• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah pada Murid Kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah pada Murid Kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA MURID KELAS IV, V DAN VI

SD NEGERI NO 173327 BAHALIMBALO KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

071000119

RIAMA SANTRI SIANTURI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA MURID KELAS IV, V DAN VI

SD NEGERI NO 173327 BAHALIMBALO KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

071000119

RIAMA SANTRI SIANTURI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH) dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Hasil survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi STH tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias (52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang Sidempuan (34,23%). Hasil survei Depkes RI tahun 2009 di Sekolah Dasar di Indonesia ditemukan prevalensi kecacingan 31,8%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah semua murid kelas IV, V dan VI berjumlah 153 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi murid berjumlah 105 orang.

Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 19%. Prevalensi Ascaris lumbricoides 95%. Proporsi kelompok umur 11-13 tahun 54,3%, perempuan 52,4%, kebersihan perorangan buruk 71,4%, sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan 73,3% dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan 62,9%.

Hasil uji Chi-Square diperoleh tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan infeksi STH (p=0,054), tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi STH (p=0,794), ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan dengan infeksi STH (p=0,041), tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan infeksi STH (p=454) dan ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan infeksi STH (p=0,023).

Disarankan kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan pentingnya personal higiene, penyediaan sarana air bersih dan jamban yang sesuai dengan syarat kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada Puskesmas Paranginan, supaya meningkatkan program pemeriksaan, pencegahan dan penanggulangan kecacingan pada anak sekolah dasar.

(5)

ABSTRACT

Soil Transmitted Helminth (STH) can cause loss of nutrients like calories, protein and blood loss. Besides being able to inhibit the development of physical, intellectual and productivity, can also impacted in body resistance so easily affected by other diseases. A survey results on elementary school children from several districts in North Sumatra done by the Provincial Health of North Sumatera in 2005 found that the highest STH infection in Central Tapanuli (66,67%), South Tapanuli (55%), Nias (52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) and Padang Sidempuan (34,23%). A survey results on elementary school in Indonesia found the prevalence STH was 31,8% in 2009.

This study was designed to determine the association of factors with the state of STH among the student grade IV, V and VI at public elementary school No. 173327 Bahalimbalo Sub District of Paranginan, Dictrict Humbang Hasundutan. The study was done by analytical observational using cross sectional study. The population consist of 153 children and sample is part of the student population consist of 105 children.

The results of the study showed that 19% of student were infected by worm. The proportion of Ascaris lumbricoides was 95%. The proportion of infected children in the age group of 11-13 years was 54,3%, females 52,4%, bad personal hygiene was 71,4%, unhealth water 73,3% and unhealth toilets ownership was 62,9%

The result of the Chi-Square test showed that no significant association between age, sexes and source of clean water with STH infections (p>0,005). There is a significant association between personal hygiene and the toilets ownership with STH infections (p<0,005).

Suggest to the school teacher to keep the personal hygiene of school children and to provide clean water and toilets to avoid infection by STH. The Paranginan health center should have to increase their programs to prevent worm infection.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riama Santri Sianturi Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang/12 April 1989 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 2 (dua) dari 5 (lima) bersaudara Nama Ayah : Maurindu Sianturi

Nama Ibu : Griselda Togatorop

Alamat Rumah : Bahalimbalo Kec. Paranginan Kab. Humbang Hasundutan Riwayat Pendidikan : 1. 1995-2001 : SD Negeri No.030331 Sumbul Kab. Dairi

2. 2001-2004 : SMP Negeri 1 Sumbul Kab. Dairi 3. 2004-2007 : SMA Negeri 1 Sidikalang Kab. Dairi

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah pada Murid Kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberi kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

(8)

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji Skripsi II yang telah banyak memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak dr. Taufik Azhar, MKM selaku dosen Penasehat Akademik.

7. Ibu Kepala SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo beserta guru-guru yang telah membantu penulis selama penelitian.

8. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayah dan ibu yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil.

10. Abangku (Ganda) dan adik-adikku (Atur, Raya dan Putra) serta saudara-saudaraku yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas semua doa dan dukungannya.

11. My beloved Richard yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan semangat serta doa dari awal penyusunan skripsi hingga akhir

12. Agnes, Vince, Chindy, Dewi, Berlina, Eva, Ilza, dan rekan-rekan Epidemiologer lainnya atas semua doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 13. Semua pihak yang turut membantu penulis.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaannya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2011 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan 1.3.1 Tujuan Khusus ... 4

1.3.2 Tujuan Umum ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kecacingan ... 7

2.2 Jenis-jenis Nematoda Usus yang Ditularkan melalui Tanah .... 7

2.2.1 Ascaris lumbricoides ... 8

2.2.2 Trichuris trichiura ... 11

2.2.3 Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) ... 14

2.2.4 Strongyloides stercoralis ... 16

2.3 Epidemiologi Infeksi Kecacingan oleh Cacing yang Ditularkan melalui Tanah ... 19

2.3.1 Distribusi Frekuensi ... 19

2.3.2 Determinan ... 22

2.4 Pencegahan Infeksi Kecacingan ... 24

2.4.1 Pencegahan Primer ... 24

2.4.2 Pencegahan Sekunder ... 24

2.4.3 Pencegahan Tersier ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep... ... 25

3.2 Defenisi Operasional ... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 28

(10)

4.3 Populasi dan Sampel ... 28

4.3.1 Populasi ... 28

4.3.2 Sampel ... 28

4.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 30

4.4.1 Data Primer ... 30

4.4.2 Data Sekunder ... 30

4.5 Aspek Pengukuran ... 31

4.6 Pelaksanaan Penelitian ... 32

4.6.1 Pengumpulan Spesimen ... 32

4.6.2 Alat dan Bahan... 32

4.6.3 Pemeriksaan Spesimen ... 32

4.7 Teknik Analisis Data ... 33

4.7.1 Analisis Univariat... 33

4.7.2 Analisis Bivariat ... 34

BAB 5 HASIL Penelitian 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.2. Gambaran Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan ... 35

