• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI

D. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang member hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yng lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.25

25

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa, 2003, hal. 122.

Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti. Meskipun demikian adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di dalamnya terdapat kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian adalah uang. Perjanjian kredit ini dibuat

secara tertulis, tujuannya ialah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan.26

Sebelum mengajukan kredit, seorang calon debitur haruslah terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kredit. Setelah permohonan kredit calon debitur dianggap layak untuk disetujui, bank akan memberikan tanda persetujuannya yang disebutnya Sebagai Surat Persetujuan Prinsip, yaitu surat kepada pemohon yang memberitahukan setuju secara prinsip pemberian kredit.27

Pemberian Kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur (peminjam). Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan.28

Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum jaminan. Salah satu contoh adalah tentang penerapan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang berutang untuk menjamin utangnya. Bank pemberi kredit hendaknya sepenuhnya memahami dan mematuhi ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut untuk mengamankan kepentingannya sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata seharusnya dipatuhi pada waktu bank melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit bermasalah debitur. Pada waktu melakukan penilaian calon debitur yang mengajukan permohonan kepadanya, bank seharusnya berdasarkan kepada ketentuan Pasal 1131

26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 226.

27

H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 133.

28

KUHPerdata dapat meyakini harta yang dimiliki oleh calon debitur untuk menjamin pelunasan kredit di kemudian hari. Harta calon debitur adalah semua hartanya yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, sepenuhnya merupakan jaminan atas kredit yang bersangkutan. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, jaminan atas kredit yang diterima debitur tidak terbatas pada harta debitur yang telah dikuasai bank atau yang diikat melalui sesuatu lembaga jaminan. Semua harta debitur adalah jaminan atas kredit yang diterimanya dari bank, dan dalam praktik perbankan mengenai harta debitur sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan KUHPerdata tersebut sering dicantumkan dengan ketentuan perjanjian kredit.

Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam perjanjian kredit yang dilakukannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan perekonomian saat ini penerapan hukum jaminan lebih banyak ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan.1

Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan nasional tersebut dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ditentukan bahwa “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.”2

Dari ketentuan ini jelaslah bahwa lembaga perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai

1

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 40.

2

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan., Pasal 4.

Agen Pembangunan (Agent of Development) dalam upaya mencapai tujuan nasional itu, dan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.3

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran yang strategis bagi kehidupan perekonomian masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari fungsi utama yang dimiliki oleh bank yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Dari fungsi utama bank tersebut bank bisa dikatakan sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga yang berfungsi sebagai penghubung antara orang yang memiliki uang dan yang membutuhkan uang.

Masyarakat perlu melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya demi meningkatkan kesejahteraannya. Dalam kenyataannya tidak semua masyarakat terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah memiliki modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan usaha dan produktifitasnya, sehingga dalam hal ini masyarakat lapisan menengah ke bawah tersebut membutuhkan bantuan yang berupa pinjaman atau kredit yang bisa mereka cari, salah satunya di suatu lembaga perbankan.

Kredit dibutuhkan oleh masyarakat baik oleh perorangan maupun badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya ataupun untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Kegiatan yang menyangkut produktif misalnya masyarakat meminjam kredit di bank untuk memperluas kegiatan usahanya, sedangkan kegiatan yang bersifat konsumtif misalnya masyarakat meminjam kredit untuk membeli rumah.

3

Dengan adanya minat orang yang memiliki kelebihan uang untuk menyimpan uangnya di bank, maka bank akan bisa mengumpulkan uang atau menghimpun dana dari masyarakat, yang kemudian dana-dana itu akan disalurkan lagi ke masyarakat lainnya yang membutuhkannya dalam bentuk kredit. Penghimpunan dana merupakan suatu jasa utama yang ditawarkan di dunia perbankan, baik oleh bank umum maupun bank perkreditan rakyat.4

4

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal . 221.

Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan dapat mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.

