• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hygiene Sanitasi Lingkungan Penjualan dengan Kandungan Escherichia Coli Pada Air Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Hygiene Sanitasi Lingkungan Penjualan dengan Kandungan Escherichia Coli Pada Air Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015 Chapter III VI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana cara pengukuran

variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan untuk menganalisa hubungan hygiene sanitasi lingkungan penjualan dengan kandungan Escherichia Coli

pada air tebu di beberapa Kecamatan di Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lima Kecamatan di Kota Medan yaitu :

1. Kecamatan Medan Tuntungan 2. Kecamatan Medan Selayang

3. Kecamatan Medan Johor 4. Kecamatan Medan Sunggal 5. Kecamatan Medan Baru

Adapun alasan pemilihan di lima kecamatan tersebut sebagai lokasi penelitian sebab:

(2)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari proses pengajuan judul, pencarian literatur,

konsultasi dengan pembimbing, proposal, penelitian, pengolahan data, penyajian data, pembahasan, kesimpulan dan saran. Keseluruhan proses penelitian tersebut

direncanakan akan dilakukan pada bulan Februari-Oktober 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh penjual minuman air tebu, yang menjajakan daganganya sebanyak 30 gerobak yang berada di lima kecamatan di Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan populasi yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang diambil adalah jumlah seluruh sampel (total sampling) yaitu air tebu yang dijual oleh semua pedagang air tebu yang berada di lima kecamatan di Kota Medan, yaitu kecamatan Medan Tuntungan, Medan

Selayang, Medan Johor, Medan Sunggal, dan Medan Baru. Sampel air tebu yang akan di periksa adalah air tebu yang di dalam kantong-kantong plastik dengan volume

(3)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan metode kuesioner yang telah diuji coba yang

mengacu pada variabel yang akan diteliti. 3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium

terhadap air tebu dan observasi terhadap pedagang yang menjual air tebu.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium

1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti keperluan alat tulis, catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi pengambilan sampel, tanggal

pengambilan dan botol untuk tempat sampel. 2. Sediakan botol untuk sampel sebanyak 30 buah.

3. Botol tersebut kemudian dicuci dan dibersihkan dengan deterjen.

4. Kemudian disterilisasi ke dalam autoclave dengan suhu 1210C selama 10 menit. 5. Pesanlah minuman air tebu, segelas air tebu yang telah diberi es dan segelas air

tebu tanpa es batu dan masukkan sampel sebanyak 2/3 dari volume botol. Sambil menunggu pesanan dilakukan observasi.

6. Kedua sampel diberi nomer kode untuk membedakan air tebu dengan es batu dan

(4)

7. Sampel air tebu yang telah diberi es batu diukur suhunya.

8. Sampel air tebu sesudah diberi es ditaruh ke dalam termos es, sedangkan air tebu

sebelum diberi es batu ditaruh kedalam botol yang sudah diberi tanda.

9. Pengiriman dilakukan secepatnya minimal dalam waktu 3 jam harus sudah sampai

di laboratorium. 3.5.2 Alat dan Bahan 3.5.2.1 Alat

1. Autoclave

2. Incubator 37ºC dan 44ºC

3. Timbangan 4. Labu Erlenmeyer 5. Rak tabung reaksi

6. Tabung reaksi 7. Cawan petri

8. Pipet steril 1cc dan 10cc 9. Kawat ose

10. Tabung Durham

11. Kapas alkohol 12. Kulkas

(5)

3.5.2.2 Bahan

1. LB (Lactose Broth)

2. BGLB ( Brilliant Green Lactose Broth) 2% 3. EMB (Eosin Methylene Blue)

4. Alkohol 70% 5. Spritus 6. Wipol

3.5.3 Cara Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Most Probable Number (MPN) atau Angka Paling Mungkin

(APM) dilakukan terhadap bahan pemeriksaan yang telah disiapkan dengan menggunakan metode tabung ganda : 3 x 10 ml, 3 x 1 ml, 3 x 0,1 ml.

Pemeriksaan tabung ganda terdiri dari :

1. Test Perkiraan (Presumtive Test) 2. Test Penegasan (Confirmative Test)

3.5.4 Test Perkiraan (Presumtive Test)

Media yang digunakan adalah Lactose Broth. Cara pemeriksaan :

1. Siapkan 9 tabung reaksi yang sudah diisi dengan tabung durham didalamnya

dimana tabung ke-1 sampai tabung ke-6 masing-masing berisi media Lactose Broth Single Strain sebanyak 10 ml. Kemudian tabung ke-7 sampai tabung ke-9

(6)

2. Dengan pipet steril ambil bahan pemeriksaan yang telah disiapkan yaitu air tebu. Masukkan ke dalam :

Tabung ke-1 sampai dengan tabung ke-3 masing-masing sebanyak 0,1 ml. Tabung ke-4 sampai dengan tabung ke-6 masing-masing sebanyak 1 ml.

Tabung ke-7 sampai dengan tabung ke-9 masing-masing sebanyak 10 ml

Masing-masing tabung tersebut digoyang-goyang agar spesimen dan media tercampur.

