• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS. STUDI GENDER DALAM

PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN. Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH).

Pemerintah mengakui belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan

seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun

(RPJMN) 2004-2009, untuk itu salah satu arah kebijakan pembangunan

ketenagalistrikan ditujukan ke arah peningkatan partisipasi investasi swasta,

pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan

prasarana ketenagalistrikan. Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan

(IBEKA) merespon kebijakan tersebut dengan mengintroduksikan elektrifikasi

pedesaan yang menggunakan sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Publikasi berkenaan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin belum didasarkan pada suatu penelitian yang bersifat

berperspektif gender. Menarik untuk mengetahui secara lebih utuh tentang

kegiatan Yayasan IBEKA khususnya dalam konteks peningkatan kualitas

sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan mengacu pada

kebijakan pemerintah melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai: (1)

(3)

Pelaksanaan program PLTMH berdasar pada prinsip-prinsip pemberdayaan, (3)

Akses, kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dan laki-laki dari rumahtangga

miskin, serta efek yang ditimbulkan dari program PLTMH, (4) Pemenuhan

kebutuhan praktis dan strategis gender dalam program PLTMH, (5) Pemenuhan

level kesetaraan gender dan level isu perempuan menurut Kerangka Longwe.

Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,

Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan bahwa di lokasi

ini terdapat program pembangunan PLTMH yang telah dilaksanakan pada periode

waktu 2004-2008 serta sebagai proyek percontohan (pilot project) pembangunan PLTMH.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilengkapi dengan

data kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan metode survei. Data sekunder diperoleh melalui kegiatan

studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan

dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan

dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan PLTMH di Desa Cinta

Mekar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2008.

Penelitian ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan

teori-teori yang berkenaan dengan gender dan pembangunan, pendekatan

pemberdayaan masyarakat, evaluasi program sistem, serta aspek-aspek berkenaan

program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT

Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya. Dari beragam konsep tersebut dirumuskan

variabel-variabel terpengaruh yang meliputi: Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi

(4)

tahapan siklus Program PMLTH. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu

Tingkat Pendidikan Formal, Status Bekerja, Tingkat Kekayaan, Status

Rumahtangga, Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga, Tingkat Dukungan dari

Pemerintah, Frekuensi Kunjungan Fasilitator, Jumlah Dana Program dan Tingkat

Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan RMKL dan RMKP. Selanjutnya,

dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan Longwe, berdasar

semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang ditemukan dalam

penelitian dianalisis Tingkat Kesetaraan dan Tingkat Pengakuan atas “isu-isu

perempuan” yang diwujudkan melalui program PLTMH Desa Cinta Mekar.

Penerima program PLTMH adalah mereka yang tergolong rumahtangga

miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan oleh Yayasan IBEKA maupun

BPS, yang meliputi rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki dan perempuan.

Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun pelaksanaan

program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap pemanfaatan

program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan

dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Untuk

kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara umum

RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang. Pada RMKP seluruhnya

tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri

(perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH, RMKL mayoritas lebih

tinggi/lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis pekerjaan fisik.

Kebutuhan praktis anggota rumahtangga miskin terbantu dengan adanya

(5)

dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap kelembagaan pendukung

PLTMH

Mengacu pada Longwe, terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah

memasuki area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program,

tingkat kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu

perempuan, pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif.

Beberapa kendala dalam Program PLTMH antara lain, adanya pergantian

operator PLTMH karena kelalaian dalam bertugas, adanya isu yang

mempertanyakan kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, dan mengacu pada

INPRES No.9 Tahun 2000 tentang PUG, bahwa program PLTMH dinilai belum

menintegrasikan gender secara eksplisit di dalam tujuan program, untuk itu perlu

adanya saran atau masukan yakni kecermatan pihak Yayasan IBEKA dan

Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya pendekatan ke

masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama (masalah status

bangunan sipil), serta Yayasan IBEKA lebih bisa mengintegrasikan relasi gender

pada visi dan misinya dalam program-program yang akan datang.

(6)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(7)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama : Erna Safitri Purwaningtyas

Nomor Pokok : A14204060

Judul : Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP. 130 779 504

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK

TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

(KASUS DI DESA CINTA MEKAR, KECAMATAN SERANGPANJANG,

KABUPATEN SUBANG, PROPINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN

MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2008

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei 1987, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Widodo dan Ibu Sunarti.

Pada tahun 1995 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 02 Jatinegara Pagi, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Manyaran, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri sampai tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Wonogiri dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis di terima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanallohuwataala, yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Studi Gender dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat).”

Dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sejak awal penyusunan proposal hingga penulisan skripsi. 2. Dra. Winati Wigna, MDS, yang bersedia menjadi penguji utama dan

memberikan banyak masukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Heru Purwandari, MSi, selaku penguji dari Departemen KPM yang

telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Keluargaku tercinta: Bapak Widodo dan Ibu Sunarti atas segala do’a dan kasih sayangnya, Adikku Ditya yang senantiasa memberikan semangat.

5. Keluarga Paman: Om Agus dan Tante Ani serta Salsa; Om Ali atas kesediaan memberikan fasilitas tempat tinggal dan sarana selama penulis menempuh studi.

6. Ibu Tri Mumpuni, Bapak Iskandar, Bu Yeti, Pak Sapto, dan staf Yayasan IBEKA, atas bantuan data selama penelitian

7. Teman satu bimbingan, Restu Diresika Kisworo atas semangat, kebersamaan dan kerjasama dari awal Studi Pustaka hingga skripsi ini selesai.

(11)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS. STUDI GENDER DALAM

PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN. Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH).

Pemerintah mengakui belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan

seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun

(RPJMN) 2004-2009, untuk itu salah satu arah kebijakan pembangunan

ketenagalistrikan ditujukan ke arah peningkatan partisipasi investasi swasta,

pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan

prasarana ketenagalistrikan. Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan

(IBEKA) merespon kebijakan tersebut dengan mengintroduksikan elektrifikasi

pedesaan yang menggunakan sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Publikasi berkenaan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin belum didasarkan pada suatu penelitian yang bersifat

berperspektif gender. Menarik untuk mengetahui secara lebih utuh tentang

kegiatan Yayasan IBEKA khususnya dalam konteks peningkatan kualitas

sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan mengacu pada

kebijakan pemerintah melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai: (1)

(13)

Pelaksanaan program PLTMH berdasar pada prinsip-prinsip pemberdayaan, (3)

Akses, kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dan laki-laki dari rumahtangga

miskin, serta efek yang ditimbulkan dari program PLTMH, (4) Pemenuhan

kebutuhan praktis dan strategis gender dalam program PLTMH, (5) Pemenuhan

level kesetaraan gender dan level isu perempuan menurut Kerangka Longwe.

Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,

Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan bahwa di lokasi

ini terdapat program pembangunan PLTMH yang telah dilaksanakan pada periode

waktu 2004-2008 serta sebagai proyek percontohan (pilot project) pembangunan PLTMH.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilengkapi dengan

data kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan metode survei. Data sekunder diperoleh melalui kegiatan

studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan

dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan

dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan PLTMH di Desa Cinta

Mekar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2008.

Penelitian ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan

teori-teori yang berkenaan dengan gender dan pembangunan, pendekatan

pemberdayaan masyarakat, evaluasi program sistem, serta aspek-aspek berkenaan

program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT

Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya. Dari beragam konsep tersebut dirumuskan

variabel-variabel terpengaruh yang meliputi: Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi

(14)

tahapan siklus Program PMLTH. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu

Tingkat Pendidikan Formal, Status Bekerja, Tingkat Kekayaan, Status

Rumahtangga, Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga, Tingkat Dukungan dari

Pemerintah, Frekuensi Kunjungan Fasilitator, Jumlah Dana Program dan Tingkat

Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan RMKL dan RMKP. Selanjutnya,

dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan Longwe, berdasar

semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang ditemukan dalam

penelitian dianalisis Tingkat Kesetaraan dan Tingkat Pengakuan atas “isu-isu

perempuan” yang diwujudkan melalui program PLTMH Desa Cinta Mekar.

Penerima program PLTMH adalah mereka yang tergolong rumahtangga

miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan oleh Yayasan IBEKA maupun

BPS, yang meliputi rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki dan perempuan.

Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun pelaksanaan

program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap pemanfaatan

program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan

dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Untuk

kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara umum

RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang. Pada RMKP seluruhnya

tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri

(perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH, RMKL mayoritas lebih

tinggi/lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis pekerjaan fisik.

Kebutuhan praktis anggota rumahtangga miskin terbantu dengan adanya

(15)

dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap kelembagaan pendukung

PLTMH

Mengacu pada Longwe, terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah

memasuki area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program,

tingkat kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu

perempuan, pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif.

Beberapa kendala dalam Program PLTMH antara lain, adanya pergantian

operator PLTMH karena kelalaian dalam bertugas, adanya isu yang

mempertanyakan kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, dan mengacu pada

INPRES No.9 Tahun 2000 tentang PUG, bahwa program PLTMH dinilai belum

menintegrasikan gender secara eksplisit di dalam tujuan program, untuk itu perlu

adanya saran atau masukan yakni kecermatan pihak Yayasan IBEKA dan

Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya pendekatan ke

masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama (masalah status

bangunan sipil), serta Yayasan IBEKA lebih bisa mengintegrasikan relasi gender

pada visi dan misinya dalam program-program yang akan datang.

(16)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(17)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama : Erna Safitri Purwaningtyas

Nomor Pokok : A14204060

Judul : Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP. 130 779 504

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(18)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK

TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

(KASUS DI DESA CINTA MEKAR, KECAMATAN SERANGPANJANG,

KABUPATEN SUBANG, PROPINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN

MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2008

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei 1987, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Widodo dan Ibu Sunarti.

Pada tahun 1995 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 02 Jatinegara Pagi, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Manyaran, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri sampai tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Wonogiri dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis di terima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanallohuwataala, yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Studi Gender dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat).”

Dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sejak awal penyusunan proposal hingga penulisan skripsi. 2. Dra. Winati Wigna, MDS, yang bersedia menjadi penguji utama dan

memberikan banyak masukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Heru Purwandari, MSi, selaku penguji dari Departemen KPM yang

telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Keluargaku tercinta: Bapak Widodo dan Ibu Sunarti atas segala do’a dan kasih sayangnya, Adikku Ditya yang senantiasa memberikan semangat.

5. Keluarga Paman: Om Agus dan Tante Ani serta Salsa; Om Ali atas kesediaan memberikan fasilitas tempat tinggal dan sarana selama penulis menempuh studi.

6. Ibu Tri Mumpuni, Bapak Iskandar, Bu Yeti, Pak Sapto, dan staf Yayasan IBEKA, atas bantuan data selama penelitian

7. Teman satu bimbingan, Restu Diresika Kisworo atas semangat, kebersamaan dan kerjasama dari awal Studi Pustaka hingga skripsi ini selesai.

(21)

Ekonomi, Fakultas Pertanian, khususnya: Lutfi, Retno, Nani, Icha, Nurina, Arta, Sani, Yuliya, Munir, dan Ilham

9. Keluarga besar Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), khususnya: Mas Agus, Rifky, Kang Ida, Guli, Mbak Epoy, Dhika, Ninik, yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 10.Farhan Nahdiya, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada

penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi.

11.Bapak Wasja, Ibu Yati, Neng Dewi, Bu Yuyun, Mang Ian, Asep, Mang Jek, Mang Upas, Mang Wahdi, Mang Kelip, Mas Anang dan segenap masyarakat Desa Cinta Mekar atas bantuan serta dukungan selama penulis melakukan penelitian.

12.Civitas akademis Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga kepada seluruh staf penunjang khususnya Mbak Maria dan Mbak Nisa yang telah membantu segala administrasi selama perkuliahan serta bagi semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.

Bogor, Agustus 2008

(22)

DAFTAR ISI

2.1.1 Pengertian Konsep dan Prinsip

Pengembangan Masyarakat... 9 2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender ... 11 2.1.3 Pengertian Program dan Evaluasi Program... 13 2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program

Berperspektif Gender ... 15 2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Mikrohidro (PLTMH) ... 18 2.2 Kerangka Pemikiran... 19 2.3 Hipotesis Penelitian... 23 2.4 Definisi Operasional... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29 3.1 Strategi Penelitian ... 29 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30 3.3 Pemilihan Subjek Penelitian ... 30 3.4 Metode Analisis Data... 31

BAB IV PROFIL DESA CINTA MEKAR ... 32 4.1 Lokasi dan Kondisi Geografis... 32 4.2 Tata Guna Lahan di Desa Cinta Mekar... 33 4.3 Kondisi Umum Penduduk Desa Cinta Mekar... 34

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN PROGRAM PLTMH

(23)

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PADA KOMUNITAS

KAMPUNG TANGKIL DI DESA CINTA MEKAR ... 47 6.1 Karakteristik Individu ... 47

6.1.1 Jenis Kelamin ... 47 6.1.2 Umur ... 48 6.1.3 Tingkat Pendidikan ... 49 6.1.4 Jenis Pekerjaan ... 51 6.1.5 Status Bekerja ... 52 6.2 Karakteristik Rumahtangga... 53 6.2.1 Tingkat Kekayaan ... 53 6.2.2 Status Kategori Rumahtangga... 54 6.2.3 Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga... 56 6.3 Kesimpulan ... 57

