• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Penyimpanan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain.

e. Lemari penyimpanan sebaiknya ditutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat udah menjangkaunya.

Penyimpanan tebu sebelum diolah harus dibuat pada tempat yang jauh dari jangkauan serangga agar tidak merusak tebu yang disimpan. Kemudian tebu yang disimpa tidak boleh berdekatan dengan saluran air karena air yang kotor akan lengket pada tebu yang disimpan tersebut.

Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di Kota Medan tahun 2015 dengan p = 0,060.

Hal ini sesuai dengan penelitian Sofiana (2012) yang menyatakan bahwa pedagang makanan jajanan yang berjualan di sekolah dasar kecamatan Tapos Depok setiap harinya membeli bahan makanan dalam jumlah yang sedikit dan sesuai kebutuhan. Sehingga tidak menyimpan bahan makanan. Makanan jajanan pada umumnya telah dikemas dalam wadah plastik atau pembungkus kertas terpisah dengan makanan lainnya. Tetapi penutup pada wadah makanan masih dalam kondisi yang tidak rapat. Hanya menggunakan penutup kertas atau plastik sehingga terdapat celah yang memungkinkan lalat atau debu masuk. Dari hasil uji statistik bivariat terkait sanitasi alat dan kontaminasi E.coli didapatkan hasil analisis yaitu dari 17 penyimpanan bahan makanan yang kurang baik ada 10 (58,8%) yang menghasilkan kualitas makanan yang memenuhi syarat dan sisanya 7 (41,2%) penyimpanan bahan

makanan yang kurang baik menghasilkan kualitas makanan yang tidak memenuhi syarat.

Dengan nilai p=1,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini penyimpanan bahan makanan tidak memiliki pengaruh terhadap kontaminasi E.Coli

pada makanan jajanan di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok. Hasil analisis bivariat pada penelitian Rahmawati (2011) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kontaminasi E.Coli pada makanan jajanan (p=0,615) di warung jajanan sekolah Dasar Kota Tangerang Selatan. Hal ini sama dengan penelitian Yunaenah (2009) dimana tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kontaminasi E.coli pada makanan jajanan (p=0,973).

5.6 Hubungan Pengangkutan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri. Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran (Depkes RI, 2004).

Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara pengangkutan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p =

0,001 (p<0,05). Secara umum produk pangan membutuhkan pendinginan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogenik, sehingga perlu didinginkan secara cepat dibawah 40C. Tindakan hati-hati harus dilakukan dalam transportasi dan distribusi produk pangan untuk mencegah kontaminasi. Alat pengangkutan dan alat bantunya seperti palet dan konveyor atau trolley harus dalam keadaan bersih dan tersanitasi. Alat bantu yang tidak baik atau rusak dan tidak bias diperbaiki dan dibersihkan atau disanitasi harus dibuang atau tidak dipakai sama sekali. Memelihara integritas rantai pendingainan sangat penting untuk meyakinkan bahwa mutu dan keamanan dari produk minuman segar tersebut terjamin. Jika minuman terkemas dikirim ke fasilias yang lainnya seperi took pengecer, maka transportasi dilaksanakan secara tersanitasi dengan baik. Transportasi dengan fasilitas pendingin ada alat angkut terbaik. Inspeksi secara periodic terhadap produk sering dilakukan untuk penanganan yang memadai terhadap produk tersebut. (Utama, 2001).

5.7 Hubungan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Pengunaan pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi

menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kusmayadi, 2008).

Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara penyajian minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di Kota Medan tahun 2015 dengan p = 0,000 (p<0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Kurniadi (2013) Dari observasi yang dilakukan sebagian besar para pedagang kantin tidak menggunakan wadah yang bersih dan kering pada saat menyajikan makanan, tidak menggunakan alat yang bersih pada saat mengambil makanan serta tempat penyajian makanan yang tidak bersih. Kebiasaan lain para pedagang kantin yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada makanan adalah menggunakan penutup kertas Koran atau plastik untuk menutup makanan jajanan yang dijual sehingga makanan tidak tertutup dengan baik, sehingga kondisi ini sangat bisa mempengaruhi terjadinya kontaminasi pada makanan jajanan.

Mendukung penelitian ini yang dilakukan Wibowo (2010) yang mengatakan bahwa penyajian makanan yang tidak memenuhi syarat berpeluang terkontaminasi E. coli 4,551 kali (95% CI: 1,431-14,150) dibandingkan dengan penyajian makanan yang memenuhi syarat. Hal ini tentunya sesuai teori yang menyebutkan bahwa penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Makanan yang dijual adalah makanan yang siap santap dengan memperhatikan prinsip penyajian yaitu tempat penyajian makanan harus bersih dan tertutup dan cara pengambilan makanan harus menggunakan peralatan yang bersih dan kering (Depkes, 2006).

5.8 Pengaruh Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli Nilai signifikansi pada uji F diperolah nilai p=0,000 <0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti ada pengaruh variabel pengolahan dan penyajian terhadap

E.Coli pada minuman sari tebu di beberapa kecamatan di kota medan Tahun 2015. Koefisien determinasi regresi (R2) = 0,607 menunjukkan bahwa variabel pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian mampu menjelaskan variasi pada E. Coli sebesar (60,70%,) selebihnya (39,30%) dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model regresi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Zulaikhah (2005) Hasil pengamatan di lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa proses pengolahan yang masuk dalam kategori baik ada sebanyak (42,4%) dan buruk ada (57,5%).