5.3 Prevalensi Infeksi STH ... 36

5.4 Jenis Cacing ... 36

5.5 Karakteristik Responden ... 37

5.6 Kondisi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah Responden ... 38

5.7 Hasil Analisa Statistik ... 40

5.7.1 Hubungan Umur dengan Infeksi STH ... 40

5.7.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi STH ... 41

5.7.3 Hubungan Kebersihan Perorangan dengan Infeksi STH ... 41

5.7.4 Hubungan Sumber Air Bersih dengan Infeksi STH ... 42

5.7.5 Hubungan Kepemilikan Jamban dengan Infeksi STH ... 43

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Prevalensi Infeksi STH ... 45

6.2 Analisis Bivariat ... 48

6.2.1 Hubungan Karakteristik Murid dengan Infeksi STH ... 48

6.2.2. Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah dengan Infeksi STH ... 54

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 59

(11)

LAMPIRAN

1. Kuesioner 2. Master data 3. Output

4. Surat izin penelitian 5. Surat selesai penelitian

6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelas Tahun 2011 ... 35 Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Infeksi STH Pada Murid SD Negeri 173327

Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 36 Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Responden berdasarkan Jenis Cacing yang

Menginfeksi Tubuh Pada SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 37 Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada SD

Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 37 Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Responden berdasarkan Kondisi Sarana Sanitasi

Dasar Lingkungan Pada SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 39 Tabel 5.6 Tabulasi Silang Umur dengan Infeksi STH Pada Murid SD Negeri

173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 40 Tabel 5.7 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Infeksi STH Pada Murid SD

Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 41 Tabel 5.8 Tabulasi Silang Kebersihan Perorangan dengan Infeksi STH Pada

Murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 42 Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hasil Sumber Air Bersih dengan Infeksi STH Pada

Murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 ... 43 Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hasil Kepemilikan Jamban dengan Infeksi STH Pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambat 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan) ... 8

Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides ... 9

Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides ... 10

Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa ... 11

Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura ... 12

Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura ... 13

Gambar 2.7 Hookworm ... 14

Gambar 2.8 Telur Hookworm ... 15

Gambar 2.9 Daur Hidup Hookworm ... 15

Gambar 2.10 Cacing Strongyloides stercoralis ... 17

Gambar 2.11 Daur Hidup Strongyloides stercoralis ... 18

Gambar 6.1 Diagram Pie Prevalensi Infeksi STH pada Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ... 45

Gambar 6.2 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Umur pada Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ... 48

Gambar 6.3 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Jenis Kelamin pada Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ... 49

Gambar 6.4 Diagram Bar Proporsi Infeksi STH Berdasarkan Kebersihan Perorangan pada Murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011 ... 52

(14)
(15)

ABSTRAK

Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH) dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Hasil survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi STH tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias (52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang Sidempuan (34,23%). Hasil survei Depkes RI tahun 2009 di Sekolah Dasar di Indonesia ditemukan prevalensi kecacingan 31,8%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah semua murid kelas IV, V dan VI berjumlah 153 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi murid berjumlah 105 orang.

Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 19%. Prevalensi Ascaris lumbricoides 95%. Proporsi kelompok umur 11-13 tahun 54,3%, perempuan 52,4%, kebersihan perorangan buruk 71,4%, sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan 73,3% dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan 62,9%.

Hasil uji Chi-Square diperoleh tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan infeksi STH (p=0,054), tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi STH (p=0,794), ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan dengan infeksi STH (p=0,041), tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan infeksi STH (p=454) dan ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan infeksi STH (p=0,023).

Disarankan kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan pentingnya personal higiene, penyediaan sarana air bersih dan jamban yang sesuai dengan syarat kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada Puskesmas Paranginan, supaya meningkatkan program pemeriksaan, pencegahan dan penanggulangan kecacingan pada anak sekolah dasar.

(16)

ABSTRACT

Soil Transmitted Helminth (STH) can cause loss of nutrients like calories, protein and blood loss. Besides being able to inhibit the development of physical, intellectual and productivity, can also impacted in body resistance so easily affected by other diseases. A survey results on elementary school children from several districts in North Sumatra done by the Provincial Health of North Sumatera in 2005 found that the highest STH infection in Central Tapanuli (66,67%), South Tapanuli (55%), Nias (52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) and Padang Sidempuan (34,23%). A survey results on elementary school in Indonesia found the prevalence STH was 31,8% in 2009.

This study was designed to determine the association of factors with the state of STH among the student grade IV, V and VI at public elementary school No. 173327 Bahalimbalo Sub District of Paranginan, Dictrict Humbang Hasundutan. The study was done by analytical observational using cross sectional study. The population consist of 153 children and sample is part of the student population consist of 105 children.

The results of the study showed that 19% of student were infected by worm. The proportion of Ascaris lumbricoides was 95%. The proportion of infected children in the age group of 11-13 years was 54,3%, females 52,4%, bad personal hygiene was 71,4%, unhealth water 73,3% and unhealth toilets ownership was 62,9%

The result of the Chi-Square test showed that no significant association between age, sexes and source of clean water with STH infections (p>0,005). There is a significant association between personal hygiene and the toilets ownership with STH infections (p<0,005).

Suggest to the school teacher to keep the personal hygiene of school children and to provide clean water and toilets to avoid infection by STH. The Paranginan health center should have to increase their programs to prevent worm infection.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah adanya upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat.

