• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Jumlah Saudara Terhadap Kejadian Rinitis Alergi Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Jumlah Saudara Terhadap Kejadian Rinitis Alergi Pada Anak"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

HUBUNGAN JUMLAH SAUDARA TERHADAP KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA ANAK

SOEWIRA SASTRA 087103039 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Penelitian : Hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi pada anak

Nama Mahasiswa : Soewira Sastra Nomor Induk Mahasiswa : 087103039 / IKA

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Lily Irsa, SpA(K)

Anggota

Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN JUMLAH SAUDARA TERHADAP KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Januari 2013

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 29 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan usaha benar berdasarkan keyakinan pada Tiratana Tuhan Yang Maha Esa, penulis berhasil menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa mendatang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Pembimbing utama dr. Lily Irsa, SpA(K) dan Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

(6)

4. Prof. dr. Abdul Rachman Saragih, SpTHT-KL(K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin dan membimbing peneliti dalam mempelajari pemeriksaan rinoskopi anterior.

5. Dr. Taufik, SKM yang telah membantu dalam analisis statistik penelitian ini. 6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.

Adam Malik Medan dan RS. Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Teman-teman yang telah membantu saya dalam keseluruhan proses penelitian maupun penyelesaian tesis ini, dr.Karina, dr.Hendri, dr.Ade, dr.Vivianna, dr.Desy, dr.Juliana, dr.Nelly Simarmata, dr.Fadilah, dr.Johan, dr.Beatrix, dr.Putri, dr.Sudarsono, dr.Susanto, dan semua teman PPDS. Terimakasih untuk kebersamaan kita selama ini.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

(7)

Akhirnya penulis mengharapkan penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi semua.

Medan, Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rinitis Alergi 4

2.1.9. Penilaian Risiko Alergi 10

2.2. Hubungan Rinitis Alergi dengan Jumlah Saudara 11

2.2.1. Jumlah Saudara 13

2.2.2. Tempat Penitipan Anak (TPA) 15

2.2.3. Paparan Infeksi Sebelumnya 15

2.2.4. Imunisasi pada Bayi 16

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 19

(9)

Bab 4. HASIL 27

Bab 5. PEMBAHASAN 32

Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN 38

RINGKASAN 39

Daftar Pustaka 44

Lampiran:

1. Personil Penelitian 2. Biaya Penelitian

3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian 4. Data Umum

5. Data Khusus

6. Lembar Penjelasan kepada Orangtua

7. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 8. Master Data Penelitian

(10)

DAFTAR TABEL

2.1. Klasifikasi rinitis alergi 5

4.1. Karakteristik sampel 29

4.2. Hubungan jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi 30 4.3. Hubungan urutan kelahiran anak dengan kejadian

(11)

DAFTAR GAMBAR

2.1. Kerangka Konseptual 18

3.1. Alur penelitian 23

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ARIA Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma

AAAAI American Academy of Allergy, Asthma & Immunology

ACAAI American College of Allergy, Asthma and Immunology

APC antigen presenting cells

BB berat badan

CD4 cluster differentiation 4

cm sentimeter

IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia

IK 95% interval kepercayaan 95%

IL interleukin

IgE Imunoglobulin E

ISAAC International Study on Asthma and Allergies in Childhood

ISPA infeksi saluran pernapasan akut

kg kilogram

OR odds ratio

PGD2 prostaglandin-D2

P tingkat kemaknaan

SPSS Statistical Package for Social Science

SD Standard Deviation

SD Sekolah Dasar

SMP Sekolah Menengah Pertama

(13)

Zα deviat nilai baku normal untuk α

Zβ deviat nilai baku normal untuk β

+ positif

- negatif

< lebih sedikit

(14)

ABSTRAK

Latar belakang. Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit kronis anak yang paling sering dijumpai. Insidensi rinitis alergi semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir dengan alasan yang masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa penelitian melaporkan bahwa jumlah saudara yang sedikit berhubungan dengan kejadian rinitis alergi dan penyakit atopi.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan jumlah saudara dan urutan kelahiran dengan kejadian rinitis alergi pada anak.

Metode. Penelitian cross-sectional dilakukan pada anak sekolah usia 7 sampai 15 tahun di Kecamatan Medan Barat pada bulan Juli sampai Agustus 2012. Anak yang memenuhi kriteria risiko alergi sedang atau risiko alergi berat dimasukkan sebagai sampel dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu anak dengan jumlah saudara <3 orang atau ≥3 orang. Anak yang sedang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan kelainan pada hidung seperti deviasi septum, atresia koana, polip hidung, tumor hidung dan benda asing pada hidung dieksklusikan dari penelitian. Risiko alergi dinilai dengan Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi UKK Alergi Imunologi IDAI. Identifikasi dan evaluasi derajat keparahan rinitis alergi menggunakan dua kuesioner baku dari International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) core questionnaire. Diagnosis rinitis alergi berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rinoskopi anterior.

Hasil. Sebanyak 78 sampel diikutsertakan dalam penelitian (kelompok 1, n=35, dan kelompok 2, n=43). Rinitis alergi secara signifikan lebih sering dijumpai pada anak dengan jumlah saudara <3 orang dibandingkan dengan jumlah saudara ≥3 orang (OR 10.33; IK 95% 3.569 sampai 29.916). Rinitis alergi secara signifikan lebih jarang dijumpai

pada saudara yang lebih muda. (P = 0.0001)

(15)

ABSTRACT

Background. Allergic rhinitis is one of the most common chronic diseases of childhood and its incidence is increasing over the past decades for reasons that are still poorly understood. Recent studies has proposed that fewer siblings in a family is associated with allergic rhinitis and atopic diseases in children.

Objectives. To determine the association between number of siblings and allergic rhinitis and to assess the effect of birth order in allergic rhinitis in children.

Methods. A cross-sectional study was conducted among 7 to 15 years old school children at Medan Barat district from July to August 2011. Children fulfilled the criteria of moderate or high risk of allergy were included and divided into two groups, having <3 siblings and ≥3 siblings respectively. Subjects with acute respiratory tract infections, septal deviation, choanal atresia, nasal polyps, nasal tumors, and corpus alienum were excluded. The allergic risk was determined using Indonesian Pediatrics Allergy Immunology working groups trace card scoring system. Identification of allergic rhinitis and evaluation of severity were obtained from the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) core questionnaire. Allergic rhinitis was diagnosed based on history, physical examination and anterior rhinoscopy.

Results. A total of 78 subjects were enrolled (group I n=35, group II n=43). Allergic

rhinitis was significantly higher in children who have <3 siblings than those with ≥3 siblings

(OR 10.33; 95% CI 3.569 to 29.916). Allergic rhinitis was significantly lower in higher birth

order (P = 0.0001)

Conclusion. Larger number of siblings and higher birth order are associated with lower incidence of allergic rhinitis in children.

(16)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit atopi pada anak dan termasuk dalam salah satu penyakit kronis anak yang paling sering dijumpai.1 Insidensi rinitis alergi semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir.1-3

Prevalensi dan insidensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Sebuah penelitian pada anak sekolah usia 6 sampai 7 tahun di Semarang mendapatkan kejadian rinitis alergi sebesar 11.5%.4 Penelitian lain pada remaja usia 13 sampai 14 tahun di Semarang melaporkan kejadian rinitis alergi berkisar 17.3%.5 Sebuah penelitian retrospektif dari data rekam medik pasien dari tahun 1996 sampai 2000 di poliklinik Alergi Imunologi Anak RS Denpasar Bali mendapatkan kejadian rinitis alergi anak sebesar 18.5% dari total kunjungan rawat jalan.6 Berdasarkan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) fase 3, dilaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia pada anak usia 6 sampai 7 tahun dan 13 sampai 14 tahun masing-masing sebesar 3.6% dan 6.4%.7

Selama beberapa dekade terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang, paparan anak terhadap infeksi semakin berkurang sebagai dampak dari westernisation lifestyle seperti berkurangnya jumlah saudara dalam keluarga, higiene yang membaik dan seringnya intervensi medis berupa pemberian antibiotika dan vaksinasi.1,2

Jumlah anggota keluarga pada negara maju mengalami penurunan dalam satu abad terakhir. Seiring dengan hal tersebut, prevalensi asma dan penyakit atopi pada anak semakin meningkat di seluruh dunia.2 Sebuah penelitian epidemiologi tentang data kelahiran nasional di Inggris melaporkan bahwa jumlah saudara dalam

(17)

keluarga merupakan determinan kuat terhadap kejadian rinitis alergi (hay fever) pada anak, remaja dan dewasa.8 Jumlah saudara yang banyak memungkinkan seorang anak sering terpapar infeksi berulang pada awal kehidupan sehingga mencegah berkembangnya penyakit atopi pada anak.2,8

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi pada anak?

