• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Rinitis Alergi dengan Jumlah Saudara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Hubungan Rinitis Alergi dengan Jumlah Saudara

Beberapa penelitian menunjukkan meningkatnya prevalensi rinitis alergi selama tiga dekade terakhir.19,20 Pada saat yang sama, paparan anak terhadap infeksi semakin berkurang selama beberapa dekade terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang, sebagai dampak dari westernisation lifestyle seperti berkurangnya jumlah saudara dalam keluarga, higiene yang meningkat dan semakin seringnya intervensi medis berupa pemberian antibiotik dan vaksinasi.1,2

Hipotesis higiene yang mulai berkembang akhir 1980-an, diyakini sebagai jawaban terhadap peningkatan prevalensi rinitis alergi, asma dan penyakit atopi lain di seluruh dunia.2 Sejalan dengan hipotesis higiene, dikatakan bahwa infeksi pada

masa awal kehidupan yang disebabkan infeksi silang dari saudara yang lebih tua dapat melindungi anak dari penyakit atopi.2,8,20

Perkembangan terakhir mengenai diferensiasi limfosit-T mendukung adanya mekanisme tertentu yang bersifat protektif terhadap atopi yang berhubungan dengan paparan infeksi sebelumnya.2,20 Masa awal kehidupan berperan penting terhadap pembentukan sistem imun.2 Sel T-helper manusia yang terdiri dari T-helper 1 (Th-1) dan T-helper 2 (Th-2) mempunyai fungsi yang berbeda. Sel Th-1 efektif dalam membunuh virus tertentu dan patogen intraseluler dan meregulasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, sedangkan sel Th-2 lebih efektif dalam membunuh patogen ekstraseluler seperti parasit (cacing) dan berperan dalam respons imun terhadap antigen, termasuk alergen lingkungan.Sel Th-2 merangsang eosinofil dan sel mast sehingga terjadi reaksi alergi dan inflamasi. Kedua sel Th ini saling

meregulasi silang diantaranya (cross-regulate) untuk mempertahankan

keseimbangan respons imun tubuh.2,21

Sistem imun fetus sedikit condong ke arah pembentukan respons imun sel Th-2. Namun, infeksi pada awal kehidupan oleh virus maupun bakteri, akan menstimulasi respons imun sel Th-1 sekaligus mengarahkan reaksi alergi yang diperantarai sel Th-2 ke pola respons imun sel Th-1 sehingga menghambat pembentukan IgE.2,20,22 Periode kritis untuk tercapainya keseimbangan respon imun Th-1 dan Th-2 belum jelas, tetapi maturasi sistem imun umumnya berlanjut sampai usia 5-7 tahun.22

Berikut akan dibahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian rinitis alergi sesuai dengan hipotesis higiene.

2.2.1. Jumlah saudara

Rerata jumlah saudara dalam satu keluarga mengalami penurunan pada akhir abad 20. Di New Zealand, angka kelahiran pada tahun 2001 adalah sebesar 1.98, jika dibandingkan dengan 4.2 kelahiran pada tahun 1960 dan 3.1 kelahiran pada tahun 1920. Pada tahun 1966 terdapat rata-rata 2.5 anak per keluarga, sedangkan pada tahun 1996 jumlah ini turun menjadi 1.95 anak per keluarga.2 Jumlah saudara dalam satu keluarga dikatakan sebagai determinan kuat terhadap kejadian atopi pada anak, remaja dan dewasa.2,8,20 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah kelahiran yang rendah dalam keluarga merupakan suatu faktor risiko terjadinya rinitis alergi dan penyakit atopi.23-30 Secara keseluruhan, hasil-hasil penelitian tersebut konsisten terhadap hipotesis bahwa penyebaran infeksi berulang dari saudara pada masa awal kanak-kanak mencegah berkembangnya reaksi alergi.26,28,29 Sebuah systematic review mendapatkan 17 penelitian yang melaporkan hubungan hay fever terhadap jumlah saudara dan semuanya melaporkan korelasi negatif yang signifikan, dengan odds ratio (OR) antara 0.20 dan 0.65 untuk tiga atau lebih jumlah saudara dibandingkan dengan anak tanpa saudara.30

Setiap kehamilan dapat menurunkan respons atopi ibu dengan menginduksi toleransi imun dan dapat menurunkan risiko atopi pada kehamilan berikutnya. Hal ini mengacu pada hipotesis berikut ini:31

a. Kadar IgE maternal menurun dengan jumlah kelahiran (hipotesis toleransi induksi). Toleransi imun maternal yang ditunjukkan dengan rendahnya kadar IgE berperan penting dalam respons atopi pada anak sehingga ditemukan penurunan kadar IgE serum tali pusat seiring dengan meningkatnya jumlah saudara kandung yang hidup. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh adanya penurunan IgE maternal.

b. Penurunan IgE maternal dengan meningkatnya jumlah keturunan yang hidup dapat ditransmisikan ke keturunan berikutnya. Hal ini dapat menghasilkan penurunan kadar IgE serum tali pusat pada keturunan yang memiliki jumlah saudara kandung yang lebih banyak (hipotesis toleransi transmisi).