Penyakit-penyakit menular saat ini masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian serta mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai selama ini.

1

Dalam pencegahan dan pengobatan penyakit menular seperti infeksi kecacingan, pemerintah dan masyarakat telah bersama-sama melaksanakan berbagai program pemberantasan infeksi kecacingan, terutama di sekolah dasar. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, higiene keluarga dan higiene pribadi.

2

Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat.

3

3

(18)

keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.

Di antara cacing perut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah atau biasa disebut Soil Transmitted Helminths (STH) yakni Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura, Hookworm dan Strongyloides stercoralis. Jenis-jenis cacing tersebut banyak

ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia.

5

Penularan STH diantaranya melalui tangan kotor yang kemungkinan terselip telur cacing yang akan tertelan ketika makan.

3

6

Pada umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit serius tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang berhubungan dengan faktor ekonomis.7 Infeksi ini dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.

Sampai saat ini infeksi STH masih tetap merupakan suatu masalah karena dilihat dari kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia.

3

7

WHO tahun 2010, mengatakan bahwa agen penyebab STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan

Hookworm. Kejadian tertinggi meliputi sub-Sahara Afrika, Amerika, China dan Asia

Timur.8 Prevalensi STH secara global tahun 2003 pada anak sekolah dasar adalah Ascaris

lumbricoides 35 %, Trichuris trichiura 25 %, dan Hookworm 26 %.9

Prevelansi STH di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi yaitu sebesar 60%, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit

(19)

penyakit ini.3 Hasil survei kecacingan 2009 di Indonesia oleh Ditjen P2PL menyebutkan 31,8% siswa SD menderita kecacingan.

Data hasil survei prevalensi infeksi STH oleh Depkes pada anak sekolah dasar di 27 propinsi di Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002 – 2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan

Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura

21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris

trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%,

Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris

lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%. 10

Hasil survei pada anak Sekolah Dasar dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 didapatkan infeksi STH tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias (52,17%), Labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Deli Serdang (39,56%) dan Padang Sidempuan (34,23%).

11

Survei pendahuluan yang dilakukan di SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu sekolah yang beresiko terkena infeksi STH. Hal ini dikarenakan melihat dari kebersihan perorangan murid baik di rumah dan di sekolah masih buruk. Murid di sekolah tersebut mayoritas bekerja ke ladang untuk membantu orang tua sehabis pulang sekolah di mana ketika di ladang, mereka akan lebih banyak kontak dengan tanah dan lebih sering tidak menggunakan sandal ketika bekerja.

(20)

Sehubungan dengan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011”

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi infeksi STH berdasarkan jenis cacing (Ascaris

(21)

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi berdasarkan karakteristik murid (umur, jenis kelamin dan kebersihan perorangan) pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi berdasarkan sanitasi dasar lingkungan rumah (sumber air bersih dan kepemilikan jamban) pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

e. Untuk mengetahui hubungan karakteristik anak (umur, jenis kelamin dan kebersihan perorangan) dengan infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

f. Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar lingkungan rumah (sumber air bersih dan kepemilikan jamban) dengan infeksi STH pada murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi bagi staf pengajar di Sekolah Dasar agar dapat memberikan pengarahan/penyuluhan tentang pencegahan penyakit kecacingan di SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan

b. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap upaya penanggulangan penyakit kecacingan serta bahan evaluasi dalam program penanggulangan penyakit kecacingan pemerintah khususnya Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Kecacingan

Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat.7 Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh nematoda usus yang ditularkan melalui tanah atau disebut “soil transmitted helminths” yang terpenting bagi manusia yakni Ascaris lumbricoides,

Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides

stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus.

2.2 Jenis-jenis Nematoda Usus yang Ditularkan melalui Tanah

5

Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).

Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian penularannya terjadi melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths.

5

13

Kelainan patologik akibat infeksi cacing usus dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya, tergantung siklus hidup cacing dan dipengaruhi oleh lokasi stadium cacing usus di dalam tubuh manusia. Cacing dewasa dapat menimbulkan gangguan pencernaan, perdarahan, anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus, dan perforasi usus tergantung cara hidup cacing dewasa, sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi

(24)

2.2.1 Ascaris lumbricoides

a. Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hopses Ascaris Lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.

Ascaris Lumbricoides jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm.

Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Ascaris Lumbricoides betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

5

Telur yang dibuahi, besar kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.

5

Cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing, melengkung ke arah ventral, mempunyai banyak papil kecil dan juga terdapat 2 buah spikulum yang melengkung, masing-masing berukuran panjang sekitar 2 mm. Cacing betina mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical) dan lurus.

5

13

Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)

Telur yang dibuahi berbentuk avoid dan berukuran 60-70 x 30-50 . Bila baru

dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi membran vitelin yang tipis. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh

(25)

lapisan albuminoid yang tidak teratur. lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang atau dilepaskan oleh zat kimia dan menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecokelatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi berukuran 88-94 x 40-44 dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isi nya tidak teratur. Larva Ascaris lumbricoides dapat terlihat di dalam paru-paru yang kena infeksi dan panjangnya dapat sampai 2 mm dengan diameter 75 . Larva mempunyai usus di bagian tengah, sepasang saluran ekskresi dan ala yang nyata.15

Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.

14

Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.

5

(26)

Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides14

b. Patologi dan Gejala Klinis

(27)

2.2.2 Trichuris trichiura

a. Morfologi dan Daur Hidup

Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang biasanya dinamakan cacing

cemeti atau cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum manusia, sebagai penyebab Trichuriasis dan tersebar secara kosmopilitan.

Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris lumbricoides, anterior panjang dan

sangat halus, posterior lebih tebal. Betina panjangnya 35-50 mm, dan jantan panjangnya 30-45 mm. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron, bentuk seperti tempayan/tong, di kedua ujung ada operkulum (mukus yang jernih) berwarna kuning tengguli, bagian dalam jernih, dan dalam feses segar terdapat sel telur.

16

17

Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa

Telur dengan ukuran 50-55 m x 22-24 m berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.

14

(28)

Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura

Telur yang keluar bersama tinja penderita belum mengandung larva, oleh karena itu belum infektif. Jika telur jatuh di tanah yang sesuai, dalam waktu 3-4 minggu telur berkembang menjadi infektif. Bila telur yang infektif termakan manusia, di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum untuk selanjutnya tumbuh menjadi dewasa. Untuk mengambil makanannya, cacing memasukkan bagian anterior tubuhnya ke dalam mukosa usus hospes. Satu bulan sejak masuknya telur ke dalam mulut, cacing dewasa telah mulai mampu bertelur. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia.

14

13

(29)

b. Patologi dan Gejala Klinis

Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.

Gejala klinik hanya timbul jika terdapat infeksi yang berat. Penderita mengalami anemia yang berat dengan hemoglobin di bawah 3 %, diare disertai oleh tinja yang berdarah, nyeri perut dan muntah-muntah serta mual. Berat badan penderita akan menurun. Kadang-kadang pada anak dan bayi terjadi prolaps dari rektum dengan cacing tampak melekat pada mukosa.

13

2.2.3 Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

13

a. Morfologi dan Daur Hidup

Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis.

Hookworm dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke

belakang. Cacing jantan lebih kecil dari pada yang betina. Spesies Hookworm dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuk-rusuk pada bursa.

5

(30)
[image:30.612.207.436.85.166.2]

Gambar 2.7 Hookworm

Namun telur-telurnya tidak dapat dibedakan. Telur-telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74-76 x 36-40 . Bila baru dikeluarkan di dalam usus, telurnya mengandung satu sel, tetapi bila dikeluarkan bersama tinja, sering sudah mengandung 4-8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama).

14

15

Gambar 2.8 Telur Hookworm

Infeksi pada manusia di dapat melalui penetrasi larva filaform yang terdapat di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva dibawa aliran darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di situ. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut permanen yang khas terbentuk.

14

[image:30.612.253.391.341.438.2]
(31)
[image:31.612.176.476.81.313.2]

Gambar 2.9 Daur Hidup Hookworm b. Patologi dan Gejala Klinis

14

Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya. Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut

ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru (Lung migration) hanya

menimbulkan gangguan yang ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili.

Cacing dewasa yang menghisap darah penderita akan menimbulkan anemia hipokrom mikrositer. Seekor cacing Necator americanus dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan perut, penurunan keasaman lambung, sembelit dan steatore. Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut kering dan mudah lepas.

13

(32)

2.2.4 Strongyloides stercoralis

a. Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan strongiloidiasis.

Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tak berwarna, semi

transparan dengan kutikula yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris. Cacing betina badannya licin, lubang kelamin terletak diperbatasan antara 2/3 badan. Betina yang hidup bebas lebih kecil dari yang betina parasitik. Strongyloides stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung. Telur dari yang parasitis berukuran 54 x 32 mikron.

5

[image:32.612.245.396.360.460.2]

16

Gambar 2.10 Cacing Strongyloides stercoralis

Strongyloides stercoralis mempunyai tiga macam daur hidup : 14

i. Siklus langsung

(33)

alveolus, masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.

ii. Siklus tidak langsung

Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup bebas parasit ini.

iii. Autoinfeksi

Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar dubur. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan

(34)
[image:34.612.162.479.87.336.2]

Gambar 2.11 Daur Hidup Strongyloides stercoralis

b. Patologi dan Gejala Klinis

14

(35)

2.3 Epidemiologi Infeksi Kecacingan oleh Cacing yang Ditularkan melalui Tanah 2.3.1 Distribusi Frekuensi

a. Menurut orang

Hasil survei kecacingan yang disebabkan nematoda usus di sekolah dasar di beberapa propinsi pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%.2 Hasil survei kecacingan 2009 di Indonesia oleh Ditjen P2PL menyebutkan 31,8 % siswa SD menderita kecacingan.

Anak-anak lebih mudah terserang dari pada orang dewasa. Infeksi berat terjadi pada anak-anak yang suka bermain di tanah, karena mendapat kontaminasi dari pekarangan yang kotor.

10

Menurut penelitian Siregar B tahun 2008 pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis bahwa prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah terbanyak pada kelompok umur 6-9 tahun sebesar 67,1% dan yang paling sedikit pada umur 10-13 tahun sebesar 32,9%.

16

Menurut penelitian Ginting A tahun 2008 pada murid SD di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir bahwa prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah menurut jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 116 (57,4%) dan perempuan sebanyak 86 orang (42,6%).

19

b. Menurut tempat

20

(36)

Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 propinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%.

Infeksi banyak terdapat di daerah curah hujan tinggi, iklim sub-tropis, dan di tempat yang banyak populasi tanah.

3

16

Trichuris trichiura menyebar lebih sering di daerah yang beriklim panas.

Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 propinsi, mempunyai range yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Prevalensi terendah di Sulut (2,7%) dan tertinggi di Banten (60,7%).

21

Menurut penelitian Damanik E tahun 2005 bahwa prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada anak SD terdapat 63 orang yang terkena terinfeksi STH di mana proporsi tertinggi bertempat tinggal di P. Sidamanik (S. Buntu) sebesar 65,08%, yang kedua adalah Afdeling yaitu 28,57% dan sedangkan di Parmahanan dari 2 orang yang diperiksa tidak ada yang terinfeksi STH.

