BAB II PERILAKU MENYIMPANG REMAJA
E. Penyimpangan dilihat dari sudut
Banyak sosiolog yang menjelaskan mengenai
retak, yaitu ada tipe-tipe kepribadian tertentu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan sosial dibandingkan dengan yang lain-lain. Menurut Sigmund Freud, diri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: id, ego, dan superego. Id mewakili bagian diri yang bersifat tidak sadar, naluriah, impulsif (mudah terpengaruh oleh gerak hati), tidak disosialisir. Ego mewakili bagian diri yang bersifat sadar, dan rasional. Ego juga sering disebut sebagai penjaga
pintu kepribadian karena ia menjaga interaksi antara id dan
superego. Sedangkan superego mewakili bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi sebagai suara hati. Para penganut paham psikoanalitis yakin bahwa
perilaku menyimpang timbul manakala id yang overaktif
(tak terkontrol) muncul bersamaan dengan superego yang
kurang aktif, sementara dalam waktu yang sama ego yang seharusnya membantu tidak berhasil memberikan imbangan (Cohen, 1992).
Contoh, jika ada seseorang yang sedang lapar dan
membutuhkan makanan, maka id-nya akan memerintahkan
agar kebutuhan ini segera dipenuhi dengan menggunakan cara-cara apa sekalipun. Kalau ternyata superegonya benar-benar lemah dan tidak mampu mengendalikan id-nya, orang tersebut mungkin langsung memasuki sebuah restoran dan merampas makanan dari meja. Dalam kasus ini ego tidak
memperingatkan bahaya yang mungkin terjadi, superego
juga tidak berfungsi sebagaimana harusnya, superego tidak
memberikan isyarat bahwa perbuatan ini adalah jenis perilaku yang tidak bisa diterima.
F. Penyimpangan dilihat dari sudut sosiologis
Para sosiolog telah menggunakan sejumlah
pendekatan yang berlainan dalam usaha mereka
menjelaskan sebab musabab terjadinya perilaku
menyimpang dalam kaitannya dengan sosialisasi yang kurang tepat. Menurut satu pendekatan, individu yang disosialisir secara kurang tepat tidak dapat menyerap norma-norma kultural ke dalam kepribadiannya, dan oleh
karenanya tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan kurang pantas menurut peradaban. Pendekatan yang kedua berkeyakinan bahwa individu yang menyimpang
pertama-tama harus belajar bagaimana melakukan
penyimpangan. Para sosiolog yakin bahwa banyak bentuk-bentuk perilaku menyimpang dilanjutkan dari satu orang ke orang berikutnya, dan bahwa proses pengajaran ini melibatkan mekanisme yang sama seperti halnya dengan setiap situasi pengajaran lainnya. Pendekatan yang ketiga menerapkan bahwa penyimpangan adalah akibat dari keterangan yang terjadi antara kebudayaan dan struktur sosial suatu masyarakat. Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaan, tetapi juga memiliki cara-cara yang diperkenankan oleh kebudayaan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Apabila seseorang tidak diberi peluang untuk memilih cara-cara ini, kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang (Cohen, 1992).
Contoh, white collar crime adalah suatu praktek
penyimpangan yang melibatkan individu-individu yang memiliki status dan tanggungjawab sosial tinggi yang melakukan kejahatan dalam kegiatan pekerjaan mereka sehari-hari. Contoh-contohnya meliputi penyajian materi iklan secara berlebihan, pemotongan biaya, penentuan harga. Untuk dapat melakukan kejahatan ini, pertama-tama orang harus mempelajari teknik-tekniknya yang tepat. Melalui hubungan yang terus menerus, lama, dan
bersemangat dengan teman-teman sekerja yang
berpengalaman dalam penyelewengan ini, dan dengan memberikan prioritas kepada hubungan-hubungan dengan para penyeleweng lainnya, dengan cepat setiap orang akan mampu melakukan tindak penyelewengan secara mandiri.
Emile Durkheim memperkenalkan kepada para sosiolog konsep anomie. Anomie didefinisikan sebagai suatu situasi tanpa norma dan arah yang tercipta akibat tidak selarasnya harapan kultural dengan kenyataan- kenyataan
dengan penyimpangan sosial. Ia berpendapat, sebagai akibat proses sosialisasi, individu- individu belajar mengenali
tujuan-tujuan penting kebudayaan dan sekaligus
mempelajari cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang selaras dengan kebudayaan. Apabila kesempatan untuk mencapai tujuan-tujuan ini tidak ada, dan individu-individu mencari alternatif, perilaku alternatifnya mungkin
menimbulkan penyimpangan sosial. Merton menyebutkan empat tipe perilaku menyimpang yang bisa timbul manakala kondisi yang telah disebutkan di atas ada. Tipe-tipe dimaksud adalah: inovasi (pembaharuan, ritualisme, peneduhan diri, dan pemberontakan (Cohen, 1992).
Inovasi terjadi manakala seseorang menerima cara- cara pencapaian tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya, sembari menolak yang bertentangan dengan itu. Contoh: perampok-perampok bank berusaha mencapai tujuan yang sama seperti halnya dengan anggota-anggota masyarakat lain, yaitu mengumpulkan kekayaan. Kerja keras sebagai ganti pekerjaan-pekerjaan biasa dan menabung sebagian gaji bulanannya, para perampok bank merubah aturan-aturan dan memperbaruinya. Bagi mereka, jika pekerjaannya yang hanya satu hari itu berhasil, mungkin bisa memberikan kemakmuran untuk seumur hidup.
Ritualisme terjadi apabila seseorang menerima cara- cara yang diperkenankan secara kultural dan menolak tujuan-tujuan kebudayaan. Contoh: pengunjung rumah sakit adalah ritualis jika ia lebih berkepentingan dengan pengisian formulir rutin bagi seorang pasien dalam ruang darurat daripada dengan pemberian pertolongan pengobatan cepat bagi pasien tersebut.
Pengasingan diri timbul manakala seseorang menolak baik tujuan-tujuan yang telah disetujui kebudayaan ataupun cara-cara pencapaian tujuan-tujuan itu. Contoh: seorang peminum alkohol yang mengabaikan keluarga, rumah tangga. Pekerjaan, teman, dan kegemaran- kegemaran
lainnya hanya demi melanjutkan kegemaran maboknya di tempat-tempat yang sunyi betul-betul bisa dianggap sebagai menjauhkan diri sama sekali dari kehidupan masyarakat normal.
Pemberontakan terjadi apabila orang menolak sarana dan tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan
menggantikannya dengan yang lain. Contoh: Black Panthers
dan Weathermen adalah kelompok-kelompok ekstrimis
yang mencapai puncak kejayaannya dalam tahun 1960-an, dan merupakan contoh-contoh dari kelompok-kelompok pemberontak.