• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP EKSPOR KARET ALAM INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT DAN JEPANG TITIEN KRISTININGSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP EKSPOR KARET ALAM INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT DAN JEPANG TITIEN KRISTININGSIH"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

KE AMERIKA SERIKAT DAN JEPANG

TITIEN KRISTININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Titien Kristiningsih NRP. H151090194

(4)
(5)

Exports to United States and Japan. Under the Supervision of DEDI BUDIMAN

HAKIM and YUSMAN SYAUKAT.

Natural rubber is one of prospective tropical plants for industry commodity product. This study examines the effect of the exchange rate on natural rubber exports to the United States and Japan quarterly over the period of 1996-2010. This study then presents how the exchange rate effects the natural rubber exports in the short and long term. All variables used in this study are stationary at first difference and there is cointegration among variables, therefore we used VECM method. Using the VECM, we find that export volume and export price affects the natural rubber exports to the United States in the short term. Export volume affect the natural rubber exports to Japan, but export price, real exchange rate, international price, competitor price, and real GDP does not. In the long term, real exchange rate, international price and competitor price significantly affects natural rubber exports to the United States. The main conclusion is that the exchange rate has no significant effect on natural rubber exports to the United States and Japan in the short term, but has significant effect on natural rubber exports to United States in the long term.

(6)
(7)

TITIEN KRISTININGSIH. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor

Karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Dibimbing oleh DEDI

BUDIMAN HAKIM dan YUSMAN SYAUKAT.

Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Ada tiga negara yang menguasai pasaran karet dunia yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia. Sampai dengan tahun 2008, Amerika Serikat dan Jepang merupakan negara pengimpor terbesar karet alam Indonesia. Volume ekspor karet alam Indonesia mencapai lebih dari 90 persen dari total produksi karet nasional, sedangkan sisanya (7-10 persen) diserap oleh industri dalam negeri. Rendahnya konsumsi karet alam domestik mencerminkan belum berkembangnya industri hilir yang berbasis karet alam.

Volume ekspor terkait erat dengan nilai tukar. Nilai tukar rupiah per dolar AS berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada beberapa tahun tertentu, depresiasi nilai tukar ternyata tidak diiringi dengan peningkatan ekspor karet alam. Demikian juga apresiasi yang terjadi pada beberapa tahun tertentu justru diiringi dengan kenaikan volume ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antara nilai tukar riil terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang, dan mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan nilai tukar riil dan variabel independen lainnya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), World Bank, International Monetary Fund (IMF), Gapkindo, Bank of Thailand, Federal Reserve Economic Data, Japan Cabinet Economic Data dan sumber-sumber data lain. Negara-negara yang menjadi obyek penelitian adalah Amerika Serikat dan Jepang karena kedua negara tersebut merupakan importir utama karet alam Indonesia. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder dan bentuk datanya adalah time series triwulanan dari periode 1996 sampai dengan 2010. Penelitian ini menggunakan analisis VECM. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Excel 2003 dan Eviews 6.0.

Pada jangka pendek, volume ekspor pada lag 1 mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Variabel yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat secara signifikan dan positif dalam jangka panjang adalah nilai tukar riil, harga internasional karet alam dan harga karet alam negara kompetitor. Sebaliknya pada perdagangan karet alam Indonesia ke Jepang, harga internasional karet alam dan harga karet alam negara kompetitor berpengaruh signifikan namun negatif. Besarnya pengaruh perubahan nilai tukar riil pada ekspor karet alam ke Amerika Serikat negatif, namun positif pada ekspor karet alam ke Jepang.

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(10)
(11)

KE AMERIKA SERIKAT DAN JEPANG

TITIEN KRISTININGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang

Nama : Titien Kristiningsih

NRP : H151090194

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, MSi. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas penyertaan-Nya sehingga proposal penyusunan tesis dengan judul Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dedi Budiman Hakim, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Yusman Syaukat, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada M. Dokhi, Ph.D selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua dosen yang telah mengajar penulis, dan teman-teman kuliah dan teman-teman kos yang senantiasa membantu serta mendukung penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB.

Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kepala BPS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Juli 2011

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 25 Mei 1980 dari pasangan Sukarno (Alm.) dan Sutinah. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDK 1 Salatiga pada tahun 1992 dan kemudian melanjutkan ke SMPN 3 Salatiga pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu penulis melanjutkan ke SMAN 1 Salatiga dan lulus pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta. Penulis tamat dari STIS pada tahun 2002 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST).

Selanjutnya penulis bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2009, penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS dan IPB. Pada tahun 2009 pula penulis menamatkan kuliah S1 di IPB dan melanjutkan S2 di institut yang sama dengan jurusan Ekonomi Regional.

(18)
(19)

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... vii ix x I. II. PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Kegunaan Penelitian ... 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1. Tinjauan Teori ...

2.1.1. Perdagangan Internasional ... 2.1.2. Tingkat Harga dan Kurs ... 2.1.3. Teori Penawaran Ekspor ... 2.1.4. Teori Permintaan Ekspor dari Negara Mitra Dagang .... 2.2. Penelitian Terdahulu ... 2.3. Kerangka Pemikiran ... 2.4. Hipotesis Penelitian ... 1 1 6 12 12 12 15 15 15 18 19 20 20 29 31 III. METODE PENELITIAN ...

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 3.2. Metode Analisis Data ... 3.2.1. Vector Autoregression (VAR) ... 3.2.2. Uji Stasioneritas Data ... 3.2.3. Penetapan Lag Optimal... 3.2.4. Uji Kointegrasi ... 3.2.5. Vector Error Correction Model (VECM) ... 3.2.6. Impuls Response Function (IRF) ... 3.2.7. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 3.2.8. Derajat Pass-Through ... 33 33 33 34 35 37 37 38 38 39 40

(20)

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA ... 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam ... 4.2 Produksi Karet Alam ... ... 4.3 Konsumsi Karet Alam ... ... 4.4 Ekspor Karet Alam ...

43 43 45 49 50 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

5.1 Uji Stasioneritas Data ... 5.2 Penentuan Lag Optimal ... 5.3 Pengujian Stabilitas VAR ... 5.4 Analisis Kointegrasi ... 5.5 Estimasi Vector Error Correction Model ...