Penelitian terhadap 1456 bayi baru lahir di Inggris menunjukkan kadar IgE tali pusat menurun seiring dengan meningkatnya jumlah kelahiran. Peningkatan IgE tali pusat yang diukur saat lahir dapat meningkatkan prevalensi sensitisasi alergi pada usia 4 tahun. Selain itu juga dilaporkan bahwa kadar IgE tali pusat ditentukan oleh hasil interaksi fetal maternal selama periode prenatal sehingga dikatakan bahwa efek saudara kandung terhadap kejadian alergi sudah berasal dari uterus.32

2.2.2. Tempat Penitipan Anak (TPA)

Seiring dengan berkurangnya jumlah saudara dalam satu keluarga, jumlah tempat penitipan anak justru semakin bertambah dalam beberapa dekade terakhir. Tempat penitipan anakmemungkinkan paparan infeksi yang sering pada awal masa kanak-kanak sehingga diyakini memiliki efek protektif terhadap terjadinya atopi.2

Sebuah penelitian melaporkan sensitisasi hay fever, asma, dan

hipereaktivitas bronkus lebih sering timbul pada anak-anak di Jerman Barat dibandingkan dengan anak sebaya yang tinggal di Jerman Timur (masing-masing 37% versus 18%).33 Sekitar 71% anak-anak usia 1 sampai 3 tahun di Jerman Timur dititipkan di TPA, dibandingkan hanya 7% di Jerman Barat pada saat yang sama; sehingga tingginya perawatan anak di TPA di Jerman Timur sebelum unifikasi diyakini sebagai penjelasan terhadap perbedaan sensitisasi hay fever, asma, dan hipereaktivitas bronkus tersebut.2,33

2.2.3. Paparan infeksi sebelumnya

Sebuah penelitian menyatakan bahwa infeksi berulang pada awal kehidupan dapat mencegah berkembangnya rinitis alergi (hay fever).8 Dikatakan bahwa faktor penting yang berkaitan dengan peningkatan penyakit atopi di negara-negara barat adalah menurunnya paparan infeksi diantara anak dikarenakan jumlah anggota keluarga yang semakin sedikit.1,2,8,30

Prevalensi atopi berhubungan terbalik terhadap frekuensi / tingkat paparan terhadap patogen orofekal atau penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases) seperti Toxoplasma gondii, virus hepatitis A dan Helicobacter pylori. Namun, hubungan yang sama tidak ditemukan pada infeksi oleh virus yang ditularkan melalui sistem organ lain seperti penyakit campak, rubela, cacar air, herpes simpleks tipe I atau penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus; sehingga dapat disimpulkan bahwa infeksi oleh patogen saluran cerna lebih baik daripada virus yang ditularkan melalui udara dikarenakan patogen saluran cerna tersebut memberikan efek proteksi dalam melawan atopi.34

2.2.4. Imunisasi pada bayi

Adanya dugaan bahwa imunisasi akan meningkatkan kejadian alergi, baik melalui pengaruh terhadap rendahnya paparan infeksi maupun efek langsung perangsangan IgE oleh vaksin.2,35 Namun, dua penelitian skala besar yang dilakukan di Inggris (penelitian kohort tahun 1999 dengan jumlah sampel 9500 anak yang lahir pada awal 1990-an) dan penelitian di Swedia (jumlah sampel 9829 anak) tidak menemukan adanya hubungan antara vaksinasi pertusis terhadap kejadian asma dan atopi pada anak.36,37

2.2.5. Paparan lingkungan pedesaan

Paparan lingkungan berhubungan dengan kejadian atopi. Sebuah penelitian di Quebec pada 1199 anak sekolah mendapatkan bahwa anak yang dibesarkan pada lingkungan ladang atau pedesaan semasa kecilnya memiliki risiko asma lebih kecil (OR 0.59; IK 95% 0.37 sampai 0.95) dan kejadian atopi yang lebih rendah (OR 0.58; IK 95% 0.46 sampai 0.75) dibandingkan dengan sampel lainnya.38

Dokumen terkait