2

Cacing tambang terdapat di daerah tropis dan sub tropis kecuali Ancylostoma

duodenale terdapat di daerah pertambangan Eropa Utara. Necator americanus tersebar

di separuh belahan bumi sebelah barat, Afrika Tengah dan Selatan, Asia Selatan, Indonesia, Australia, dan di Kepulauan Pasifik. Strongiloides stercoralis mempunyai daerah geografi tertentu, di Afrika terdapat di Kenya, Mozambik dan Etiopia, di Amerika Selatan terdapat di Peru Utara yakni di Kolombia dan di Asia terdapat di Iran. Sebaliknya di Asia Timur dan Eropa Selatan hanya terdapat sedikit sekali serangan parasit ini.

22

(37)

c. Menurut waktu

Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi Ascaris lumbricoides 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72,6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris

lumbricoides sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun

menjadi 4,9% pada tahun 2000.

Antara tahun 1972-1979 prevalensi cacing tambang di berbagai daerah pedesaan di Indonesia adalah sekitar 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya didapatkan 0-24,7% sedangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkan pada pemeriksaan 2478 anak di sekolah dasar di Sumatera Utara. Pada tahun 1996 di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi

Trichuris trichiura ditemukan sebanyak 60% di antara 365 anak sekolah dasar. 5

2.3.2 Determinan

5

a. Faktor Kebersihan Perorangan

Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing.

Menurut penelitian Yulianto tahun 2007 di SD N Rowosari 01 Kecamatan Tembalang kota Semarang bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci

(38)

jamban dengan kejadian penyakit cacingan, sedangkan jenis lantai rumah dan ketersediaan air bersih tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian infeksi kecacingan.

b. Faktor Lingkungan

24

Dalam penyebaran STH, pengertian sanitasi lingkungan yang baik sulit dikembangkan dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosio ekonomi rendah. dengan keadaan sebagai berikut: rumah-rumah berhimpitan di daerah kumuh (slum area) di kota-kota besar yang mempunyai sanitasi lingkungan buruk, khususnya tempat anak balita tumbuh, di daerah pedesaan anak berdefekasi dekat rumah dan orang dewasa di pinggir kali, di ladang dan perkebunan tempat ia bekerja, penggunaan tinja yang mengandung telur hidup untuk pupuk di kebun sayuran, dan pengolah tanah pertanian/perkebunan dan pertambangan dengan tangan dan kaki telanjang, tidak terlindung.

Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian infeksi STH adalah

5

i. Sumber air

Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.

ii. Jamban

25

(39)

penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya.

2.4 Pencegahan Infeksi Kecacingan

25

2.4.1 Pencegahan Primer

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko, yaitu meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru dan murid.

2.4.2 Pencegahan Sekunder

3

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah pengobatan. Prinsip pengobatan ini adalah membunuh cacing yang ada dalam tubuh manusia yaitu dengan menggunakan obat yang aman berspektrum luas, efektif untuk jenis cacing yang ditularkan melalui tanah. Menurut berbagai pengalaman, frekuensi pengobatan dilakukan 2 kali dalam setahun.

2.4.3 Pencegahan Tersier

3

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Defenisi Operasional

3.2.1 Infeksi STH adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan feses, dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Positif, bila ditemukan satu jenis atau lebih telur cacing dalam tinja 2. Negatif, bila tidak ditemukan telur cacing dalam tinja

Karakteristik Murid Umur

Jenis Kelamin

Kebersihan Perorangan

Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah Sumber Air Bersih Kepemilikan Jamban

(41)

3.2.2 Jenis cacing adalah cacing yang termasuk ke dalam kelas nematoda usus yang penularannya melalui tanah, dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura

3. Hookworms

4. Strongyloides stercoralis

3.2.3 Umur adalah umur responden dihitung sejak ia lahir sampai penelitian ini dilakukan yang berada di antara 8-13 tahun dan dikelompokkan berdasarkan mediannya yakni 10 tahun menjadi :

1. 8 - 10 tahun 2. 11 - 13 tahun

3.2.2 Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden berdasarkan data di SD dan dikelompokkan menjadi:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.3 Kebersihan perorangan adalah tindakan kesehatan anak terhadap penyakit cacingan menggunakan 15 pertanyaan yang memiliki alternatif jawaban ya dan tidak. Jawaban benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Penilaian kategori yakni:

1. Buruk : nilai 0 – 9 (0 – 60%) 2. Baik : nilai 10 – 15 (70 – 100%)

3.2.4 Sumber air bersih adalah sumber untuk mendapatkan air bersih yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan dikelompokkan menjadi:

(42)

3.2.5 Kepemilikan jamban adalah ketersediaan jamban yang digunakan responden setiap kali BAB dan dikelompokkan menjadi:

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat observasional analitik dengan desain penelitian Cross sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari 2011 sampai Desember 2011.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas IV, V dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 153 orang. 4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi murid SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo yang terdaftar tahun ajaran 2011/2012.

a. Besar Sampel

(44)

Keterangan : n : Besar sampel

N : Jumlah Populasi (153 orang)

P : Perkiraan proporsi suatu peristiwa (0,318) Z : Tingkat kepercayaan (95 %)

4

G : Galat pendugaan (5 %)

Sehingga,

~ 105

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh sampel sebesar 105 orang. b. Teknik Pengambilan Sampel

Proporsi sampel tiap kelas ditentukan dengan menggunakan metode alokasi sebanding (Proportional allocation method)26

Keterangan :

yaitu :

nh : Besar sampel tiap kelas Nh : Populasi Tiap kelas n : Besar sampel (105 orang)

(45)

Kelas Jumlah sampel tiap kelas IV 54/153 x 105 = 37 orang V 62/153 x 105 = 42,5 ~ 43 orang VI 37/153 x 105 = 25,39 ~ 25 orang

Total sampel 105 orang

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

simple random sampling yaitu pengambilan secara acak pada masing-masing kelas.

4.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

27

4.4.1 Data Primer

Data primer yang diperoleh berupa karakteristik murid SD (umur, jenis kelamin, dan kebersihan perorangan) yaitu melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, Observasi sanitasi dasar lingkungan rumah melalui panduan daftar pertanyaan dengan mendatangi rumah masing-masing murid SD dan pemeriksaan infeksi kecacingan yaitu melalui pemeriksaan tinja murid di Laboratorium RSU Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.4.2 Data Sekunder

(46)

4.5 Aspek Pengukuran i. Kebersihan perorangan

Pengukuran perilaku kebersihan perorangan diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan dalam kuesioner dengan kriteria penilaiannya adalah jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0.

Perilaku kebersihan perorangan diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 70% dari skor jawaban tertinggi 2. Baik, apabila skor yang diperoleh ≥ 70 % dari skor jawaban tertinggi ii. Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah Responden

Penilaian sanitasi dasar lingkungan rumah meliputi : Sumber air bersih dan Jamban, diukur dengan memberikan skor terhadap hasil observasi melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dengan kriteria penilaiannya adalah hasil observasi sesuai dengan syarat kesehatan diberi nilai 1 dan hasil observasi tidak sesuai dengan syarat kesehatan diberi nilai 0.

Sumber air bersih diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu :

1. Tidak memenuhi syarat kesehatan apabila hasil penilaian < 70% 2. Memenuhi syarat kesehatan apabila hasil penilaian ≥ 70%. Kepemilikan jamban diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu :

(47)

4.6 Pelaksanaan Penelitian 4.6.1 Pengumpulan Spesimen

Setelah selesai wawancara, pot-pot plastik dibagikan kepada siswa/i sehari sebelum pemeriksaan. Besok pagi, pot-pot plastik yang sudah terisi tinja dikumpulkan, dimasukkan ke dalam termos es dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan STH. Pemeriksaan dilakukan oleh petugas laboratorium yakni Dokter ahli patologi dan ahli analisis kesehatan RSU Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.6.2 Alat dan Bahan a. Tabung reaksi b. Rak tabung reaksi c. Deck glass

d. Larutan NaCl jenuh e. Mikroskop

f. Objek gelas g. Spatula h. Tinja

4.6.3 Pemeriksaan Spesiemen

(48)

Cara kerjanya yaitu :

a. Tinja diaduk menggunakan spatula supaya homogen

b. Diambil tinja ± 2-3 gram lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi

c. Tambahkan larutan NaCl jenuh sampai 1/3 volume tabung, lalu aduklah pelan-pelan. Apabila didapatkan kotoran dari sisa makanan yang mengapung di permukaan larutan, hendaknya diambil dan dibuang.

d. Setelah bersih, tambahkan larutan NaCl jenuh ke dalam tabung sampai 2/3 tabung dan aduklah kembali sampai homogen.

e. Taruhlah tabung reaksi tersebut pada rak tabung reaksi, tambahkan larutan NaCl jenuh sampai penuh dan tutplah dengan deck glass.

f. Diamkan selama 45 menit

g. Setelah cukup waktu, angkatlah deck glass secara hati-hati lalu tempelkan pada objek gelas

h. Lakukan pengamatan di bawah mikroskop

4.7 Teknis Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Analisa data dilakukan terhadap data primer dengan menggunakan perhitungan statistik dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik.

4.7.1 Analisis Univariat

(49)

Strongyloides stercoralis), dan sanitasi dasar lingkungan rumah (kepemilikan jamban dan sumber air bersih).

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel independen yang meliputi karakteristik murid (umur, jenis kelamin dan kebersihan perorangan), jenis cacing (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworms,

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Negeri 173327 Bahalimbalo terletak di desa Paranginan Selatan Kecamatan Paranginan yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sekolah ini didirikan pada tahun 1946 dengan luas lokasi sekolah ± 4.800 m2

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, sekolah ini memiliki 13 orang tenaga pengajar dengan fasilitas 1 buah ruangan kepala sekolah, 1 buah ruangan guru, 14 buah ruangan belajar, 1 buah gudang dan 6 buah wc di mana 2 buah wc untuk guru dan 4 buah wc untuk murid.

.

5.2 Gambaran Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan

Proporsi murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan berdasarkan jenis kelamin dan kelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327

Bahalimbalo Kecamatan Paranginan berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelas Tahun 2011

Kelas Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

f % F % f %

IV 25 46,3 29 53,7 54 35,3

V 31 50 31 50 62 40,5

VI 23 62,2 14 37,8 37 24,2

Total 79 51,6 74 48,4 153 100

[image:50.612.97.546.460.626.2]
(51)

V dan 37 orang (24,2%) kelas VI. Dapat juga dilihat jumlah murid yang berjenis kelamin laki-laki 79 orang (51,6%) dan yang berjenis kelamin perempuan 74 orang (48,4%).

5.3 Prevalensi Infeksi STH

[image:51.612.95.543.251.335.2]

Prevalensi infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Infeksi STH f %

Positif (+) Negatif (-)

20 85

19 81

Total 105 100

Hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan dapat diketahui responden yang positif terinfeksi kecacingan sebesar 19% (20 orang) dan yang negatif terinfeksi kecacingan sebesar 81% (85 orang). Maka prevalensi infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 sebesar 19%.