BAB VII PENYELENGGARAAN PROGRAM PLTMH CINTA MEKAR . 59 7.1 Latar Belakang Program PLTMH... 59 7.2 Perencanaaan Program ... 61

7.2.1 Persiapan Masyarakat ... 61 7.2.2 Pembentukan Kapasitas dan Kepemilikan ... 63 7.3 Pelaksanaan Program ... 64

7.3.1 Pembangunan Fisik/Sipil PLTMH dan Koperasi ... 64 7.3.2 Operasional Pembangkit Listrik... 66 7.3.3 Operasional Koperasi Mekarsari... 67 7.4 Pemanfaatan Program ... 71 7.4.1 Pemasangan Listrik bagi Orang Kurang Mampu... 71 7.4.2 Kesehatan ... 73 7.4.3 Pendidikan... 74 7.4.4 Modal Usaha ... 74 7.4.5 Pembangunan Infrastuktur Desa ... 75 7.4.6 Biaya Operasional Desa dan Biaya Operasional Koperasi ... 76 7.5 Kerangka Pemberdayaan... 76 7.5.1 Level Kesetaraan... 76 7.5.2 Level Pengakuan Atas Isu Perempuan... 78 7.6 Kesimpulan ... 79

BAB VIII STIMULAN, PENGELOLAAN, FAKTOR LINGKUNGAN

SERTA PERMASALAHAN PADA PROGRAM PLTMH ... 81 8.1 Stimulan Program PLTMH ... 81 8.1.1 Tingkat Bantuan Dana Program Pembangunan PLTMH... 81 8.1.2 Tingkat Kesesuaian Program terhadap

Kebutuhan Rumahtangga Miskin... 81 8.2 Pengelolaan Program PLTMH dan Faktor Lingkungan ... 83

(24)

BAB IX ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM PLTMH... 88 9.1 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Perencanaan Program PLTMH ... 88 9.2 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Perencanaan Program PLTMH ... 89 9.3 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 89 9.4 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 91 9.5 Tingkat Partisipasi Rumahtangga Miskin Laki-laki dan

Perempuan terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 91 9.6 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH... 93 9.7 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH... 93 9.8 Tingkat Manfaat Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan

terhadap Hasil Program PLTMH ... 94 9.9 Kesimpulan ... 95

BAB X RELASI GENDER DALAM PROGRAM PLTMH ... 98 10.1 Hubungan Antara Karakteristik Rumahtangga ARL dan ARP

dengan Tingkat Akses dan Kontrol terhadap Program PLTMH... 98 10.2 Hubungan Antara Tingkat Akses dan Kontrol Sumberdaya

Individu dan Rumahtangga ARL dan ARP dengan

Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program PLTMH... 103 10.3 Hubungan Antara Tingkat Partisipasi ARL dan ARP

dalam Pelaksanaan Program PLTMH dengan Tingkat Manfaat

dari Program PLTMH ... 104 10.4 Hubungan Antara Tingkat Pendampingan Fasilitator dengan

Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang diperoleh

ARL dan ARP terhadap Program PLTMH ... 105 10.5 Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan

Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi Dan Manfaat ARL Dan

ARP terhadap dan dari Program PLTMH... 106 10.6 Kesimpulan ... 107 BAB XI PENUTUP ... 108 11.1 Kesimpulan ... 108 11.2 Saran... 110

(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis

Penggunaan Lahan, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 33 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 34 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

dan Jenis Kelamin, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 35 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Kepala Keluarga (KK) Menurut Jenis

Kelamin Kepala Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 36 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat

Kesejahteraan Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 36 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 37 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 38 Tabel 8. Program Kegiatan Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar,

Tahun 2003 ... 45 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Anggota Rumahtangga Miskin

Menurut Jenis Kelamin, Kampung Tangkil, Tahun 2008... 48 Tabel 10.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 48 Tabel 11.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Tingkat Pendidikan serta Jenis Kelamin Kepala dan

Anggota Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 50 Tabel 12.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Jenis

Pekerjaan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 51 Tabel 13.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Status

Pekerjaan serta Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 52 Tabel 14.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Tingkat Kekayaan Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga,

Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 53 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut

Kategori Kepala Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008... Tabel 16.Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut

Ukuran Lokal, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 55 Tabel 17.Jumlah dan Persentase Tingkat Pengambilan Keputusan

dalam Penentuan Sumberdaya Program, Kampung Tangkil,

Tahun 2008 ... 55 Tabel.18.Persentase Pengalokasian Dana Hasil Penjualan Listrik

Tahun 2004 dan Tahun 2007, Koperasi Mekarsari,

(26)

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 88 Tabel 20.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 88 Tabel 21.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 90 Tabel 22.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 91 Tabel 23.Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 92 Tabel 24.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP

terhadap Tahap Pemanfaatan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 93 Tabel 25.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Pemanfatatan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 94 Tabel 26.Jumlah RML dan RMP Penerima Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 95 Tabel 27.Jumlah dan Persentase Tingkat Manfaat RML dan RMP

terhadap Hasil Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008.. 95 Tabel 28.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP

terhadap Program PLTMH Menurut Tingkat Pendidikan

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 99 Tabel 29.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP terhadap Program

PLTMH Menurut Status Bekerja, Desa Cinta Mekar Tahun 2008... 100 Tabel 30.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap Program

PLTMH Menurut Tingkat Kekayaan, Desa Cinta Mekar

Tahun 2008 ... 101 Tabel 31.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap

Program PLTMH Menurut Status Rumahtangga,

Desa Cinta Mekar Tahun 2008 ... 102 Tabel 32.Tingkat Akses dan Kontrol RML dan RMP terhadap Program

PLTMH Menurut Tingkat Partisipasi, Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 104 Tabel 33.Tingkat Manfaat Program PLTMH bagi RML dan RMP

Menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program

(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1. Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam

(28)

DAFTAR SINGKATAN

5 P : Pro Poor Public Private Partnership ARML : Anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki ARMP : Anggota Rumahtangga Miskin Perempuan BPS : Badan Pusat Statistik

IBEKA : Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan OKM : Orang Kurang Mampu

PLN : Perusahaan Listrik Negara

PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PUG : Pengarusutamaan Gender

RMKL : Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Laki-laki RMKP : Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Perempuan RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(29)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi energi

yang cukup banyak dan beragam yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan

masyarakat luas sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar

1945. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pemanfaatan

sumberdaya energi -termasuk di dalamnya tenaga listrik air- berperan besar dalam

peningkatan perekonomian masyarakat, namun demikian, pemerintah mengakui

belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan seperti yang dinyatakan dalam

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (RPJMN) 2004-2009.

