• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 PEMBAHASAN

6.2.2. Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah

i. Hubungan antara sumber air bersih dengan infeksi STH dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6.5 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Sumber Air Bersih pada Murid Kelas V, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada responden dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 20,8% dan infeksi STH negatif 79,2%. Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden dengan sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 14,3% dan infeksi STH negatif 85,7%.

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square di peroleh p=0,454 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara sumber air bersih dengan kejadian infeksi STH. 20,8% 14,3% 79,2% 85,7% 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0%

Tidak memenuhi syarat kesehatan Memenuhi syarat kesehatan D is tr ib u si P ro p o rs i I n fe k si S T H Kebersihan Perorangan positif (+) negatif (-)

Ratio Prevalence infeksi STH pada sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 1,455 dengan Confidence

Interval (CI) 0,532-3,980. Hal ini menunjukkan bahwa sumber air bersih belum dapat

disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian infeksi STH pada murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri no. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

Berdasarkan hasil observasi, 46% murid menggunakan sumur bor dan 50% murid menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersihnya. Hampir semua murid yang menggunakan sumur bor maupun sumur gali, airnya bersih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.

Pedoman untuk membuat sumur bor maupun sumur gali yang berhubungan dalam pencegahan infeksi STH adalah pemilihan lokasi sumur yang akan di bor/di gali, sebaiknya tidak berdekatan dengan septick tank, kedalaman sumur bor biasanya > 15 m karena lebih aman dari pencemaran bakteri, cacing dan kontaminasi lainnya, kedalaman sumur gali biasanya < 15 m, sekitar 3-6 m dimana pada bagian dinding sedalam 3 m diberi tembok agar tidak terjadi rembesan air dari permukaan tanah yang akan mencemari sumur.

Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianto (2007) pada siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang di mana tidak ada hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit cacingan (p = 0,094).24

ii. Hubungan antara kepemilikan jamban dengan infeksi STH dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6.6 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Kepemilikan Jamban pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat prevalensi infeksi STH positif pada responden dengan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 25,8% dan infeksi STH negatif 74,2%. Prevalensi kejadian infeksi STH positif pada responden dengan jamban yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 7,7% dan infeksi STH negatif 92,3%.

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p= 0,023 yang berarti ada hubungan bermakna antara kepemilikan jamban dengan kejadian infeksi STH.

Ratio Prevalence infeksi STH pada kepemilikan jamban yang tidak memenuhi

syarat kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 3,348 dengan Confidence

Interval (CI) 1,408-10,701. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan jamban merupakan

faktor risiko kejadian infeksi STH pada murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri no. 173327 25,8% 7,7% 74,2% 92,3% 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0%

Jamban yang tidak memenuhi syarat

kesehatan

Jamban yang memenuhi syarat kesehatan D is tr ib u si P ro p o rs i i n fe k si S T H Kepemilikan Jamban Positif (+) Negatif (-)

Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011. Artinya, kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan beresiko infeksi STH 3,2 kali lebih besar dibandingkan kepemilikan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

Murid SD N No. 173327 Bahalimbalo paling banyak memiliki jamban leher angsa yakni 53% dibandingkan yang cemplung. Tetapi penyediaan jamban dan penggunaannya masih tidak memenuhi syarat kesehatan. Jamban yang tersedia kurang memadai untuk semua anggota keluarga dan tidak ada persediaan sabun utnuk mencuci tangan sehabis BAB.

Hal ini sesuai penelitian Yulianto (2007) pada siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang di mana ada hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit cacingan (p = 0,042).

Menurut Entjang (2001) Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dalam kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak saniter dari tinja manusia dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap tanah dan sumber air. Kondisi ini mengakibatkan bakteri/cacing dapat berkembangbiak dan menginfeksi manusia. Faktor manusia untuk menjaga kebersihan sanitasi jamban merupakan hal yang harus diperhatikan.

24

Ada 7 syarat dalam membuat jamban sehat menurut Kementerian Kesehatan yakni tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya dan tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.

Dari ketujuh syarat tersebut yang sesuai dengan pencegahan infeksi STH adalah ii.1 Tidak mencemari air dengan kriteria saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum., jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester, jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter, letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur, tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut

ii.2 Tidak mencemari tanah permukaan dengan kriteria tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan, jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

BAB 7

Dokumen terkait