• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat ARML dan ARMP terhadap dan

DAFTAR SINGKATAN

RELASI GENDER DALAM PROGRAM PLTMH

10.5 Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat ARML dan ARMP terhadap dan

dari Program PLTMH

Stimulan program PLTMH terdiri atas tingkat bantuan dana program serta tingkat kesesuaian program terhadap kebutuhan rumahtangga miskin. Tingkat bantuan dana secara langsung telah dialokasikan seluruhnya dalam proses pembangunan PLTMH, sehingga dana bantuan tidak secara individu dibagikan langsung kepada rumahtangga miskin. Kesepakatan ini terbentuk setelah adanya musyawarah dengan Yayasan IBEKA dengan masyarakat Desa Cinta Mekar.

Karakteristik stimulan program PLTMH yang kedua yaitu tingkat kesesuaian program terhadap kebutuhan rumatangga miskin. Diketahui bahwa tingkat kesesuaian program terhadap kebutuhan rumahtangga miskin tergolong tinggi, karena program dibentuk berdasarkan keinginan masyarakat sendiri hasil penggalian gagasan. Seperti yang didapat dari wawancara peneliti dengan respoden Ibu Yun bahwa masyarakat Kampung Tangki, khususnya rumahtangga miskin yang mendapat bantuan program merasa terbantu. Dengan demikian, terdapat hubungan antara tingkat kesesuaian program dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat terhadap dan dari program PLTMH.

10.6 Kesimpulan

Pelaksanaan program PLTMH yang dilandasi nilai kesetaraan gender dilihat dari tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat terhadap dan dari program PLTMH. Karakteristik individu dan karakteristik rumahtangga tidak berpengaruh terhadap tingkat akses dan kontrol terhadap program PLTMH. Tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pada pelaksanaan program. Hal ini karena anggota rumahtangga yang berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan program berjumlah sangat sedikit. Tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat manfaat program. Pengelolaan program PLTMH tidak berhubungan dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat program PLTMH. Terdapat hubungan antara tingkat kesesuaian program dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dan dari program PLTMH.

BAB XI PENUTUP

11.1 Kesimpulan

Hampir semua rumahtangga penerima program PLTMH adalah mereka yang tergolong rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan oleh Yayasan IBEKA maupun BPS. Rumahtangga penerima program sudah mencakup rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki maupun perempuan.

Yayasan IBEKA bergerak di bidang elektrifikasi pedesaan serta pemberdayaan ekonomi pedesaan. Yayasan IBEKA merupakan lembaga pionir dalam pembangunan PLTMH. Sampai saat ini, lebih dari 40 sumber daya pembangkit listrik (PLTMH) menyebar di berbagai provinsi, antara lain Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. PLTMH di masing-masing provinsi tersebut berkapasitas di bawah 250 Watt kilo.

Kelembagaan Koperasi Mekarsari merupakan kelembagaan yang terbentuk untuk memperkuat operasional PLTMH Desa Cinta Mekar. Sejak awal pembentukannya (tahun 2003), kepengurusan koperasi telah berganti dua kali. Kepengurusan koperasi melibatkan perempuan sebagai pengurus harian.

Dalam pelaksanaan pembangunan fisik PLTMH, khususnya yang berhubungan dengan teknologi elektrik dan mekanik, sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT HIBS, sementara bertindak Yayasan IBEKA berperan sebagai fasilitator utama. Adapun Koperasi Mekarsari bertindak sebagai

representasi atau perwakilan masyarakat Desa Cinta Mekar dan PT HIBS sebagai private sector yang mendukung pembangunan PLTMH Cinta Mekar.

Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun pelaksanaan program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap pemanfaatan program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Untuk kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara umum RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang, dalam artian ada keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam menentukan pengambilan keputusan. Namun demikian, dijumpai pada tahap pemanfaatan dalam RMKL yang lebih dominan adalah laki-laki karena status laki-laki dalam RMKL sebagian besar sebagai kepala keluarga, sehingga lebih berhak untuk mengambil keputusan. Pada RMKP seluruhnya tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri (perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH, RMKL mayoritas lebih tinggi/ lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis pekerjaan yang dilaksanakan ada tahap ini berupa pekerjaan fisik. Pada tingkat manfaat program, ditemukan bahwa RMKL lebih tinggi 27 persen jika dibandingkan dengan RMKP, hal ini karena pengaruh jumlah anggota keluarga yang turut memanfaatkan hasil program.

Mengacu pada pelaksanaan program, tingkat manfaat pada sebagian kebutuhan rumahtangga miskin yang terpenuhi. Pada kebutuhan praktis, anggota rumahtangga miskin terbantu dengan adanya pemasangan listrik, sehingga mereka dapat mengerjakan tugas rumah dengan cepat, misalnya dengan menggunakan rice cooker. Bantuan beasiswa pun dapat membantu orang tua yang kurang

mampu dalam memenuhi kebutuhan peralatan sekolah anaknya. Untuk kebutuhan strategis terlihat dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap kelembagaan pendukung PLTMH

Mengacu pada Longwe serta INPRES No.9 Tahun 2000, Yayasan IBEKA lebih menekankan pada introduksi teknologi tanpa mempertimbangkan relasi gender pada visi dan misinya. Tanpa mengecilkan kontribusi Yayasan IBEKA, dalam penelitian ini terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah memasuki area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program, tingkat kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu perempuan, pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif, dalam arti Program PLTMH dalam perencanaannya tidak secara eksplisit mengakui adanya isu-isu perempuan. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa meskipun Program PLTMH pada awalnya tidak menyatakan secara eksplisit sebagai responsif terhadap isu-isu perempuan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan menjadi lebih merespon kepada isu perempuan.

11.2 Saran

Program PLTMH telah berjalan selama kurang lebih empat tahun, beberapa kendala dalam pelaksanaannya antara lain, adanya pergantian operator PLTMH karena kelalaian dalam bertugas, adanya isu yang mempertanyakan kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, mengacu pada tinjauan teoritis dari Longwe, program ini termasuk pada level negatif, dalam arti tidak secara eksplisit menyertakan isu perempuan dalam pelaksanaannya (walaupun kenyataan dalam tahap pelaksanaan berbeda).

. Beberapa hal yang dapat menjadi masukan atau saran dalam pelaksanaan program PLTMH ini menyangkut pemanfaatan program yakni kecermatan pihak Yayasan IBEKA dan Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya pendekatan ke masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama (masalah status bangunan sipil), serta Yayasan IBEKA lebih bisa mengintegrasikan relasi gender pada visi dan misinya dalam program-program yang akan datang.