Dikemukakan pula bahwa rasio elektrifikasi nasional pada tahun 1997 baru

mencapai sekitar 50 persen. Pada tahun 1998 pertumbuhan kebutuhan tenaga

listrik mengalami penurunan, namun demikian pada periode 1999-2004

meningkat dengan rata-rata 10,5 persen untuk Jawa Madura dan Bali (Jamali) dan

8,5 persen untuk Luar Jamali. Pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut lebih

rendah dari masa sebelum krisis yang rata-rata tumbuh sekitar 12 persen per

tahun. Sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2004 relatif tidak ada penambahan

kapasitas baik pada sistem Jamali maupun sistem Luar Jamali. Hal tersebut

mengakibatkan cadangan listrik yang lebih rendah dari yang seharusnya ada (25

(30)

Belum semua desa dan masyarakat di Indonesia menikmati listrik. Data

Potensi Desa tahun 2003 menyebutkan bahwa lebih dari sekitar 15.000 desa yang

telah berlangganan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Angka tersebut

hanya setengah dari jumlah rumahtangga di pedesaan. Selain itu, rasio

elektrifikasi Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai 53,9 persen. Itu sebabnya,

salah satu arah kebijakan pembangunan ketenagalistrikan adalah peningkatan

partisipasi investasi swasta, pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam

menyediakan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Programnya

menitikberatkan pada peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi dan

masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan.

Adapun kegiatan pokok program ini adalah mendorong swasta, koperasi,

pemerintah daerah dan masyarakat sebagai pelaku penyedia tenaga listrik

terutama di daerah yang belum terlistriki sesuai dengan peraturan yang berlaku

(RPJMN 2004-2009).

Merespon tawaran pemerintah, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi

Kerakyatan (IBEKA) adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di

bidang kelistrikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa yang

berperanserta dalam mengintroduksikan elektrifikasi pedesaan yang menggunakan

sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga

Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Sampai saat ini yayasan ini telah berkontribusi membangun lebih dari 40 PLTMH yang tersebar

di beberapa provinsi di Jawa dan Luar Jawa (Publikasi IBEKA, 2004).

Salah satu pilot proyek PLMTH telah diintroduksikan Yayasan IBEKA

(31)

3

Serangpanjang, Kabupaten Subang dengan menerapkan pendekatan community partnership (kerjasama komunitas). Pendekatan ini dilandasi oleh prinsip yang menampung aspirasi masyarakat lokal dan diarahkan pada peningkatan

kemampuan (teknis dan manajerial), serta kepemilikan penduduk lokal atas

PLTMH yang diharapkan mampu menjamin keberlanjutan PLTMH (Kuntoadji,

2007). Yayasan IBEKA mengintroduksikan PLTMH melalui kegiatan-kegiatan

pemberdayaan kelembagaan dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, yayasan ini

bekerjasama dengan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), sebagai

pihak swasta penyedia komponen dan alat (teknologi) untuk PLMTH dan

bertanggungjawab membentuk kelembagaan (Koperasi Mekarsari) secara

partisipatif.

Telah banyak publikasi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan

IBEKA sebagaimana dikemukakan oleh beragam media massa, bahkan

direkturnya terpilih menjadi 10 tokoh nasional oleh Majalah Tempo serta Climate Hero oleh Worldwide Fund for Nature (WWF- International). Namun demikian, informasi yang diperoleh dari beragam media massa tersebut belum sepenuhnya

menjelaskan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat,

khususnya dihubungkan dengan misi Yayasan IBEKA dalam pemerataan listrik

dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan. Informasi berkenaan

keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin tersebut belum

mencakup informasi seutuhnya, dalam pengertian belum didasarkan pada suatu

penelitian yang berperspektif gender. Hal yang terakhir ini penting, mengingat

tidak semua pendekatan partisipatif berarti mengikutsertakan setiap individu,

(32)

dilakukan secara partisipatif mempertimbangkan relasi gender dalam keluarga dan

masyarakat, padahal relasi gender merupakan salah satu aspek penting yang

menentukan keberhasilan program-program pembangunan (Cornwall, 2003).

Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengetahui kontribusi Yayasan

IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan, khususnya peningkatan

kualitas sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam konteks

PLMTH. Hal ini penting mengingat kebijakan pemerintah melalui INPRES

Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

pembangunan nasional dan RPJMN 2004-2009 mengamanatkan pengintegrasian

potensi, masalah, kebutuhan dan kepentingan subyek pembangunan, laki-laki dan

perempuan, ke dalam siklus program/proyek/kegiatan pembangunan sejak

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya. Penelitian mengenai

kinerja Yayasan IBEKA bermanfaat untuk memperoleh pengetahuan berkenaan

model pengembangan masyarakat yang mampu memberdayakan bukan hanya

dalam hal pemerataan kelistrikan (aspek teknologi dan sumberdaya energi), tapi

juga pemberdayaan kelembagaan koperasi yang dibangun secara partisipatif

(membangun dari bawah) dan responsif gender.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagaimana dinyatakan Yayasan IBEKA, target sasaran PLTMH adalah

individu dalam rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria masyarakat setempat.

Itu sebabnya, pada tahapan perencanaan pembangunan PLTMH dilakukan

penentuan target sasaran rumahtangga miskin berdasar empat kriteria, yakni: tidak

(33)

pihak lain, BPS (2005) memiliki kriteria dalam penentuan rumahtangga miskin

berdasar pendekatan kebutuhan dasar.1 Sehubungan dengan itu, apakah kriteria

lokal tersebut juga mencerminkan kriteria rumahtangga miskin menurut BPS

(2005)? Selain itu, fakta menunjukkan bahwa keluarga miskin di pedesaan

mencakup rumahtangga yang dikepalai laki-laki dan perempuan (BPS, 2005).

Oleh karena itu, apakah target sasaran yang telah ditetapkan oleh IBEKA

mencakup rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki (RML) dan rumahtangga

miskin yang dikepalai perempuan (RMP)?

Menurut Kuntoadji (2007) introduksi Program PLTMH dilandasi

pendekatan community partnership yang dilakukan melalui langkah persiapan sosial berupa kegiatan sosial kemasyarakatan yang terbagi lagi menjadi tahap

kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan. Di lain pihak, Ife (1995) dalam Nasdian (2003) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat akan berkelanjutan jika dilandasi

dua prinsip penting: pemberdayaan dan partisipasi. Sehubungan dengan itu,

apakah pemberdayaan masyarakat melalui program PLTMH itu juga dilandasi

kedua prinsip tersebut? Bagaimanakah prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam

pelaksanaannya ?

Para ahli gender dan pembangunan memandang penting aplikasi Teknik

Analisis Gender (TAG) untuk menganalisis ada tidaknya ketimpangan

(ketidaksetaraan dan ketidakadilan) gender dalam penyelenggaraan program

1

(34)

pembangunan (Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Pertanian, 2004).

Sehubungan dengan itu apakah perempuan dan laki-laki pada rumahtangga

miskin, baik sebagai kepala maupun anggota rumahtangga memiliki akses,

kontrol, manfaat serta partisipasi terhadap PLTMH? Khusus berkenaan dengan

manfaat Program PLTMH, apakah Program PLTMH mampu mencapai keluaran

sesuai dengan rumusan tujuannya? Apakah ada pengaruh (effect) negatif maupun positif yang ditimbulkan sebagai akibat tercapainya tujuan tersebut ?

Seperti yang dikutip Mugniesyah (2004), Moser (1993) menyatakan

bahwa tujuan pembangunan diharapkan mampu mencapai pemenuhan kebutuhan

praktis dan strategis gender (practical and strategical gender needs). Sehubungan dengan itu, apakah pencapaian tujuan-tujuan program PLTMH telah mampu

memenuhi kedua kategori kebutuhan gender tersebut?

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, PLMTH di Desa Cinta Mekar

merupakan program pemberdayaan masyarakat. Mengacu pada Kerangka

Pemberdayaan Perempuan Longwe (Prasodjo, dkk, 2003) level kesetaraan

manakah yang dicapai serta level isu-isu perempuan manakah yang

diintegrasikan dalam program PLMTH di Desa Cinta Mekar?

1.3 Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini, yakni

untuk:

1. Mengetahui ada tidaknya kesesuaian penetapan kriteria rumahtangga

miskin yang dipakai Yayasan IBEKA dengan kriteria BPS (2005),

(35)

(RML) dan Rumahtangga Miskin yang dikepalai Perempuan (RMP)

dalam penyelenggaraan program PLTMH di Desa Cinta Mekar.

2. Mengetahui penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan dan partisipatif

dalam pendekatan community partnership yang dikembangkan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), termasuk di dalamnya

tahap kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan.

3. Menganalisis akses, kontrol, manfaat dan partisipasi kepala dan

anggota rumahtangga miskin, perempuan dan laki-laki, dalam

perencanaan dan pelaksanaan serta pencapaian tujuan program

PLTMH di Desa Cinta Mekar, serta pengaruh (efek) yang ditimbulkan

sebagai akibat tercapainya tujuan program.

4. Mengetahui ketercapaian pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis

gender oleh program PLMTH di Desa Cinta Mekar, khususnya di

kalangan rumahtangga miskin yang menjadi target sasaran program.

5. Mengetahui ketercapaian level kesetaraan gender dan pengintegrasian

isu perempuan dalam pelaksanaan program PLTMH di Desa Cinta

Mekar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi kegunaan (manfaat) baik bagi peneliti,

akademisi serta bagi penentu kebijakan dan pemangku kepentingan yang

meminati bidang Gender dan Pembangunan. Secara rinci kegunaan

(36)

1. Bagi peneliti merupakan sarana untuk menyintesis dan menerapkan

beragam konsep, teori dan pendekatan dari beragam disiplin ilmu yang

telah diperoleh selama mengikuti kuliah, khususnya dalam pumpunan

disiplin Gender dan Pembangunan, dan Pengembangan Masyarakat ke

dalam konteks program PLTMH di Desa Cinta Mekar yang menjadi

program pengembangan masyarakat di bawah tanggung-jawab Yayasan

IBEKA.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan kajian lebih lanjut bagi pengembangan disiplin Gender dan

Pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pelaksanaan

pengembangan masyarakat melalui intervensi teknologi yang responsif

gender.

3. Bagi para penentu kebijakan, khususnya di lingkungan pemerintahan

(PLN, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan) dan juga LSM, hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan atau

pertimbangan dalam proses penyusunan kebijakan berkenaan gender

(37)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat

Menurut Conyers (1996) dalam Nasdian (2003) konsep pengembangan masyarakat (community development) sebagai proses diartikan sebagai semua usaha swadaya masyarakat bersama dengan usaha-usaha pemerintah setempat

guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, dan kultural

serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara dan memberi kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut

membantu secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa.

Menurut Blackburn (1989) dalam Mugniesyah (2006) pengembangan masyarakat menekankan pada pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

oleh kelompok, organisasi atau komunitas. Keputusan-keputusan bersifat publik

dan dibuat sebagian besar oleh kelompok atau masyarakat. Pengembangan

masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar kelompok

tertentu dalam komunitas. Tujuan program menekankan pada pembentukan

infrastruktur dan organisasi sosial yang didukung keterlibatan proses legislatif,

dan mencakup perusahaan pendanaan formal dan bisnis.

Pada tahun 1962, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan dua

elemen yang harus ada dalam pengembangan masyarakat, yaitu partisipasi dan

membuat teknik yang dapat mendorong inisiatif, menolong diri sendiri, dan

(38)

terdapat prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari perspektif ekologi dan

keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini saling terkait dalam pelaksanaannya. Sulit

sekali menjalankan satu prinsip tanpa mengaitkan dengan prinsip yang lainnya.

Pemahaman terhadap prinsip tersebut perlu dilakukan agar dalam penerapan

pengembangan masyarakat berorientasi tidak hanya bersifat pragmatis tetapi juga

mempunyai visi jangka panjang.

Di samping itu, sebagaimana dikutip Nasdian (2003), Ife mengemukakan

22 prinsip yang melandasi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Dalam

konteks program PLTMH, ada dua prinsip yang dominan melandasi

pelaksanaannya, yaitu prinsip pemberdayaan (empowerment) dan partisipasi (participation). Pada prinsip yang pertama, makna pemberdayaan berarti “membantu” komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan

pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi

untuk menentukan masa depan warga komunitas. Adapun prinsip yang kedua,

bemakna bahwa pendekatan pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan

peran serta masyarakat yang maksimal, dimana semua warga ikut terlibat dalam

proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan

(monitoring) serta evaluasi. Program pengembangan masyarakat yang ideal dapat

menghubungkan antara prinsip-prinsip tersebut dan tidak berpikir secara terpisah

dari struktur dan proses.

Pada tingkatan lokal, tingkat pengambilan keputusan dan aktivitas dapat

dilihat dari perspektif individu dimulai dari identifikasi individu kemudian

anggota rumahtangga atau keluarga, lingkungan, komunitas dan lokalitas. Jika

(39)

berbentuk sarang atau mulai dari lingkaran kecil hingga lingkaran luar yang besar.

Pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, etnis, orang di

luar komunitas, kemanfaatan serta gender (Uphoff, 1986).

2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender

Para ahli gender sependapat bahwa istilah seks (jenis kelamin) adalah

penandaan berdasar biologis, karenanya diklasifikasikan berdasar karakteristik

biologis. Masyarakat kita menggunakan kualitas biologis dan genetik untuk

menentukan apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan. Penandaan tersebut

biasanya didasarkan pada genital eksternal dan organ-organ seks internal.

Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2004) jenis kelamin itu sendiri ditentukan oleh kromosom yang memprogram bagaimana

suatu janin berkembang. Dari 23 kromosom yang menentukan perkembangan

manusia, hanya satu pasangan yang menentukan jenis kelamin. Pasangan tersebut

selalu terdiri dari X, yang bisa memiliki atau tidak memiliki kromosom Y.

Kromosom XX biasanya menghasilkan jenis kelamin perempuan, dan kromosom

XY biasanya menghasilkan jenis kelamin laki-laki. Berbeda dari konsep seks atau

jenis kelamin, gender diperoleh individu melalui proses interaksi dalam dunia

sosial. Banyak ahli mengemukakan bahwa gender itu dikonstruksikan, karena

gender bukanlah suatu fakta alamiah, akan tetapi mengambil bentuk kongkrit

yang secara historis mengubah hubungan sosial.

Sebagaimana dikutip dalam Mugniesyah (2005), terdapat sejumlah definisi

gender yang dikemukakan oleh lembaga, ahli atau peminat studi

(40)

sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam

suatu kebudayaan tertentu dan bersifat relasional, karena feminitas dan

maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakatlah yang

menjadikan mereka berbeda (Wood, 2001). Sehubungan dengan itu, unsur-unsur

kebudayaan yang didalamnya mencakup adat, aturan, dan harapan untuk

berperilaku, menjadi sumber kekuasaan yang mempengaruhi persepsi tentang

gender. Ini berarti gender bukan jenis kelamin. Gender juga bukan perempuan.

Gender dikonstruksikan secara sosial-budaya. Dengan demikian, gender itu

dibentuk, sementara seks itu diberikan (gender must be enacted, while sex is assigned). Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan atau perempuan

menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih, 1996).

Moser (1993) dalam Mugniesyah (2004) mengemukakan bahwa dalam perencanaan pembangunan dapat dibedakan dua tujuan pembangunan yakni

pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender (practical and strategical gender needs). Kebutuhan praktis gender mencakup kebutuhan-kebutuhan perempuan yang diidentifikasi dari peranan perempuan secara sosial dalam

masyarakatnya. Kebutuhan praktis gender tidak menantang pembagian kerja

gender atau posisi subordinasi pembagian kerja perempuan dalam masyarakatnya.

Kebutuhan praktis gender merupakan respon terhadap kepentingan yang bersifat

segera, diidentifikasi sebagai dalam suatu konteks khusus, bersifat praktis dan

sering berkenaan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, seperti ketersediaan air,

(41)

praktis gender adalah pemenuhan terhadap kebutuhan yang segera dapat

meringankan beban kehidupan perempuan, namun tidak menyinggung masalah

ketimpangan yang ada antara laki-laki dan perempuan sebagai akibat pembagian

kerja seksual yang mengakar dalam masyarakat.

Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan-kebutuhan perempuan yang

disebabkan oleh adanya subordinasi posisi perempuan terhadap laki-laki dalam

masyarakat. Kebutuhan ini juga beragam tergantung konteksnya, tetapi umumnya

berhubungan dengan kemampuan kerja, kekuasaan, kontrol dan bisa berupa

isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM), tindak kekerasan terhadap perempuan, upah yang

sama untuk pekerjaan dan waktu yang sama serta kontrol perempuan terhadap

tubuh mereka sendiri. Pemenuhan kebutuhan strategis gender akan membantu

perempuan kepada pencapaian keadilan dan kesetaraan gender. Diakui bahwa

kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang berupaya

menghilangkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki di dalam dan di luar

rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk mengungkapkan

kebutuhan mereka (seperti undang-undang persamaan hak, persamaan upah untuk

pekerjaan yang sama).

2.1.3 Pengertian Program dan Evaluasi Program

Gunardi (n.d) dalam Lubis (2004) menyatakan bahwa program (serapan dari bahasa Inggris dari program atau programme) adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana untuk mencapai tujuan. Menurut Raudabough

(42)

program. Perencanaan program mencakup kegiatan-kegiatan analisis situasi,

perumusan masalah, penentuan tujuan dan penyusunan rencana kerja program,

sementara pelaksanaan program mencakup pelaksanaan program sesuai dengan

rencana kerja yang sudah ditetapkan serta penetapan kemajuan program. Adapun

hasil yang ingin dicapai dari suatu program tersebut dibedakan ke dalam output (hasil), effect (pengaruh) dan impact (dampak). Hasil yang dicapai ini sangat dipengaruhi oleh masukan (input) program yang digunakan.

Menurut Raudabough sebagaimana dikutip oleh Maunder (1972) dalam

Mugniesyah (2006), evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan

nilai atau jumlah keberhasilan yang dicapai dari suatu tujuan program yang telah

ditetapkan. Evaluasi mencakup beberapa tahapan yaitu: formulasi tujuan,

identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan dalam mengukur keberhasilan.

Kunci elemen konseptual dalam evaluasi adalah nilai atau jumlah dari derajat

keberhasilan dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam evaluasi

terkandung di dalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan

program dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang

dinilai tersebut. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai pengukuran

dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan

yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai.

Menurut Kelsey dan Hearne (1955) dalam Mugniesyah (2006) evaluasi program bermanfaat antara lain untuk:

1) Menguji secara berkala pelaksanaan program, yang mengarahkan perbaikan

(43)

2) Membantu memperjelas manfaat yang penting dan tujuan-tujuan khusus

program serta memperjelas dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan

tertentu tercapai

3) Menjadi pengukur keefektivan metode

4) Menyediakan data dan informasi tentang situasi pedesaan yang penting untuk

perencanaan program selanjutnya

5) Menyediakan bukti tentang nilai atau pentingnya program

6) Menyediakan bukti-bukti tentang keberhasilan untuk memberikan rasa puas

dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program.

2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program Berperspektif Gender

Analisis gender meliputi pemahaman mengenai pola pembagian kerja

antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Analisis gender adalah suatu

rangkaian proses kegiatan untuk mengetahui latar belakang dan penyebab

terjadinya kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan sampai pada upaya

pemecahan masalah dan pencapaian sasaran, langkah tindak lanjut untuk

mengatasi kesenjangan dalam rangka mencapai persamaan kedudukan dan

peranan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pembangunan (Rosalin dkk,

2001 dalam Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998).

Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2000 dan RPJMN

2004-2009. Perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program

pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya.

Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan

memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan

(44)

perencanaan program (Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998).

Dalam melakukan perencanaan yang responsif gender, para perencana perlu

melakukan analisis gender pada semua kebijakan dan program pembangunan.

Tujuan perencanaan yang responsif gender adalah tersusunnya rencana

kebijakan/program/ proyek/kegiatan pembangunan yang responsif gender di

berbagai bidang/sektor pembangunan. Analisis gender dilakukan dengan

memperhatikan 4 (empat) faktor utama guna mengidentifikasi ada tidaknya

kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah:

a) Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang

sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?

b) Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol

(penguasaan) yang sama terhadap sumberdaya pembangunan?

c) Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi

dalam program-program pembangunan?

d) Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang

sama dari hasil pembangunan?

Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka

pemberdayaan perempuan (Longwe, 1991 dalam Prasodjo, dkk., 2003; King (n.d.)2. Kerangka analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah para perencana pembangunan dalam prakteknya telah memberdayakan perempuan melalui

proyek-proyek pembangunan yang mereka laksanakan. Selain itu, juga untuk

mengetahui derajat komitmen kelembagaan/organisasi penyelenggara

pembangunan terhadap pemberdayaan dan kesetaraan perempuan. Menurut March

2

(45)

dkk. (1999) dalam King (n.d) terdapat dua alat utama dari Kerangka Longwe, yaitu Tingkatan Kesetaraan (levels of equality) dan Tingkatan Pengakuan atas “isu-isu perempuan” (level of recognition of ‘women’s issues’).

Tingkatan Kesetaraan dalam Kerangka Pemberdayaan perempuan

digunakan untuk menganalisis tahapan perkembangan pemberdayaan perempuan

dalam suatu program/proyek pembangunan. Pemberdayaan perempuan

merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai

pemerataan/persamaan bagi laki-laki dan perempuan, meliputi lima

tahapan/tingkatan yang bersifat hierarkis: tingkat kesejahteraan, tingkat akses

(terhadap sumberdaya dan manfaat), tingkat penyadaran, tingkat partisipasi aktif

(dalam pengambilan keputusan), dan tingkat penguasaan (kontrol). Mekanisme

kerja level hierarkis ini berupa pemberian kesejahteraan (berupa materi sebagai

pemenuhan kebutuhan), diikuti dengan keteraksesan pada sumberdaya dan

manfaat program, baru ke tingkat penyadaran akan ketimpangan gender dalam

masyarakat. Tahap selanjutnya berupa peningkatan partisipasi dalam program

untuk mencapai tahap puncak berupa kontrol atau penguasaan dalam pelaksanaan

dan pemanfaatan program.

Pada alat analisis kedua, isu-isu perempuan didefinisikan sebagai semua

isu yang berhubungan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan mencakup

peranan-peranan sosial, ekonomi, serta kelima level kesetaraan; dibedakan

kedalam tiga kategori: negatif, netral dan positif. Disebut level negatif, jika

tujuan-tujuan proyek tidak merespon terhadap isu-isu perempuan, sehingga

pelaksanaan proyek pembangunan akan berdampak negatif terhadap perempuan.

(46)

proyek pembangunan, namun masih diragukan ada tidaknya dampak positif dan

negatif pada perempuan. Dikategorikan level positif, jika tujuan-tujuan proyek

pembangunan secara positif merespon isu-isu perempuan dan tujuan proyek

diarahkan untuk memperbaiki posisi perempuan relatif terhadap laki-laki.

Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk (2003)

Sumber: Prasodjo, dkk; 2003

Kriteria Pembangunan Perempuan

5. Penguasaan

4. Partisipasi aktif

3. Penyadaran

2. Akses

1. Kesejahteraan

Peningkatan Peningkatan pemerataan empowerment

2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

Secara umum sasaran program PLTMH adalah pelibatan private sector, dan pemerintah dalam pembangunan sosial, terutama dalam penyediaan akses di

bidang ketenagalistrikan untuk masyarakat miskin. Sasaran khusus dari program

ini adalah sebagai model percontohan elektrifikasi pedesaan sebagai hasil

kerjasama antar berbagai pihak.

Pembangunan PLTMH di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,

Kabupaten Subang melibatkan berbagai pihak, yakni Koperasi Mekarsari sebagai

representasi dari warga masyarakat, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi

(47)

pihak yang berkepentingan mempunyai andil dalam pembangunan serta

pengelolaan PLTMH ini. Adanya kegiatan pembangunan PLTMH dipandang

sebagai sebuah bentuk introduksi teknologi yang dapat membantu aktivitas sosial

ekonomi warga desa.

Menurut Kuntoadji (2007) selaku dewan pengurus di Yayasan IBEKA,

pembangunan PLTMH Cinta Mekar menggunakan cara community partnership berupa kegiatan sosial kemasyarakatan, yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu

kegiatan sosial tahap pertama atau biasa disebut dengan kegiatan persiapan

masyarakat dan pembentukan kapasitas dan keadilan dalam kepemilikan. Tahap

pertama, meliputi dua kegiatan yaitu pencatatan data awal dan pembentukan

organisasi. Adapun pada tahap kedua meliputi empat kegiatan utama yaitu:

pelatihan dan magang, peningkatan pendapatan, pembentukan wirausaha serta

pendidikan anak dan peningkatan peran remaja.

Kegiatan pencatatan data awal dilakukan melalui diskusi pada tingkat lokal,

yang ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan

masalah tersebut. Dalam diskusi, teridentifikasi beberapa permasalahan yang

meliputi: tingginya kebutuhan listrik di kalangan warga miskin dan tingkat

pengangguran, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, status ekonomi dan

infrastruktur desa, dan kurangnya rasa kekeluargaan (kesatuan atau gotong

royong) dalam memecahkan permasalahan warga.

2.2 Kerangka Pemikiran

Secara umum, Studi Gender dalam Program PLTMH Bagi Rumahtangga

(48)

Subang, Jawa Barat) ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan

teori-teori dalam bidang-bidang gender dan pembangunan, pendekatan pemberdayaan

masyarakat, evaluasi program dan sistem, serta beragam aspek berkenaan

Program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT HIBS.

Sebagaimana diketahui Program PLTMH Desa Cinta Mekar terdiri dari

tiga tahap yakni: perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil program.

Tahap perencanaan terdiri dari kegiatan pencatatan data awal, penetapan tujuan

program, penetapan rencana kerja, penentuan prioritas dan aktivitas,

pengalokasian sumberdaya, diskusi untuk sosialisasi program dan pertemuan

dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Tahap pelaksanaan program terdiri dari kegiatan-kegiatan: pembangunan sarana fisik, gotong royong, dan

pengelolaan organisasi. Adapun pada tahap pemanfaatan hasil program mencakup

aktivitas penggunaan atau alokasi dana hasil penjualan listrik bagi masyarakat

desa, khususnya untuk: pemasangan sambungan listrik baru bagi rumahtangga

miskin, kegiatan produktif, pendidikan, kesehatan, modal usaha, pembangunan

infrastruktur desa, biaya operasional koperasi Mekarsari (selaku pengelola), biaya

operasional PLTMH, dan biaya operasional desa.

Bentuk stimulan dalam program PLTMH Desa Cinta Mekar berupa

bantuan dana operasional untuk pembangunan PLTMH. Dana ini berasal dari

hibah dari (UNESCAP), pinjaman dari PT HIBS serta dari Yayasan IBEKA.

Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan PLTMH Desa Cinta Mekar

seharusnya responsif gender (mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan

gender), dan mengacu pada pedoman TAG tersebut di atas, variabel-variabel tidak

(49)

PLTMH Desa Cinta Mekar ini meliputi empat variabel utama, yaitu: Tingkat

Akses, Tingkat Kontrol, Tingkat Partisipasi dan Tingkat Manfaat yang diperoleh

anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan (selanjutnya ditulis

sebagai RMKL dan RMKP) dari Program PMLTH. Lebih lanjut, karena studi ini

menelaah tiga tahapan dalam siklus program (perencanaan, pelaksanaan dan

keluaran atau manfaat), maka dua variabel pertama dirinci kembali ke dalam

beberapa variabel, sehingga dalam studi ini variabel tidak bebasnya meliputi

delapan variabel yang meliputi: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap

Perencanaan Program PLTMH (Y1), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap

Pelaksanaan Program PLTMH (Y2), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap

Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y3), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP

terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y4), Tingkat Kontrol RMKL dan

RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y5), Tingkat Kontrol RMKL dan

RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y6), Tingkat Partisipasi

RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y7), dan Tingkat

Manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH

(Y8).

Variabel-variabel terpengaruh tersebut di atas, diduga dipengaruhi oleh

beberapa variabel pengaruh atau variabel bebas (independent variables) dari beberapa faktor yang mencakup: karakteristik sumberdaya pribadi dan

rumahtangga, stimulan Program PLMTH, pendampingan dari fasilitator, dan

lingkungan. Pada karakteristik sumberdaya pribadi, dua variabel yang diduga

berpengaruh yaitu: Tingkat Pendidikan Formal (X1) dan Status Bekerja (X2);

(50)

Kekayaan (X3), Status Rumahtangga (X4), dan Tingkat Kontrol dalam

Rumahtangga (X5). Pada faktor pendampingan fasilitator, variabel yang diduga

berpengaruh adalah Frekuensi Kunjungan Fasilitator (X6), sementara pada faktor

stimulan program terdiri dari variabel-variabel: Jumlah Dana Program PLMTH

(X7) dan Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan Rumahtangga Miskin

(X8). Adapun pada faktor lingkungan yang diduga berpengaruh adalah Tingkat

Dukungan dari Aparat Pemerintah Desa (X9).

Selanjutnya, dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan

Longwe, berdasar semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang

ditemukan dalam penelitian (studi ini) akan dianalisis Tingkat Kesetaraan (levels of equality) dan Tingkat Pengakuan atas “isu-isu perempuan” (level of recognition of ‘women’s issues’) yang diwujudkan melalui Program PLTMH Desa Cinta Mekar. Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas

(51)

Karakteristik Sumberdaya Pribadi

X1: Tingkat Pendidikan Formal X2: Status Bekerja

Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga

X3: Tingkat Kekayaan X4: Status Rumahtangga X5: Tingkat Kontrol dalam

Rumahtangga

Gender dalam Program PLTMH Cinta Mekar

Y1: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH

Y2: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH

Y3: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH Y4: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap

Perencanaan Program PLTMH

Y5: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH

Y6: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH

Y7:Tingkat Partisipasi RMKL dalam Pelaksanaan Program PLTMH

Y8: Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH

Stimulan Program PLTMH

X8: Jumlah Dana Program X9: Tingkat Kesesuaian

X9: Tingkat Dukungan dari Pemerintah

Kerangka Pemberdayaan Perempuan • Level Kesetaraan

• Level Isu Perempuan

Keterangan:

: Analisis kuantitatif

(52)

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis Kerja:

1) Semakin rendah variabel-variabel pada karakteristik sumberdaya individu

dan sumberdaya RMKL dan RMKP, semakin tinggi akses dan kontrol

mereka terhadap Program PLTMH.

2) Semakin tinggi frekuensi kunjungan fasilitator semakin tinggi akses,

kontrol, partisipasi dan manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP

terhadap Program PLTMH.

3) Semakin tinggi jumlah dana Program PLMTH dan tingkat kesesuaian,

program dengan kebutuhan rumahtangga miskin semakin tinggi akses,

kontrol, partisipasi dan manfaat RMKL dan RMKP terhadap Program

PLTMH.

4) Semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program

PLTMH, semakin tinggi tingkat partisipasi mereka dalam pelaksanaan

Program PLTMH.

5) Semakin tinggi tingkat partisipasi RMKL dan RMKP dalam pelaksanaan

Program PLTMH semakin tinggi manfaat yang mereka peroleh mereka

dari Program PLMTH.

2.4 Definisi Operasional

Di bawah ini dikemukakan definisi operasional dari semua variabel tidak

bebas dan bebas pada penelitian ini.

1) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH

Gambar

Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk
Gambar 3. Hubungan antar variabel dalam studi gender program PLTMH
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Gambar 4. Struktur Organisasi IBEKA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yesus, yang telah melimpahkan kekuatan kesabaran dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran, perlindungan dan

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWTkarena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul POTENSI PEMBANGKIT

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga memiliki kemampuan dan kesempatan dapat menyelesaikan Tugas Akhir

v KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PERFORMANSI

KATA PENGATAR ميحرلا نمحرلا الله مسب Puji Syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat- Nya kepada penulis, khususnya berupa kekuatan, kesabaran dan kesempatan untuk