5.5.1. Hubungan Persamaan Jangka Pendek ... 5.5.2. Hubungan Persamaan Jangka Panjang... 5.6 Analisis Impulse Response Function ... ... 5.7 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 5.8 Derajat Pass-Through ... 55 55 57 58 59 60 60 63 69 74 76 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1 Kesimpulan ... ... 6.2 Saran ... 79 79 80 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN ... 87

(21)

Nomor Halaman 1 Produksi Karet Alam menurut Negara Produsen Utama (000

ton)

5

2 Ekspor Karet Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2002-2010 7

3 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu terkait dengan Nilai Tukar dan Ekspor di berbagai Negara

24

4 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 33

5 Produksi Karet Alam Negara Produsen Utama dan Dunia, 2000-2010

47

6 Produksi Karet Alam Indonesia menurut Jenis Produsen 48

7 Konsumsi Karet Alam menurut Konsumen Terbesar dan Dunia, 2000-2007

49

8 Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia, 2000-2010 51

9 Jumlah dan Pangsa Ekspor Karet Alam Indonesia berdasarkan Tipe Produk 2003 - 2010

53

10 Jumlah dan Pangsa Ekspor Karet Alam Thailand berdasarkan Tipe Produk 2003 - 2010

54

11 Uji Stasioneritas pada Level 56

12 Uji Stasioneritas pada First Difference 56

13 Hasil Pengujian Lag Optimal 57

14 Hasil Pengujian Stabilitas VAR 58

15 Analisis Kointegrasi 59

16 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang

60

17 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang

63

(22)

Riil berdasarkan Negara Tujuan Ekspor dan Periode

19 Volume Ekspor Karet Alam Indonesia dan Thailand ke Amerika Serikat dan Jepang, 2003-2010

66

20 Persentase Ekspor Karet Alam Amerika Serikat dan Jepang dari Thailand, 2008-2010

68

21 Derajat pass-through Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang

(23)

Nomor Halaman 1 Persentase Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan

Utama, 2010

8

2 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan Total Ekspor Karet Alam Indonesia triwulanan, 2000-2010

9

3 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan Total Ekspor Karet Alam Indonesia tahunan, 1992-2010

10

4 Kurva Perdagangan Internasional 17

5 Efek Revaluasi Mata Uang Negara Pengekspor 19

6 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian 30

7 Volume Ekspor Karet Alam Indonesia, 2002-2010 52

8 Respon Volume Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang terhadap Guncangan Volume Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang

69

9 Respon Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang terhadap Guncangan Harga Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang

71

10 Respon Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang terhadap Guncangan Nilai Tukar Riil

72

11 Respon Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang terhadap Guncangan Harga Karet Alam Internasional

73

12 Respon Ekspor Karet Alam ke Amerika Serikat dan Jepang terhadap Guncangan Harga Karet Alam Negara Kompetitor

74

13 FEVD Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat 75

(24)

Nomor Halaman

1 Uji Stationeritas Data 87

2 Uji Lag Optimal 89

3 Pengujian Stabilitas VAR 90

4 Pengujian Kointegrasi (Summary) 91

5 Pengujian Kointegrasi (Asumsi) 93

6 Impulse Response Function (IRF) 95

7 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 97

(25)

1.1 Latar Belakang

Sejak runtuhnya perjanjian Bretton-Woods pada tahun 1971, nilai tukar mengalami transisi ke kurs mengambang. Nilai tukar yang mengambang (floating exchange rate) akan berpengaruh pada harga ekspor, harga impor dan harga domestik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi volume ekspor dan impor. Salah satu isu menarik dari ekonomi internasional adalah pengaruh langsung nilai tukar (exchange rate pass-through/ERPT), yang bisa diartikan sebagai persentase perubahan harga karena satu persen perubahan nilai tukar antara dua negara. Pada kenyataannya, biasanya pengaruh nilai tukar terhadap harga tidak lengkap. Pengaruh yang tidak lengkap ini terjadi ketika perubahan nilai tukar tidak sesuai dengan perubahan harga barang-barang yang diperdagangkan. Indonesia sebagai negara yang termasuk “small open economy”, pengaruh nilai tukar terhadap harga ekspornya akan negatif, karena dalam perdagangan internasional yang kompetitif Indonesia hanya sebagai penerima harga (price taker) (Ekananda, 2002).

Mankiw (2007) menyatakan “di bawah nilai tukar mengambang, nilai tukar ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Nilai tukar menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan simultan di pasar barang dan pasar uang. Ketika terjadi keseimbangan tersebut, kurs memungkinkan untuk bergerak ke nilai keseimbangan yang baru”. Fluktuasi nilai tukar berkaitan erat dengan perdagangan internasional karena nilai suatu komoditi ekspor dinilai dengan satu satuan mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar ini mempengaruhi kegiatan ekspor yang merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional. Barang-barang ekspor yang dikirim ke luar negeri dihitung dengan menggunakan satu satuan mata uang asing sehingga dengan adanya fluktuasi nilai tukar ini menyebabkan harga barang ekspor menjadi tidak tentu.

Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam menggairahkan ekspor yaitu dengan melakukan kebijakan devaluasi atau melalui depresiasi terkendali yang bertahap. Mulai dari tahun 1970 dengan kurs Rp 626,75 per Dolar AS sampai tahun 1990 dengan kurs Rp 2.431 per Dolar AS, pemerintah melakukan

(26)

serangkaian kebijakan perubahan nilai tukar untuk menyesuaikannya dengan harga perdagangan dunia dan untuk meningkatkan nilai kompetitif barang ekspor Indonesia. Krisis moneter tahun 1997 membuat nilai tukar rupiah menurun tajam dari Rp 2.500 per dolar AS sampai dengan Rp 12.000 per dolar AS seharusnya memberikan dampak menggairahkan ekspor, ternyata banyak faktor yang menyebabkan nominal ekspor tidak meningkat yang disebabkan faktor-faktor lain seperti resiko negara (risk country) dan ketersediaan bahan baku ekspor yang sulit diusahakan pada waktu itu (Ekananda, 2002).

Fluktuasi yang terjadi pada nilai tukar rupiah akan mempengaruhi harga domestik dan selanjutnya akan mempengaruhi biaya input produksi. Tingginya biaya input produksi akan dirasakan langsung oleh konsumen lokal jika barang-barang tersebut diperdagangkan di dalam negeri. Tetapi jika barang-barang-barang-barang tersebut diekspor, perusahaan tidak bisa serta merta menaikkan harga ekspornya karena eksportir kita hanya berfungsi sebagai “price taker”. Jika rupiah terdepresiasi, eksportir akan beruntung karena produk mereka menjadi lebih murah di negara pengimpor, sehingga mungkin jumlah produk eskpor yang diminta akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan eksportir. Sebaliknya jika rupiah terapresiasi, harga barang ekspor di negara pengimpor menjadi lebih mahal sehingga kemungkinan permintaan akan berkurang dan pada akhirnya mengurangi keuntungan eksportir (Hastuti, 2006).

Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Oleh karena itu, nilai tukar riil terkait dengan ekspor neto. Bila nilai tukar riil lebih rendah, barang-barang domestik relatif lebih murah dibanding barang-barang luar negeri, dan ekspor neto lebih besar (Mankiw, 2007).