5.4 Jenis Cacing

Proporsi responden berdasarkan jenis cacing yang menginfeksi tubuh pada murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Infeksi STH berdasarkan Jenis Cacing Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Kelas IV, V, dan VI Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Jenis Cacing f %

Ascaris lumbricoides Trichuris trichiura

19 1

95 5

(52)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jenis cacing yang menginfeksi tubuh

Ascaris lumbricoides 95% (19 orang) dan Trichuris trichiura 5% (1 orang) sedangkan

Hookworm dan Strongyloides stercoralis tidak ditemukan.

5.5 Karakteristik Responden

[image:52.612.98.543.325.529.2]

Proporsi responden karakteristik pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Karakteristik Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Karakteristik Jumlah

f %

Umur (tahun) 8 – 10

11-13

48 57

45,7 54,3

Total 105 100

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

50 55

47,6 52,4

Total 105 100

Kebersihan Perorangan Buruk

Baik

75 30

71,4 28,6

Total 105 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 11-13 tahun sebesar 54,3% (57 orang) dan yang paling sedikit pada umur 8-10 tahun sebesar 45,7% (48 orang).

(53)

Berdasarkan kebersihan perorangan dapat diketahui yang terbanyak adalah buruk sebesar 71,4% (75 orang) dan yang paling sedikit adalah baik sebesar 28,6% (30 orang).

5.6 Kondisi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah Responden

[image:53.612.98.543.309.483.2]

Proporsi responden berdasarkan kondisi sarana sanitasi dasar lingkungan rumah pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Kondisi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Kondisi Lingkungan f %

Sumber Air Bersih

Tidak memenuhi syarat kesehatan Memenuhi syarat kesehatan

77 28

73,3 26,7

Total 105 100

Kepemilikan jamban

idak memenuhi syarat kesehatan Memenuhi syarat kesehatan

62 43

59 41

Total 105 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kondisi sarana sanitasi dasar lingkungan berdasarkan sumber air bersih yang terbanyak adalah sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 73,3% (77 orang) dan yang paling sedikit adalah sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 26,7% (28 orang).

(54)

5.7 Hasil Analisa Statistik

Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan masing – masing variabel bebas dengan variabel terikat infeksi STH dengan uji Chi- Square pada taraf nyata α = 0,05 yang hasil penelitian diperoleh sebagai berikut:

5.7.1 Hubungan Umur dengan Infeksi STH

[image:54.612.93.548.344.419.2]

Tabulasi silang umur dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Umur dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011 Umur

(tahun)

Infeksi STH Total

χ 2

RP /p (CI =95%) Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

8 - 10 11 – 13

13 7 27,1 12,3 35 50 72,9 87,7 48 57 100 100 3,703/ 0,054 2,205 (0,957-5,082 Berdasarkan analisa pada tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 48 orang responden yang berumur 8-10 tahun dengan infeksi STH positif 13 orang (27,1%) dan yang negatif 35 orang (72,9%). Dari 57 orang responden yang berumur 11-13 tahun dengan infeksi STH positif 7 orang (12,3%) dan yang negatif 50 orang (87,7%).

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan infeksi STH. Ratio

Prevalence infeksi STH pada umur 8-10 tahun dengan umur 11-13 tahun adalah 2,205

(55)

5.7.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi STH

Tabulasi silang jenis kelamin dengan infeksi STH pada murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Jenis Kelamin

Infeksi STH Total

χ 2

RP /p (CI =95%) Positif (+) Negatif (-)

f % f %

Laki-laki Perempuan 9 11 18,0 20,0 41 44 82,0 80,0 50 55 100 100

0,068/0,794 0,900 (0,407-1,990) Berdasarkan analisa pada tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 50 orang responden laki-laki dengan infeksi STH positif 9 orang (18,0%) dan yang negatif 41 orang (82,0%). Dari 55 orang responden perempuan dengan infeksi STH positif 11 orang (20,0%) dan yang negatif 44 orang (80,0%).

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi STH. Ratio

Prevalence infeksi STH pada laki dengan perempuan adalah 0,900 dengan Confidence

Interval (CI) 0,407-1,990.

5.7.3 Hubungan Kebersihan Perorangan dengan Infeksi STH

[image:55.612.96.547.199.311.2]
(56)

Tabel 5.8 Tabulasi Silang Kebersihan Perorangan dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Kebersihan perorangan

Infeksi STH Total

χ 2 RP

/p (CI =95%) Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

Buruk Baik

18 2

24,0 6,7

57 28

76,0 93,3

75 30

100 100

4,175/ 0,041

3,600 (0,889-14,572) Berdasarkan analisa pada tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 75 orang responden yang memiliki kebersihan perorangan buruk dengan infeksi STH positif 18 orang (24,0%) dan yang negatif 57 orang (76,0%). Dari 30 orang responden yang memiliki kebersihan perorangan baik dengan infeksi STH positif 2 orang (6,7%) dan yang negatif 28 orang (93,3%).

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p < 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kebersihan perorangan dengan infeksi STH.

Ratio Prevalence infeksi STH pada kebersihan perorangan buruk dengan baik adalah 3,600

dengan Confidence Interval (CI) 0,899-14,572.

5.7.4 Hubungan Sumber Air Bersih dengan Infeksi STH

[image:56.612.83.559.85.201.2]
(57)
[image:57.612.85.556.135.238.2]

Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hasil Sumber Air Bersih dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Sumber Air Bersih

Infeksi STH Total

χ 2 RP

/p (CI =95%) Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

Tidak memenuhi syarat kesehatan

16 20,8 61 79,2 77 100 0,561/ 0,454

1,455 (0,532-3,980) Memenuhi

syarat kesehatan

4 14,3 24 85,7 28 100

Berdasarkan analisa pada tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 77 orang responden yang memiliki sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi STH positif 16 orang (20,8%) dan yang negatif 61 orang (79,2%). Dari 28 orang responden yang memiliki sumber air bersih yang memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi STH positif 4 orang (14,3%) dan yang negatif 24 orang (85,7%).