1.3. Hipotesis

(18)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi pada anak.

1.4.2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui hubungan urutan kelahiran terhadap kejadian rinitis alergi pada anak.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang alergi imunologi anak, khususnya mengenai rinitis alergi dan hubungannya terhadap jumlah saudara.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap interaksi faktor genetik dan lingkungan yang dapat berpengaruh dalam timbulnya penyakit alergi anak.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit atopi pada anak dan termasuk dalam salah satu penyakit kronis anak yang paling sering dijumpai.1 Insidensi rinitis alergi semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir.1-3

Prevalensi dan insidensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Sebuah penelitian pada anak sekolah usia 6 sampai 7 tahun di Semarang mendapatkan kejadian rinitis alergi sebesar 11.5%.4 Penelitian lain pada remaja usia 13 sampai 14 tahun di Semarang melaporkan kejadian rinitis alergi berkisar 17.3%.5 Sebuah penelitian retrospektif dari data rekam medik pasien dari tahun 1996 sampai 2000 di poliklinik Alergi Imunologi Anak RS Denpasar Bali mendapatkan kejadian rinitis alergi anak sebesar 18.5% dari total kunjungan rawat jalan.6 Berdasarkan penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) fase 3, dilaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia pada anak usia 6 sampai 7 tahun dan 13 sampai 14 tahun masing-masing sebesar 3.6% dan 6.4%.7

Selama beberapa dekade terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang, paparan anak terhadap infeksi semakin berkurang sebagai dampak dari westernisation lifestyle seperti berkurangnya jumlah saudara dalam keluarga, higiene yang membaik dan seringnya intervensi medis berupa pemberian antibiotika dan vaksinasi.1,2

Jumlah anggota keluarga pada negara maju mengalami penurunan dalam satu abad terakhir. Seiring dengan hal tersebut, prevalensi asma dan penyakit atopi pada anak semakin meningkat di seluruh dunia.2 Sebuah penelitian epidemiologi tentang data kelahiran nasional di Inggris melaporkan bahwa jumlah saudara dalam

(20)

keluarga merupakan determinan kuat terhadap kejadian rinitis alergi (hay fever) pada anak, remaja dan dewasa.8 Jumlah saudara yang banyak memungkinkan seorang anak sering terpapar infeksi berulang pada awal kehidupan sehingga mencegah berkembangnya penyakit atopi pada anak.2,8

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi pada anak?

1.3. Hipotesis

(21)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi pada anak.

1.4.2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui hubungan urutan kelahiran terhadap kejadian rinitis alergi pada anak.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang alergi imunologi anak, khususnya mengenai rinitis alergi dan hubungannya terhadap jumlah saudara.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap interaksi faktor genetik dan lingkungan yang dapat berpengaruh dalam timbulnya penyakit alergi anak.

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rinitis Alergi 2.1.1. Definisi

Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai imunoglobulin E (IgE-mediated) terhadap paparan alergen pada membran nasal.9

2.1.2. Epidemiologi

Rinitis alergi terjadi pada sekitar 20 sampai 40 juta penduduk Amerika Serikat setiap tahunnya, mencakup 10% sampai 30% pasien dewasa dan 40% anak-anak.10 Rinitis alergi sering dijumpai terutama pada anak usia sekolah.9-11 Sebuah penelitian oleh International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) fase 3 yang dilakukan di 98 negara di seluruh dunia melaporkan prevalensi rinitis alergi sangat bervariasi dengan rerata 8.5% untuk usia 6 sampai 7 tahun dan 14.6% pada usia 13 sampai 14 tahun.7 Faktor risiko rinitis alergi adalah faktor genetik (riwayat keluarga atopi), pemberian makanan padat terlalu dini, dan ibu merokok selama kehamilan.9 Sebaliknya, jumlah saudara yang banyak pada anak dikatakan sebagai faktor protektif.9-11

(23)

2.1.3. Klasifikasi

Walaupun belum ada metode baku yang diterima secara luas dalam menentukan derajat keparahan rinitis alergi, badan internasional Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) pada tahun 2001 telah menyusun klasifikasi rinitis alergi sebagai berikut:9

Tabel 2.1. Klasifikasi rinitis alergi9

1 “Intermittent” bila gejala ditemukan: • kurang dari 4 hari dalam seminggu, • atau berlangsung kurang dari 4 minggu 2 “Persistent” bila gejala ditemukan:

• lebih dari 4 hari dalam seminggu, • dan berlangsung lebih dari 4 minggu 3 “Mild” bila tidak dijumpai gejala-gejala berikut:

• gangguan tidur,

• gangguan aktivitas sehari-hari, pada waktu luang dan/atau olahraga, • gangguan kegiatan sekolah atau kerja,

• gejala lainnya yang mengganggu

4 ”Moderate-severe” bila dijumpai satu atau lebih gejala berikut: • gangguan tidur,

• gangguan aktivitas sehari-hari, pada waktu luang dan/atau olahraga, • gangguan kegiatan sekolah atau kerja,

• gejala lainnya yang mengganggu

(24)

Immunology (AAAAI), American College of Allergy, Asthma and Immunology (ACAAI) dan Joint Council of Allergy, Asthma and Immunology Joint Task Force on Practice Parameters dalam dokumennya, ‘The diagnosis and management of rhinitis: An updated practice parameter’ tahun 2008 tetap mempertahankan istilah ‘seasonal’ dan ‘perennial’ dalam klasifikasi pasien rinitis alergi. Istilah klasik ini berguna secara klinis dalam menggolongkan pasien secara akurat ke dalam kategori rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perennial), atau rinitis alergi sepanjang tahun dengan eksaserbasi musiman.11

2.1.4. Patofisiologi

(25)

alergi.3,12,13 Respons imun fase awal timbul dalam beberapa menit segera setelah paparan alergen.12,13

Sekitar 50% gejala rinitis alergi merupakan menifestasi reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat. Gejala timbul setelah 4 sampai 6 jam pasca paparan alergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan.13 Gejala rinitis alergi fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman dan hipereaktivitas hidung disebabkan oleh eosinofilia lokal pada mukosa hidung dengan mekanisme yang belum sepenuhnya dimengerti.3,13

2.1.5. Manifestasi klinis

Gejala rinitis alergi mencakup rhinorrhea (hidung berair), nasal obstruction (hidung tersumbat), nasal itching (hidung gatal) dan sneezing (bersin) yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.9-11 Rasa gatal di hidung akan menyebabkan bersin berulang (paroxysmal sneezing). Sekret hidung yang timbul dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post-nasal drip yang tertelan.3,13 Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau bergantian.13 Gejala bernafas melalui mulut sering terjadi terutama pada malam hari akibat hidung yang tersumbat, sehingga menyebabkan tenggorokan kering, mengorok (snoring), gangguan tidur serta kelelahan pada siang hari.9,11,13,14 Kombinasi gejala hidung berair, tersumbat, gatal dan bersin adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari.13 Pada rinitis alergi, sering dijumpai injeksi konjungtiva, mata berair dan merah.14

(26)

allergic salute dan menimbulkan bekas melintang pada bagian bawah hidung (allergic crease).13,14

Pemeriksaan rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan. Pada rinoskopi anterior akan ditemukan tanda klasik berupa mukosa nasal yang edema dan berwarna pucat kebiruan (lividae) disertai sekret yang encer.13

2.1.6. Temuan laboratorium

Uji tusuk kulit merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi IgE alergen-spesifik terutama untuk alergen inhalan.13,14 Walaupun serum IgE umumnya meningkat, pengukuran serum total IgE merupakan skrining yang buruk karena tidak dapat membedakan subjek yang atopi.14 Pada pemeriksaan sekresi nasal atau pemeriksaan darah dapat dijumpai eosinofilia yang merupakan temuan laboratorium yang sering tetapi tidak spesifik.14

2.1.7. Diagnosis

Anamnesis yang efektif sangat penting dalam diagnosis dan evaluasi pasien.