Dalam proses pengolahan indikator yang diamati dan diukur adalah air yang digunakan untuk memasak, peralatan, higiene pengolah, dan lingkungan tempat pengolah. Hasil analisis bivariat dengan chi-square memperlihatkan terdapat hubungan yang bermakna antara proses pengolahan dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong (p=0,0001). Jamu gendong yang mengalami pencemaran sehingga produk jamu gendong tidak memenuhi syarat lebih banyak berasal dari proses pengolahan yang buruk (87,0%) dibandingkan dengan proses pengolahan yang baik (29,4%). Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa proses pengolahan bersama-sama dengan kualitas bahan baku dan penyajian memberikan kontribusi yang nyata terhadap pencemaran mikroba pada jamu gendong

(p=0,022). Air yang digunakan pada proses pengolahan hendaknya air bersih yang memenuhi persyaratan Permenkes RI. No 416/MenKes/Per/IX/1990.

Penyakit-penyakit bawaan makanan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyakit-penyakit bawaan air. Makanan dan air merupakan suatu media yang dapat menyebabkan penyakit sampai dengan 70% dari semua penyakit diare. Ada hubungan yang nyata antara air, sanitasi peralatan, lalat, hewan lain, higiene perorangan dan makanan yang mengakibatkan penularan penyakit. Beberapa kontaminan biologi terhadap makanan/minuman dapat ditekan atau dihilangkan melalui peningkatan higiene perorangan, air yang kualitas maupun kuantitasnya baik (Sulistiyani,2002).

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan sebagian besar air yang digunakan untuk membuat jamu gendong mempunyai nilai MPN coliform >240/100 ml sampel, sehingga tidak memenuhi persyaratan Dep.Kes sebagai air bersih. Tingginya nilai MPN coliform dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya masih banyaknya penjual jamu gendong yang menggunakan sumber air bersih dengan membeli dimana tidak diketahui dengan pasti sumber air tersebut, sebagian penjual jamu gendong menggunakan sumber air bersih dari sumur yang mana di sekitar sumur tidak ada saluran air limbah dan letak sumur berdekatan dengan septik tank sehingga sumur dapat tercemar oleh bakteri coliform.

Kemudian pada penyajian bahwa proses penyajian yang masuk dalam kategori baik ada (42,5%) dan masuk dalam kategori buruk ada (57,5%). Proses penyajian yang diamati meliputi air yang digunakan untuk mencuci gelas, botol, serbet dan higiene penjual. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square

memperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara penyajian dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong (p=0,0001). Jamu gendong yang mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat lebih banyak berasal dari penyajian yang mempunyai kategori buruk (91,3%) dibandingkan dengan penyajian yang mempunyai kategori baik (23,5%). Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik

menunjukkan bahwa penyajian bersama-sama dengan kualitas bahan baku dan proses pengolahan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pencemaran mikroba (p=0,020).

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan untuk mencuci gelas sebagian besar didapatkan nilai MPN coliform melebihi batas yang disyaratkan oleh Departemen Kesehatan. Berdasarkan pengamatan oleh peneliti hal ini disebabkan karena ada sebagian penjual jamu gendong yang tidak mengganti air pencuci gelas sampai dagangannya habis, dalam mencuci botol tidak dibilas tetapi langsung dituangi jamu, lumpang dicuci tanpa dengan sabun dan masih dalam keadaan basah digunakan untuk menumbuk bahan.

Hasil ini tidak sesuai Departemen Kesehatan RI. (2004), yang menyebutkan peralatan yang terbuat dari kayu, batu atau plastik harus dibersihkan sebelum digunakan, harus dicuci dengan sabun bagian luar dan dalam, setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau semua alat ditiriskan sampai kering. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Mubarokah (1996), dalam sistem pengolahan dan penyajian produk jamu gendong masih belum berjalan dengan baik.

Sistem pengolahan dan penyajian yang kurang baik atau kurang higiene menyebabkan pencemaran mikroba pada jamu gendong, pencemaran oleh

Escherichia coli dan jamur akan mengganggu kesehatan konsumen (Lestari, 2000). Higiene penjual juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran mikroba pada produk jamu gendong. Hasil pengamatan didapatkan bahwa penjual jamu gendong sudah memperhatikan kebersihan diri seperti memotong kuku pendek, sering mencuci tangan, memakai pakaian yang bersih, memakai tutup kepala, tetapi mereka masih banyak yang menuang jamu ke dalam gelas sambil ngomong-ngomong, dimana hal ini dapat menyebabkan jamu terkontaminasi mikroba, karena mikroba dapat disebarkan melalui mulut, hidung atau tenggorokan. Selama dalam penyajian dapat pula mikroba disebarkan oleh debu, lingkungan, karena penjual jamu gendong sering berhenti melayani konsumen di lingkungan yang kotor dan dekat dengan sampah. Dari ketiga variabel bebas ternyata variabel penyajian yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran mikroba pada jamu gendong.

Dokumen terkait