• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

5.5 Estimasi Vector Error Correction Model

5.5.2. Hubungan Persamaan Jangka Panjang

Hasil estimasi jangka panjang pada Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai tukar riil (ERIAS) pada lag 1, harga internasional (PINTL) pada lag 1, dan harga negara kompetitor (PTHAI) pada lag 1 berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen pada ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat. Dalam kondisi jangka panjang, setiap terjadi perubahan sebesar 1 persen nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS akan menurunkan volume ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 1,7 persen. Perubahan dalam nilai tukar riil bisa berupa apresiasi maupun depresiasi. Peningkatan sebesar 1 persen nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS, atau biasa disebut dengan depresiasi nilai tukar riil, idealnya diimbangi dengan peningkatan ekspor karet alam. Hasil estimasi jangka panjang ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat ini justru bertentangan dengan teori Tweeten (1992), dimana depresiasi nilai tukar riil pada 1 triwulan sebelumnya akan menurunkan volume ekspor karet alam ke Amerika Serikat pada triwulan saat ini. Tweeten (1992) menyatakan bahwa saat nilai tukar negara pengekspor terdepresiasi, maka excess demand akan bergerak ke kanan sehingga harga komoditi yang diekspor meningkat di pasar ekspor, sehingga negara pengekspor akan meningkatkan volume ekspornya. Pada perdagangan karet alam ke Jepang, nilai tukar riil berhubungan negatif juga dengan ekspor karet alam namun tidak berpengaruh signifikan dalam jangka panjang.

Tabel 17 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang

Keterangan Variabel Amerika Serikat Jepang

Variabel Koefisien T-Statistic Variabel Koefisien T-Statistic

Volume Ekspor LKAS(-1) 1,00 - LKJ(-1) 1,00 -

Harga Ekspor LPAS(-1) - 1,00 LPJ(-1) -0,28 -0,28

Nilai Tukar Riil LERIAS(-1) -1,70 -4,12* LERIJ(-1) -0,54 -1,50

Harga Internasional LPINTL(-1) 8,20 4,72* LPINTL(-1) -11,85 -6,93*

Harga Negara

Kompetior LPTHAI(-1) 8,99 5,03* LPTHAI(-1) -11,92 -6,67*

Konstanta C -9,90 -0,98 C 82,28 2,41

Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi dari triwulan 1 tahun 1996 sebesar Rp. 7.849 per dolar AS menjadi Rp. 16.135 per dolar AS di triwulan 4 tahun 2001, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,05 persen. Pada periode ini, ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat bergerak sangat fluktuatif namun rata-rata pertumbuhannya tetap positif yaitu sebesar 0,01 persen (Tabel 18). Setelah periode tersebut, dari triwulan 1 tahun 2002 sampai dengan triwulan 4 tahun 2010 rata-rata pertumbuhan nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS justru mengalami penurunan menjadi -0,01 persen, yang berarti telah terjadi apresiasi dalam periode ini.

Tabel 18 Rata-rata Pertumbuhan Ekspor Karet Alam dan Nilai Tukar Riil Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor dan Periode

Negara tujuan

ekspor Periode

Rata-rata pertumbuhan ekspor karet alam

(dalam persen)

Rata-rata pertumbuhan nilai tukar riil (dalam persen) AS 1996Q1-2001Q4 0,01 0,05 2002Q1-2010Q4 0,02 -0,01 Jepang 1996Q1-2001Q4 0,07 0,04 2002Q1-2010Q4 0,04 -0,01 Q: triwulan Sumber: BPS, 1996-2010. Diolah.

Apresiasi yang terjadi dari triwulan 1 tahun 2002 sampai dengan triwulan 4 tahun 2010 tersebut ternyata diiringi dengan meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat menjadi 0,02 persen. Hal ini berarti negatifnya pertumbuhan nilai tukar riil, yaitu apresiasi, ternyata diiringi dengan positifnya pertumbuhan ekspor karet alam. Pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat yang selalu positif merupakan indikator bahwa penawaran impor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat selalu tinggi pada bagaimanapun kondisi nilai tukar riil. Adanya excess demand karet alam Indonesia ke Amerika Serikat ini menyebabkan terjadinya apresiasi nilai tukar riil pun tidak menyurutkan impor karet alam Amerika Serikat dari Indonesia.

Variabel harga internasional pada lag 1 juga berpengaruh signifikan pada ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang, namun pola hubungannya berkebalikan antar kedua negara tersebut. Tabel 17 menunjukkan bahwa harga internasional memiliki hubungan positif dengan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat, namun berhubungan negatif dengan ekspor karet alam Indonesia ke Jepang.

Peningkatan harga karet alam internasional sebesar 1 persen pada lag 1 akan meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 8,2 persen. Naiknya harga karet alam pada 1 triwulan sebelumnya akan menjadi daya tarik bagi eksportir karet alam Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor karet alamnya ke Amerika Serikat pada triwulan berikutnya. Tingginya harga karet alam internasional merupakan peluang yang sangat bagus bagi Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama untuk meningkatkan produktivitas karet alamnya. Sebagai negara eksportir terbesar kedua karet alam, Indonesia pernah melakukan revisi target harga karet alam di pasar internasional pada tahun 2004. Perubahan harga di pasar internasional tersebut dari 66 sen dolar AS per kilogram menjadi l dolar AS per kilogram.

Kondisi yang terjadi dalam perdagangan karet alam Indonesia berkebalikan dengan ekspor karet alam Indonesia ke Jepang. Saat terjadi peningkatan harga internasional karet alam sebesar 1 persen, Jepang akan menurunkan volume impor karet alamnya dari Indonesia sebesar 11,85 persen. Hal ini terkait dengan persaingan antara Indonesia dengan Thailand sebagai sesama produsen karet alam. Saat terjadi peningkatan harga sebesar 1 persen di pasar internasional pada 1 triwulan sebelum, maka pada triwulan berikutnya Thailand sebagai pemasok utama (Tabel 19) kebutuhan karet alam jepang akan meningkatkan volume ekspornya ke Jepang. Peningkatan volume ekspor karet alam dari Thailand ke Jepang tentunya akan berdampak pada penurunan volume ekspor karet alam Indonesia ke Jepang. Tabel 19 memperlihatkan bahwa selama ini kebutuhan karet alam Jepang tidak terlalu tergantung pada pasokan karet alam dari Indonesia, namun dari Thailand.

Tabel 19 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2010 volume impor karet alam Jepang dari Thailand lebih besar daripada volume impor karet alam yang

berasal dari Indonesia. Pada tahun 2009, volume ekspor karet alam Indonesia dan Thailand ke Amerika Serikat dan Jepang sama-sama mengalami penurunan karena Amerika Serikat dan Jepang masing mengalami dampak dari krisis global yang tejadi di tahun 2008. Di tahun 2008-2009 volume ekspor karet alam Thailand ke Jepang sempat lebih rendah dibanding volume ekspor karet alam Indonesia ke Jepang, namun di tahun 2010 proporsi impor karet alam Jepang kembali didominasi oleh karet alam dari Thailand. Hal ini berarti selama ini permintaan karet alam Jepang dari Thailand lebih besar daripada permintaan karet alam Jepang dari Indonesia.

Tabel 19 Volume Ekspor Karet Alam Indonesia dan Thailand ke Amerika Serikat dan Jepang, 2003-2010

Tahun Ekspor karet alam Thailand Ekspor karet alam Indonesia

Amerika Serikat Jepang Amerika Serikat Jepang

2003 278.693 542.837 598.260 228.899 2004 249.196 525.654 627.868 225.214 2005 237.858 540.485 669.120 260.604 2006 210.784 492.740 590.946 357.539 2007 213.080 405.599 644.270 397.776 2008 219.986 394.742 622.167 400.693 2009 156.069 256.984 394.307 272.878 2010 177.859 346.302 546.548 313.242

Sumber: BPS (2003-2010) dan http://www.rubberthai.com/statistic/eng/eng_stat.htm diunduh tanggal 18 Juni 2011

Sama halnya dengan harga internasional, Tabel 17 juga memperlihatkan bahwa harga karet alam negara kompetitor (dalam hal ini harga karet alam Thailand) pada lag 1 juga berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat. Setiap kenaikan 1 persen harga ekspor karet alam negara kompetitor akan meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 8,99 persen. Kebutuhan karet alam Amerika Serikat salah satunya dipenuhi oleh Thailand, sehingga saat harga karet alam Thailand meningkat pada 1 triwulan sebelum, Amerika Serikat akan memilih menurunkan pasokan karet alam dari Thailand dengan meningkatkan

impor karet alamnya dari Indonesia pada triwulan berikutnya. Sebagai konsumen tentunya Amerika Serikat akan memilih harga karet alam yang lebih stabil atau lebih murah.

Kondisi ekspor karet alam ke Amerika serikat berkebalikan dengan kondisi ekspor karet alam Indonesia ke Jepang. Ekspor karet alam Indonesia ke Jepang berhubungan negatif dengan harga karet alam negara kompetitor pada lag 1 (Tabel 17). Saat terjadi peningkatan harga karet alam negara kompetitor sebesar 1 persen pada 1 triwulan sebelum, ekspor karet alam Indonesia ke Jepang justru mengalami penurunan pada triwulan saat ini. Meningkatnya harga negara kompetitor membuat importir karet alam Jepang mengurangi volume impor karet alamnya, yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya permintaan karet alam Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena permintaan karet alam Jepang yang tidak terlalu tergantung pada pasokan karet alam dari Indonesia. Pasokan karet alam Jepang sebagian besar berasal dari Thailand, sehingga saat harga karet alam Thailand meningkat Jepang akan tetap mengimpor karet alam dari Thailand. Tingginya permintaan karet alam Jepang dari Thailand (Tabel 19) adalah faktor yang menjelaskan bahwa karet alam Jepang tidak terlalu tergantung pada pasokan karet alam dari Indonesia.

Perbedaan kondisi perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dengan ke Jepang terkait pula dengan jenis mutu karet alam yang diekspor. Karet alam Indonesia didominasi oleh tiga jenis mutu karet alam yaitu karet spesifikasi teknis TSR (Technical Specified Rubber) yaitu dengan jenis mutu berdasarkan standar karet Indonesia atau SIR, karet sit RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan lateks. RSS merupakan jenis karet yang paling baik, dan TSR memiliki kualitas dibawah RSS. Kualitas karet alam ini biasanya didasarkan pada kandungan air dan kotoran di dalam produk tersebut. Semakin baik kualitas mutu karet alam berarti semakin rendah kandungan air dan kotoran dalam komoditi karet tersebut (Prabowo, 2006). Ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh jenis SIR saja, sehingga ekspor karet alam Indonesia tentunya akan sangat ditentukan oleh pasar jenis karet spesifikasi teknis tersebut. Kondisi ini merupakan keuntungan jika permintaan dari negara importir (seperti Amerika Serikat) lebih banyak mengimpor jenis TSR, namun pada kenyataannya permintaan ekspor karet alam

di pasar dunia tidak hanya terbatas jenis TSR saja. Berbeda dengan jenis mutu ekspor karet alam Indonesia yang didominasi jenis SIR, karet alam Thailand utamanya tidak hanya didominasi oleh karet alam jenis TSR, namun jenis RSS dan lateks juga memiliki pangsa ekspor yang tidak sedikit.

Dilihat dari nilai impornya Amerika Serikat lebih banyak mengimpor karet alam jenis TSR. Karet remah SIR 20 merupakan mutu karet yang mendominasi ekspor Indonesia ke mancanegara, termasuk ke Amerika Serikat. Sekitar 85 persen dari pendapatan devisa Indonesia untuk karet disumbangkan oleh SIR 20. Tabel 20 menunjukkan dari tahun 2008 sampai tahun 2010 impor karet alam Amerika Serikat dari Thailand juga didominasi oleh jenis TSR dan impor karet alam Jepang dari Thailand didominasi oleh jenis RSS. Oleh karena itu, disaat harga internasional maupun harga negara kompetitor naik, ekspor karet alam ke Amerika Serikat merespon berkebalikan dengan ekspor karet alam ke Jepang. Tabel 20 Persentase Impor Karet Alam Amerika Serikat dan Jepang dari

Thailand, 2008-2010

Jenis

Impor Karet Alam Amerika Serikat dari Thailand

Impor Karet Alam Jepang dari Thailand 2008 2009 2010 2008 2009 2010 TSR 57.50 57.67 52.33 27.60 42.36 45.16 RSS 36.27 38.27 45.44 54.19 51.40 48.23 Latex 1.79 2.73 1.66 2.76 6.00 6.38 Lainnya 4.44 1.32 0.57 15.44 0.23 0.22 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: http://www.trademap.org/Bilateral_TS.aspx diunduh tanggal 25 Juli 2011. Diolah. Saat harga karet alam internasional dan harga karet alam negara kompetitor meningkat, ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena karet alam Indonesia didominasi oleh jenis TSR, sejalan dengan permintaan karet alam Amerika Serikat yang juga didominasi oleh jenis TSR sehingga Amerika Serikat akan tetap mengimpor karet alam Indonesia pada tingkat harga internasional berapapun. Demikian juga saat harga karet alam negara kompetitor naik, tentunya Amerika Serikat akan meningkatkan volume ekspor karet alamnya dari Indonesia. Sebaliknya ekspor karet alam Indonesia ke Jepang akan menurun saat harga karet alam internasional

dan harga karet alam negara kompetitor meningkat. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena jenis RSS lebih banyak diimpor oleh Jepang dibanding jenis TSR. Saat harga internasional meningkat, ekspor karet alam Indonesia ke Jepang akan menurun. Demikian juga saat harga karet alam negara kompetitor meningkat, Jepang akan menurunkan volume impor karet alamnya dari Indonesia. Hal ini karena pasokan karet alam Jepang sebagian besar berasal dari Thailand dengan jenis RSS.

Dokumen terkait