi

+ : bila hanya eritema

++ : bila ada eritema dan papul

+++ : bila ada eritema, papul dan vesikel

++++ : bila ada edema, vesikel

2.4 Faktor risiko yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pabrik Tahu

2.4.1 Faktor internal

1). Umur

(17)

dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Trihapsoro, 2003).

Usia 15-49 Tahun merupakan usia produktif bagi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh para pekerja sudah sempurna, sehingga mampu menghadapi zat-zat toksik dalam ambang batas yang ditetapkan (Mathinus, 2001).

2). Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis akibat kerja memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita (Siregar, 2006). Akan tetapi, dermatitis secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Sucipta,2008). Nikel merupakan penyebab paling sering terjadinya Dermatitis Kontak pada wanita, sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel (Brown dan Burns,2006).

3). Masa kerja

Hampir sama seperti pernyataan pada bagian hubungan antara usia dengan dermatitis. Pekerja dengan lama kerja ≤ 2 Tahun dapat menjadi salah satu

faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis pada pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 Tahun. Pekerja dengan

(18)

Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan lama kerja ≤ 2 Tahun

lebih banyak yang terkena dermatitis adalah masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 Tahun masih rentan terhadap berbagai macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja > 2 Tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja > 2 Tahun lebih sedikit yang mengalami Dermatitis Kontak (Lestari dan Utomo, 2007).

4). Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Secara sederhana yang dimaksud dengan APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja. Berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa pekerja yang menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari dan Utomo, 2007).

Menurut Budiono (2005), ada beberapa APD yang paling banyak dan sering digunakan adalah:

1) Alat pelindung kepala: helm, tutup kepala, hats/cap.

(19)

3) Alat pelindung telinga: ear plug, ear muff. 4) Alat pelindung pernafasan: masker, respirator. 5) Alat pelindung tangan: sarung tangan.

6) Alat pelindung kaki: sepatu boot.

7) Pakaian pelindung: celemek, pakaian terusan dengan celana panjang. 8) Sabuk pengaman (safety belt)

5). Personal Hygiene

Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya.Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masihterdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Jika jenis sabun ini sulit didapatkan dapat menggunakan pelembab tangan setelah mencuci tangan. Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yanglembab

(20)

permukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar kita (Siregar dan Saiman Nugroho, 1991).

2.4.2. Faktor Eksternal

1). Riwayat Penyakit kulit

Diagnosis mengenai riwayat dermatologi yang sering diajukan untuk membedakan suatu penyakit dari penyakit lainnya adalah menanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat masalah medis kronik (Goldstein dan Adam, 2001). Dermatitis Kontak iritan bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang (Lestari dan Utomo, 2007).

Timbulnya Dermatitis Kontak alergi dipengaruhi oleh riwayat penyakit konis dan pemakaian topikal lama (Kabulrachman, 2003). Kelainan kulit yang biasa juga sering secara diagnostik lebih sulit atau secara terapeutik lebih resisten pada pasien usia lanjut yang dirawat di panti, kurang gizi, mempunyai kesukaran mengikuti instruksi terinci, mendapat banyak obat, atau mempunyai banyak penyakit kronik. Pasien usia lanjut cenderung mendapat lebih banyak obat dalam jumlah maupun jenis nya. Penyakit kulit yang terkait dengan kejadian dermatitis diantaranya disebabkan karena alergi, obat, suhu, dan cuaca (Mulyaningsih, 2005).

2). Riwayat Alergi

(21)

pada suatu waktu menyebabkan gatalgatal, dan ekzim. Jadi alergi adalah reaksi yang abnormal terhadap satu bahan atau lebih yang terdapat dalam lingkungan hidup sehari-hari. Penyakit alergi diantaranya alergi debu rumah, alergi pollen, alergi spora jamur, alergi obat, alergi makanan, dan alergi serangga. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis. Dalam melakukan diagnosis penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Baratawidjaja, 2008).

3). Bahan kontakan

(22)

4). Riwayat pekerjaan

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit pada keluarganya (Djuanda, 2007). Kelompok tertentu mempunyai resiko yang tinggi. Pekerja yang biasa terpajan dengan sensitizer, seperti kromat pada industri bangunan atau pewarna, pada pabrik pengolahan kulit, mempunyai insiden yang lebih tinggi (Kabulrachman, 2003). Dermatitis akibat pekerjaan terlihat,misalnya perusahaan batik, percetakan, pompa bensin, bengkel, salon kecantikan, pabrik karet, dan pabrik plastik (Mansjoer, 2003).

Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8%, dan pekerja bagunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai pada tukang batu dan semen 33%, pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan mesin 11%. Di Indonesia golongan tertinggi pada Tahun 1993 adalah petani diikuti oleh penjual di pasar, tukang becak, pembantu rumah tangga dan pengangguran (Trihapsoro, 2003).

(23)

5). Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2005). Alergi adalah penyakit yang biasanya ditimbulkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan. Jika faktor keturunan kadarnya besar dan faktor lingkungan kecil, reaksi alergen tetap bisa terjadi. Tetapi kalau faktor keturunan besar dan lingkungan tidak memacu, alergi itu tidak akan terjadi. Lingkungan yang harus dihindari oleh penderita alergi antara lain udara yang buruk, perubahan suhu yang besar, hawa yang terlalu panas atau dingin, lembab, bau-bauan seperti cat baru, obat nyamuk, semprotan (pewangi maupun pembasmi serangga), asap (rokok, bakar sampah), polusi udara dan industri (Kanen Baratawidjaja, 2008).

(24)

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun lah kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang, yang dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Adhi Djuanda (2007), Cinta Lestari (2008), Citra Sucipta (2008), Cohen DE (1999), Clevere Susanto dan GA Made Ari (2013), Erliana (2008), Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo (2008), Hudyono (2002), Hayakawa (2000), Harrianto (2013), HSE UK (2004), Iwan Trihapsoro (2003), Kabulrachman (2003), Michael (2005), Marwali Harahap (2000), R.S Siregar (2006), Siregar (2005), Robin Graham dan Brown Tony Burns (2005), Suma‟mur (2009).

Faktor-faktor internal :

1. umur

2. jenis kelamin

3. Masa kerja

4. pemakaian APD

5. Personal Hygiene

Faktor-faktor Eksternal :

1. Riwayat penyakit kulit

2. Riwayat alergi

3. Bahan kontakan

4. Riwayat Pekerjaan

5. Lingkungan

(25)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori Dermatitis Kontak diatas maka penulis menyusun variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel

independen dan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak diantaranya adalah usia, lama kerja, personal hygiene,

penggunaan APD, masa kerja.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Variabel Independen

1. Usia 2. Lama kerja 3. Personal hygiene

4. Penggunaan APD 5. Masa kerja

Variabel Dependen

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan : Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan

Pendahuluan : Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan

1 Dermatitis kontak, yang sering juga disebut dengan “eksem”, merupakan penyakit kulit yang menyebabkan terjadinya.. peradangan pada kulit (misalnya memerah, menebal, mengelupas,

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan 2015.. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat

variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel sebagai variabel independen dan.

mengenai hubungan insidensi terkenanya dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja yang berkontak langsung dengan bahan-bahan alergen dan iritan, menunjukkan bahwa

Skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pabrik Tahu Enggal Jaya Kecamatan Kalidoni Palembang” telah diseminarkan

Hubungan antara penggunaan APD dan kejadian dermatitis kontak Terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja penyamakan kulit perusahaan VPC