3. Inkubasikan pada suhu 35ºC- 37 ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam diperiksa ada tidaknya pembentukan gas pada tabung durham. Catat semua tabung yang

menunjukkan peragian lactose (pembentukan gas). Pembentukan gas pada tabung durham pada test pendahuluan dinyatakan test (+) atau positif, maka dilanjutkan dengan test penegasan. Apabila test dalam waktu 24 jam tidak membentuk gas,

dimasukkan ke dalam inkubator kembali pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Bila terbentuk gas pada tabung durham, hasil menunjukkan positif dan test dilanjutkan

dengan test penegasan. Bila test negatif berarti Escherichia coli negatif dan tidak perlu dilakukan test penegasan.

3.5.5 Test Penegasan (Confirmative Test)

Media yang dipergunakan : Briliant Green Lactose Bile Broth (BGLB) 2%. Test ini untuk menegaskan hasil positif dari test perkiraan, cara pemeriksaan :

(7)

2. Tabung Confirmative diinkubasikan pada suhu 44 ºC selama 24 jam untuk memastikan adanya Coliform tinja.

3. Pembacaan dilakukan setelah 24-48 jam dengan melihat jumlah tabung BGLB 2% yang menunjukkan positif gas.

Test penegasan ini merupakan test yang minimal harus dikerjakan untuk pemeriksaan bakteriologi makanan dan minuman.

3.5.6 Pembacaan Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pembacaan hasil dari test penegasan dilakukan dengan menghitung jumlah tabung yang menunjukkan adanya gas baik pada seri tabung yang diinkubasi pada

suhu 370C maupun pada seri tabung yang diinkubasikan pada suhu 440C. Angka yang diperoleh dicocokan dengan tabel MPN, maka akan diperoleh index MPN Coliform

untuk tabung yang diinkubasi pada suhu 370C dan indeks MPN Escherichia coli

untuk tabung yang diinkubasikan pada suhu 440C

3.6 Definisi Operasional

1. Air tebu adalah minuman siap saji yang segar dan alami tanpa bahan pengawet

yang diambil dari sari pohon tebu. Air tebu berasal dari tebu yang sudah dikupas dan dibersihkan, kemudian tebu diperas dengan menggunakan mesin penggiling.

setelah itu, disaring dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es batu.

2. Pemilihan tebu adalah memilih jenis tebu khusus untuk minuman sari tebu. dengan ciri-ciri: tebu memiliki panjang sekitar 2,5 m, tebu tahan lama, air yang dihasilkan

(8)

3. Penyimpanan air tebu adalah menyimpan air tebu yang sudah siap saji di wadah yang tertutup rapat dan berisi es batu.

4. Pengolahan air tebu adalah proses mengolah tebu yang sudah dipotong-potong dengan ukuran 1 meter. kemudian kulit tebu dikupas lalu dibersihkan. giling tebu

yang sudah bersih dengan alat penggiling untuk mengambil airrnya. Lalu saring air perasan dari tebu supaya tidak terbawa tebu yang kecil-kecil (ampas). Campur air tebu dengan air putih dan sirup vanili secukupnya, aduk rata, tuang dalam gelas

yang sudah diisi dengan es batu dan minuman sari tebu siap disajikan.

5. Pengangkutan air tebu adalah memindahkan air tebu yang sudah diolah ke dalam

wadah tempat penyimpanan air tebu.

6. Penyajian air tebu adalah menyajikan minuman sari tebu yang sudah diolah untuk di jual kepada masyarakat umum.

7. Escherichia Coli adalah yaitu spesies bakteri yang ditemukan dalam usus manusia dan hewan sehat dan diperlukan untuk membantu dalam pemecahan

selulosa dan penyerapan vitamin K (yang membantu pembekuan darah). Namun, bakteri ini seringkali juga menjadi penyebab infeksi saluran kemih, diare pada bayi, dan infeksi luka.

3.7 Aspek Pengukuran

(9)

tebu, pengolahan tebu, penyimpanan tebu yang sudah diolah, pengangkutan tebu dan penyajian air tebu.

Wawancara dan observasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa

pertanyaan yang mengajukan dua kategori jawaban yaitu ―Ya‖ dan ‖Tidak‖ dan

pengukuran hanya menggunakan 2 (dua) skor, yaitu : 1. Yang termasuk jawaban Ya (a), skornya = 1

Merupakan jawaban yang sesuai dengan ketentuan dari kep.menkes RI

No.942/Menkes/SK/VII/2003 (terlampir) 2. Yang termasuk jawaban Tidak (b), skornya = 0

Jika salah satu pertanyaan dari wawancara dan observasi pada enam tahap hygiene

sanitasi tidak sesuai Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, maka tahap tersebut

tidak memenuhi syarat kesehatan. Kemudian jika dalam hasil pemeriksaan diperoleh data yang menunjukkan bahwa terdapat bakteri Escherichia coli dalam

air tebu, maka air tebu tersebut tidak sesuai dengan Permenkes RI No. 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

3.8 Teknik Analisis Data 3.8.1 Analisis Univariat

(10)

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji Pearson.

3.8.3 Analisis Multivariat

(11)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Berdasarkan letak geografis, provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, dengan letak astronomis berada pada garis 10-40 Lintang Utara dan 980 -1000 Bujur Timur. Kota Medan memiliki Luas sekitar 26.510 hektar (265, 10 km2)

atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, memiliki luas wilayah yang relatif kecil. Untuk itu

topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 diatas permukaan laut.

Kota Medan mempunyai batas-batas wilayah antara lain :

1. Utara : Selat Malaka

2. Selatan : Daerah Kabupaten Deli Serdang 3. Barat : Daerah Kabupaten Deli Serdang

4. Timur : Daerah Kabupaten Deli Serdang

Daerah lokasi penelitian terdapat pada lima kecamatan di kota medan, dapat

(12)

Tabel 4.1 Daerah Lokasi Penelitian Penjual Minuman Sari Tebu di Lima Kecamatan Kota Medan Pada Tahun 2015

No Kecamatan Jumlah

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, (Medan Dalam Angka 2010-2012)

4.1.2 Demografi

Sumatera Utara (Sumut) merupakan provinsi yang jumlah penduduknya cukup besar, sehingga menempati urutan keempat se-Indonesia dalam sektor jumlah penduduk. Berdasarkan tahun 2013 tercatat jumlah penduduk Sumatera Utara

sebanyak 13,32 juta jiwa, dengan mencapai 1,22 persen. Sebagai bahan perbandingan, hasil sensus penduduk tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk

provinsi ini sebesar 1,20 persen (BPS, 2013).

4.2 Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. tingkat pendidikan

responden yang paling tinggi adalah SMA sebanyak 14 orang ( 46,67%), dan tingkat pendidikan yang paling rendah adalah SD sebanyak 5 orang (16,67%). mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (66,7%), dan perempuan

(13)

(10,00%). responden yang lama berjualan yaitu 8 tahun sebanyak 10 orang (33,33%) dan selebihnya responden berjualan selama 2 tahun yaitu sebanyak 5 orang (16,67%).

Seluruh karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 dikupas sebelum diolah terlebih dahulu ketimbang yang sudah dikupas. Kondisi tebu

(14)

Tabel 4.3 Distribusi Observasi Pemilihan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota diukur dengan 2 indikator dan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Observasi Penyimpanan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 2 Tempat penyimpanan menjadi tempat

bersarang atau bersembunyi serangga, tikus, dan binatang penggangu lainnya

0 0 30 100,0

4.3.3 Pengolahan Tebu

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada penjual minuman sari tebu, mereka sudah mencuci tebu sebelum diolah, disaat mengolah tebu para penjual

(15)

tebu tidak memakai celemek, hanya memakai pakaian biasa. Ketika mengolah minuman sari tebu, penjual tidak memakai perhiasan. peralatan yang digunakan

dicuci sebelum dipakai, tersedia tempat pembuangan sampah dari karung. Pengolahan tebu pada penelitian ini diukur dengan 18 indikator dan dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Distribusi Observasi Pengolahan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 8 Tidak menangani tebu saat menderita batuk

dan pilek

10 Tidak bercakap-cakap saat menangani minuman sari tebu

30 100,0 0 0

11 Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut, atau bagian lainya)

30 100,0 0 0

12 Selalu memelihara kebersihan tangan, rambut, kuku tangan, dan kaki setiap mengolah tebu

11 36,7 19 63,3

13 Tersedia tempat mencuci tangan dan peralatan dalam mengolah minuman sari tebu

(16)

Tabel 4.5 (Lanjutan)

No Observasi Hasil Observasi

Ya Tidak

14 Peralatan yang digunakan dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap pengolahan minuman sari tebu

29 96,7 1 3,3

15 Peralatan dicuci dengan air yang mengalir 0 0 30 100,0 16 Peralatan yang digunakan dalam keadaan

bersih

4 13,3 26 86,7 17 Peralatan tidak gompel atau retak 29 96,7 1 3,3 18 Tersedia tempat pembuangan sampah

tertutup

0 0 30 100

4.3.4 Lokasi Pengolahan Minuman Sari Tebu

Tempat penjualan minuan sari tebu letanya di pinggir jalan dan bersebelahan

dengan parit. Beberapa tempat berjualan bahkan ada yang tepat di samping pembuangan sampah umum. Lokasi pengolahan minuman sari tebu pada penelitian

ini dapat diukur dengan 4 indikator, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.6 Distribusi Observasi Lokasi Pengolahan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015

tidak mengotori permukaan gerobak 21 70,0 9 30,0

4.3.5 Penyimpanan Minuman Sari Tebu

(17)

disimpan dalam keadaan tertutup. Penyimpanan minuman sari tebu dapat diukur dengan 3 indikator, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.7 Distribusi Observasi Penyimpanan Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015

No Observasi

Hasil Observasi

Ya Tidak

n % n %

1 Tempat penyimpanan dalam keadaan bersih dan baik

13 43,3 17 56,7

2 Wadah yang digunakan harus utuh, kuat, dan ukuranya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau bocor

9 30,0 21 70,0

3 Tempat penyimpanan dalam keadaan tertutup

27 90,0 3 10,0

4.3.6 Pengangkutan Minuman Sari Tebu

Kendaraan yang digunakan penjual minuman sari tebu khusus digunakan untuk mengangkat air tebu dan peralatan yang lainnya. Kondisi kendaraan

pengangkut tebu dalam keadaan bersih. Pengangkutan minuman sari tebu dalam penelitian ini dapat diukur dengan 3 indikator, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8 Distribusi Observasi Pengangkutan Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015

No Observasi

Hasil Observasi

Ya Tidak

n % n %

1 Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan mengangkut bahan lain

30 100,0 0 0

2 Kendaraan pengangkut dalam keadaan bersih

12 40,0 18 60,0 3 Menggunakan tempat khusus untuk

membawa air tebu

(18)

