• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan dengan Sikap Orang Tua

BAB IV HUBUNGAN PERILAKU MENYIMPANG

A. Hubungan dengan Sikap Orang Tua

kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter, dan tidak memperhatikan sama sekali pendidikan anaknya, sering melakukan kenakalan khusus, ternyata peranan

keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya

terhadap kehidupan anak.

Masa remaja yang identik dengan remaja adalah suatu masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di mana remaja merasa bukan kanak-kanak lagi, tetapi mereka belum mampu mengemban tugas sebagai orang

dewasa. Oleh karena itu, remaja berada di antara suasana

ketergantungan (dependency) dan

ketidaktergantungan (interdependency) sehingga tingkah

lakunya cenderung labilserta tidak mampu menyesuaikan diri secara sempurna terhadap lingkungannya.

Masa ini dikenal sebagai masa manusia mencari jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas

berkelompok dan menonjolkan keegoannya. Yang

dinamakan kelompok tidak hanya lima atau sepuluh orang saja. Satu sekolah pun bisa dinamakan kelompok. Kalau kelompok sudah terbentuk, akan timbul adanya semacam ikatan batin antara sesama kelompoknya untuk menjaga harga diri kelompoknya. Maka tidak heran, apabila kelompoknya diremehkan, emosianal-lah yang akan mudah berbicara.

Pada fase ini, remaja termasuk kelompok yang rentan melakukan berbagai perilaku negatif secara kolektif (groupdeviation). Mereka patuh pada norma kelompoknya yangsangat kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh pergaulan atau teman. Kesatuan dan persatuan kelompok dapat memaksa seseorang untuk ikut dalam kejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari kelompoknya. Disinilah letak bahayanya bagi perkembangan remaja yakni apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif.

Remaja merupakan aset yang sangat penting dalam kelanjutan kehidupan suatu bangsa di masa akan datang. Fenomena maraknya tawuran remaja tentunya sangat memprihatinkan kita. Betapa tidak, generasi yang menjadi tumpuan harapan untuk membawa bangsa kepada masa depan yang lebih baik, justru jauh dari harapan tersebut. Apabila permasalahan ini tidak tertanggulangi dengan baik maka dapat dipastikan akan membawa dampak buruk bagi masa depan bangsa nantinya. Para pakar sosial pun

menyebutkan beberapa tanda dari perilaku yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa antara lain meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, pengaruh kelompok sebaya terhadap tindak kekerasan dan semakin kaburnya pedoman moral. Tentu saja hal ini harus membuat kita prihatin dan berupaya mencari solusi yang efektif.

Upaya antisipatif terhadap tawuran remaja mutlak dilakukan. Upaya antisipasi adalah usaha-usaha sadar berupa sikap, perilaku atau tindakan seseorang melalui langkah-langkah tertentu untuk menghadapi peristiwa yang mungkin terjadi. Jadi, sebelum tawuran terjadi atau akan terjadi seseorang telah siap dengan berbagai “perisai” untuk menghadapinya. Solusi antisipatif sangat penting untuk dilakukan dibandingkan hanya sekedar melakukan solusi-solusi yang sifatnya reaktif.

Secara umum, menurut Arief Herdiyanto, upaya mengantisipasi penyimpangan sosial, termasuk tawuran remaja, dapat dilakukan melalui tiga langkah sebagai berikut. Pertama; penanaman nilai dan norma yang kuat pada setiap individu. Apabila hal ini berhasil dilakukan pada

seseorang individu secara ideal, niscaya tindak

penyimpangan tidak akan dilakukan oleh individu tersebut. Kedua; pelaksanaan peraturan yang konsisten. Pada hakikatnya segala bentuk peraturan yang dikeluarkan adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan. Namun, apabila peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan menimbulkan tindak penyimpangan.

Ketiga; menciptakan kepribadian yang kuat dan teguh. Menurut Theodore M. Newcomb, kepribadian adalah kebiasaan, sikap-sikap dan lain-lain, sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Seseorang disebut berkepribadian apabila seseorang tersebut siap memberi jawaban positif dan tanggapan positif atas suatu keadaan. Apabila seseorang berkepribadian teguh ia akan mempunyai sikap yang melatarbelakangi tindakannya. Dengan demikian

ia akan mempunyai pola pikir, pola perilaku dan pola interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya.

Idealnya ketiga langkah antisipatif tersebut di atas mestinya teraplikasikan pada seluruh lingkungan kehidupan dan pranata sosial. Paling tidak, teraplikasikan pada tiga institusi utama, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Tetapi, kadang disinilah letak persoalannya, yaitu manakala lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat cenderung tidak optimal dalam proses pembinaan kepribadian remaja kita.

Di sisi lain, walaupun sebenarnya telah begitu banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dari

kalangan pendidikan, kalangan remaja, organisasi

masyarakat, maupun LSM untuk menanggulangi masalah tawuran ini secara formal. Namun, upaya-upaya tersebut nampaknya belum membawa hasil yang besar, baik dilihat dari perubahan frekuensi tawuran maupun dari akar masalahnya secara umum, yakni menyelesaikan krisis moral yang tengah melanda para remaja. Boleh jadi karena mereka belum menemukan metode pembinaan yang tepat dan sesuai dengan kondisi kepribadian remaja. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode baru dalam hal pembinaan moral remaja di Indonesia.

Persoalannya sekarang, siapakah yang harus memikul amanah tanggung jawab pembinaan kepribadian remaja

tersebut. Bisakah diserahkan sepenuhnya kepada

lingkungan rumah atau pihak sekolah saja. Mungkin saja bisa, akan tetapi melihat kondisi umum remaja saat ini, nampaknya kita tidak dapat menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tersebut hanya pada pihak-pihak tertentu saja. Tentunya kita tidak dapat menyalahkan siapa-siapa. Kita haruslah punya kepedulian dan mampu memberi kontribusi, sekecil apa pun itu, sesuai dengan kewenangan dan kesanggupan masing-masing.

Dakwah Sistem Langsung adalah merupakan sebuah metode pembinaan keislaman pada remaja dengan pendekatan teman sebaya dalam bentuk kelompok yang terdiri dari sepuluh sampai lima belas orang siswa. Kegiatan mentoring agama Islam sangat cocok diterapkan pada kalangan remaja. Penelitian Malik (2002) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya tawuran remaja adalah krisis moral yang tengah melanda remaja. Padahal moral adalah modal yang paling penting sebagai tameng bagi seseorang untuk menjalani kehidupannya. Sehingga, pencegahan tawuran dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan pendidikan moral kepada remaja melalui pembinaan agama melalui metode yang tepat.

Mengapa kita mengarahkan solusi kepada perbaikan moral? karena hanya dengan moral yang baik, seseorang tetap akan berperilaku baik secara konsisten, meskipun tanpa kehadiran pengawas, guru atau orang lain di sekitarnya. Maka dengan pendidikan moral secara intensif merupakan suatu upaya yang efektif untuk mendidik para remaja secara sadar dan konsisten mau menghindari tawuran.

Hal lain mengapa mentoring cocok diterapkan di kalangan remaja adalah pada aspek pendekatan yang digunakan sangat memperhatikan karakter remaja, yakni dengan pola teman sebaya dalam pembinaannya. Hubungan mentor dengan peserta mentoring layaknya teman sebaya

(friendly) membuat mentor dapat berhubungan

denganintensif dan melakukan cara-cara informal untuk mengatasi tindakan meyimpang dari peserta mentoring. Selanjutnya apabila telah terbentuk ikatan emosional yang kuat antara mentor-peserta mentoring dan sesama peserta mentoring maka akan terbentuk kelompok sebaya bernuansa religius yang kokoh. Dengan memahami kecenderungan remaja untuk lebih dekat dengan kelompok sebaya dibandingkan dengan lingkungan sosial lainnya, maka perbaikan moral dan pembentukan perilaku remaja dapat dilakukan secara efektif melalui kelompok mentoring

yang religius ini.

Berdasarkan uraian tersebut, maka usaha yang dapat dilakukan dalam penanggulangan penyimpangan remaja di sekolah adalah:

1. Menegakkan disiplin sekolah yang wajar dan dapat diterima siswa dan penhuni sekolah. Disiplin yang baik dan wajar dapat diterapkan dengan pembentukan aturan-aturan yang sesuai dan tidak merugikan berbagai pihak.

2. Pelaksanaan peraturan dengan adil dan tidak pandang bulu. Tinadakan dilakukan dengan cara memberikan sangsi yang sesuai terhadap semua siswa yang melanggar peraturan tanpa melihat keadaan orang tua siswa tersebut. Seperti siswa yang berasal dari keluarga terpandang atau pejabat.

3. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Dengan cara ini,

masyarakat dapat melaporkan langsung

penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan siswa di luar pekarangan sekolah. Seperti bolos, tawuran, merokok dan minum minuman keras.