3,9-11,13,14

Anamnesis harus mencakup informasi pola penyakit, lama penyakit, variasi gejala sepanjang tahun dan gejala lain yang berhubungan, respons pengobatan, ada tidaknya penyakit penyerta, serta paparan lingkungan dan faktor-faktor pencetus.9,11 Pemeriksaan fisik menyeluruh dengan memfokuskan pada saluran nafas atas harus dilakukan pada semua pasien dengan riwayat rinitis, baik dengan atau tanpa riwayat atopi.9-11,14

(27)

menilai gejala utama seperti hidung berair, hidung tersumbat, gatal dan bersin pada saat pasien tersebut tidak menderita infeksi saluran nafas.9,11 Diagnosis mudah ditegakkan bila rinitis disertai manifestasi penyakit lain seperti konjungtivitis, alergi pada kulit dan/atau asma.9

International Study of Asthma and Allergies in Childhood(ISAAC) merupakan suatu penelitian multisenter skala besar yang dilakukan pada lebih dari 56 negara di seluruh dunia yang menggunakan kuesioner baku (ISAAC core questionnaire) untuk menilai prevalensi dan derajat keparahan asma, rinitis alergi, dan dermatitis atopi pada anak pada berbagai kondisi demografis dan geografis yang berbeda di seluruh dunia.9,15 Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) dalam laporannya tahun 2001 merekomendasikan penggunaan ISAAC core questionnaire sebagai suatu kuesioner standar yang dapat digunakan sebagai alat diagnosis untuk identifikasi gejala dan evaluasi keparahan rinitis alergi terutama pada negara berkembang.9

2.1.8. Diagnosis banding

(28)

2.1.9. Penilaian risiko alergi

Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat atopi cenderung menderita penyakit alergi (risiko alergi 50% sampai 80%) bila dibandingkan dengan anak tanpa riwayat atopi keluarga (risiko alergi 20%).16 Sebuah studi melaporkan insidensi penyakit atopi pada anak tanpa riwayat atopi keluarga sebesar 10%, bila salah satu orangtua menderita penyakit atopi sebesar 20%, dan bila dijumpai riwayat atopi pada kedua orangtua meningkat menjadi 42%.17 Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Alergi Imunologi IDAI) dan Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) memperkenalkan kartu deteksi dini risiko alergi yang merupakan sistem penilaian untuk memprediksi risiko alergi pada anak berdasarkan riwayat atopi orangtua dan saudara kandung. Berdasarkan riwayat atopi orangtua dan saudara kandung tersebut, seorang anak dikelompokkan menjadi risiko kecil, sedang, dan tinggi untuk menderita alergi.18

2.2. Hubungan Rinitis Alergi dengan Jumlah Saudara

Beberapa penelitian menunjukkan meningkatnya prevalensi rinitis alergi selama tiga dekade terakhir.19,20 Pada saat yang sama, paparan anak terhadap infeksi semakin berkurang selama beberapa dekade terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang, sebagai dampak dari westernisation lifestyle seperti berkurangnya jumlah saudara dalam keluarga, higiene yang meningkat dan semakin seringnya intervensi medis berupa pemberian antibiotik dan vaksinasi.1,2

(29)

masa awal kehidupan yang disebabkan infeksi silang dari saudara yang lebih tua dapat melindungi anak dari penyakit atopi.2,8,20

Perkembangan terakhir mengenai diferensiasi limfosit-T mendukung adanya mekanisme tertentu yang bersifat protektif terhadap atopi yang berhubungan dengan paparan infeksi sebelumnya.2,20 Masa awal kehidupan berperan penting terhadap pembentukan sistem imun.2 Sel T-helper manusia yang terdiri dari T-helper 1 (Th-1) dan T-helper 2 (Th-2) mempunyai fungsi yang berbeda. Sel Th-1 efektif dalam membunuh virus tertentu dan patogen intraseluler dan meregulasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, sedangkan sel Th-2 lebih efektif dalam membunuh patogen ekstraseluler seperti parasit (cacing) dan berperan dalam respons imun terhadap antigen, termasuk alergen lingkungan.Sel Th-2 merangsang eosinofil dan sel mast sehingga terjadi reaksi alergi dan inflamasi. Kedua sel Th ini saling

meregulasi silang diantaranya (cross-regulate) untuk mempertahankan

keseimbangan respons imun tubuh.2,21

Sistem imun fetus sedikit condong ke arah pembentukan respons imun sel Th-2. Namun, infeksi pada awal kehidupan oleh virus maupun bakteri, akan menstimulasi respons imun sel Th-1 sekaligus mengarahkan reaksi alergi yang diperantarai sel Th-2 ke pola respons imun sel Th-1 sehingga menghambat pembentukan IgE.2,20,22 Periode kritis untuk tercapainya keseimbangan respon imun Th-1 dan Th-2 belum jelas, tetapi maturasi sistem imun umumnya berlanjut sampai usia 5-7 tahun.22

(30)

2.2.1. Jumlah saudara

Rerata jumlah saudara dalam satu keluarga mengalami penurunan pada akhir abad 20. Di New Zealand, angka kelahiran pada tahun 2001 adalah sebesar 1.98, jika dibandingkan dengan 4.2 kelahiran pada tahun 1960 dan 3.1 kelahiran pada tahun 1920. Pada tahun 1966 terdapat rata-rata 2.5 anak per keluarga, sedangkan pada tahun 1996 jumlah ini turun menjadi 1.95 anak per keluarga.2 Jumlah saudara dalam satu keluarga dikatakan sebagai determinan kuat terhadap kejadian atopi pada anak, remaja dan dewasa.2,8,20 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah kelahiran yang rendah dalam keluarga merupakan suatu faktor risiko terjadinya rinitis alergi dan penyakit atopi.23-30 Secara keseluruhan, hasil-hasil penelitian tersebut konsisten terhadap hipotesis bahwa penyebaran infeksi berulang dari saudara pada masa awal kanak-kanak mencegah berkembangnya reaksi alergi.26,28,29 Sebuah systematic review mendapatkan 17 penelitian yang melaporkan hubungan hay fever terhadap jumlah saudara dan semuanya melaporkan korelasi negatif yang signifikan, dengan odds ratio (OR) antara 0.20 dan 0.65 untuk tiga atau lebih jumlah saudara dibandingkan dengan anak tanpa saudara.30

Setiap kehamilan dapat menurunkan respons atopi ibu dengan menginduksi toleransi imun dan dapat menurunkan risiko atopi pada kehamilan berikutnya. Hal ini mengacu pada hipotesis berikut ini:31

(31)

b. Penurunan IgE maternal dengan meningkatnya jumlah keturunan yang hidup dapat ditransmisikan ke keturunan berikutnya. Hal ini dapat menghasilkan penurunan kadar IgE serum tali pusat pada keturunan yang memiliki jumlah saudara kandung yang lebih banyak (hipotesis toleransi transmisi).