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan infeksi STH.

Ratio Prevalence infeksi STH pada sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dengan yang memenuhi syarat kesehatan adalah 1,455 dengan Confidence

Interval (CI) 0,532-3,980.

5.7.5 Hubungan Kepemilikan Jamban dengan Infeksi STH

(58)
[image:58.612.92.551.138.239.2]

Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hasil Kepemilikan Jamban dengan Infeksi STH Pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Tahun 2011

Kepemilikan Jamban

Infeksi STH Total

χ 2 RP

/p (CI =95%) Positif (+) Negatif (-)

F % f % f %

Tidak memenuhi syarat kesehatan

17 25,8 49 74,2 66 100 5,188/ 0,023

3,348 (1,408-10,701) Memenuhi syarat

kesehatan

3 7,7 36 92,3 39 100

Berdasarkan analisa pada tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 66 orang responden yang memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi STH positif 21,0% (17 orang) dan yang negatif 74,2% (49). Dari 39 orang responden yang memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan dengan infeksi STH positif 7,7% (3 orang) dan yang negatif sebesar 92,3% (36 orang)

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Chi-Square diperoleh p < 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan infeksi STH. Ratio

Prevalence infeksi STH pada kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan

(59)

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1 Prevalensi Infeksi STH

[image:59.612.136.503.245.470.2]

Prevalensi infeksi STH yang ditularkan melalui tanah pada murid kelas IV, V, dan VI SD Negeri No. 173327 tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 6.1 Diagram Pie Prevalensi Infeksi STH pada Murid Kelas IV, V, dan VI SD Negeri No. 173327 Bahalimbalo Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat hasil pemeriksaan feses yang dilakukan pada 105 murid diketahui prevalensi infeksi STH sebesar 19 %.

Proporsi infeksi berdasarkan jenis cacing yaitu Ascaris lumbricoides 95% dan

Trichuris trichiura 5% sedangkan Hookworm dan Strongyloides stercoralis tidak

ditemuka n

81% 19%

Negatif (-)

(60)

Hasil observasi yang didapat bahwa kebersihan perorangan murid sehari-hari adalah buruk (71,4%), sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan masih tinggi (73,3%) dan kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan masih tinggi (59%).

Berdasarkan sumber, puskesmas Paranginan melaksanakan program pembagian obat cacing 2 kali setahun kepada anak SD.

Dari hasil penelitian di atas sebesar 19% dapat disimpulkan bahwa bila dibandingkan dengan Angka Nasional Infeksi Kecacingan yaitu <10% (Depkes, 2004), maka angka ini masih cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak SD harus lebih ditingkatkan lagi.

Survei Dinas Kesehatan, prevalensi kecacingan pada anak SD di kabupaten terpilih di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 32,6%, tahun 2008 sebesar 24,1% dan 2009 sebesar 31,8%.

Hasil penelitian Purba (2005) pada siswa SD 106160 Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan bahwa prevalensi STH sebesar 15,09%.

2

Hasil penelitian Yulianto (2007) dengan desain cross sectional pada siswa SD Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang kota Semarang bahwa prevalensi STH sebesar 20%.

28

Hasil penelitian Tumanggor (2008) dengan desain cross sectional pada siswa SD Negeri 030375 Di Desa Juma Teguh Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten Dairi bahwa prevalensi STH sebesar 74,3%.

24

(61)

Survei dinas Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2008 mengenai distribusi prevalensi cacingan menurut jenis cacing bahwa Ascaris lumbricoides sebesar 13,9%, Trichuris trichiura sebesar 14,5% dan Hookworm sebesar 3,6%.

Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Di antara ke empat macam cacing tersebut, Ascaris lumbricoides adalah yang tertinggi prevalensinya dan umumnya penderita menderita infeksi ganda.

2

Tanah liat, teduh dan kelembaban tinggi merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura menjadi bentuk infektif sementara yang baik untuk pertumbuhan larva Hookworm dan Strongyloides stercoralis adalah tanah pasir yang gembur, tercampur humus, dan terlindung dari sinar matahari langsung..

30

(62)

6.2 Analisis Bivariat

6.2.1 Hubungan Karakteristik Murid dengan Infeksi STH

i. Hubungan antara umur dengan infeksi STH dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6.2 Diagr

Gambar

Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)14
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides14
Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides14
Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa14
+7

Referensi

Dokumen terkait

Based on the research conducted, it can be assumed that the existence of IoT in Heritage Building inventory could help stakeholder to find out the condition and

SMP Swasta Katolik Asisi Medan : Lulus Tahun 20101. SMK Negeri 1 Tanjung Pandan : Lulus

Untuk itu, dalam melakukan aktiviti harian, penerapan elemen kecekapan tenaga dapat dilakukan dengan mengamalkan budaya penjimatan penggunaan tenaga

Karakteristik briket yang dibuat dari cangkang kelapa sawit menggunakan ukuran partikel 60 mesh dengan perekat pati singkong telah memenuhi persyaratan kualitas SNI

Observasi dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa terhadap pembelajaran dengan teknik

From the project time management perspective, during project monitoring activity, pro- ject team would need to make up-to-date predictions on the project total duration as

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan pelayanan adalah metode Fuzzy Service Quality yakni untuk mengetahui gap yang terjadi

Reaksi ini terjadi ketika beberapa senyawa ionik, misalnya, asam tertentu, basa, dan garam, larut dalam air; mereka terlibat dalam proses yang sangat penting untuk