BAB II LANDASAN TEORI
E. Hubungan Persepsi terhadap Dukungan Suami dengan
Seorang wanita memerlukan dukungan suami baik yang bersifat emosional, instrumental, informasi maupun penghargaan dalam melakukan apapun, baik kegiatan yang bersifat domestik seperti pekerjaan rumah tangga: memasak, menyapu, mencuci, mengasuh dan merawat anak, dan lain sebagainya maupun kegiatan publik seperti bekerja. Idealnya dalam sebuah keluarga menurut Van Vuuren (Fitri, 2000) harus mempunyai komitmen dalam pembagian tugas. Seorang laki-laki mestinya juga ikut berperan dalam
kegiatan domestik, demikian pula perempuan dapat memperoleh kesempatan untuk ikut berperan dalam kegiatan publik. Ketika seseorang memutuskan untuk menikah dan mempunyai anak, berarti mereka harus konsekuen untuk mengurus pasangan dan anak-anak, tanpa adanya berat sebelah. Komitmen yang diberikan pasangan suami istri dalam rumah tangga merupakan dukungan yang diberikan patner role (suami) terhadap pasangan (Retno, 2001).
Bagi wanita karir dukungan keluarga merupakan faktor yang penting (Amran, 1994). Menurut Barnhause (1988), kesuksesan wanita yang memutuskan untuk bekerja di luar tergantung dari dua hal, yaitu : a) cukup mengenal diri untuk merasa yakin apa yang harus diinginkannya, tanpa merasa bersalah atas pilihannya itu b) keputusan tersebut harus bisa diterima suaminya, dikomunikasikan dengan suami sehingga suami mengerti bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari identitas dirinya. Melalui bekerja wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.
Wanita yang bekerja cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasai sehingga cenderung mempunyai pola pikir lebih terbuka, lebih energik, mempunyai wawasan yang luas dan lebih dinamis. Dengan demikian, keberadaan istri bisa menjadi patner bagi suami, untuk bertukar pikiran, serta saling membagi harapan, pandangan, dan tanggung jawab. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Scanzoni 1980 (dalam psikologi.com) diungkapkan bahwa perkawinan dual-career dikatakan berhasil
jika di antara kedua belah pihak (suami dan istri) saling memperlakukan pasangannya sebagai partner yang setara. Pada umumnya, mereka tidak hanya akan berbagi dalam hal income, namun tidak segan-segan berbagi dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak.
Wanita yang bekerja dapat mengaktualisasikan diri dan meningkatakan skill dan kompetensi yang dimiliki. Bagi kehidupan keluarga, bekerja bagi seorang wanita juga dapat mendukung ekonomi rumah tangga sehingga sumber pemasukan keluarga tidak hanya satu melainkan dua sehingga kualitas hidup dalam berbagai bidang kehidupan menjadi lebih baik. Bekerja juga memungkinkan seorang wanita dapat mengekspresikan dirinya sendiri, dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif.
Tentunya hal diatas sangat memerlukan dukungan suami, suami yang cenderung tidak mendukung apa yang dilakukan istri membuat istri cenderung merasa rendah diri. Dukungan suami merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi wanita untuk meningkatkan karirnya. Hal ini sesuai dengan teori dukungan sosial Sarason (1990).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Jones 1980 (dalam
) terungkap bahwa sikap suami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dual-career marriage. Suami yang merasa terancam, tersaingi dan cemburu dengan status “bekerja” istrinya, tidak
bisa bersikap toleran terhadap keberadaan istri yang bekerja. Ada pula suami yang tidak menganggap pekerjaan istri menjadi masalah, selama istrinya tetap dapat memenuhi dan melayani kebutuhan suami. Namun ada pula suami yang justru mendukung karir istrinya, dan ikut bekerja sama dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dalam kondisi yang terakhir ini, pada umumnya sang istri akan lebih dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup, keluarga dan karirnya.
Penerimaan dan dukungan suami menjadi faktor yang amat penting karena bagi wanita yang telah berkeluarga dan juga berkarir, mereka menghadapi tuntutan peran ganda. Akan tetapi hal ini tidak terlepas dari bagaimana istri mempersepsikan dukungan yang diberikan suaminya tersebut. Bagaimana istri memandang dukungan tersebut. Disini suami juga ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan urusan rumah tangga karena suami- istri disatukan dalam hubungan yang saling menunjang dan mengisi, serta secara bersama-sama membagi semua tugas dan bertanggung jawab, dan hak- hak dalam keluarga (Siti Fauzah, dkk, 1999). Dengan demikian wanita yang berkarir mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya secara optimal, bukan hanya sekedar bekerja atau bahkan mengalami fear of success
karena keberhasilan dalam dunia kerja seringkali justru dianggap penyebab terjadinya kehancuran dalam kehidupan rumah tangga (Stefanie, 2000).
Sedangkan bagi wanita yang mempersepsikan dukungan suami yang berdasarkan pada aspek kognitif dan afektif pada dirinya sendiri sebagai
tekanan maupun tuntutan suami kepada istri, karena selain berkarir seorang istri harus bertanggung jawab penuh dalam membina pertumbuhan fisik dan psikologis anak. Padahal membina pertumbuhan fisik dan psikologis anak diperlukan kerja sama yang baik antara suami dan istri serta adanya pemahaman yang mendalam mengenai peran suami untuk turut berpartisipasi (Siti Fauzah, dkk, 1999), apalagi bagi seorang istri yang lebih banyak menghabiskan sebagian waktunya di luar rumah untuk berkarir. Hal ini tentunya akan membuat istri merasa takut dalam berkarir, apalagi untuk mengembangkan karir yang dimilikinya, bahkan lebih memilih untuk berhenti berkarir dan hanya berkonsentrasi pada suami dan anak saja.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa dalam berkarir seorang wanita memerlukan dukungan dari suami. Tentunya hal ini tidak terlepas dari bagaimana wanita tersebut mempersepsikan dukungan yang diterima dari suami. Apabila wanita karir sebagai istri mempersepsikan dukungan tersebut sebagai hal yang positif dalam dirinya, maka dimungkinkan
fear of success pada diri wanita karir cenderung rendah. Akan tetapi, apabila istri mempersepsikan dukungan tersebut sebagai hal yang negatif maka dimungkinkan fear of success pada diri wanita karir cenderung tinggi.
Gambar 2.1
Hubungan Persepsi terhadap Dukungan Suami dengan
Fear of Success pada Wanita Karir
Wanita Karir
Persepsi terhadap Dukungan Suami
Tinggi Rendah