Penelitian terhadap 1456 bayi baru lahir di Inggris menunjukkan kadar IgE tali pusat menurun seiring dengan meningkatnya jumlah kelahiran. Peningkatan IgE tali pusat yang diukur saat lahir dapat meningkatkan prevalensi sensitisasi alergi pada usia 4 tahun. Selain itu juga dilaporkan bahwa kadar IgE tali pusat ditentukan oleh hasil interaksi fetal maternal selama periode prenatal sehingga dikatakan bahwa efek saudara kandung terhadap kejadian alergi sudah berasal dari uterus.32

2.2.2. Tempat Penitipan Anak (TPA)

Seiring dengan berkurangnya jumlah saudara dalam satu keluarga, jumlah tempat penitipan anak justru semakin bertambah dalam beberapa dekade terakhir. Tempat penitipan anakmemungkinkan paparan infeksi yang sering pada awal masa kanak-kanak sehingga diyakini memiliki efek protektif terhadap terjadinya atopi.2

Sebuah penelitian melaporkan sensitisasi hay fever, asma, dan

(32)

2.2.3. Paparan infeksi sebelumnya

Sebuah penelitian menyatakan bahwa infeksi berulang pada awal kehidupan dapat mencegah berkembangnya rinitis alergi (hay fever).8 Dikatakan bahwa faktor penting yang berkaitan dengan peningkatan penyakit atopi di negara-negara barat adalah menurunnya paparan infeksi diantara anak dikarenakan jumlah anggota keluarga yang semakin sedikit.1,2,8,30

Prevalensi atopi berhubungan terbalik terhadap frekuensi / tingkat paparan terhadap patogen orofekal atau penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases) seperti Toxoplasma gondii, virus hepatitis A dan Helicobacter pylori. Namun, hubungan yang sama tidak ditemukan pada infeksi oleh virus yang ditularkan melalui sistem organ lain seperti penyakit campak, rubela, cacar air, herpes simpleks tipe I atau penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus; sehingga dapat disimpulkan bahwa infeksi oleh patogen saluran cerna lebih baik daripada virus yang ditularkan melalui udara dikarenakan patogen saluran cerna tersebut memberikan efek proteksi dalam melawan atopi.34

2.2.4. Imunisasi pada bayi

(33)

2.2.5. Paparan lingkungan pedesaan

(34)

2.3. Kerangka Konseptual

Yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.1. Kerangka konseptual Genetik (riwayat

atopi keluarga)

Lingkungan pedesaan Paparan /

infeksi silang

Proliferasi sel Th1 ↓

Proliferasi sel Th-2 & produksi sitokin

Produksi IgE

Rinitis alergi

Konsentrasi IgE maternal ↑

Konsentrasi Ig E tali pusat ↑

Imunisasi

Tempat penitipan anak

(35)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional untuk menilai hubungan jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi pada anak usia sekolah.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SD dan SMP Perguruan Budaya, Jl. Kepribadian, kecamatan Medan Barat, kota Medan, propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Agustus 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak usia 7 sampai 15 tahun dengan populasi terjangkau anak sekolah usia 7 sampai 15 tahun di SD dan SMP di kota Medan, propinsi Sumatera Utara. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1. Kriteria inklusi:

1. Anak berusia 7 sampai 15 tahun

2. Anak yang memiliki risiko alergi sedang dan risiko alergi tinggi yang dinilai berdasarkan Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi UKK Alergi Imunologi IDAI.

3.4.2. Kriteria eksklusi:

(36)

(ISPA).

2. Kelainan pada hidung: deviasi septum, atresia koana, polip hidung, tumor hidung dan benda asing.

3.5. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen:39

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 )2

(P1 – P2)2

n1 = jumlah subjek dengan jumlah saudara < 3 orang

n2 = jumlah subjek dengan jumlah saudara ≥ 3 orang

α = kesalahan tipe I = 0.05 → Tingkat kepercayaan 95%

Zα = nilai baku normal = 1.96

β = kesalahan tipe II = 0.2 → Power (kekuatan penelitian) 80%

Zβ = 0.842

P1 = prevalensi anak dengan saudara <3 orang yang menderita rinitis

alergi = 0.20 24 Q1 = 1 – P1 =0.80

P2 = prevalensi anak dengan saudara ≥3 orang yang menderita rinitis

alergi = 0.40 Q2 = 1 – P2 = 0.60

P = P1 +P2 = 0.30

(37)

Q = Q1 +Q2 = 0.70

2

Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 32 orang.

3.6. Cara Kerja dan Alur Penelitian

1. Peneliti memberikan penjelasan mengenai jalannya penelitian dan pemeriksaan serta risiko yang mungkin terjadi kepada orangtua dan populasi terjangkau.

2. Kepada orangtua diberikan lembar persetujuan penelitian. Orangtua menandatangani lembar persetujuan penelitian sebagai bukti kesediaan anaknya diikutsertakan dalam penelitian.

3. Pada populasi terjangkau dilakukan penilaian risiko alergi menggunakan kartu deteksi dini risiko alergi UKK Alergi Imunologi IDAI.

4. Pada populasi terjangkau yang memiliki risiko alergi sedang dan risiko alergi tinggi dibagikan kuesioner tentang data umum subjek penelitian, dan kuesioner standar ISAAC core questionnaire. Kuesioner ISAAC diisi oleh orangtua bila sampel berusia 7 sampai 12 tahun dan diisi oleh sampel yang bersangkutan bila sampel berusia 13 sampai 15 tahun.

(38)

6. Pemeriksaan rinoskopi anterior dilakukan oleh peneliti, yang telah menjalani bimbingan pemeriksaan rinoskopi anterior di Departemen Ilmu THT-KL RSUP. H. Adam Malik Medan.

7. Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimasukkan sebagai sampel penelitian.

8. Sampel penelitian berjumlah masing-masing 35 orang untuk kelompok jumlah saudara <3 orang dan 43 orang untuk kelompok jumlah saudara ≥3 orang. 9. Dilakukan penilaian kejadian rinitis alergi pada kedua kelompok sampel. Data

(39)

Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian Populasi terjangkau

Penilaian risiko alergi

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan rinoskopi anterior

Rinitis alergi (+) 35 anak dengan

jumlah saudara <3 orang

43 anak dengan jumlah saudara ≥3 orang

(40)

3.7. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jumlah saudara Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Rinitis alergi Nominal dikotom

3.8. Analisis Data

Analisis data menggunakan uji x2 untuk melihat perbedaan kejadian rinitis alergi pada anak pada jumlah saudara <3 orang atau ≥3 orang. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS versi 14.0. Hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi dinyatakan dalam nilai odds ratio (OR) dengan tingkat kemaknaan P < 0.05.

3.9. Definisi Operasional

1. Rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E mediated) terhadap paparan alergen pada membran nasal.

2. Gejala rinitis alergi mencakup hidung berair, hidung tersumbat, gatal dan bersin yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

3. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis yang mencakup identifikasi penyakit, frekuensi gejala dan derajat keparahan rinitis alergi yang dinilai dengan kuesioner standar ISAAC core questionnaire, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rinoskopi anterior.

(41)

prevalensi penyakit, identifikasi frekuensi, dan derajat keparahan penyakit. Kuesioner ISAAC mencakup modul kuesioner untuk asma, rinitis alergi, dan dermatitis atopi; dan dibagi dalam dua kelompok umur, masing-masing usia 6-7 tahun dan usia 13-14 tahun. Penelitian ini menggunakan kuesioner ISAAC modul rinitis alergi untuk kelompok usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun. 5. Hasil pemeriksaan rinoskopi anterior dikatakan rinitis alergi positif bila

didapatkan tanda klasik berupa mukosa nasal yang edema dan berwarna pucat kebiruan (lividae) disertai sekret yang encer.

6. Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi UKK Alergi Imunologi IDAI adalah sistem penilaian untuk memprediksi risiko alergi pada anak berdasarkan riwayat atopi orangtua dan saudara kandung dalam satu keluarga.

7. Jumlah saudara adalah jumlah saudara kandung yang memiliki ayah dan ibu biologis yang sama.

8. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal serumah.