Kegiatan perbankan juga selalu mengikuti kemajuan aneka ekonomi baik pasar domestik maupun pasar global sehingga fungsi perbankan itu sendiri juga semakin bertambah dan beraneka warna. Perkembangan ini tentu saja mengandung kemungkinan pertambahan risiko yang akan mempengaruhi kesehatan perbankan. Apabila dahulu perbankan dapat tumbuh dan berkembang berdasarkan kebiasaan praktik yang diakui oleh masyarakat sebagai norma hukum tak tertulis, maka dengan semakin kompleks dan semakin tingginya risiko yang dihadapi, praktik perbankan harus diatur oleh suatu sistem perundangan yang modern pula.

Penyediaan kredit bank-bank yang semula mengandalkan kredit likuiditas Bank Indonesia, secara bertahap dialihkan menjadi penyediaan kredit biasa oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lain yang didasarkan atas dana yang dihimpun dari masyarakat. 5

Berjalannya kegiatan perkreditan akan lancar apabila adanya suatu saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut. Kegiatan itu pun dapat terwujud hanyalah apabila semua pihak terkait mempunyai integritas moral.6

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia ini, kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat penting dan utama, sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan yang paling besar dibanding dengan Pendapatan Dasar (Fee Base Income). Berbeda dengan bank di negara-negara yang ada di negara maju, laporan keuangan menunjukkan bahwa komponen pendapatan bunga dibanding dengan pendapatan jasa perbankan lainnya sudah cukup berimbang.7

Jenis kredit dilihat dari sudut jaminannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan) dan kredit dengan agunan (Secured Loan). Dalam perkembangannya tidak semua bank telah menerapkan kredit tanpa jaminan, namun setahun terakhir ini telah muncul suatu kredit tanpa jaminan yang disebut Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan. Lain hal lagi, kredit

5

Thomas Suyatno,dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 3

6

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 366

7

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung: CV Alfabeta, 2003, hal.5.

dengan agunan, yaitu kredit yang dilakukan dengan menyertakan agunan seperti apa yang telah diperjanjikan. Agunan yang disertakan bisa berupa agunan barang, agunan pribadi (borgtocht) dan agunan efek-efek saham.

Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UKMK.

Kredit Usaha Rakyat Tanpa Jaminan diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan Wujud Aplikasi Kebijakan Pemerintah melalui percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 dan sebagai Landasan Operasionalnya adalah Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.

Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini disediakan hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja,

yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, seperti : pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya.

Pelu ncuran KUR merupakan t indak la nju t dari ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 tentang Penjaminan Kredit/ Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin (Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia

Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon juga harus mengetahui prosedur hukum dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan dan pengaruh kebijakannya mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu

permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatlah sebuah penelitian dengan menyusunnya menjadi sebuah skripsi yang diberi judul :

"Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan Di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Prosedur Hukum untuk Memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan Dikaitkan dengan Hukum Jaminan?

2. Bagaimana Pengaruh Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan Kepada Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah?

3. Bagaimana Hambatan-Hambatan dan Solusi dalam Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui prosedur hukum dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan Dikaitkan dengan Hukum Jaminan.

b. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan Kepada Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

c. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan lengkap mengenai hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan

2. Manfaat Penulisan

Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoretis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya mengenai Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

b. Manfaat Praktis

1) Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait, mengenai prosedur hukum dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan dan pengaruh kebijakannya beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya.

2) Untuk memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang menyangkut masalah.

D. Tinjauan Kepustakaan

Di dalam KUHPerdata tidak ditemukan pengertian perjanjian kredit, perjanjian dalam KUHPerdata yang mirip dengan perjanjian kredit yaitu perjanjian pinjam-meminjam. Djuaendah Hasan mengartikan perjanjian kredit adalah suatu perjanjian yang diadakan antara bank dengan calon debitur untuk mendapatkan kredit dari bank yang bersangkutan.8

Dari pengertian kredit tersebut maka jelas mengenai perjanjian kredit antara bank dengan debitur ditekankan pada kesepakatan para pihak yaitu berdasar asas Pengertian kredit dikenal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 11:

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

8

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 70.

kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Mengenai istilah kredit lebih cenderung untuk menamakan perjanjian kredit bank, istilah bank dilekatkan untuk membedakannya dengan perjanjian pinjam uang yang pemberi pinjamannya bukan bank.9

9

Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Alumni, 1978, hal 20

Menurut R. Subekti, ”Perjanjian kredit diidentikkan dengan perjanjian pinjam-meminjam uang yang mempunyai sifat khusus maksudnya perjanjian peminjaman uang terjadi antara bank dengan debitur, di mana debitur akan mengembalikan pinjaman setelah jangka waktu yang telah ditentukan.”

Kredit menurut Gatot Supratmono adalah ”Perjanjian meminjam uang antara bank sebagai kreditur dalam hal ini bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas.”

Dalam kredit tentu ada unsur kepercayaan yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang atau barang akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati oleh debitur maupun kreditur.

Mengenai Jaminan, pengertiannya dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam bentuk pinjaman uang atau sesuatu yg diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, “Hal yang berhubungan dengan masalah perjanjian, hubungan hutang piutang antara kreditur dengan debitur, dan apa yang dapat dilakukan kreditur jika debitur misalnya tidak dapat memenuhi apa yang sudah diperjanjikan atau wanprestasi, ini yang disebut dengan teori perjanjian jaminan.”

Dalam arti luas, jaminan kredit bukan saja persoalan agunan yang diberikan nasabah debitur tetapi juga meliputi faktor-faktor lain seperti bonafiditas dan prosepek usaha. Dalam arti sempit, jaminan kredit hanya ditujukan kepada benda agunan yang diberikan nasabah debitur yang lazim disebut dengan jaminan tambahan berupa harta benda.10

Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya.11

1. Jaminan karena undang-undang dan karena perjanjian

Jaminan karena undang-undang adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi, sedangkan jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya.

2. Jaminan umum dan jaminan khusus

Dalam jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Jaminan khusus memberikan kedudukan mendahului (preferen) bagi pemegangnya.

3. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan perseorangan.

Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas

10

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006, hal. 185.

11

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 67-69.

benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan, sedangkan jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan lansung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

E. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalah Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa Jaminan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di Bank Tabungan Negara Cabang Medan, sehingga tulisan ini asli dan tidak ada

judul yang sama. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Pembantu Pusat Pasar Medan, Jl. Pusat Pasar No. 357/3A Medan.

2. Jenis Penelitian

Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif dan hukum empiris. Metode penelitian hukum normatif adalah apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.12 Metode penelitian empiris adalah pada sifat empirisnya sehingga penelitian lapangan sebagaimana yang bisa dilakukan oleh peneliti ilmu sosial sebagai rujukan.13

3. Jenis Data

Dalam hal ini, peneliti berusaha memberikan gambaran dan menguraikan tentang prosedur hukum dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan dan pengaruh kebijakannya beserta permasalahan yang ditimbulkan karenanya .

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan. Sementara data sekunder merupakan hasil penelitian kepustakaan.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sebagai berikut : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan landasan teoritis dari permasalahan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan terhadap :

1) Bahan hukum primer, yang berupa peraturan perundang-undangan. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil penelitian, karya ilmiah, pendapat para ahli/pakar hukum.

12

Amirudin, zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal 118.

13

Ade Saptomo, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni: Sebuah Alternatif, Jakarta : Universitas Trisakti, 2009, hal. 39.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Data primer tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

5. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya dilakukan penarikan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab permasalahan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Pustaka, Keaslian Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum mengenai hukum jaminan kredit, yag sub-subnya adalah Pengertian Hukum Jaminan Kredit, Kerangka Hukum Jaminan menurut KUH Perdata, Penggolongan Jaminan Kredit

Bank dalam Pemberian Kredit Perbankan, dan Hubungan Perjanjian Kredit

Dokumen terkait