4.3.7 Penyajian Minuman Sari Tebu

Alat-alat yang digunakan untuk menggiling tebu menggunakan mesin terbaru

dan dalam keadaan bersih. Beberapa penjual minuman sari tebu masih ada yang menggunakan mesin manual dan berkarat. Peralatan dicuci dengan air yang mengalir

yang berada pada ember pencucian. Penyajian minuman sari tebu dalam penelitian ini dapat diukur dengan 5 indikator dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Distribusi Observasi Penyajian Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015

No Observasi untuk membungkus minuman sari tebu

12 40,0 6 20,0

4.3.8 Pemeriksaan dan Jumlah Kandungan Bakteri E.Coli dalam Minuman Sari Tebu pada Usaha Kecil di Kota Medan Tahun 2015

Dari 30 sampel air tebu yang diperiksa, semua sampel yang diuji mengandung bakteri E.coli. Hasil kandungan bakteri E.coli yang paling tinggi terdapat pada daerah Medan selayang, Medan johor, dan Medan baru yaitu 1600. Hal ini tidak sesuai

(19)

makanan jajanan. Hasil kandungan bakteri E.coli dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini:

(20)

4.3.9 Hasil Kandungan Bakteri E. Coli Pada Minuman Sari Tebu

Hasil E.coli didapatkan pada minuman air tebu semua air tebu mengandung

bakteri E.coli dan dinyatakan semua minuman air tebu tidak memenuhi syarat. Tabel 4.11 Distribusi Kategori Kandungan E. Coli pada Minuman Air Tebu

Kandungan E.Coli N %

Memenuhi syarat 0 0,0

Tidak memenuhi syarat 30 100,0

Jumlah 30 100,0%

Hasil Kandungan bakteri E.coli yang terdapat pada minuman air tebu paling

rendah adalah sebanyak 1,50 MPN/100 ml, sedangkan paling tinggi sebanyak 1900,00 MPN/100 ml dan minuman air tebu rata-rata mengandung E.coli sebanyak 529,00 MPN/100 ml.

Tabel 4.12 Distribusi Kandungan E. Coli pada Minuman Air Tebu

Variabel n Minimum Maximum Mean SD

E.coli 30 1,50 1900,00 529,00 762,16681

4.4 Analisis Bivariat

4.4.1 Hubungan Pemilihan Tebu dengan E.Coli

Analisis hubungan menggunakan pearson correlation dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan variabel independen dan variabel dependen. Hasil uji hubungan antara variabel dependen dan independen dapat jelas di lihat pada Tabel

(21)

Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Pearson antara Penjual Minuman Sari Tebu dengan Keberadaan E.Coli Tahun 2015

Variabel Corelation Coefficient p value

Pemilihan -0,099 0,602

Penyimpanan -0,004 0,984

Pengolahan -0,561 0,001

Lokasi -0,412 0,024

P.Sari Tebu -0,347 0,060

Pengangkutan -0,573 0,001

Penyajian -0,632 0,000

Dari Tabel 4.13 di atas, variabel pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian secara signifikan berhubungan dengan E.Coli yang nilainya masing-masing

sebesar p< α (0,05). Hasil Corelation Coefficient menunjukkan hasil yang negatif pada setiap variabel independen. Artinya semakin baik pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian pada air tebu maka resiko adanya bakteri E.Coli

semakin kecil.

4.5 Multivariat

4.5.1 Pengaruh Pengolahan, Lokasi, Pengangkutan dan Penyajian dengan Keberadaan Bakteri E.Coli pada Pedagang Minuman Sari Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015

Salah satu, pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh beberapa

variabel independen (lebih dari satu) terhadap variabel dependen yang bersifat numerik, Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi linear berganda sederhana adalah variabel dengan nilai p < 0,25 yaitu variabel pengolahan, lokasi,

(22)

dalam model akhir regresi linear sederhana adalah variabel yang mempunyai nilai p

< 0,05, yaitu pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian.

4.5.2 Uji F (Uji Serempak)

Nilai signifikansi pada uji F diperolah nilai p=0,000 <0,05, maka hipotesa

penelitian diterima, berarti ada pengaruh variabel pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian terhadap E.Coli pada minuman sari tebu di beberapa kecamatan di kota medan Tahun 2015, yang dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini :

Tabel 4.14 Hasil Analisis Determinasi

R2 F p value

0,607 0,000 0,000

Koefisien determinasi regresi (R2) = 0,607 menunjukkan bahwa variabel

pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian mampu menjelaskan variasi pada

E.Coli sebesar 60,70%, selebihnya 39,30% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel

lain yang tidak termasuk dalam model regresi yang digunakan. 4.5.3 Uji Parsial (Uji t)

Tabel 4.15 Pengaruh Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu di Kota Medan Tahun 2015

Variabel B Sig

Konstanta 2.779.317 0,000

Pengolahan -158.600 0,021

Penyajian -464.985 0,000

Berdasarkan hasil uji regresi linear ganda, didapatkan variabel dalam

(23)

Dengan persamaan garis regresi yang diperoleh, maka model regresi tersebut dapat diintepretasikan, sebagai berikut:

1. Hasil uji regresi linear sederhana terhadap variabel pengolahan diperoleh nilai p=0,021<0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti ada pengaruh variabel

pengolahan terhadap E.Coli pada pedagang minuman sari tebu tahun 2015, Nilai koefisien b1= -158,600 berarti bahwa apabila nilai variabel pengolahan, (X1) mengalami penurunan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya bersifat tetap,

maka adanya E.coli (Y) akan menurun sebesar 158, 600 poin.