9. Anggota keluarga lain adalah orang-orang yang tinggal serumah yang tidak termasuk keluarga inti.

3.10. Masalah Etika

1. Persetujuan setelah penjelasan (informed consent) dari orang tua.

(42)

BAB 4. HASIL

(43)

Gambar 4.1 Profil Penelitian

27 338 anak diberikan lembar

persetujuan penelitian

312 anak dinilai risiko alergi

24 anak tidak mengembalikan lembar persetujuan penelitian

2 anak tidak bersedia

78 anak dengan risiko alergi sedang dan tinggi

Risiko alergi ringan 234 orang Risiko alergi sedang 70 orang

(44)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel

Tidur sekamar dengan saudara, n (%)

Ya 29 (82.9) 35 (81.4)

Tidak 6 (17.1) 8 (18.6)

Anggota keluarga lain yang tinggal serumah, n (%)

Ada 12 (34.3) 10 (23.3)

Tidak ada 23 (65.7) 33 (76.7)

Tingkat risiko alergi, n (%)

Sedang 30 (85.7) 38 (88.4)

Frekuensi dan derajat keparahan, n (%)

Mild intermittent 4 (14.3) 4 (33.4)

Moderate/severe intermittent 10 (35.7) 0 (0.0)

Mild persistent 2 (7.1) 1 (8.3)

Moderate/severe persistent 12 (42.9) 7 (58.3)

(45)

saudara <3 orang, sedangkan untuk kelompok jumlah saudara ≥3 orang terdapat 1 anak overweight. Sebagian besar sampel memiliki tingkat risiko alergi sedang yaitu 85.7% pada kelompok jumlah saudara <3 orang dan 88.4% pada kelompok jumlah saudara ≥3 orang. Hidung tersumbat dan bersin adalah gejala rinitis alergi yang paling sering dijumpai pada kedua kelompok sampel.

Tabel 4.2. Hubungan jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi

Jumlah Saudara

Rinitis Alergi, n (%)

Total OR (IK 95%)

Ya Tidak

< 3 orang 28 (70.0) 7 (18.4) 35 (44.9) 10.33 (3.569; 29.916) ≥ 3 orang 12 (30.0) 31 (81.6) 43 (55.1)

Total 40 (100.0) 38 (100.0) 78 (100.0)

(46)

Tabel 4.3. Hubungan urutan kelahiran anak dengan kejadian rinitis alergi

Urutan kelahiran

Rinitis Alergi, n (%)

Total P

Ya Tidak

Pertama 28 (70.0) 9 (23.7) 37 (47.4) 0.0001

Kedua 9 (22.5) 12 (31.6) 21 (26.9)

Ketiga 3 (7.5) 9 (23.7) 12 (15.4)

Kempat 0 (0.0) 6 (15.8) 6 (7.7)

Kelima 0 (0.0) 2 (5.2) 2 (2.6)

Total 40 (100.0) 38 (100.0) 78 (100.0)

(47)

BAB 5. PEMBAHASAN

Penelitian ini mendapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi. Rinitis alergi lebih sering dijumpai pada sampel yang memiliki jumlah saudara sedikit (<3 orang) dibandingkan dengan kelompok jumlah saudara banyak (≥3 orang). Penelitian ini mendapatkan 28 anak (70.0%) dari kelompok jumlah saudara <3 orang yang menderita rinitis alergi dibandingkan dengan hanya 7 anak (18.4%) yang menderita rinitis alergi dari kelompok jumlah saudara ≥3 orang. Sampel yang memiliki saudara <3 orang berisiko menderita rinitis alergi sekitar 10 kali lebih besar dibandingkan dengan sampel yang memiliki saudara ≥3 orang (nilai OR 10.33). Hasil penelitian ini sejalan dengan hygiene hypothesis

yang pertama sekali dikemukakan oleh Strachan pada tahun 1989 berdasarkan studinya di Inggris yang menemukan prevalensi rinitis alergi meningkat pada anak yang memiliki jumlah saudara yang lebih sedikit.8

Jumlah saudara yang sedikit dalam satu keluarga merupakan fenomena yang lazim dijumpai pada masyarakat dewasa ini. Hygiene hypothesis menyatakan bahwa gaya hidup bersih dan modern akan mempengaruhi respons imun sehingga meningkatkan kerentanan seseorang mengalami penyakit atopi.Gaya hidup modern yang dikenali dengan jumlah saudara dalam keluarga yang sedikit, berkurangnya infeksi silang, kontak yang tidak bersih dan paparan mikroba yang semakin jarang diyakini sebagai faktor kunci yang meningkatkan penyakit atopi.40

Pada tahun 1995, sebuah penelitian cross-sectional dilakukan pada anak sekolah di Leipzig, Jerman Timur. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya di tahun 1991 dan dilaporkan

(48)

bahwa prevalensi rinitis alergi meningkat dari 2.3% menjadi 5.1% dalam rentang waktu 1991-92 sampai 1995-96.41

Hasil penelitian ini sesuai dengan sebuah studi retrospektif sebelumnya pada 2511 anak yang melaporkan bahwa risiko rinitis alergi dan eksema menurun pada anak yang memiliki ≥3 saudara yang lebih tua. Jumlah saudara yang banyak menghasilkan efek protektif yang signifikan terhadap kejadian rinitis alergi.24 Beberapa penelitian lain juga melaporkan adanya penurunan prevalensi rinitis alergi dan asma yang signifikan seiring dengan peningkatan jumlah saudara.25,26

Dari penelitian ini, didapatkan kejadian rinitis alergi lebih rendah pada saudara yang lebih muda. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa memiliki saudara yang lebih tua merupakan faktor protektif terhadap kejadian rinitis alergi.24,25,29 Sebuah penelitian kohort berskala besar dari data kelahiran West Midlands General Practice Research Database (WMGPRD) yang dilakukan pada 29 238 anak melaporkan kejadian rinitis alergi yang rendah pada sampel yang memiliki saudara kandung yang lebih tua. Namun hubungan tersebut tidak bermakna pada sampel yang memiliki saudara kandung yang lebih muda.27

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kehamilan dapat menurunkan respons atopi ibu dengan menginduksi toleransi imun (hipotesis toleransi induksi) sehingga dapat menurunkan risiko atopi pada kehamilan berikutnya.31,32

(49)

kejadian atopi.28 Penelitian ini tidak menilai efek protektif dari saudara yang tidur sekamar atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah terhadap kejadian rinitis alergi. Namun, sebagian besar sampel pada penelitian ini melaporkan bahwa mereka tidur sekamar dengan saudaranya.

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan penggunaan riwayat keluarga atopi untuk mengidentifikasi bayi/anak yang berisiko tinggi menderita penyakit atopi.42 Sebuah penelitian multisentra European Community Respiratory Health Survey (ECRHS) melaporkan efek protektif dari faktor-faktor lingkungan seperti jumlah anggota keluarga yang banyak dan tidur sekamar dengan saudara hanya signifikan pada subjek yang memiliki riwayat orangtua atopi. Hubungan tersebut menjadi tidak bermakna pada sampel yang tidak memiliki riwayat atopi pada orangtuanya.28 Pada penelitian ini, dilakukan penilaian risiko alergi pada semua subjek penelitian berdasarkan riwayat atopi orangtua dan saudara sekandung dengan kartu deteksi dini risiko alergi dan didapatkan bahwa kedua kelompok sampel dalam penelitian ini adalah sebanding dalam hal risiko alergi.

Anamnesis yang efektif sangat penting dalam diagnosis rinitis alergi.3,9-11,13,14 Anamnesis harus mencakup pola, lama, variasi gejala sepanjang tahun, gejala lain yang berhubungan, respons pengobatan, ada tidaknya penyakit penyerta, serta paparan lingkungan dan faktor pencetus lain.11

(50)

Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) core questionnaire untuk identifikasi frekuensi gejala dan evaluasi keparahan rinitis alergi. Beberapa studi melaporkan bahwa validasi kuesioner ISAAC menghasilkan nilai spesifisitas yang tinggi dalam membedakan subjek yang menderita rinitis alergi ataupun tidak.43,44 Validasi kuesioner ISAAC di Swiss pada sampel anak sekolah melaporkan nilai spesifisitas dan nilai positive predictive value (PPV) yang tinggi dengan nilai spesifisitas berkisar 77.5% sampai 97.6%.45

Pemeriksaan rinoskopi anterior diindikasikan pada semua kasus dugaan rinitis.10 Pemeriksaan rinoskopi anterior pada rinitis alergi akan ditemukan tanda klasik berupa mukosa hidung yang bengkak (edema), pucat kebiruan (lividae) yang disertai sekret yang encer.9,13 Polip hidung dan kelainan anatomi hidung seperti defek septum, tumor dan benda asing pada hidung dapat menyertai dan memberikan gambaran klinis mirip rinitis alergi.11 Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi sekaligus untuk menyingkirkan adanya polip hidung, defek septum, ataupun tumor dan benda asing lainnya. Namun, dalam penelitian ini tidak terdapat subjek yang dieksklusikan akibat kelainan pada hidung.

(51)

Beberapa studi melaporkan adanya hubungan status gizi terhadap kejadian atopi.46-48 Anak overweight dan obese memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit atopi.46 Namun, beberapa studi lain melaporkan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan kejadian atopi anak.49,50 Pada penelitian ini, dijumpai sampel overweight dan obese yang lebih banyak pada kelompok jumlah saudara <3 orang dibandingkan ≥3 orang. Namun, belum dapat ditarik kesimpulan tentang hubungan status gizi anak terhadap rinitis alergi pada penelitian ini.

(52)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

• Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah saudara yang banyak (≥3 orang)

berhubungan dengan kejadian rinitis alergi yang lebih rendah.

• Urutan kelahiran anak yang lebih tinggi berhubungan dengan kejadian rinitis

alergi yang lebih rendah.

6.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menilai hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi anak dan penilaian terhadap faktor-faktor risiko lainnya yang mempengaruhi kejadian rinitis alergi anak.

(53)

RINGKASAN

Rinitis alergi merupakan salah satu penyakit atopi pada anak dan termasuk dalam salah satu penyakit kronis anak yang paling sering dijumpai. Kejadian rinitis alergi semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir. Penelitian International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) fase 3 melaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia pada anak usia 6 sampai 7 tahun dan 13 sampai 14 tahun masing-masing sebesar 3.6% dan 6.4%. Beberapa penelitian melaporkan bahwa jumlah saudara yang banyak dalam keluarga memungkinkan seorang anak sering terpapar infeksi berulang pada awal kehidupan sehingga mencegah berkembangnya rinitis alergi pada anak.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jumlah saudara dan urutan kelahiran terhadap kejadian rinitis alergi pada anak. Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada anak sekolah SD/SMP Perguruan Budaya di kota Medan dari bulan Juli sampai Agustus 2011.

Sampel adalah anak usia 7 sampai 15 tahun yang yang memiliki risiko alergi sedang dan risiko alergi tinggi yang dinilai berdasarkan Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi UKK Alergi Imunologi IDAI. Anak yang sedang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kelainan pada hidung seperti deviasi septum, atresia koana, polip hidung, tumor hidung dan benda asing dikeluarkan dari penelitian. Pada sampel dibagikan kuesioner tentang data umum subjek penelitian dan kuesioner standar ISAAC core questionnaire; pemeriksaan fisik mencakup penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pemeriksaan THT dengan alat rinoskopi anterior. Sampel berjumlah 78 orang, masing-masing 35 orang untuk kelompok anak dengan jumlah saudara <3 orang dan 43 orang untuk kelompok anak dengan jumlah

(54)

saudara ≥3 orang. Dilakukan penilaian kejadian rinitis alergi pada kedua kelompok sampel tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah saudara dengan kejadian rinitis alergi pada anak. Rinitis alergi lebih sering dijumpai pada sampel dengan jumlah saudara <3 orang (OR 10.33; IK 95% 3.569 sampai 29.916).

Hasil penelitian ini sesuai dengan sebuah studi retrospektif sebelumnya pada 2511 anak yang melaporkan bahwa risiko rinitis alergi dan eksema menurun pada anak yang memiliki ≥3 saudara yang lebih tua. Jumlah saudara yang banyak menghasilkan efek protektif yang signifikan terhadap kejadian rinitis alergi dan eksema. Beberapa penelitian lain juga melaporkan adanya penurunan prevalensi rinitis alergi dan asma yang signifikan seiring dengan peningkatan jumlah saudara.

(55)

SUMMARY

Allergic rhinitis is one of the most common chronic diseases of childhood and its incidence is increasing over the past several decades for reasons that are still poorly understood. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) Phase Three reported that prevalence of allergic rhinitis in Indonesia ranged approximately 3.6% and 6.4% for 6- to 7-year-old and 13- to 14-year-old children respectively. The higher number of siblings in a family has been proposed to enable recurrent exposure to infections and thus prevents atopic diseases in children. This study aims to determine the association between number of siblings and birth order in the risk of allergic rhinitis in children.

A cross-sectional study was conducted among 7 to 15 years old school children at Medan Barat district from July to August 2011. Children fulfilled the criteria of moderate or high risk of allergy with normal nasal anatomy were included and divided into two groups, having <3 siblings and ≥3 siblings respectively.

Exclusion criteria was as follows: subjects with acute respiratory tract infections, septal deviatons, choanal atresia, nasal polyps, nasal tumors, and corpus alienum. The allergic risk was determined using Indonesian Pediatrics Allergy Immunology working groups trace card scoring system. Identification of allergic rhinitis and evaluation of severity were obtained from the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) core questionnaire. Allergic rhinitis was diagnosed based on history, ISAAC core questionnaire, physical examination and anterior rhinoscopy.

This study enrolled a total of 78 subjects (group 1 n=35, and group 2 n=43). There is an association between number of siblings and the risk of allergic rhinitis in

(56)

children. Allergic rhinitis was significantly higher in children who have <3 siblings than

those with ≥3 siblings (OR 10.33; 95% CI 3.569 to 29.916).

This finding is in agreement with previous studies that consistently reported a significantly lower risk of allergic rhinitis in larger number of siblings. A retrospective study of 2511 children reported that the risk of hay fever and eczema were inversely related to having had three or more older siblings. Increasing total numbers of siblings showed a significant trend in protection against both eczema and hay fever.

Our current study found that allergic rhinitis was significantly lower in children with

higher birth order (P = 0.0001). Our study supports that maternal immune tolerance

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Stone KD. Atopic diseases of childhood. Curr Opin Pediatr. 2003;15:495-511. 2. McRae WM, Wong CS. Asthma, allergy, and the hygiene hypothesis. NZJP.

2002;29:31-6.

3. Scadding GK, Durham SR, Mirakian R, Jones NS, Leech SC, Farooque S, et al. BSACI guidelines for the management of allergic and non-allergic rhinitis. Clin Exp Allergy. 2008;38:19-42.

4. Nency YM. Prevalensi dan faktor risiko alergi pada anak usia 6-7 tahun di Semarang. [tesis]. Semarang: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2005.

5. Widodo P. Hubungan antara rinitis alergi dengan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi pada siswa SLTP kota Semarang usia 13-14 tahun dengan mempergunakan kuesioner International Studies of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). [tesis]. Semarang: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok–Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2004.

6. Gary A, Hendra S. Clinical manifestations of allergic rhinitis in children at Denpasar Hospital. Paediatr Indones. 2001;41:160-5.

7. Khaled NA, Pearce N, Anderson HR, Ellwood P, Montefort S, Shah J, et al. Global map of the prevalence of symptoms of rhinoconjunctivitis in children: the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) phase three. Allergy. 2009;64:123–48.

8. Strachan DP. Hay fever, hygiene, and household size. Br Med J.

1989;299:1259-60.

9. Bousquet J, van Cauwenberge P, Khaltaev N, Ait-Khaled N, Annesi-Maesano I, Bachert C, et al. Allergic rhinitis and its impact on asthma, ARIA workshop report. J Allergy Clin Immunol. 2001;108(Suppl):S147-334.

10. Dykewicz MS, Fineman S, Skoner DP, Nicklas R, Lee R, Moore JB, et al. Diagnosis and management of rhinitis: complete guidelines of the joint task force on practice parameters in allergy, asthma, and immunology. Ann Allergy Asthma Immunol. 1998;81:478–518.

11. Wallace DV, Dyokewicz MS, Bernstein DI, Moore JB, Cox L, Khan DA, et al. The diagnosis and management of rhinitis: an updated practice parameter. J Allergy Clin Immunol. 2008;122(Suppl):S1-84.

12. Skoner DP. Allergic rhinitis: definition, epidemiology, pathophysiology, detection, and diagnosis. J Allergy Clin Immunol. 2001;108:S2-8.

13. Munasir Z, Rakun MW. Rinitis alergik. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi imunologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2007. h. 246-52.

14. Boguniewicz M. Allergic rhinoconjunctivitis. Dalam: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR, penyunting. Current diagnosis & treatment in pediatrics. Edisi ke-18. New York Toronto: McGraw-Hill; 2007. h. 1060-2.

15. Asher MI, Keil U, Anderson HR, Beasley R, Crane J, Martinez F, et al. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC): rationale and methods. Eur Respir J. 1995;8:483-91.

16. Prescott SL, Tang MLK. The Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy position statement: summary of allergy prevention in children. Med J Aust. 2005;182:464–7.

(58)

17. Kjellman NM. Atopic disease in seven-year-old children. Acta Paediatr Scand. 1977;66:465-71.

18. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi. Deteksi

dini risiko alergi. Diunduh dari:

19. Maziak W, Behrens T, Brasky TM, Duhme H, Rzehak P, Weiland SK, et al. Are asthma and allergies in children and adolescents increasing? results from ISAAC phase I and phase III surveys in Munster, Germany. Allergy. 2003;58:572-9.

20. Strachan DP. Family size, infection, and atopy: the first decade of the ‘hygiene hypothesis’. Thorax. 2000;55:2-10.

21. Broide DH. Molecular and cellular mechanism of allergic disease. J Allergy Clin Immunol. 2001;108:S65-71.

22. Prescott Sl, Macaubas C, Holt BJ, Smallacombe TB, Loh R, Sly PD, et al. Transplacental priming of the human immune system to environmental allergens: universal skewing of initial T cell responses toward the Th-2 cytokine profile. J Immunol. 1998;160:4730-7.

23. Svanes C, Jarvis D, Chinn S. Omenaas O, Gulsvik A, Burney P, et al. Early exposure to children in family care and day care as related to adult asthma and hay fever: results from the European Community Respiratory Health Survey. Thorax. 2002;57:945-50.

24. Bodner C, Godden D, Seaton A. Family size, childhood infections, and atopic diseases. The Aberdeen WHEASE Group. Thorax. 1998;53:28-32.

25. Ponsonby AL, Couper D, Dwyer T, Carmichael A. Cross sectional study of the relation between sibling number and asthma, hay fever, and eczema. Arch Dis Child. 1998;79:328-33.

26. Ponsonby AL, Couper D, Dwyer T, Carmichael A, Kemp A. Relationship between early life respiratory illness, family size over time, and the development of asthma and hay fever: a seven year follow up study. Thorax. 1999;54:664-9.

27. McKeever TM, Lewis SA, Smith C, Collins J, Heatlie H, Frischer M, et al. Siblings, multiple births, and the incidence of allergic disease: a birth cohort study using the West Midlands general practice research database. Thorax. 2001;56:758-62.

28. Svanes C, Jarvis D, Chinn S, Burney P. Childhood environment and adult atopy: results from the European Community Respiratory Health Survey. J Allergy Clin Immunol. 1999;103:415-20.

29. Strachan DP, Taylor EM, Carpenter RG. Family structure, neonatal infection, and hay fever in adolescent. Arch Dis Child. 1996;74:422-6.

30. Karmaus W, Botezan C. Does a higher number of siblings protect against the development of allergy and asthma? A review. J Epidemiol Community Health. 2002;56:209-17.

31. Karmaus W, Arshad SH, Sadeghnejad A, Twiselton R. Does maternal immunoglobulin E decrease with increasing order of live offspring? Investigation into maternal immune tolerance. Clin Exp Allergy. 2004;34:853-9. 32. Karmaus W, Arshad H, Mattes J. Does the sibling effect have its origin in

(59)

33. von Mutius E, Martinez FD, Fritzsch C, Nicolai T, Roell G, Thiemann HH. Prevalence of asthma and atopy in two areas of West and East Germany. Am J Respir Crit Care Med. 1994;149:358-64.

34. Matricardi PM, Rosmini F, Riondino S, Fortini M, Ferrigno L, Rapicetta M, et al. Exposure to foodborne and orofecal microbes versus airborne viruses in relation to atopy and allergic asthma: epidemiological study. BMJ. 2000;320:412-7.

35. Farooqi IS, Hopkin JM. Early childhood infection and atopic disorder. Thorax. 1998;43:927-32.

36. Henderson J, North K, Griffiths M, Harvey I, Golding J. Pertussis vaccination and wheezing illnesses in young children: prospective cohort study. BMJ. 1999;318:1173-6.

37. Nilsson L, Kjellman NM, Bjorksten B. A randomized controlled trial of the effect of pertussis vaccines on atopic diseases. Arch Pediatr Adolesc Med. 1998;152:734-8.

38. Ernst P, Cormier Y. Relative scarcity of asthma and atopy among rural adolescents raised on a farm. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161:1563-6. 39. Madiyono M, Moeslichan Mz S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SP.

Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h. 302-31.

40. Smith RS, Bloomfield S, penyunting. The hygiene hypothesis and implications for home hygiene. Milan: The International Scientific Forum on Home Hygiene (IFH); 2004. h. 17-20.

41. von Mutius E, Weiland SK, Fritzsch C, Duhme H, Keil U. Increasing prevalence of hay fever and atopy among children in Leipzig, East Germany. Lancet. 1998;351:862-6.

42. Zeiger RS. Food allergen avoidance in the prevention of food allergy in infants and children. Pediatrics. 2003;111:1662-71.

43. Vanna AT, Yamada E, Arruda LK, Naspitz CK, Sole´ D. International Study of Asthma and Allergies in Childhood: validation of the rhinitis symptom questionnaire and prevalence of rhinitis in schoolchildren in Sa˜o Paulo, Brazil. Pediatr Allergy Immunol. 2001;12:95–101.

44. Murray AB, Milner R. The accuracy of features in the clinical history for predicting atopic sensitization to airborne allergens in children. J Allergy Clin Immunol. 1995;96:588-96.

45. Braun-Fahrlander C, Wuthrich B, Gassner M, Grize L, Sennhauser FH, Varonier HS, et al. Validation of a rhinitis symptom questionnaire (ISAAC core questions) in a population of Swiss school children visiting the school health services. Pediatr Allergy Immunol. 1997;8:75-82.

46. Visness CM, London SJ, Daniels JL, Kaufman JS, Yeatts KB, Siega-Riz AM, et al. Association of obesity with IgE levels and allergy symptoms in children and adolescents: results from the National Health and Nutrition Examination Survey 2005-2006. J Allergy Clin Immunol. 2009;123:1163-9.

47. Apandi PR, Setiabudiawan B, Sukadi A. Correlation between obesity with atopy and family history of atopy in children. Paediatr Indones. 2011;51:227-33.

(60)

49. Jarvis D, Chinn S, Potts J, Burney P. Association of body mass index with respiratory symptoms and atopy: results from the European Community Respiratory Health Survey. Clin Exp Allergy. 2002;32:831-7.

(61)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua penelitian

Nama : dr. Soewira Sastra

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU RSUP. H. Adam Malik, Medan

2. Supervisor penelitian

1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) 2. dr. Lily Irsa, SpA(K)

3. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

(62)

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan laporan

(63)

4. Data umum

No urut: Tanggal:

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : LK / PR BB: kg TB: cm 3. Tempat / Tanggal Lahir :

4. Alamat :

5. Anak ke : ... dari ... bersaudara 6. Tidur sekamar dengan saudara? (Ya/Tidak)

(64)

5. Data khusus

1. Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi (UKK Alergi – Imunologi IDAI)

Berikan nilai terhadap semua anggota keluarga dengan tanda-tanda alergi : Dermatitis/ Eksim/ Kemerahan/ Diare/ Muntah/ Kolik/ Pilek/ Nafas berbunyi/ Asma sesuai dengan petunjuk berikut :

Nilai Kondisi

Jumlahkan nilai tersebut, kemudian gunakan tabel di bawah ini untuk memeriksa tingkat risiko alergi : (berilah tanda  pada kolom yang sesuai)

Keluarga Dinyatakan Diduga Tanpa riwayat

Nilai keluarga yang diprediksikan digunakan untuk menentukan kemungkinan terkena alergi

Nilai Keluarga Tingkat Risiko terkena alergi 0

(65)

2. Kuesioner riwayat rinitis alergi untuk anak usia 6-7 tahun

Semua pertanyaan ini menyangkut masalah yang dialami putra/putri Anda saat TIDAK mengalami batuk pilek ataupun influenza

1. Pernahkah anak Anda mengalami bersin-bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat saat dia TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza ?

( ) Ya ( ) Tidak

Jika tidak, langsung ke pertanyaan no. 6

2. Dalam 1 tahun terakhir, pernahkah anak Anda mengalami bersin-bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat saat dia TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza?

( ) Ya ( ) Tidak

Jika tidak, langsung ke pertanyaan no. 6

3. Dalam 1 tahun terakhir, apakah keluhan tersebut disertai juga mata berair dan gatal?

( ) Ya ( ) Tidak

4. Dalam 1 tahun terakhir, pada bulan berapa saja keluhan tersebut terjadi? ( ) Januari ( ) Pebruari ( ) Maret ( ) April

( ) Mei ( ) Juni ( ) Juli ( )

Agustus

( ) September ( ) Oktober ( ) November ( )

Desember

5. Dalam 1 tahun terakhir, seberapa berat keluhan pada hidung ini sehingga mempengaruhi aktivitas anak Anda sehari-hari?

( ) Tidak pernah ( ) Sedikit ( ) Sedang ( ) Berat 6. Pernahkah anak Anda menderita rinitis alergika?

( ) Ya ( ) Tidak

(66)

3. Kuesioner riwayat rinitis alergi untuk anak usia 13-14 tahun

Semua pertanyaan ini menyangkut masalah yang dialami saat Anda TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza

1. Pernahkah Anda mengalami bersin-bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat saat Anda TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza ?

( ) Ya ( ) Tidak

Jika tidak, langsung ke pertanyaan no. 6

2. Dalam 1 tahun terakhir, pernahkah Anda mengalami bersin-bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat saat Anda TIDAK menderita batuk pilek ataupun influenza?

( ) Ya ( ) Tidak

Jika tidak, langsung ke pertanyaan no. 6

3. Dalam 1 tahun terakhir, apakah keluhan tersebut disertai juga mata berair dan gatal?

( ) Ya ( ) Tidak

4. Dalam 1 tahun terakhir, pada bulan berapa saja keluhan pada hidung ini terjadi?

( ) Januari ( ) Pebruari ( ) Maret ( ) April

( ) Mei ( ) Juni ( ) Juli ( )

Agustus

( ) September ( ) Oktober ( ) November ( ) Desember 5. Dalam 1 tahun terakhir, seberapa berat keluhan pada hidung ini sehingga

mempengaruhi aktivitas Anda sehari-hari?

( ) Tidak pernah ( ) Sedikit ( ) Sedang ( ) Berat 6. Pernahkah Anda menderita rinitis alergika?

( ) Ya ( ) Tidak

(67)

HASIL PEMERIKSAAN RINOSKOPI ANTERIOR

(68)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANGTUA

Bapak/Ibu Yth,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

HUBUNGAN JUMLAH SAUDARA TERHADAP KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA ANAK

Bapak/Ibu Yth,

Pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit rinitis alergi.

Rinitis alergi (pilek) merupakan salah satu penyakit alergi yang sering pada anak, terutama sewaktu sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah (SMP). Gejala dari penyakit ini adalah hidung berair sampai tersumbat, bersin-bersin terus menerus, gatal pada hidung dan dapat disertai mata merah dan berair. Penyakit ini biasanya kumat pada pagi hari setelah bangun tidur, atau setelah anak menghirup sesuatu. Penyebab yang paling sering adalah tungau debu rumah yang sering di kasur-kasur atau kapuk tempat tidur, bantal atau guling yang sudah lama atau jarang dibersihkan (dijemur); atau disebabkan debu dari tumpukan kain-kain atau barang barang bekas dalam rumah. Penyebab dari luar rumah seperti serbuk bunga atau tanaman tertentu, asap pabrik dan asap debu kendaraan.

Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat alergi pada kedua orang tua mempunyai risiko yang sangat besar hingga 50-80% terkena penyakit alergi dibanding dengan anak tanpa riwayat keluarga (resiko hanya sebesar 20%). Alergi juga lebih sering pada anak dengan jumlah saudara sedikit (kurang dari 3 orang), sehingga pada penelitian ini, saya akan membuktikan apakah orangtua yang alergi dan jumlah saudara anak yang sedikit berpengaruh pada penyakit alergi pada anak.

(69)

Awalnya saya akan mencatat data anak, dan anak yang diduga kuat menderita rinitis alergi (pilek), akan saya lanjutkan dengan memeriksa lubang hidung anak dengan memasukkan sejenis alat pinset stainless steel dengan 2 lempeng berbentuk cocor ukuran panjang kira-kira 2 cm. Alat ini dimasukkan sampai lubang hidung depan, kemudian kedua lempeng pinset tersebut dibuka untuk merenggangkan lubang hidung. Kemudian dengan bantuan senter dilihat keadaan mukosa hidung anak. Pemeriksaan ini tidak ada efek samping dan tidak perlu obat maupun suntikan lain sebelumnya. Pemeriksaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit, anak hanya perlu untuk duduk tenang selama pemeriksaan.

Jika ada hal atau keluhan yang akan Bapak/Ibu tanyakan lebih lanjut, silahkan menghubungi:

dr. Soewira Sastra (HP: 0852 609 65997 / Flexi: 061-7760 1378)

Demikian informasi ini kami sampaikan. Atas bantuan dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Salam,

(70)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... tahun (LK / PR)

Alamat : ...

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior terhadap anak saya :

Nama : ... Umur : ... tahun (LK / PR)

Alamat rumah : ...

Alamat sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta efek samping yang

kemungkinan ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti

sepenuhnya.

Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa

paksaan.

Medan, ... 2011

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...

(71)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Soewira Sastra

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 9 Oktober 1983

Alamat : Jl. Asia 97-F / 101-F Medan, Indonesia

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Sutomo 1 Medan, tamat tahun 1996

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : SLTP Sutomo 1 Medan, tamat tahun 1999

Sekolah Menengah Umum : SMU Sutomo 1 Medan, tamat tahun 2002

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat

tahun 2008 PEKERJAAN

-

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2010, sebagai peserta

3. Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI) di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

4. Workshop Evidence Based Medicine Ikatan Dokter Anak Indonesia, tahun 2011, sebagai peserta

(72)

6. Pertemuan Ilmiah Tahunan V Ilmu Kesehatan Anak di Bandung, tahun 2012, sebagai peserta

7. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2013, sebagai peserta

8. Medical writing workshop Ikatan Dokter Anak Indonesia, tahun 2013, sebagai peserta

PENELITIAN

1. Hubungan jumlah saudara terhadap kejadian rinitis alergi pada anak

ORGANISASI

1. 2008 – sekarang : anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka konseptual
Gambar 3.1. Alur penelitian
Gambar 4.1 Profil Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik sampel
+3

Referensi

Dokumen terkait

[a,Pf,Af,e,Perf]=sim(net,P,[],[],T) yang dimasukkan pada aplikasi Matlab dari input dan target data pengujian. Nilai Error diperoleh dari : Target-Output. Jumlah SSE adalah total

Sengketa bersenjata non- internasional menurut Protokol Tambahan II/1977 (Tentang Perlindungan Korban Perang Pada Situasi Sengketa Bersengketa Non- Internasional)

Dan apabila dipandang dari segi peningkatan yang terjadi pada kontribusi penerimaan pajak daerah juga tidak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah

Definisi bank dirumuskan dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan

(8) Dalam hal Pemilih tidak sempat melaporkan diri kepada PPS tempat Pemilih akan memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetapi yang bersangkutan telah

dalam nada dasar yang sarna dan sesuai dengan terapi wama yang dibutuhkan. (terapi musik dengan nada dasar B untuk terapi wama ungu) dapat

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-A MTs Taris tahun pelajaran 2011/2012 dengan subyek penelitian sebanyak 8 orang dari 40 orang dan diambil dari

Untuk dapat diregistrasi, maka bangunan, fasilitas pendukung, dan sistem pengelolaan rumah kemas harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan