• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

II.4 Hubungan Presiden dan Partai Politik

Hubungan Kekuasaan Presiden dengan Partai Politik pada masa pemerintahan SBY-Boediono memiliki kekuatan yang cukup kuat terlihat dari dukungan yang diberikan dalam pencalonan SBY-Boediono sebagai pasangan capres dan cawapres Indonesia dalam Pemilu Presiden tahun 2009 hingga di dalam DPR sangat dipengaruhi oleh posisi tawar para Partai Politik yang tergabung dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono. Posisi tawar partai politik tersebut juga menjadi salah satu factor utama dalam mengakomodasi kepentingan partai politik oleh presiden dalam proses penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

SBY-Boediono didukung oleh koalisi 23 partai politik yang terdiri atas lima parpol yang lolos ke parlemen (Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN, dan PKB), serta 18 parpol nonparlemen (PBB, PBR, PDS, PKPI, PKPB, Patriot, PNBKI, PPI, PPRN, PDP, PPPI, Partai Republikan, Pelopor, PKDI, PIS, PPIB, dan PPDI, PPD). Secara kuantitas, pasangan ini memiliki persentase dukungan partai terbanyak. Pasangan SBY-Boediono berhasil memenangkan pemilihan presiden dalam satu putaran.

Meskipun koalisi partai pengusung pasangan SBY-Boediono di atas kertas telah menguasai mayoritas sederhana kekuatan parlemen – 314 kursi di DPR terdiri dari Partai Demokrat 148 kursi, PKS 57, PAN 46, PPP 38, dan PKB 28 – sebesar 56,56 persen dari 560 kursi DPR. Ketika membentuk pemerintahan, sebenarnya SBY- Boediono memiliki beberapa pilihan dalam berkoalisi. Di samping tetap mempertahankan komposisi koalisi seperti di pilpres (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP dan PKB).

Ada dua faktor yang mendorong SBY dan Partai Demokrat mengambil strategi memperluas koalisi.49

Kedua, kuantitas kekuatan koalisi partai pendukung pemerintah sebesar 56 persen dipandang SBY dan Partai Demokrat masih belum cukup untuk mengamankan posisi pemerintah. Kendatipun secara matematis 56 persen kursi di parlemen sudah mencapai mayoritas sederhana atau koalisi kemenangan minimal (minimal winning coalition), tetapi jumlah itu dipandang belum mampu mengamankan kebijakan pemerintah di parlemen. Seandainya satu saja dari keempat partai mitra koalisi – PKS,

Pertama, konfigurasi mitra koalisi pendukung SBY- Boediono saat itu hanya didukung oleh partai Islam dan berbasis massa Islam – PKS, PAN, PPP, dan PKB – tanpa menyertakan satupun partai nasionalis. Kondisi ini menjadikan SBY dan Partai Demokrat kurang nyaman dalam koalisi yang dikelilingi partai Islam. Karena itulah, SBY dan Partai Demokrat membutuhkan satu partai nasionalis untuk bergabung di barisan koalisi pendukung pemerintah, pilihannya Partai Golkar atau PDI Perjuangan.

49

PAN, PPP, PKB – keluar dari barisan koalisi, maka kekuatan pemerintah menjadi minoritas (di bawah 50 persen).

Konsekuensi pemerintahan yang dibangun dengan koalisi partai-partai, kabinet juga harus menyertakan partai politik. Konfigurasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 Oktober 2009 merupakan cabinet koalisi partai-partai. Konfigurasi kabinet masih melanjutkan tradisi kompromi parpol di KIB I. Komposisi kabinet terdiri atas 19 menteri dari unsur partai politik dan 15 menteri dari nonpartai politik. Karena itu, kabinet masih didominasi kalangan petinggi partai-partai mitra koalisi pemerintah.

Padahal kapital politik yang dimiliki SBY di periode kedua kepresidenannya ini jauh lebih tangguh dibandingkan periode sebelumnya. Kekuatan Partai Demokrat di parlemen hampir tiga kali lebih besar dari sebelumnya, dari 57 menjadi 148 kursi. Koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono juga telah menguasai mayoritas kekuatan parlemen. Lebih kuat dari itu, SBY-Boediono juga telah mendapat kepercayaan dan mandat politik langsung dari rakyat dengan memenangkan pilpres lebih dari 60 persen dalam satu putaran. Namun, faktanya, kabinet masih didominasi figur-figur dari parpol. Mandat rakyat dan dukungan politik yang kuat tersebut ternyata belum mampu menjadikan SBY lebih bernyali untuk membentuk kabinet yang mengedepankan profesionalisme ketimbang akomodasi dan kompromi.50

50

Jurnal Indonesia Report 2009, Ibid..hal: 93

pada 21 Oktober 2009 ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009-2014.51

NO

Tabel 2.3 Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009-2014

Kementerian Nama Catatan /

mantan 1 Menko Politik, Hukum, dan

Keamanan

Mars. TNI Purn Djoko Suyanto

Independen

2 Menko Perekonomian Hatta Rajasa PAN /

Mensesneg

3 Menko Kesra Agung Laksono Golkar

4 Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi Ind./ Sek.

Kabinet

5 Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi Ind./Gub.

Sumbar

6 Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa Ind./ Mantan

Dubes RI PBB

7 Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro Ind./Men.

ESDM

8 Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar PAN

9 Menteri Keuangan Sri Mulyani Ind./Menkeu

10 Menteri Energi dan Sumber Darwin Zahedy Saleh Demokrat

51

Daya Mineral

11 Menteri Perindustrian MS Hidayat Golkar/Ketua

Kadin

12 Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu Ind./ Mendag

13 Menteri Pertanian Suswono PKS

14 Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan PAN

15 Menteri Perhubungan Freddy Numberi Demokrat

16 Menteri Kelautan dan Perikanan

Fadel Muhammad Golkar / Gub.

Gorontalo 17 Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi

Muhaimin Iskandar PKB

18 Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto Ind. / Menteri

PU

19 Menteri Kesehatan Endang Rahayu

Sedyaningsih

Ind./ Dokter

20 Menteri Pendidikan Nasional M Nuh Ind./

Menkominfo

21 Menteri Sosial Salim Assegaf Aljufrie PKS / Dubes RI

Arab S

22 Menteri Agama Suryadharma Ali PPP

23 Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

Jero Wacik Demokrat /

24 Menteri Komunikasi dan Informatika

Tifatul Sembiring PKS

25 Menneg Riset dan Teknologi Suharna Surapranata PKS

26 Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM

Syarifudin Hasan Demokrat

27 Menneg Lingkungan Hidup Gusti Moh Hatta Ind./ Prof. Univ.

LM 28 Menneg Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan

Anak Linda Agum Gumelar

Ind./ Ketum Kowani 29 Menneg Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

EE Mangindaan Demokrat /

kader

30 Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal

Helmy Faisal Zaini PKB

31 Menneg PPN/Kepala Bappenas

Armida Alisjahbana Independen

32 Menneg BUMN Mustafa Abubakar Golkar/ Dirut

Bulog

33 Menneg Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa PPP

34 Menneg Pemuda dan Olahraga

Andi Mallarangeng Demokrat /

Dari 34 kementrian lebih dari 50% menteri berasal dari partai politik. Berikut ini komposisi Kabinet Indonesia Bersatu II dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Tabel 2.4 Kabinet Indonesia Bersatu II

No Unsur Jumlah

1 Profesional 15

2 Partai Demokrat 5

3 Partai Keadilan Sejahterah (PKS) 4

4 Partai Golkar 3

5 Partai Amanat nasional (PAN) 3 6 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2 7 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 2

Total 34

Peta koalisi partai yang dibangun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono secara ideologis tidak jelas karena di dalam koalisi tidak menjadikan kedekatan ideologi partai sebagai faktor pendukung, tetapi lebih didasarkan pada kepentingan politik kekuasaan jangka pendek saja. Kondisi ini merupakan akibat dari lemahnya pengakaran ideologi partai-partai dan kebutuhan politik sekuritas pemerintahan. Karena itu, dampaknya koalisi parpol pendukung pemerintah tidak akan efektif. Meskipun kekuatan koalisi partai pendukung pemerintah di parlemen

secara kuantitas sangat besar, tetapi ikatan koalisi tersebut akan cair dan rapuh. Partai- partai mitra koalisi pemerintah akan menjalankan politik dua kaki, berada di kabinet sekaligus menjadi oposisi di parlemen.52

Salah satu prinsip pokok sistem pemerintahan presidensial adalah ketepisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan lembaga legisalatif. Masalahnya, prinsip pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif ini dapat menjad pisau bermata dua dalam sistem presidensial karena keterpisahan kekuasaan tersebut merupakan kelebihan sekaligus kelemahan sistem presidensial dibandingkan sistem parlementer. Disatu pihak, pemisahan kekuasaan eksektif dan legislatif dapat mendorong tegaknya hubungan kekuasaan yang bersifat check and balance antara presiden dan palemen, namun di lain pihak juga berpotensi menimbulkan situasi jalan buntu (deadlock) dalam hubungan keduanya jika kebijakan-kebijakan presiden tidak didukung kekuatan mayoritas di parlemen. Persoalannya tentu menjadi serius jika presiden yang berkuasa memiliki basis politik ysng relative kecil di parlemen.

Dokumen terkait