2. Hasil uji regresi linear sederhana terhadap variabel sikap diperoleh nilai

p=0,000<0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti ada pengaruh penyajian, Nilai koefisien b1= -0,464,985 berarti bahwa apabila nilai sikap (X2) mengalami penurunan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya bersifat tetap, maka adanya

(24)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Baku (Tebu) dengan E.Coli

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan

mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008). Pemilihan tebu juga harus di pilih tebu

yang berkualitas baik fisik dan air yang dihasilkan dari tebu tersebut. Sebaiknya menggunakan tebu segar dan tidak busuk. Hasil analisa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pemilihan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,062.

Hal ini sesuai dengan penelitian Said (2013) dari hasil pemeriksaan

laboratorium bahwa Sampel B tidak ditemukan adanya bakteri Escherichia Coli, Pada jamu tradisional. Dari hasil pengamatan bahwa penjual jamu tradisional ini sudah memperhatikan kebersihan dari seperti memotong kuku pendek, mencuci tangan

sebelum melakukan pengolahan, memakai pakaian yang bersih, mandi sebelum melakukan pengolahan, air yang digunakan untuk mencuci gelas sering diganti,

(25)

yang signifikan antara pemilihan bahan baku jamu dengan keberadaan E.coli pada jamu tradisional tersebut.

5.2 Hubungan Penyimpanan Tebu dengan E.Coli Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena : a. Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia

b. Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain-lain

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih

dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan

dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Dalam penyimpanan bahan makanan hal hal yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut :

a. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat kesehatan.

b. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga : - Mudah untuk mengambilnya

- Tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus

(26)

- Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang.

Penyimpanan tebu sebelum diolah harus ditempatkan pada tempat yang aman, bersih dan terhindar dari serangga. Suhu yang terjaga, agar kondisi tebu tetap sesuai

dengan ruangan yang menjadi tempat penyimpanan tebu tersebut. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli

di beberapa kecamatan di kota Medan tahun 2015 dengan p = 0,984.

Hal ini sesuai dengan penelitian munthe (2006) bahwa Pedagang minuman sari tebu menyimpan bahan minuman (tebu) di tempat yang tidak terhindar dari

serangga atau lalat. Hanya sebagian pedagang yang memiliki tempat pembuangan ampas tebu, tetapi tidak tertutup. Biasanya mereka membuang ampas tebu di dalam keranjang atau goni. Hal ini juga tidak sesuai dengan Kep.Menkes

No.1098/Menkes/SK/VII/2003 yang menyatakan bahwa tempat sampah haruslah terbuat dari bahan yang kedap air dan mempunyai tutup.

Penelitian Arisman (2000) juga menyimpulkan bahwa di Palembang, sarana penjaja makanan berupa lemari makanan yang dipajang di warung dan kantin sebagian besar dalam keadaan tidak tertutup. Kalaupun ada, penutup itu hanya berupa

kain bekas gorden tipis yang jarang sekali dirapatkan terutama ketika tamu sedang ramai. Oleh karena itu, beberapa lalat dapat dengan mudah mencemari makanan yang

(27)

5.3 Hubungan Pengolahan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004). Tujuan pengolahan makanan

agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Dalam proses pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan

peralatan yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

Dalam proses pengolahan minuman sari tebu, sebaiknya penjamah memperhatikan kebersihan tangan, kuku, dan peralatan yang digunakan dalam mengolah air tebu. Menjaga agar keringat tidak jatuh pada air tebu yang sudah diolah

agar tetap terjaga cita rasa dan kebersihanya.

Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Pengolahan minuman sari

tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,001 (p<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arisman (2000) di Kota Palembang didapatkan hasil bahwa hanya (6,6%) penjamah makanan yang

mengenakan celemek pada saat bekerja dan ditemukan (11,1%) penjamah makanan yang mempunyai perilaku suka menggaruk kepala dan hidung pada saat sedang

(28)

strategis dan sering dilalui banyak kendaraan bermotor. Beberapa pedagang makanan jajanan tradisional cukup mudah ditemui di sekolah-sekolah tersebut.

Pedagang tersebut kerap kali menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan, misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka tepat di

pinggir jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Hasil penelitian terhadap peralatan dapat disimpulkan bahwa hanya (34,8%) responden yang sanitasi peralatannya sudah baik, sedangkan sisanya sebesar (65,2%) responden memiliki

sanitasi yang tidak baik dari segi peralatannya. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/2003 mengatur tentang cara untuk

menjaga kebersihan peralatan.

Berdasarkan pengamatan selama penelitian tidak ditemukan satupun responden yang melakukan pencucian peralatan dengan benar. Beberapa responden

mencuci peralatan tanpa menggunakan sabun, peralatan hanya dicelupkan ke dalam seember air pencuci yang sudah kotor. Hal ini serupa dengan penelitian Hidayat

(1995) di dua propinsi yaitu Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta yang ternyata umumnya tempat cuci gelas atau piring yang digunakan hanya satu ember untuk mencuci alat-alat makan yang kotor untuk digunakan seharian.

Beberapa responden lainnya mengeringkan peralatan dengan menggunakan lap atau serbet yang berfungsi untuk berbagai keperluan. Misalnya, untuk

(29)

Hal ini serupa dengan hasil penelitian Susanna (2003) yang menyatakan penempatan piring dilakukan pada tempat terbuka dan tidak bersih serta penggunaan

kain lap pada saat mengeringkan piring, sendok dan garpu. Hal tersebut dapat memberi kontribusi terhadap kontaminasi kuman pada makanan. Penelitian senada

yang dilakukan oleh Tofani (2007) di Surabaya menyimpulkan bahwa pencucian alat pada pedagang makanan jajanan di salah satu sekolah dasar negeri di Surabaya termasuk kurang (51,67%). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 78,3% pedagang

makanan jajanan tradisional menggunakan kembali peralatan sekali pakai. Peralatan sekali pakai tersebut berupa botol plastik bekas, misalnya botol air mineral, botol

minuman teh, minuman elektrolit dan sebagainya. Botol ini digunakan untuk mewadahi bahan makanan atau makanan, seperti saos dan cuka pempek yang bersifat asam serta minyak bekas menggoreng yang masih dalam keadaan panas.

Hasil pengamatan juga menunjukkan ada 39,1% pedagang makanan jajanan yang menggunakan peralatan dengan fungsi yang bercampur baur. Menurut Depkes

RI (2000) peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi silang (cross contamination). Berdasarkan pengamatan, (21,7%) pedagang makanan jajanan tradisional yang menggunakan peralatan yang sudah patah, gompel, penyok,

tergores atau retak. Menurut Depkes RI (2000) peralatan yang sudah retak, gompel atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi

(30)

5.4 Hubungan Lokasi Pengolahan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Pentingnya lokasi pengolahan akan menjadi penentu akan kualitas minuman

sari tebu yang dihasilkan, karena jika lokasi yang kotor dan berdekatan dengan tempat pembuangan sampah akan mengundang lalat serta udara yang tidak sehat bagi

minuman tersebut. Sebaiknya para penjual minuman sari tebu memilih tempat yang bersih dan yang jauh dari keramaian kendaraan bermotor agar air tebu yang dijual tetap layak untuk diminum. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Lokasi

Pengolahan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,024 (p<0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Pagiu (2010) menunjukkan bahwa semakin lama makanan gorengan terpajan di lingkungan terbuka, maka semakin tinggi pula jumlah bakteri yang dapat mengontaminasi makanan jajanan ini yang terlihat pada

grafik 1 bahwa terjadi peningkatan jumlah total mikroba dari waktu pajan kurang dari 1 menit sampai waktu pajan 4 jam. Kontaminasi bakteri ini dapat disebabkan karena

tidak higienisnya penjamah makanan, lingkungan yang kerja dan tempat berjualan yang kotor, serta lokasi penjajah makanan yang berada di pinggir jalan raya dan berdekatan dengan area pembuangan sampah sehingga dapat diduga menjadi sumber

kontaminasi mikroba pada makanan jajajan tersebut. Selain itu, adanya pembeli yang membeli makanan jajanan dengan memegang secara langsung jajanan tersebut

(31)

merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab adanya cemaran mikrobiologis pada makanan.

Penyimpanan pada suhu ruang meningkatkan jumlah mikroba, terutama pada makanan-makanan yang disajikan di tempat terbuka, peningkatan total mikroba dapat

mencapai dua kali lipat dari jumlahnya semula, dan dapat tercemar bakteri patogen seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, ataupun Bacillus cereus (Tessi et al, dalam Nurjannah, 2006). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Amalia Lestari Yusuf (2004) tentang Studi Keamanan Mikrobiologis Makanan Jajanan di Kantin Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor

yang menunjukkan adanya peningkatan total mikroba pada makanan jajanan yang disajikan di Kantin tersebut dari antara waktu 0 jam berkisar antara 8,5 x 101 CFU/gram hingga 2,0 x 105 CFU/gram pada waktu 6 jam kemudian.

5.5 Hubungan Penyimpanan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan : a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

(32)

e. Lemari penyimpanan sebaiknya ditutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat udah

menjangkaunya.

Penyimpanan tebu sebelum diolah harus dibuat pada tempat yang jauh dari

jangkauan serangga agar tidak merusak tebu yang disimpan. Kemudian tebu yang disimpa tidak boleh berdekatan dengan saluran air karena air yang kotor akan lengket pada tebu yang disimpan tersebut.

Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di Kota Medan tahun 2015

dengan p = 0,060.

Hal ini sesuai dengan penelitian Sofiana (2012) yang menyatakan bahwa pedagang makanan jajanan yang berjualan di sekolah dasar kecamatan Tapos Depok

setiap harinya membeli bahan makanan dalam jumlah yang sedikit dan sesuai kebutuhan. Sehingga tidak menyimpan bahan makanan. Makanan jajanan pada

umumnya telah dikemas dalam wadah plastik atau pembungkus kertas terpisah dengan makanan lainnya. Tetapi penutup pada wadah makanan masih dalam kondisi yang tidak rapat. Hanya menggunakan penutup kertas atau plastik sehingga terdapat

celah yang memungkinkan lalat atau debu masuk. Dari hasil uji statistik bivariat terkait sanitasi alat dan kontaminasi E.coli didapatkan hasil analisis yaitu dari 17

(33)

makanan yang kurang baik menghasilkan kualitas makanan yang tidak memenuhi syarat.

Dengan nilai p=1,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini penyimpanan bahan makanan tidak memiliki pengaruh terhadap kontaminasi E.Coli

pada makanan jajanan di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok. Hasil analisis bivariat pada penelitian Rahmawati (2011) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kontaminasi E.Coli pada

makanan jajanan (p=0,615) di warung jajanan sekolah Dasar Kota Tangerang Selatan. Hal ini sama dengan penelitian Yunaenah (2009) dimana tidak ada perbedaan yang

signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kontaminasi E.coli pada makanan jajanan (p=0,973).

5.6 Hubungan Pengangkutan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan

pengangkut itu sendiri. Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan

membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran (Depkes RI, 2004).

Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara pengangkutan minuman

(34)

0,001 (p<0,05). Secara umum produk pangan membutuhkan pendinginan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogenik, sehingga perlu didinginkan

secara cepat dibawah 40C. Tindakan hati-hati harus dilakukan dalam transportasi dan distribusi produk pangan untuk mencegah kontaminasi. Alat pengangkutan dan alat

bantunya seperti palet dan konveyor atau trolley harus dalam keadaan bersih dan tersanitasi. Alat bantu yang tidak baik atau rusak dan tidak bias diperbaiki dan dibersihkan atau disanitasi harus dibuang atau tidak dipakai sama sekali. Memelihara

integritas rantai pendingainan sangat penting untuk meyakinkan bahwa mutu dan keamanan dari produk minuman segar tersebut terjamin. Jika minuman terkemas

dikirim ke fasilias yang lainnya seperi took pengecer, maka transportasi dilaksanakan secara tersanitasi dengan baik. Transportasi dengan fasilitas pendingin ada alat angkut terbaik. Inspeksi secara periodic terhadap produk sering dilakukan untuk penanganan

yang memadai terhadap produk tersebut. (Utama, 2001).

5.7 Hubungan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam

menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Pengunaan

pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan

(35)

menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kusmayadi, 2008).

Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara penyajian minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di Kota Medan tahun 2015 dengan p =

0,000 (p<0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Kurniadi (2013) Dari observasi yang dilakukan sebagian besar para pedagang kantin tidak menggunakan wadah yang

bersih dan kering pada saat menyajikan makanan, tidak menggunakan alat yang bersih pada saat mengambil makanan serta tempat penyajian makanan yang tidak

bersih. Kebiasaan lain para pedagang kantin yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada makanan adalah menggunakan penutup kertas Koran atau plastik untuk menutup makanan jajanan yang dijual sehingga makanan tidak tertutup dengan baik, sehingga

kondisi ini sangat bisa mempengaruhi terjadinya kontaminasi pada makanan jajanan. Mendukung penelitian ini yang dilakukan Wibowo (2010) yang mengatakan

bahwa penyajian makanan yang tidak memenuhi syarat berpeluang terkontaminasi E. coli 4,551 kali (95% CI: 1,431-14,150) dibandingkan dengan penyajian makanan yang memenuhi syarat. Hal ini tentunya sesuai teori yang menyebutkan bahwa

penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Makanan yang dijual adalah makanan yang siap santap dengan memperhatikan prinsip

(36)

5.8 Pengaruh Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli Nilai signifikansi pada uji F diperolah nilai p=0,000 <0,05, maka hipotesa

penelitian diterima, berarti ada pengaruh variabel pengolahan dan penyajian terhadap

E.Coli pada minuman sari tebu di beberapa kecamatan di kota medan Tahun 2015.

Koefisien determinasi regresi (R2) = 0,607 menunjukkan bahwa variabel pengolahan, lokasi, pengangkutan dan penyajian mampu menjelaskan variasi pada E. Coli sebesar (60,70%,) selebihnya (39,30%) dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang

tidak termasuk dalam model regresi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Zulaikhah (2005) Hasil pengamatan di lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan bahwa proses pengolahan yang masuk dalam kategori baik ada sebanyak (42,4%) dan buruk ada (57,5%).

Dalam proses pengolahan indikator yang diamati dan diukur adalah air yang

digunakan untuk memasak, peralatan, higiene pengolah, dan lingkungan tempat pengolah. Hasil analisis bivariat dengan chi-square memperlihatkan terdapat

hubungan yang bermakna antara proses pengolahan dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong (p=0,0001). Jamu gendong yang mengalami pencemaran sehingga produk jamu gendong tidak memenuhi syarat lebih banyak berasal dari

proses pengolahan yang buruk (87,0%) dibandingkan dengan proses pengolahan yang baik (29,4%). Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa

(37)

(p=0,022). Air yang digunakan pada proses pengolahan hendaknya air bersih yang memenuhi persyaratan Permenkes RI. No 416/MenKes/Per/IX/1990.

Penyakit-penyakit bawaan makanan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyakit-penyakit bawaan air. Makanan dan air merupakan suatu media yang dapat

menyebabkan penyakit sampai dengan 70% dari semua penyakit diare. Ada hubungan yang nyata antara air, sanitasi peralatan, lalat, hewan lain, higiene perorangan dan makanan yang mengakibatkan penularan penyakit. Beberapa kontaminan biologi

terhadap makanan/minuman dapat ditekan atau dihilangkan melalui peningkatan higiene perorangan, air yang kualitas maupun kuantitasnya baik (Sulistiyani,2002).

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan sebagian besar air yang digunakan untuk membuat jamu gendong mempunyai nilai MPN coliform >240/100 ml sampel, sehingga tidak memenuhi persyaratan Dep.Kes

sebagai air bersih. Tingginya nilai MPN coliform dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya masih banyaknya penjual jamu gendong yang menggunakan sumber

air bersih dengan membeli dimana tidak diketahui dengan pasti sumber air tersebut, sebagian penjual jamu gendong menggunakan sumber air bersih dari sumur yang mana di sekitar sumur tidak ada saluran air limbah dan letak sumur berdekatan

dengan septik tank sehingga sumur dapat tercemar oleh bakteri coliform.

(38)

memperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara penyajian dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong (p=0,0001). Jamu gendong yang mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat lebih banyak berasal dari penyajian yang mempunyai kategori buruk (91,3%) dibandingkan dengan penyajian yang mempunyai kategori baik (23,5%). Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik

menunjukkan bahwa penyajian bersama-sama dengan kualitas bahan baku dan proses pengolahan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pencemaran mikroba (p=0,020).

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan untuk mencuci gelas sebagian besar didapatkan nilai MPN coliform melebihi batas yang disyaratkan oleh Departemen Kesehatan. Berdasarkan pengamatan oleh peneliti hal ini disebabkan karena ada sebagian penjual jamu gendong yang tidak mengganti air pencuci gelas sampai dagangannya habis, dalam mencuci botol tidak dibilas tetapi langsung dituangi jamu, lumpang dicuci tanpa dengan sabun dan masih dalam keadaan basah digunakan untuk menumbuk bahan.

(39)

Sistem pengolahan dan penyajian yang kurang baik atau kurang higiene menyebabkan pencemaran mikroba pada jamu gendong, pencemaran oleh

Escherichia coli dan jamur akan mengganggu kesehatan konsumen (Lestari, 2000). Higiene penjual juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran mikroba pada produk jamu gendong. Hasil pengamatan didapatkan bahwa penjual jamu gendong sudah memperhatikan kebersihan diri seperti memotong kuku pendek, sering mencuci tangan, memakai pakaian yang bersih, memakai tutup kepala, tetapi mereka masih banyak yang menuang jamu ke dalam gelas sambil ngomong-ngomong, dimana hal ini dapat menyebabkan jamu terkontaminasi mikroba, karena mikroba dapat disebarkan melalui mulut, hidung atau tenggorokan. Selama dalam penyajian dapat pula mikroba disebarkan oleh debu, lingkungan, karena penjual jamu gendong sering berhenti melayani konsumen di lingkungan yang kotor dan dekat dengan sampah. Dari ketiga variabel bebas ternyata variabel penyajian yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran mikroba pada jamu gendong.

5.9 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan faktor-faktor yang berhubungan dengan kandungan E.Coli pada air tebu adalah hygiene sanitasi lingkungan, sedangkan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi kandungan

(40)
(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemilihan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p =

0,062.

2. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan

p = 0,984

3. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Pengolahan minuman sari tebu

dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,001 (p<0,05)

4. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Lokasi Pengolahan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,024 (p<0,05)

5. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan

p = 0,060.

6. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara pengangkutan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p =

(42)

7. Ada Pengaruh antara Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015. Variabel yang paling

dominan adalah Penyajian Minuman Sari Tebu.

6.2 Saran

1. Kepada penjual minuman sari tebu hendaknya dapat meningkatkan kebersihan,

baik kebersihan bahan baku (tebu), proses pengolahan dan penyajian, perlu diajarkan dan mendapatkan penyuluhan oleh dinas terkait tentang cara pemilihan, pencucian, penyimpanan bahan baku yang benar, proses pengolahan dan cara

penyajian minuman sari tebu yang higienis.

2. Kepada konsumen atau pelanggan minuman sari tebu, hendaknya dapat lebih

waspada dalam mengkonsumsi air tebu tersebut, yaitu perlu diperhatikan tentang peralatan yang digunakan selama penyajian, kebersihan penjual, maupun lokasi

dalam memberikan pelayanan.

3. Kepada pemerintah atau lembaga terkait dalam hal ini Departemen Kesehatan agar melakukan suatu upaya baik berupa pembinaan, pengarahan maupun pengawasan

Gambar

Tabel 4.1 Daerah Lokasi Penelitian Penjual Minuman Sari Tebu di Lima
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015
Tabel 4.3 Distribusi Observasi Pemilihan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015
Tabel 4.5 Distribusi Observasi Pengolahan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

2014 Aplikasi Basic Data dengan Visual Basic .NET Studi Kasus : Pengolahan Data Rekam Medis.. Algoritma

Muljono et al (2014) menggaribawahi pendekatan komunikasi yang persuasif membantu masyarakat untuk mengenal posdaya lebih dekat sehingga posdaya bukan sebagai

The eforts of local government, particularly Nunukan District government, North Kalimantan in order to provide service and easy access, as well as ensuring the best quality

Kesimpulan penelitian adalah ditemukan prevalensi karies interproksimal yang tinggi pada anak sekolah dasar Letjend Djamin Ginting Berastagi yaitu sebesar 61,16% dan prevalensi

information on public participation in PPMK community empowerment in selected DKI Jakarta villages in Kampung Rawa village, Johar Baru (Central Jakarta); Kali Baru vil-

Example of waste water treatment at coffee mills.. Small

Selain itu dengan situs yang telah dibuat, toko Altec berusaha memberikan informasi mengenai barang-barang yang dijual kepada konsumen yang juga sebagai tempat pemesanan

[r]