• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hasil Rotterdam CT Score dengan GOS Pada Pasien Cedera Kepala yang dilakukan Kraniectomi Dekompresi

HASIL PENELITIAN

4.2 Hubungan Hasil Rotterdam CT Score dengan GOS Pada Pasien Cedera Kepala yang dilakukan Kraniectomi Dekompresi

Hubungan hasil Rotterdam CT score sebagai prognostik morbiditas dan mortalitas pasien cedera kepala yang dilakukan kraniectomi dekompresi terhadap Glasglow Outcome Scale dievaluasi. Hasil kemudian dievaluasi dan nilai p < 0,05 (p=0.014) dianggap secara statistik bermakna. Dari 47 pasien perdarahan/cedera kepala yang dilakukan tindakan operasi dan termasuk dalam penelitian ini, 4 pasien meninggal (8.5%). Pemulihan yang baik dilaporkan dalam 35 pasien (74.5%). Selanjutnya 8 pasien (17.02%) berkembang defek yang berat dan berlanjut ke dalam status vegetatif.

Korelasi antara Rotterdam CT Score dengan Glasglow Outcome Scale

Spearman’s Rotterdam CT GOS

Correlation Coeffisient Sig. (2-tailed) N 1.000 . 47 -,326* ,014 47 Correlation Coeffisient Sig. (2-tailed) N -,326* ,014 47 1,000 . 47 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sig . (2-tailed) < 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna antara GOS dengan Rotterdam

Dari perhitungan uji korelasi spearmans, maka didapatkan P value antara Rotterdam CT score dengan GOS pada pasien cedera kepala yang dilakukan kraniectomi dekompresi adalah p = 0,014, dimana P<0.05. Jadi, antara Rotterdam CT dengan GOS pada pasien cedera kepala yang dilakukan kraniectomi dekompresi memiliki hubungan positif bermakna.

Tabel 4.1.7 Distribusi pasien berdasarkan hasil Rotterdam CT Score dan hasil GOS ROTTERDAM CT SCORE GOS 1 2 3 4 5 1 --(0%) --(0%) --(0%) --(0%) --(0%) 2 --(0%) --(0%) 2(16.6%) 1(8.3%) 9(75.0%) 3 --(0%) 1(9.0%) 2(18.1%) -(0%) 8(72.7%) 4 1(7.7%) 1(7.7%) 2(15.3%) 1(7.7%) 8(61.5%) 5 2(20.0%) 1(10.0%) --(0%) 4(40.0%) 3(30.0%) 6 1(100%) --(0%) --(0%) --(0%) --(0%)

Berdasarkan Tabel diatas, didapatkan hasil bahwa semakin tinggi hasil Rotterdam CT Score maka makin tinggi angka morbiditas dan mortalitas. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi hasil Rotterdam CT Score maka hasil persentase kesembuhan GOS semakin rendah, ini dapat ditunjukkan dari tabel bahwa hasil Rotterdam score 2 hasil GOS 75%, Rotterdam score 3 hasil GOS 72%, Rotterdam score 4 hasil GOS 61%, Rotterdam score 5 hasil GOS 30% dan Rotterdam score 6 hasil 0%.

Tabel 4.1.8 Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS

GCS GOS Total Awal 1 2-3 4-5 3 – 8 4(30.7%) 1(7.6) 8(61.5%) 13(27.6%) 9 – 12 0(0%) 6(30%) 14(70%) 20(42.5%) 13 – 15 0(0%) 2(14.2%) 12(85.7%) 14(29.7%) Total 4(8.5%) 9(19.1%) 34(72.3%) 47(100%) X2 = 16.111 dF = 8 p = 0.041

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai GCS pasien masuk dengan nilai GOS. Ini ditunjukkan dari tabel diatas bahwa semakin tinggi GCS pasien saat masuk, nilai GOS tidak semakin baik, begitu juga sebaliknya.

BAB V PEMBAHASAN

Cedera kepala menjadi hampir sebagian penyebab kematian dari keseluruhan angka kematian yang diakibatkan trauma, yang sebagian besarnya mengakibatkan kematian pasien akibat trauma setelah masuk ke rumah sakit. Cedera kepala juga merupakan penyebab utama yang paling sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah kecelakaan dan kecacatan tersebut dapat terjadi meskipun pada pasien dengan cedera kepala derajat ringan (Selladurai B. et al, 2007).

Pada penelitian ini didapatkan kasus penderita cedera kepala yang dilakukan tindakan operasi sebanyak 47 orang, dengan penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 39 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang. Di seluruh dunia, laki-laki lebih sering dijumpai mengalami cedera kepala dibanding dengan perempuan pada tiap kelompok usia (Olson DA, 2012). Dari data demografi ke-47 sampel penelitian, didapatkan kelompok usia terbanyak yang menderita cedera kepala yang dilakukan tindakan operasi adalah pada kelompok usia 15 – 30 tahun. Hal ini sesuai dengan data di Indonesia, bahwa sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15 – 55 tahun, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis trauma yang dialami korban kecelakaan.

Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala post trauma, lokasi cedera kepala paling sering pada penelitian ini adalah pada lobus temporoparietal, diikuti oleh lobus temporal dan frontotemporoparietal. Dari kepustakaan, perdarahan subdural paling sering terjadi pada lobus frontal dan parietal. Perdarahan subdural dapat meluas di dalam tengkorak, menciptakan bentuk cekung yang mengikuti lengkung dari otak, dan hanya berhenti pada refleksi dura seperti tentorium cerebellum dan falx serebrum (Wagner AL, 2004).

Berdasarkan distribusi GCS saat awal masuk, penderita perdarahan otak pada penelitian ini didapatkan mempunyai GCS <13. Sekitar sepertiga dari kasus perdarahan diotak mengalami cedera kepala berat (GCS <9). Didapatkannya hubungan positif yang lemah dan tidak bermakna antara GCS saat awal masuk dan nilai GOS. Walaupun demikian, dari penelitian ini dapat dilihat

bahwa penderita perdarahan diotak dengan GCS saat awal masuk tinggi mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding dengan GCS saat awal masuk rendah. GCS saat awal masuk mempunyai korelasi dengan tingkat mortalitas pada penderita cedera kepala traumatik (Narayan RK dkk, 1981; Kim HK, 2009). Disaat mempertimbangkan penggunaan GCS saat awal masuk sebagai prediktor prognosis, masalah yang dihadapai adalah seberapa tepat penilaian GCS saat awal masuk dan kurang akuratnya untuk memprediksi prognosis apabila GCS saat awal masuk rendah.

Penelitian yang dilakukan Huang et al,2012 menguji perbedaan prognostik dan prediksi dari Rotterdam CT Score pada kasus pasien yang menjalani kraniectomi dekompresi, mereka mendapatkan hasil dimana Rotterdam CT Score memberikan perbedaan prognostik yang besar dan merupakan prediktor independen terhadap glasgow outcome scale.

Glasgow outcome scale paling luas digunakan untuk menilai hasil akhir secara umum pada cedera otak. Penilaian secara tepat diperoleh pada 3,6 dan 12 bulan setelah cedera otak. Validitas dari glasgow outcome scale sebagai suatu penilai hasil akhir cedera otak didukung oleh kuatnya hubungan dengan lamanya koma,beratnya kondisi pada awal trauma(diukur dengan GCS), dan tipe lesi intrakranial. Glasgow outcome scale kategori juga berkorelasi dengan lamanya postraumatik amnesia. Kritikan terhadap glasgow outcome scale terutama relatif tidak sensitif terhadap kondisi pasien yang membaik signifikan secara klinis terutama 6 bulan setelah cedera otak. (Narayan ,et al ,1995).

Penelitian yang dilakukan menemukan makin tinggi hasil Rotterdam CT score makin meningkat mortalitas dan makin menunjukkan hubungan peningkatan glasgow outcome scale (Huang et al,2012)

Dari penelitian ini didapatkan P value antara Rotterdam CT dengan nilai GOS adalah -0,014 (p<0.05). Antara Rotterdam CT dengan nilai GOS memiliki hubungan yang bermakna. Keunggulan dari penelitian ini adalah didapatkan hubungan yang bermakna antara Rotterdam CT dengan GOS sebagai prognosis penderita cedera kepala/perdarahan diotak, sehingga Rotterdam CT dipakai sebagai prediktor prognosis pada penderita cedera kepala/perdarahan diotak.

BAB VI

Dokumen terkait