Dalam perekonomian Indonesia, sektor perdagangan internasional memainkan peranan yang sangat penting dengan memberikan manfaat secara langsung pada sektor perdagangan untuk keseluruhan produksi nasional serta memberikan sumbangan dalam penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Oleh sebab itu ekspor menjadi salah satu sumber devisa yang penting dan berfungsi sebagai alat pembiayaan untuk usaha pemeliharaan kestabilan ekonomi

(27)

maupun pelaksanaan pembangunan. Kebutuhan devisa akan terus bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus terus ditingkatkan bagi pembangunan perekonomian Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Karet alam di Indonesia merupakan salah satu komoditi penting perkebunan yang merupakan sumber pendapatan devisa, kesempatan kerja dan pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah petani yang terlibat dalam usaha karet alam yang mencakup 1,91 juta kepala keluarga, sehingga banyak penduduk menggantungkan hidup dari tanaman ini (Ditjen Perkebunan, 2006). Karet termasuk salah satu komoditi non migas yang tumbuh baik di Indonesia yang selain dipandang sebagai sumber penting dari kesempatan kerja bagi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, juga merupakan komoditi yang menyumbangkan devisa cukup besar. Pada tahun 1988 perolehan devisa dari karet adalah AS $ 1.241,1 juta, sedangkan pada tahun 2008 perolehan devisa dari karet telah mencapai AS $ 4.795,8 juta (BPS,2009).

Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku berbagai produk industri. Industri otomotif khususnya sektor industri pembuatan ban merupakan produk yang berbahan baku karet alam paling tinggi yakni berkisar 75 persen dan sisanya untuk produksi produk lainnya seperti benang karet, bahan jadi karet untuk industri otomotif, industri alas kaki, industri mobil, industri pesawat, kebutuhan kesehatan, property/bangunan dan farmasi (Zuhra, 2006).

Pentingnya peranan karet alam dalam kebutuhan hidup manusia sehari-hari memicu perkembangan ekonomi karet alam dunia baik dari sisi produksi maupun konsumsi yang cenderung terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 tercatat konsumsi karet alam sekitar 10,67 juta ton yang berarti lebih besar dari tingkat produksi pada tahun yang sama sebesar 10,29 juta ton. Konsumsi karet alam dunia yang meningkat terjadi karena didorong oleh perkembangan industri-industri barang jadi karet dunia. Peningkatan kebutuhan karet alam ini

(28)

juga diperkuat oleh laju pertumbuhan konsumsi yang cukup signifikan seperti di Cina, India, dan Malaysia yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut serta adanya relokasi industri barang jadi karet dari negara barat ke negara produsen karet alam. Pada tahun 2020 permintaan dunia diperkirakan akan mencapai 10,9 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi per tahun sebesar 9 persen, sehingga akan terjadi kekurangan pasokan karet bila produksi karet tidak mengalami pertumbuhan di atas 9 persen (IRSG, 2008).

Indonesia yang merupakan negara produsen sekaligus pengekspor karet memiliki perkebunan karet rakyat terbesar di dunia sebesar 3,47 juta hektar di tahun 2008 yang terdiri dari 85 persen milik rakyat, dan 15 persen milik perusahaan besar (Gapkindo, 2010). Sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91 persen) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan.

Walaupun terdapat permasalahan dalam hal produktivitas, Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun produksi karet alam Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Total produksi karet alam Indonesia pada tahun 2010 adalah 2,77 juta ton, kedua yang tertinggi di dunia setelah Thailand. Jumlah produksi karet alam Indonesia yang cenderung meningkat dihadapkan pada masalah penetrasi pasar seperti fluktuasi harga maupun persaingan dengan negara-negara produsen lainnya, seperti Thailand atau Malaysia. Pesaing utama Indonesia dalam produksi dan ekspor karet alam adalah Thailand, sementara Malaysia sedikit demi sedikit mengalami penurunan volume ekspor karena daya serap industri dalam negeri mereka terhadap karet alam yang dihasilkan semakin tinggi.

(29)

Tabel 1 Produksi Karet Alam menurut Negara Produsen Utama (000 ton)

Tahun Negara

Thailand Indonesia Malaysia India China

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 2002 2.615 1.630 805 641 468 2003 2.876 1.798 986 707 480 2004 2.984 2.066 1.169 743 486 2005 2.937 2.271 1.126 772 575 2006 3.137 2.637 1.284 853 600 2007 3.056 2.755 1.200 807 663 2008 3.090 2.751 1.072 819 547 2009 3.164 2.595 857 820 643 2010 3.252 2.770 939 845 647

Sumber: International Rubber Study Group (IRSG)

Fluktuasi harga berdampak pada arus perdagangan karet alam dan upaya pengembangan ekspor karet alam Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa memiliki konsekuensi pada perubahan lingkungan ekonomi atau kebijakan perdagangan yang secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan. Harga karet alam pada pasar internasional cenderung fluktuatif dan merupakan ciri yang berkelanjutan. Fluktuasi harga pada karet alam yang terus berlanjut mendorong Indonesia, Malaysia dan Thailand sebagai negara eksportir utama karet alam sepakat untuk membentuk International Tripartite Rubber Corporation (ITRC) yang disetujui pada tanggal 12 Desember 2001.

ITRC bertujuan mengawasi perdagangan dan produksi karet untuk mendongkrak harga karet alam di pasar dunia. Program-program ITRC adalah dalam bentuk Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). SMS adalah program pengurangan produksi karet alam sebesar 4 persen yang dilaksanakan pada tahun 2002 dan 2003. Sedangkan AETS adalah program pengurangan ekspor karet sebesar 10 persen yang dimulai pada 1 Januari 2002 (Prabowo, 2006). Perubahan dalam berbagai kebijakan perdagangan maupun kebijakan devaluasi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menggairahkan ekspor tentunya dapat mempengaruhi arus perdagangan karet alam antara Indonesia dengan negara-negara importir utama.

(30)

1.2 Perumusan Masalah

Sampai tahun 1992 ada tiga negara yang menguasai pasaran karet dunia yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia. Negara-negara produsen karet alam utama umumnya juga merupakan negara-negara pengekspor karet alam utama dunia. Hal ini disebabkan karena produsen karet alam adalah negara berkembang yang kegiatan industri dalam negerinya belum terlalu besar, sehingga sebagian produksinya dialokasikan untuk ekspor (Elwamendri, 2000). Dari total produksi nasional, lebih dari 90 persen karet alam Indonesia diekspor dan sisanya (7-10 persen) diserap oleh industri dalam negeri. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan dengan Malaysia, dimana industri hilir di dalam negeri mampu menyerap sekitar 70 persen dari total produksi negara tersebut. Rendahnya konsumsi karet alam domestik mencerminkan belum berkembangnya industri hilir yang berbasis karet alam. Hal ini mengakibatkan perolehan nilai tambah komoditi karet masih relatif rendah. Pada kenyataannya koordinasi vertikal dari hulu (on farm) ke hilir (pengolahan dan pemasaran) dalam sistem agribisnis karet di Indonesia belum optimal (Litbang Deptan, 2007).

Negara-negara tujuan utama ekspor karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, Singapura, Jerman dan Korea Selatan. Sampai dengan tahun 2008 Amerika Serikat dan Jepang merupakan negara pengimpor terbesar karet alam Indonesia. Seiring peningkatan produksinya dari periode tahun 2003 sampai dengan 2007, volume ekspor karet alam Indonesia dari tahun 2003 sampai tahun 2007 juga meningkat. Tabel 2 menunjukkan bahwa ekspor karet alam Indonesia selama 6 tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan dari 1,66 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,41 juta ton pada tahun 2007. Volume ekspor karet alam Indonesia mengalami penurunan tahun 2007 sampai tahun 2009 dan kemudian meningkat lagi di tahun 2010 menjadi 2,35 juta ton. Penurunan volume ekspor di tahun 2008 ini disebabkan karena adanya pembatasan volume ekspor yang dilakukan oleh ITRC akibat turunnya permintaan dari negara-negara pengimpor karet alam. Kebijakan membatasi volume ekspor oleh ITRC pada akhir tahun 2008 tersebut juga untuk mengontrol fluktuasi harga karet alam dunia yang sempat merosot tajam hingga 1,02 dolar Amerika Serikat per kilogram. Meningkatnya kembali ekspor karet alam Indonesia di tahun 2010 merupakan

(31)

dampak dari tidak adanya lagi pembatasan ekspor karet yang dilakukan oleh ITRC. Peningkatan volume ekspor pada tahun 2010 ini seiring dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian global, terutama mulai pulihnya kembali sektor otomotif dunia.

Tabel 2 Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2003-2010

Negara

Volume Ekspor (Ton)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (9) Amerika Serikat 598.260 627.868 669.120 590.946 644.270 622.167 394.307 546.548 Jepang 228.899 225.214 260.604 357.539 397.776 400.693 272.878 313.242 Cina 107.725 197.538 249.791 337.222 341.821 318.841 457.118 418.098 Singapura 79.020 85.591 115.084 135.406 161.254 151.260 100.165 117.592 Jerman 73.292 71.808 61.974 82.100 80.809 57.705 36.639 57.492 Korea 76.893 76.794 74.813 90.593 93.091 106.460 99.548 91.810 Lainnya 496.831 589.448 592.395 629.191 687.755 638.330 630.608 807.071 Total 1.660.920 1.874.261 2.023.781 2.285.997 2.406.776 2.295.456 1.991.263 2.351.915 Sumber: BPS, 2003-2010

Sejak tahun 2009, pangsa pasar ekspor karet alam Indonesia mengalami pergeseran. Tahun 2009 – 2010 importir terbesar karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat dan Cina. Dampak krisis perekonomian global yang terjadi pada tahun 2008 mengakibatkan negara-negara yang memiliki industri otomotif, seperti Amerika Serikat dan Jepang menurunkan volume impor karet alamnya di tahun 2009. Di sisi lain, Cina tetap meningkatkan volume ekspornya di tahun 2009 sampai tahun 2010 karena Cina merupakan negara yang daya tahan krisisnya luar biasa. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Amerika Serikat mengimpor 23,24 persen, Jepang mengimpor 13,32 persen, dan Cina mengimpor 17,78 persen karet alam Indonesia.

(32)

Lainnya 45,66 pers en Am erika Serikat 23,24 persen Cina 17,78 pers en Jepang 13,32 pers en

Gambar 1 Persentase Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Utama, 2010

Mankiw (2007) menyatakan bahwa nilai tukar riil terkait dengan ekspor neto. Demikian halnya yang terjadi dengan ekspor karet alam. Secara teori, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, maka ekspor karet alam Indonesia akan meningkat karena harga karet alam Indonesia rendah di pasar internasional. Rendahnya harga karet alam Indonesia akan mendorong importir untuk meningkatkan impor karet alam dari Indonesia. Demikian juga sebaliknya, jika nilai tukar rupiah terapresiasi, maka ekspor karet alam Indonesia akan menurun karena harga karet alam Indonesia menjadi tinggi di pasar internasional sehingga importir akan menurunkan volume impornya.

Gambar 2 menunjukkan kondisi ekspor karet alam Indonesia dan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam jangka pendek dari triwulan 1 tahun 2000 sampai triwulan 4 tahun 2010. Dalam jangka pendek, baik ekspor karet alam maupun nilai tukar bergerak sangat fluktuatif. Teori Mankiw (2007) antara nilai tukar riil dengan ekspor neto tidak selalu terjadi dalam ekspor karet alam Indonesia ke dunia. Sebagai contoh, dari triwulan 3 ke triwulan 4 tahun 2008 depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang secara teori harusnya diiringi dengan kenaikan ekspor justru diiringi dengan turunnya volume ekspor karet alam yang cukup tajam. Demikian halnya apresiasi yang terjadi dari triwulan 1 ke triwulan 2 tahun 2009 justru diiringi dengan kenaikan ekspor karet alam.

(33)

Nilai Tukar Riil (Rp/$ AS)

(Rp/$ AS)

Ekspor Karet Alam (Ton) (Ton) -4,000 8,000 12,000 16,000 20,000 Q1/00 Q1/01 Q1/02 Q1/03 Q1/04 Q1/05 Q1/06 Q1/07 Q1/08 Q1/09 Q1/10 -100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 Periode (Triwulan)

Sumber: BPS (2000-2010) dan Bank Indonesia (2000-2010)

Gambar 2 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan Total Ekspor Karet Alam Indonesia triwulanan, 2000-2010

Dalam jangka panjang volume ekspor karet alam dan nilai tukar rupiah per dolar AS berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai tukar riil mengalami apresiasi dari Rp 8.516 per dolar AS di tahun 1992 menjadi Rp 8.122 per dolar AS di tahun 1993. Apresiasi ini diiringi dengan penurunan ekspor karet alam Indonesia dari 1,27 juta ton pada tahun 1992 menjadi 1,21 juta ton pada tahun 1998. Demikian pula depresiasi yang terjadi dari tahun 2003 (Rp 11.516 per dolar AS) ke tahun 2004 (Rp 12.275 per dolar AS) diiringi oleh peningkatan ekspor karet alam dari 1,66 juta ton di tahun 2003 menjadi 1,87 juta ton di tahun 2004.

Sama halnya fenomena yang terjadi dalam jangka pendek, Gambar 3 menunjukkan bahwa dalam jangka panjang teori Mankiw (2007) mengenai hubungan nilai tukar riil dengan ekspor neto juga tidak selalu berlaku dalam perdagangan karet alam Indonesia. Depresiasi nilai tukar riil yang terjadi dari tahun 1999 ke tahun 2000 pada kenyataannya tidak diiringi dengan peningkatan ekspor karet alam. Depresiasi nilai tukar yang terjadi dari tahun 1999 ke tahun 2000 justru diiringi dengan penurunan volume ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Hal ini disebabkan karena turunnya produksi karet alam Indonesia dari 1,6 juta ton di tahun 1999 menjadi 1,5 juta ton di tahun 2000. Faktor penyebab lain adalah pertumbuhan ekonomi dan industri otomotif Amerika

(34)

Serikat sebagai importir terbesar karet alam Indonesia melemah, sehingga volume ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat menurun (Litbang Deptan, 2007). Karena kedua faktor tersebut, maka adanya depresiasi di tahun 2000 tidak diringi dengan peningkatan ekspor karet alam. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2007 ke tahun 2008, depresiasi nilai tukar juga diiringi dengan penurunan volume ekspor. Produksi karet Indonesia meningkat dari 2,7 juta ton di tahun 2007 menjadi 2,9 juta ton di tahun 2008, namun produsen karet nasional yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menurunkan target ekspor karet nasional 2008 menjadi 4 persen dari produksi nasional akibat anjloknya permintaan di pasar internasional. Turunnya permintaan karet alam di pasar internasional terjadi karena melemahnya konsumsi karet dari negara-negara AS dan Eropa karena sedang mengalami resesi ekonomi.

Nilai Tukar Riil (Rp/$ AS) Ekspor Karet Alam

(Ton) -3,000 6,000 9,000 12,000 15,000 18,000 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 (Rp/$ AS) -500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 (Ton) Periode (Tahun)

Sumber: BPS (1992-2010) dan Bank Indonesia (1992-2010)

Gambar 3 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan Total Ekspor Karet Alam Indonesia tahunan, 1992-2010

Demikian juga sebaliknya, apresiasi nilai tukar riil yang terjadi dari tahun 2002 ke tahun 2003, dari tahun 2005 ke tahun 2006 dan dari tahun 2009 ke tahun 2010 justru juga diiringi dengan kenaikan volume ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Salah satu faktor penyebab kenaikan ekspor karet alam dari tahun 2002 ke tahun 2003 adalah meningkatnya permintaan karet alam Cina yang disebabkan karena adanya kemajuan industri otomotif Cina. Peningkatan permintaan karet alam Cina ditindaklanjuti oleh pemerintah Cina dengan

(35)

meningkatkan kuota impor karet alam dari 285 ribu ton pada tahun 2002 menjadi 850 ribu ton pada tahun 2003. Kuota impor tersebut telah habis terlaksana pada pertengahan tahun sehingga China Rubber Indutry Association meminta pemerintahnya untuk menambah kuota. Permintaan penambahan kuota telah disetujui oleh pemerintah Cina pada 24 Oktober 2003 dengan tambahan 200 ribu ton sehingga total kuota untuk 2003 menjadi 1,05 juta ton.

Meningkatnya ekspor karet alam dari tahun 2009 ke tahun 2010 lebih disebabkan oleh membaiknya perekonomian dunia setelah krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008 yang berdampak pada terjadinya krisis global. Pulihnya kondisi perekonomian negara-negara di Eropa dan Amerika yang merupakan negara konsumen utama karet alam selain Cina dan Jepang mendongkrak kembali permintaan karet alam. Pada tahun 2010, Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara di Eropa meningkatkan volume impor karet hingga 22 persen hingga 40 persen. Kondisi ini otomatis meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia ke pasar internasional. Pola dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang menunjukkan bahwa fluktuasi ekspor tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar saja. Beberapa model teoritis dalam penelitian Boug (2007) menunjukkan bahwa dampak dari volatilitas nilai tukar pada perdagangan tergantung pada asumsi yang dibuat berkenaan dengan preferensi risiko, ketersediaan (forward) pasar modal dan cakrawala waktu transaksi perdagangan.

Dengan melihat pengaruh nilai tukar riil dalam jangka panjang, dapat diperkirakan kondisi perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Jepang untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun. Oleh karena itu walaupun dalam perjalanan perdagangan terjadi shock pada suatu waktu tertentu, maka dengan mengetahui kondisi keseimbangan dalam jangka panjang, dapat diketahui apakah perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Jepang dapat kembali ke kondisi keseimbangan pada awal perdagangan. Demikian halnya dalam melihat pengaruh nilai tukar riil dalam kondisi keseimbangan jangka pendek, yang berarti ingin melihat kondisi perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Jepang untuk jangka waktu 3 bulan hingga satu tahun. Dengan mengetahui keseimbangan di jangka pendek maka dapat diketahui bagaimana proses ekspor yang terjadi serta kendala-kendala dalam melakukan ekspor di jangka pendek.

(36)

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan jangka pendek antara nilai tukar rupiah dengan

ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang?

2. Bagaimana hubungan jangka panjang antara nilai tukar rupiah dengan ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang?

3. Berapa besar pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap ekspor karet alam Indonesia dan tujuan khususnya adalah: 1. Menganalisis hubungan jangka pendek antara nilai tukar rupiah dengan

ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang.

2. Menganalisis hubungan jangka panjang antara nilai tukar rupiah dengan ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang.

3. Mengukur besar pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak lain. antara lain:

1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengaruh nilai tukar terhadap ekspor karet alam Indonesia ke AS dan ke Jepang.

2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang pengaruh nilai tukar terhadap ekspor komoditas karet alam Indonesia.

3. Bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi masukan dalam menetapkan kebijakan nilai tukar maupun kebijakan ekspor.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Analisis menggunakan data time series triwulanan

(37)

dari tahun 1996-2010. Model yang digunakan yaitu analisis VAR atau VECM. Variabel yang digunakan meliputi volume ekspor, harga ekspor, nilai tukar riil, harga internasional, harga negara kompetitor, dan GDP riil.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini mengisolasi keterkaitan volume ekspor karet alam Indonesia dari negara satu ke negara lain. Dalam hal ini volume karet alam yang diekspor ke AS tidak akan mempengaruhi volume karet alam yang diekspor ke Jepang. Kedua, kualitas dan bentuk karet alam yang diekspor dan diperdagangkan tidak dibedakan menurut jenis.

(38)
(39)

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Dalam Goenarsyah (1990) ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara, tidak semua negara menyediakan kebutuhan masyarakatnya serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.

Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Menurut Amir (2000), bila dibandingkan dengan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.

Perdagangan internasional mendorong negara untuk menghasilkan produk-produk terbaik dan sekaligus memungkinkan negara untuk mengimpor lebih banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia. Selain itu, perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif. Perdagangan internasional timbul karena adanya perbedaan harga

(40)

relatif diantara negara. Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang disebabkan oleh:

1. Perbedaan-perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi

2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intesitas faktor yang digunakan.

3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor produksi. 4. Kurs valuta asing.

Pada dasarnya faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan. Teori perdagangan internasional mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dengan adanya perdagangan tersebut. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan dan pengaruh adanya hambatan-hambatan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru (Salvatore, 1997).

Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor dan impor antar negara menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor. Sementara itu penawaran impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negara pengimpor (excess demand).

Gambarannya yaitu, suatu negara (misalnya negara A) akan cenderung mengekspor suatu komoditas ke negara lain (negara B) apabila harga domestik komoditas tersebut di negara A sebelum terjadi perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan komoditas yang sama di negara B. Terjadinya harga yang relatif murah di negara A disebabkan karena adanya kelebihan

(41)

penawaran, yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sehingga memungkinkan negara A untuk menjual produksinya ke negara lain (negara B).

Di sisi lain, di negara B terjadi kelebihan permintaan, yaitu konsumsi domestik melebihi produksi domestik. Akibatnya harga komoditas tersebut di negara B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara A. Akibat kelebihan permintaan tersebut, menyebabkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas bersangkutan yang harganya relatif lebih murah (negara A). Jadi, adanya perbedaan kebutuhan antar negara A dan B menyebabkan timbulnya perdagangan internasional antar kedua negara, dalam hal ini akan mengekspor ke negara B. Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 4 Kurva Perdagangan Internasional Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan Interna-sional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional.

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan

PB O X DA SA QA Q* QB ES ED PA P* M DB SB

(42)

internasional

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1997).

Dalam memenuhi kebutuhannya, suatu negara akan melakukan transaksi ekspor impor antar negara karena keterbatasan sumber daya dan ketidakterbatasan keinginan manusia. Ekspor akan mendatangkan keuntungan bagi negara produsen dan impor menyebabkan negara konsumen mengeluarkan hartanya kepada negara produsen. Semakin banyak produk yang unggul secara komparatif dibanding produk yang sama dari negara lain, semakin potensial produk tersebut akan mendatangkan keuntungan jika diekspor. Selisih positif ekspor terhadap impor (ekspor neto) akan menambah kekayaan suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009).

2.1.2 Ekspor dan Nilai Tukar

Pasokan valuta asing berasal dari penawaran ekspor. Gambar 5 menunjukkan bagaimana dampak perubahan nilai tukar pada ekspor negara A ke Rest of the World (ROW). Equilibrium awal berada pada harga dunia (Pw) dan ekspor (qe). Apresiasi pada nilai tukar mata uang negara A akan menggeser excess demand dari ED ke ED’ karena ROW hanya akan bersedia membayar dengan harga yang lebih rendah. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan harga domestik negara A turun, meningkatkan harga di ROW, menurunkan ekspor dari negara A, dan menurunkan impor ROW.

Dampak apresiasi mata uang negara A adalah meningkatkan nilai tukar mata uang asing di setiap jumlah dan meningkatkan harga ROW. Hal ini menggerakkan ES menjadi ES’. Secara implisit, revaluasi berlaku sebagai pajak ekspor yang implisit, karena menurunkan jumlah ekspor di setiap tingkat harga. Gambar 5 menunjukkan pula bahwa apresiasi mata uang Negara A menyebabkan

(43)

harga turun dari Pw ke P’a. Dapat dikatakan pula bahwa depresiasi mata uang ROW akan menyebabkan harga naik dari ekuilibrium awal menjadi P’r (Tweeten, 1992).

Sumber : Tweeten (1992)

Gambar 5 Efek Revaluasi Mata Uang Negara Pengekspor

2.1.3 Teori Penawaran Ekspor

Penawaran suatu komoditas merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi (Lipsey et al., 1995).

Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi permintaan negara lain. Penawaran ekspor dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik. Negara lain membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat kelebihan permintaan negara

Negara A PA Q O Pw P’a d s PA ES ED ED’ Q O q’eqe Pasar ekspor Negara A

(Dalam mata uang Negara A) ES’ ES Q q’eqe Pw P’a P’r (Dalam mata uang ROW) ED PA O PA D S O ROW P’r Q

(44)

tersebut. Teori penawaran ekspor tersebut secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

SXt = Qt – Ct + St-1 Keterangan :

SXt = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t Qt = Jumlah produksi domestik periode waktu t Ct = Jumlah konsumsi domestik periode waktu t St-1 = Stok periode waktu sebelumnya (t-1)

2.1.4 Teori Permintaan Ekspor dari Negara Mitra Dagang

Menurut Lipsey et al. (1995), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu terhadap suatu komoditi.

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara tujuan, pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor dan selera masyarakat negara tujuan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Burger et al. (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Exchange Rates and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis” menganalisis peran nilai tukar dalam pembentukan harga di pasar komoditas dunia, dalam hal ini diwakili oleh pasar karet alam. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga karet alam sangat dipengaruhi oleh krisis Asia. Hal ini tidak mengejutkan karena sebagian besar karet diproduksi di Thailand, Indonesia dan Malaysia. Estimasi dampak pada dolar AS-ditandai dengan substansialnya harga pasar dunia substansial: nilai tukar riil dari tiga produsen utama telah naik sebesar 40 persen, setelah awalnya yang lebih tinggi. Dampak tersebut dihitung dengan model, termasuk nilai tukar gabungan dari tiga produsen utama, nilai tukar riil tertimbang dari tujuh negara pengimpor utama yang tidak menggunakan dolar AS dihitung

(45)

dampaknya pada sisi permintaan, harga bijih mineral dan logam untuk menentukan tingkat aktivitas industri dan dana spekulatif serta pasokan bulanan karet alam dan permintaan bulanan untuk semua jenis karet dihitung untuk dampak volume. Hasil simulasi untuk periode sampel maupun periode pasca-sampel sangat baik. Harga pasar dunia merespon perubahan nilai tukar pada sisi penawaran dan pada sisi impor. Terdapat bukti yang kuat dalam pergerakan bersama harga karet dengan mineral, bijih dan logam.

Almarwani et al. (2007) melihat hubungan antara nilai tukar dan pasar komoditi yaitu ekspor jagung, kapas, unggas dan kedelai dari tahun 1961 sampai dengan tahun 2000 dengan metode ekonometrika TARCH. Ekspor komoditi jagung, kapas, unggas, dan kedelai memiliki sensitifitas yang beragam terhadap nilai tukar, dan efek nilai tukar yang terkuat terdapat pada ekspor unggas. Resiko nilai tukar hampir tidak memiliki dampak negatif pada ekspor komoditas. Dampak resiko positif pada ekspor jagung dan kedelai AS, jagung Argentina dan unggas Eropa menunjukkan bahwa adanya resiko nilai tukar merangsang upaya untuk mengatasi dampak negatif. Produsen akan mengatasi resiko nilai tukar dengan memproduksi lebih banyak untuk mempertahankan pendapatan.

Boug dan Fagereng (2007) meneliti dampak ketidakpastian nilai tukar terhadap kinerja ekspor dengan model CVAR yang berbeda dan menggunakan data sektor mesin dan peralatannya di Norwegia. Dalam penelitian mereka, ada hubungan sebab akibat antara ketidakpastian nilai tukar dengan kinerja ekspor. Penelitian ini juga menemukan bahwa perubahan volatilitas didekati dengan variabel dummy sehubungan dengan perubahan kebijakan moneter dari nilai tukar tetap ke nilai tukar mengambang dan krisis keuangan Asia pada tahun 1990an membawa pengaruh yang signifikan dalam model dinamis untuk pertumbuhan ekspor - dimana tingkat harga relatif dan permintaan pasar dunia bersama-sama dengan tingkat ekspor membentuk hubungan kointegrasi yang signifikan. Dalam model yang sama penelitian ini juga menemukan bahwa variabel dummy untuk perubahan dalam kebijakan moneter dari target nilai tukar menjadi target inflasi tidak signifikan. Peramalan yang dilakukan lebih lanjut menunjukkan sebuah temuan yang bertentangan dengan hipotesis bahwa peningkatan volatilitas nilai

(46)

tukar dan perubahan dalam kebijakan moneter memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor.

Fabiosa (2002) menganalisis dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi Kanada ke AS dengan menggunakan metode ekonometrika GARCH. Penelitian ini juga membandingkan dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi dari Kanada, AS, dan Denmark ke Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat nilai tukar Kanada relatif terhadap dolar AS memiliki dampak positif pada ekspor daging babi, namun volatilitas nilai tukar Kanada memiliki efek negatif terhadap perdagangan daging babi. Pada saat dolar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS, fungsi penawaran ekspor perusahaan daging babi ke pasar AS meningkat. Nilai tukar Kanada juga memiliki dampak positif pada ekspor babi, dimana saat nilai tukar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS maka lebih banyak babi yang akan diekspor. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ekspor daging babi dari Kanada, AS dan Denmark ke Jepang dipengaruhi oleh nilai tukar ketiga negara tersebut relatif terhadap yen Jepang dan volatilitas mata uang ketiga negara tersebut mempengaruhi ekspor secara negatif namun tidak signifikan.

Prabowo (2006) menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi impor karet alam ke Amerika Serikat adalah pendapatan domestik brutonya dengan respon yang elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini berbeda dengan kondisi permintaan impor karet alam Jepang yang ternyata tidak responsif terhadap perubahan harga impor karet alam dan perubahan pendapatan domestik brutonya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa distorsi pasar akibat kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi volume perdagangan karet alam. Perubahan pendapatan domestik bruto yang terjadi di negara importir efektif mempengaruhi arus perdagangan karet alam di sisi importir dibandingkan dengan jika terjadi perubahan pada harga karet alam dunia. Kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi dari sisi negara eksportir menunjukkan bahwa

(47)

distorsi melalui depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan volume ekspor daripada dengan pengenaan pajak.

Penelitian yang dilakukan Hastuti (2006) yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor Komoditi Kayu Indonesia” memperoleh hasil bahwa koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1% dan tandanya positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara statistik harga ekspor kayu lapis Indonesia tidak ditentukan oleh variabel nilai tukar, tetapi ditentukan oleh harga pasar dunia. Pasar ekspor produk pulp Indonesia memiliki posisi yang lemah karena nilai koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1% tetapi bertanda negatif. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar, dalam jangka panjang harga ekspor komoditi pulp menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia adalah penerima harga untuk pasar komoditi pulp. Secara keseluruhan, studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki posisi yang kuat pada pasar ekspor untuk komoditi kayu gergajian.

Ekananda (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh volatilitas nilai tukar pada ekspor komoditi manufaktur di Indonesia. Penerapan estimasi dilakukan dengan menggunakan distribusi lag poisons pada persamaan non linear SUR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang terkendali secara proporsional, tidak berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, kebijakan pemerintah melakukan devaluasi dan depresiasi nilai tukar cukup efektif meningkatkan ekspor komoditi manufaktur. Namun pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang bebas secara proporsional berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, pemerintah melepas rentang intervensi sama sekali, sehingga nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada tingkat volatilitas nilai tukar yang berbeda akan menghasilkan waktu penyesuaian yang berbeda pula.

(48)

Tabel 3 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu terkait dengan Nilai Tukar dan Ekspor di berbagai Negara

No Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Data Hasil

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Exchange Rates and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis. Kees Burger, Hidde Smit, dan Ben Vogelvang. 2002.

Paper prepared for the presentation at the Xth EAAE Congress ‘Exploring Diversity in the European Agri-Food System’, Zaragoza (Spain), 28-31 August 2002 VAR

Nilai tukar, harga karet sintetis, harga karet alam, konsumsi

karet, produksi karet alam Data bulanan dari Januari 1975 sampai Desember 1999

Harga karet alam sangat

dipengaruhi oleh krisis

Asia, karena sebagian besar

karet diproduksi di

Thailand, Indonesia dan

Malaysia. Jangka panjang

maupun jangka pendek

berdampak pada produksi karet alam, konsumsi karet dan harga komoditi lainnya.

2 Exchange Rates and Commodity Markets: Global Export of Corn, Cotton, Poultry, and Soybeans. Almarwani, Abdul, Curtis Jolly, dan Henry Thompson. 2007 Agricultural Economics Review Volume 08, Issue 1, January 2007. University of Minnesota Department of Applied Economics TARCH Nilai tukar, GDP negara pengimpor, ekspor jagung, ekspor kapas, ekspor

unggas, ekspor kedelai, harga domestik relatif Data tahunan dari 1961-2000

Ekspor komoditi jagung, kapas, unggas, dan kedelai memiliki sensitifitas yang

beragam terhadap nilai

tukar, dan efek nilai tukar yang terkuat terdapat pada ekspor unggas.

(49)

No Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Data Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 3 Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia. Mahyus Ekananda. 2004. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004. Non Linear Seemingly Unrelated Regression (NLSUR)

Nilai tukar riil dan disagregat ekspor komoditi manufaktur bilateral Indonesia dengan Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Hongkong, Inggris, Belanda dan Prancis.

Data bulanan dari Januari 1990 sampai Januari 2002

Pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang terkendali

secara proporsional. Pada

periode ini, kebijakan

pemerintah melakukan

devaluasi dan depresiasi nilai

tukar cukup efektif

meningkatkan ekspor komoditi manufaktur. Namun pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap

nilai ekspor komoditi

manufaktur pada masa nilai tukar mengambang bebas secara

proporsional berbeda antara

komoditi manufaktur

kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, pemerintah melepas rentang intervensi sama sekali, sehingga nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar.

(50)

No Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Data Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 4 Dampak Kebijakan Perdagangan terhadap Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Dwi Wahyuniarti Prabowo. 2006 Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ordinary Least Square (OLS) *) Data Indonesia : kuantitas ekspor karet alam Indonesia, ke AS, dan ke Jepang; nilai ekspor karet alam Indonesia, ke AS dan ke Jepang, harga ekspor karet alam Indonesia, ke AS dan ke Jepang, nilai tukar rupiah terhadap USD dan Yen, IHK *) Data Thailand : kuantitas ekspor karet alam Thailand, ke AS, dan ke Jepang; nilai ekspor karet alam Thailand, ke AS dan ke Jepang, harga ekspor karet alam Thailand, ke AS dan ke Jepang, nilai tukar baht terhadap USD dan Yen, IHK Thailand

Data triwulanan

dari 1995 sampai

2004

Faktor dominan yang

mempengaruhi impor karet

alam ke Amerika Serikat adalah pendapatan domestik brutonya dengan respon yang elastis, baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang. Permintaan

impor karet alam Jepang yang

tidak responsif terhadap

perubahan harga impor karet alam dan perubahan pendapatan domestik brutonya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan perdagang-an dperdagang-an perubahperdagang-an lingkungperdagang-an

ekonomi dari sisi negara

eksportir menunjukkan bahwa distorsi melalui depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkat-kan volume ekspor daripada dengan pengenaan pajak.

(51)

No Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Data Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 5 Assessing the Inpact of the Exchange Rate and Its Volatility on Canadian Pork and Live Swine Exports to the United States and Japan Jacinto F. Fabiosa, 2002 Working Paper 02-WP 305 June 2002. Center for Agricultural and Rural Development Iowa State University GARCH * )Perdagangan Kanada ke AS:

Ekspor daging babi ke AS, ekspor babi ke AS, indeks rata-rata bulanan harga daging babi Ontario, nilai tukar Kanada, harga nasional Barrow-gilt, IHK Kanada, IHK AS * )Perdagangan AS-Kanada-Denmark ke Jepang:

Ekspor daging babi AS ke Jepang, Ekspor daging babi Kanada ke Jepang, Ekspor daging babi Denmark ke Jepang, nilai tukar Jepang, IHK Denmark, IHK Jepang, harga daging babi AS, harga daging babi Denmark, harga daging babi Kanada Data bulanan dari Oktober 1994 sampai November 2001

Harga domestik negara

pengekspor berdampak negatif

pada ekspor karena harga

tersebut merupakan harga input utama dalam fungsi biaya pengekspor. Harga di pasar tujuan berdampak positif pada ekspor. Tingkat nilai tukar berdampak positif pada ekspor daging babi, namun volatilitas nilai tukar berdampak negatif.

Sebagian besar parameter

(52)

No Judul Peneliti Penerbit Metode Variabel Data Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 6 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor Komoditi Kayu Indonesia Widya Hastuti, 2006. Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia. VECM

Harga ekspor komoditi, Wholesale Price Index

(WPI), nilai tukar nominal, harga ekspor

dunia Data bulanan dari Agustus 1998 sampai Desember 2004

Harga ekspor kayu lapis Indonesia tidak ditentukan oleh variabel nilai tukar, tetapi harga ekspor kayu lapis ditentukan oleh pasar dunia. Pasar ekspor produk pulp Indonesia memiliki posisi yang lemah karena

ketika Rupiah terdepresiasi

terhadap Dolar, dalam jangka panjang harga ekspor komoditi pulp menurun. Indonesia memiliki posisi yang kuat pada pasar ekspor untuk komoditi kayu gergajian

7 Exchange Rate Volatility and Export Performance: a Cointegrated VAR Approach. Pal Boug dan Andreas Fagereng, 2007. Discussion Papers No. 522, November 2007. Statistics Norway, Research Department. GARCH, CVAR Harga relatif, permintaan pasar dunia

untuk mesin dan peralatannya dari Norwegia, volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, nilai tukar riil.

Data triwulanan dari tahun 1985 triwulan I sampai dengan tahun 2005 triwulan IV

Terdapat hubungan sebab akibat antara ketidakpastian nilai tukar dengan kinerja ekspor. Perubahan volatilitas didekati dengan variabel dummy. Krisis keuangan Asia pada tahun 1990an membawa pengaruh

yang signifikan dalam model

dinamis untuk pertumbuhan ekspor, dimana tingkat harga relatif dan permintaan pasar dunia

bersama-sama dengan tingkat ekspor

membentuk hubungan kointegrasi yang signifikan.

(53)

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada nilai tukar mengambang, nilai tukar ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Fluktuasi nilai tukar berkaitan erat dengan perdagangan internasional karena nilai suatu komoditi ekspor dinilai dengan satu satuan mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar ini mempengaruhi kegiatan ekspor yang merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional.

Barang-barang ekspor yang dikirim ke luar negeri dihitung dengan menggunakan satu satuan mata uang asing sehingga dengan adanya fluktuasi nilai tukar ini menyebabkan harga barang ekspor menjadi tidak tentu. Jika rupiah terdepresiasi, eksportir akan beruntung karena produk mereka menjadi lebih murah di negara pengimpor, sehingga mungkin jumlah yang diminta akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan eksportir. Sebaliknya jika rupiah terapresiasi, harga barang ekspor di negara pengimpor menjadi lebih mahal sehingga kemungkinan permintaan akan berkurang dan pada akhirnya mengurangi keuntungan eksportir.

Pada kenyataannya fenomena yang terjadi di beberapa tahun tertentu, saat nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, ekspor karet alam Indonesia tidak meningkat, bahkan justru menurun. Demikian pula sebaliknya di beberapa tahun tertentu, saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terapresiasi, ekspor karet alam Indonesia meningkat. Fenomena ini diduga akan mempengaruhi arus perdagangan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang.

Pasar ekspor karet alam dunia dikuasai oleh 3 negara yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Indonesia adalah eksportir karet alam terbesar kedua dan pesaing utama Indonesia yang merupakan eksportir terbesar pertama karet alam adalah Thailand. Malaysia sebagai eksportir terbesar ketiga dari waktu ke waktu mengalami penurunan volume ekspor karena daya serap industri dalam negeri mereka terhadap karet alam yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan pasar impor karet alam dunia dikuasai oleh Amerika Serikat dan Jepang. Data BPS menunjukkan sampai dengan tahun 2008 importir terbesar karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat dan Jepang. Oleh karena itu, negara tujuan ekspor karet

Gambar

Tabel 1  Produksi Karet Alam menurut Negara Produsen Utama (000 ton)
Tabel 2  Ekspor Karet  Alam Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2003-2010
Gambar 2  Nilai  Tukar  Rupiah  terhadap  Dolar AS  dan  Total  Ekspor  Karet  Alam  Indonesia triwulanan, 2000-2010
Gambar 3  Nilai  Tukar  Rupiah  terhadap  Dolar AS  dan  Total  Ekspor  Karet  Alam  Indonesia tahunan, 1992-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda, Koefisien Determinasi diperoleh hasil perhitungan secara simultan besarnya pengaruh kedua variabel bebas (kepribadian dan

1) Kearifan lokal petani padi yang pernah ada di Desa Kemuning Muda Kecamatan Bungarayakeseluruhan berjumlah 49 kearifan lokal yang dahulu maupun sekarang masih tetap

Pada perkembangannya, Mulyana (1964:1) mengatakan bahwa, “semantik ialah bidang pengkajian makna kata dalam konteks bahasa tertentu. Wilayah kajiannya meluas sampai pada

arti inkulturasi sesuai dengan pemaknaan yang ada pada liturgi, maka akan dibandingkan unsur fisik antara Budaya Jawa dan budaya Gereja Katolik untuk mencari kesesuaian makna

Adanya teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada (Yuliawati 2008), sehingga berkaitan dengan

setempat dari beberapa penelitian serupa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan impulse buying melalui media online pada wanita karir

Maka dari itu penggunaan media lego pada sentra agama disini bertujuan untuk meningkatkan kefahaman dan peningkatan pengetahuan tentang materi yang diberikan dan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu