• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS. STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN. Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH).

Pemerintah mengakui belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (RPJMN) 2004-2009, untuk itu salah satu arah kebijakan pembangunan ketenagalistrikan ditujukan ke arah peningkatan partisipasi investasi swasta, pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) merespon kebijakan tersebut dengan mengintroduksikan elektrifikasi pedesaan yang menggunakan sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Publikasi berkenaan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin belum didasarkan pada suatu penelitian yang bersifat berperspektif gender. Menarik untuk mengetahui secara lebih utuh tentang kegiatan Yayasan IBEKA khususnya dalam konteks peningkatan kualitas sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan mengacu pada kebijakan pemerintah melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai: (1) Penetapan target sasaran oleh Yayasan IBEKA dibanding dengan kriteria BPS, (2)

(3)

Pelaksanaan program PLTMH berdasar pada prinsip-prinsip pemberdayaan, (3) Akses, kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dan laki-laki dari rumahtangga miskin, serta efek yang ditimbulkan dari program PLTMH, (4) Pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dalam program PLTMH, (5) Pemenuhan level kesetaraan gender dan level isu perempuan menurut Kerangka Longwe.

Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan bahwa di lokasi ini terdapat program pembangunan PLTMH yang telah dilaksanakan pada periode waktu 2004-2008 serta sebagai proyek percontohan (pilot project) pembangunan PLTMH.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilengkapi dengan data kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survei. Data sekunder diperoleh melalui kegiatan studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan PLTMH di Desa Cinta Mekar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2008.

Penelitian ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan teori-teori yang berkenaan dengan gender dan pembangunan, pendekatan pemberdayaan masyarakat, evaluasi program sistem, serta aspek-aspek berkenaan program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya. Dari beragam konsep tersebut dirumuskan variabel-variabel terpengaruh yang meliputi: Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang diperoleh Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan pada

(4)

tahapan siklus Program PMLTH. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu Tingkat Pendidikan Formal, Status Bekerja, Tingkat Kekayaan, Status Rumahtangga, Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga, Tingkat Dukungan dari Pemerintah, Frekuensi Kunjungan Fasilitator, Jumlah Dana Program dan Tingkat Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan RMKL dan RMKP. Selanjutnya, dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan Longwe, berdasar semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang ditemukan dalam penelitian dianalisis Tingkat Kesetaraan dan Tingkat Pengakuan atas “isu-isu perempuan” yang diwujudkan melalui program PLTMH Desa Cinta Mekar.

Penerima program PLTMH adalah mereka yang tergolong rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan oleh Yayasan IBEKA maupun BPS, yang meliputi rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki dan perempuan. Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun pelaksanaan program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap pemanfaatan program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Untuk kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara umum RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang. Pada RMKP seluruhnya tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri (perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH, RMKL mayoritas lebih tinggi/lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis pekerjaan fisik.

Kebutuhan praktis anggota rumahtangga miskin terbantu dengan adanya pemasangan listrik dan bantuan beasiswa, sedangkan kebutuhan strategis terlihat

(5)

dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap kelembagaan pendukung PLTMH

Mengacu pada Longwe, terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah memasuki area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program, tingkat kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu perempuan, pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif.

Beberapa kendala dalam Program PLTMH antara lain, adanya pergantian operator PLTMH karena kelalaian dalam bertugas, adanya isu yang mempertanyakan kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, dan mengacu pada INPRES No.9 Tahun 2000 tentang PUG, bahwa program PLTMH dinilai belum menintegrasikan gender secara eksplisit di dalam tujuan program, untuk itu perlu adanya saran atau masukan yakni kecermatan pihak Yayasan IBEKA dan Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya pendekatan ke masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama (masalah status bangunan sipil), serta Yayasan IBEKA lebih bisa mengintegrasikan relasi gender pada visi dan misinya dalam program-program yang akan datang.

(6)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI

RUMAHTANGGA MISKIN

(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:

ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS A 14204060

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(7)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama : Erna Safitri Purwaningtyas

Nomor Pokok : A14204060

Judul : Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP. 130 779 504

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (KASUS DI DESA CINTA MEKAR, KECAMATAN SERANGPANJANG, KABUPATEN SUBANG, PROPINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2008

Erna Safitri Purwaningtyas A14204060

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei 1987, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Widodo dan Ibu Sunarti.

Pada tahun 1995 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 02 Jatinegara Pagi, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Manyaran, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri sampai tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Wonogiri dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis di terima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Selama menempuh kegiatan akademik, penulis pernah aktif sebagai staf public relation Koran Kampus IPB pada tahun 2008 dan menjadi pimpinan perusahaan Buletin D’Green Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian pada tahun 2007. Penulis aktif menjadi panitia kegiatan kemahasiswaan, seperti acara Pekan Olahraga Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Penyuluhan pada tahun 2008.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanallohuwataala, yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Studi Gender dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat).”

Dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sejak awal penyusunan proposal hingga penulisan skripsi. 2. Dra. Winati Wigna, MDS, yang bersedia menjadi penguji utama dan

memberikan banyak masukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Heru Purwandari, MSi, selaku penguji dari Departemen KPM yang

telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Keluargaku tercinta: Bapak Widodo dan Ibu Sunarti atas segala do’a dan kasih sayangnya, Adikku Ditya yang senantiasa memberikan semangat. 5. Keluarga Paman: Om Agus dan Tante Ani serta Salsa; Om Ali atas

kesediaan memberikan fasilitas tempat tinggal dan sarana selama penulis menempuh studi.

6. Ibu Tri Mumpuni, Bapak Iskandar, Bu Yeti, Pak Sapto, dan staf Yayasan IBEKA, atas bantuan data selama penelitian

7. Teman satu bimbingan, Restu Diresika Kisworo atas semangat, kebersamaan dan kerjasama dari awal Studi Pustaka hingga skripsi ini selesai.

8. Teman-teman seangkatan KPM 41, atas pengalaman selama empat tahun bersama- sama menyelesaikan studi dari Departemen Ilmu-ilmu Sosial dan

(11)

Ekonomi, Fakultas Pertanian, khususnya: Lutfi, Retno, Nani, Icha, Nurina, Arta, Sani, Yuliya, Munir, dan Ilham

9. Keluarga besar Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), khususnya: Mas Agus, Rifky, Kang Ida, Guli, Mbak Epoy, Dhika, Ninik, yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 10. Farhan Nahdiya, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada

penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi.

11. Bapak Wasja, Ibu Yati, Neng Dewi, Bu Yuyun, Mang Ian, Asep, Mang Jek, Mang Upas, Mang Wahdi, Mang Kelip, Mas Anang dan segenap masyarakat Desa Cinta Mekar atas bantuan serta dukungan selama penulis melakukan penelitian.

12. Civitas akademis Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga kepada seluruh staf penunjang khususnya Mbak Maria dan Mbak Nisa yang telah membantu segala administrasi selama perkuliahan serta bagi semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.

Bogor, Agustus 2008

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Pengertian Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat... 9

2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender ... 11

2.1.3 Pengertian Program dan Evaluasi Program... 13

2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program Berperspektif Gender ... 15

2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) ... 18

2.2 Kerangka Pemikiran... 19

2.3 Hipotesis Penelitian... 23

2.4 Definisi Operasional... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

3.1 Strategi Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Pemilihan Subjek Penelitian ... 30

3.4 Metode Analisis Data... 31

BAB IV PROFIL DESA CINTA MEKAR ... 32

4.1 Lokasi dan Kondisi Geografis... 32

4.2 Tata Guna Lahan di Desa Cinta Mekar... 33

4.3 Kondisi Umum Penduduk Desa Cinta Mekar... 34

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN PROGRAM PLTMH DESA CINTA MEKAR... 40

5.1 Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA)... 40

5.2 PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS) ... 42

(13)

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PADA KOMUNITAS

KAMPUNG TANGKIL DI DESA CINTA MEKAR ... 47

6.1 Karakteristik Individu ... 47 6.1.1 Jenis Kelamin... 47 6.1.2 Umur ... 48 6.1.3 Tingkat Pendidikan ... 49 6.1.4 Jenis Pekerjaan... 51 6.1.5 Status Bekerja ... 52 6.2 Karakteristik Rumahtangga... 53 6.2.1 Tingkat Kekayaan ... 53

6.2.2 Status Kategori Rumahtangga... 54

6.2.3 Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga... 56

6.3 Kesimpulan ... 57

BAB VII PENYELENGGARAAN PROGRAM PLTMH CINTA MEKAR . 59 7.1 Latar Belakang Program PLTMH... 59

7.2 Perencanaaan Program... 61

7.2.1 Persiapan Masyarakat ... 61

7.2.2 Pembentukan Kapasitas dan Kepemilikan... 63

7.3 Pelaksanaan Program ... 64

7.3.1 Pembangunan Fisik/Sipil PLTMH dan Koperasi ... 64

7.3.2 Operasional Pembangkit Listrik... 66

7.3.3 Operasional Koperasi Mekarsari... 67

7.4 Pemanfaatan Program ... 71

7.4.1 Pemasangan Listrik bagi Orang Kurang Mampu... 71

7.4.2 Kesehatan ... 73

7.4.3 Pendidikan... 74

7.4.4 Modal Usaha ... 74

7.4.5 Pembangunan Infrastuktur Desa ... 75

7.4.6 Biaya Operasional Desa dan Biaya Operasional Koperasi ... 76

7.5 Kerangka Pemberdayaan... 76

7.5.1 Level Kesetaraan... 76

7.5.2 Level Pengakuan Atas Isu Perempuan... 78

7.6 Kesimpulan ... 79

BAB VIII STIMULAN, PENGELOLAAN, FAKTOR LINGKUNGAN SERTA PERMASALAHAN PADA PROGRAM PLTMH... 81

8.1 Stimulan Program PLTMH... 81

8.1.1 Tingkat Bantuan Dana Program Pembangunan PLTMH... 81

8.1.2 Tingkat Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan Rumahtangga Miskin... 81

8.2 Pengelolaan Program PLTMH dan Faktor Lingkungan ... 83

8.2.1 Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator ... 83

8.2.2 Dukungan dari Pemerintah Desa... 83

8.4 Permasalahan Program PLTMH ... 84

(14)

BAB IX ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM PLTMH... 88

9.1 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Perencanaan Program PLTMH ... 88

9.2 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Perencanaan Program PLTMH ... 89

9.3 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 89

9.4 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 91

9.5 Tingkat Partisipasi Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Pelaksanaan Program PLTMH... 91

9.6 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH... 93

9.7 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH... 93

9.8 Tingkat Manfaat Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan terhadap Hasil Program PLTMH ... 94

9.9 Kesimpulan ... 95

BAB X RELASI GENDER DALAM PROGRAM PLTMH ... 98

10.1 Hubungan Antara Karakteristik Rumahtangga ARL dan ARP dengan Tingkat Akses dan Kontrol terhadap Program PLTMH... 98

10.2 Hubungan Antara Tingkat Akses dan Kontrol Sumberdaya Individu dan Rumahtangga ARL dan ARP dengan Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program PLTMH... 103

10.3 Hubungan Antara Tingkat Partisipasi ARL dan ARP dalam Pelaksanaan Program PLTMH dengan Tingkat Manfaat dari Program PLTMH ... 104

10.4 Hubungan Antara Tingkat Pendampingan Fasilitator dengan Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang diperoleh ARL dan ARP terhadap Program PLTMH ... 105

10.5 Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi Dan Manfaat ARL Dan ARP terhadap dan dari Program PLTMH... 106

10.6 Kesimpulan ... 107 BAB XI PENUTUP ... 108 11.1 Kesimpulan ... 108 11.2 Saran... 110 DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN... 114

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis

Penggunaan Lahan, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 33 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 34 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

dan Jenis Kelamin, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 35 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Kepala Keluarga (KK) Menurut Jenis

Kelamin Kepala Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007... 36 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat

Kesejahteraan Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 36 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 37 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ... 38 Tabel 8. Program Kegiatan Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar,

Tahun 2003 ... 45 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Anggota Rumahtangga Miskin

Menurut Jenis Kelamin, Kampung Tangkil, Tahun 2008... 48 Tabel 10.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 48 Tabel 11.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Tingkat Pendidikan serta Jenis Kelamin Kepala dan

Anggota Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 50 Tabel 12.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Jenis

Pekerjaan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 51 Tabel 13.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Status

Pekerjaan serta Jenis Kelamin Kepala dan Anggota

Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 52 Tabel 14.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut

Tingkat Kekayaan Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga,

Kampung Tangkil, Tahun 2008 ... 53 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut

Kategori Kepala Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008... Tabel 16.Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut

Ukuran Lokal, Kampung Tangkil, Tahun 2008... 55 Tabel 17.Jumlah dan Persentase Tingkat Pengambilan Keputusan

dalam Penentuan Sumberdaya Program, Kampung Tangkil,

Tahun 2008 ... 55 Tabel.18.Persentase Pengalokasian Dana Hasil Penjualan Listrik

Tahun 2004 dan Tahun 2007, Koperasi Mekarsari,

(16)

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 88 Tabel 20.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 88 Tabel 21.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 90 Tabel 22.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 91 Tabel 23.Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi RML dan RMP

terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 92 Tabel 24.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP

terhadap Tahap Pemanfaatan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 93 Tabel 25.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP

terhadap Tahap Pemanfatatan Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 94 Tabel 26.Jumlah RML dan RMP Penerima Program PLTMH,

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 95 Tabel 27.Jumlah dan Persentase Tingkat Manfaat RML dan RMP

terhadap Hasil Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008.. 95 Tabel 28.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP

terhadap Program PLTMH Menurut Tingkat Pendidikan

Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ... 99 Tabel 29.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP terhadap Program

PLTMH Menurut Status Bekerja, Desa Cinta Mekar Tahun 2008... 100 Tabel 30.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap Program

PLTMH Menurut Tingkat Kekayaan, Desa Cinta Mekar

Tahun 2008 ... 101 Tabel 31.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap

Program PLTMH Menurut Status Rumahtangga,

Desa Cinta Mekar Tahun 2008 ... 102 Tabel 32.Tingkat Akses dan Kontrol RML dan RMP terhadap Program

PLTMH Menurut Tingkat Partisipasi, Desa Cinta Mekar,

Tahun 2008 ... 104 Tabel 33.Tingkat Manfaat Program PLTMH bagi RML dan RMP

Menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1. Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam

Prasojo, dkk (2003) ... 17 Gambar 2. Hubungan Antar Variabel dalam Studi Gender Program PLTMH 22 Gambar 3. Struktur Organisasi IBEKA ... 41 Gambar 4. Susunan Pengurus Koperasi Mekarsari Periode 2006 – 2009... 46

(18)

DAFTAR SINGKATAN

5 P : Pro Poor Public Private Partnership ARML : Anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki ARMP : Anggota Rumahtangga Miskin Perempuan BPS : Badan Pusat Statistik

IBEKA : Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan OKM : Orang Kurang Mampu

PLN : Perusahaan Listrik Negara

PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PUG : Pengarusutamaan Gender

RMKL : Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Laki-laki RMKP : Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Perempuan RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

UNESCAP : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi energi yang cukup banyak dan beragam yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat luas sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pemanfaatan sumberdaya energi -termasuk di dalamnya tenaga listrik air- berperan besar dalam peningkatan perekonomian masyarakat, namun demikian, pemerintah mengakui belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (RPJMN) 2004-2009. Dikemukakan pula bahwa rasio elektrifikasi nasional pada tahun 1997 baru mencapai sekitar 50 persen. Pada tahun 1998 pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik mengalami penurunan, namun demikian pada periode 1999-2004 meningkat dengan rata-rata 10,5 persen untuk Jawa Madura dan Bali (Jamali) dan 8,5 persen untuk Luar Jamali. Pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut lebih rendah dari masa sebelum krisis yang rata-rata tumbuh sekitar 12 persen per tahun. Sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2004 relatif tidak ada penambahan kapasitas baik pada sistem Jamali maupun sistem Luar Jamali. Hal tersebut mengakibatkan cadangan listrik yang lebih rendah dari yang seharusnya ada (25 persen).

(20)

Belum semua desa dan masyarakat di Indonesia menikmati listrik. Data Potensi Desa tahun 2003 menyebutkan bahwa lebih dari sekitar 15.000 desa yang telah berlangganan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Angka tersebut hanya setengah dari jumlah rumahtangga di pedesaan. Selain itu, rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai 53,9 persen. Itu sebabnya, salah satu arah kebijakan pembangunan ketenagalistrikan adalah peningkatan partisipasi investasi swasta, pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Programnya menitikberatkan pada peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Adapun kegiatan pokok program ini adalah mendorong swasta, koperasi, pemerintah daerah dan masyarakat sebagai pelaku penyedia tenaga listrik terutama di daerah yang belum terlistriki sesuai dengan peraturan yang berlaku (RPJMN 2004-2009).

Merespon tawaran pemerintah, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kelistrikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa yang berperanserta dalam mengintroduksikan elektrifikasi pedesaan yang menggunakan sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Sampai saat ini yayasan ini telah berkontribusi membangun lebih dari 40 PLTMH yang tersebar di beberapa provinsi di Jawa dan Luar Jawa (Publikasi IBEKA, 2004).

Salah satu pilot proyek PLMTH telah diintroduksikan Yayasan IBEKA sejak tahun 2004 kepada masyarakat di Desa Cinta Mekar, Kecamatan

(21)

3

Serangpanjang, Kabupaten Subang dengan menerapkan pendekatan community partnership (kerjasama komunitas). Pendekatan ini dilandasi oleh prinsip yang menampung aspirasi masyarakat lokal dan diarahkan pada peningkatan kemampuan (teknis dan manajerial), serta kepemilikan penduduk lokal atas PLTMH yang diharapkan mampu menjamin keberlanjutan PLTMH (Kuntoadji, 2007). Yayasan IBEKA mengintroduksikan PLTMH melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan kelembagaan dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, yayasan ini bekerjasama dengan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), sebagai pihak swasta penyedia komponen dan alat (teknologi) untuk PLMTH dan bertanggungjawab membentuk kelembagaan (Koperasi Mekarsari) secara partisipatif.

Telah banyak publikasi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan IBEKA sebagaimana dikemukakan oleh beragam media massa, bahkan direkturnya terpilih menjadi 10 tokoh nasional oleh Majalah Tempo serta Climate Hero oleh Worldwide Fund for Nature (WWF- International). Namun demikian, informasi yang diperoleh dari beragam media massa tersebut belum sepenuhnya menjelaskan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya dihubungkan dengan misi Yayasan IBEKA dalam pemerataan listrik dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan. Informasi berkenaan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin tersebut belum mencakup informasi seutuhnya, dalam pengertian belum didasarkan pada suatu penelitian yang berperspektif gender. Hal yang terakhir ini penting, mengingat tidak semua pendekatan partisipatif berarti mengikutsertakan setiap individu, laki-laki dan perempuan. Selain itu, tidak semua pendekatan yang mengklaim

(22)

dilakukan secara partisipatif mempertimbangkan relasi gender dalam keluarga dan masyarakat, padahal relasi gender merupakan salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan program-program pembangunan (Cornwall, 2003).

Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengetahui kontribusi Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan, khususnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam konteks PLMTH. Hal ini penting mengingat kebijakan pemerintah melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional dan RPJMN 2004-2009 mengamanatkan pengintegrasian potensi, masalah, kebutuhan dan kepentingan subyek pembangunan, laki-laki dan perempuan, ke dalam siklus program/proyek/kegiatan pembangunan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya. Penelitian mengenai kinerja Yayasan IBEKA bermanfaat untuk memperoleh pengetahuan berkenaan model pengembangan masyarakat yang mampu memberdayakan bukan hanya dalam hal pemerataan kelistrikan (aspek teknologi dan sumberdaya energi), tapi juga pemberdayaan kelembagaan koperasi yang dibangun secara partisipatif (membangun dari bawah) dan responsif gender.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagaimana dinyatakan Yayasan IBEKA, target sasaran PLTMH adalah individu dalam rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria masyarakat setempat. Itu sebabnya, pada tahapan perencanaan pembangunan PLTMH dilakukan penentuan target sasaran rumahtangga miskin berdasar empat kriteria, yakni: tidak mempunyai lahan, pekerjaan tetap dan modal, serta berpendidikan rendah. Di

(23)

pihak lain, BPS (2005) memiliki kriteria dalam penentuan rumahtangga miskin berdasar pendekatan kebutuhan dasar.1 Sehubungan dengan itu, apakah kriteria lokal tersebut juga mencerminkan kriteria rumahtangga miskin menurut BPS (2005)? Selain itu, fakta menunjukkan bahwa keluarga miskin di pedesaan mencakup rumahtangga yang dikepalai laki-laki dan perempuan (BPS, 2005). Oleh karena itu, apakah target sasaran yang telah ditetapkan oleh IBEKA mencakup rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki (RML) dan rumahtangga miskin yang dikepalai perempuan (RMP)?

Menurut Kuntoadji (2007) introduksi Program PLTMH dilandasi pendekatan community partnership yang dilakukan melalui langkah persiapan sosial berupa kegiatan sosial kemasyarakatan yang terbagi lagi menjadi tahap kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan. Di lain pihak, Ife (1995) dalam Nasdian (2003) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat akan berkelanjutan jika dilandasi dua prinsip penting: pemberdayaan dan partisipasi. Sehubungan dengan itu, apakah pemberdayaan masyarakat melalui program PLTMH itu juga dilandasi kedua prinsip tersebut? Bagaimanakah prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam pelaksanaannya ?

Para ahli gender dan pembangunan memandang penting aplikasi Teknik Analisis Gender (TAG) untuk menganalisis ada tidaknya ketimpangan (ketidaksetaraan dan ketidakadilan) gender dalam penyelenggaraan program

1 Terdapat 10 indikator untuk menentukan rumahtangga itu miskin atau tidak, mencakup: (1) luas lantai rumah per kapita, (2) jenis lantai rumah, (3) ketersediaan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan dasar, (4) ketersediaan jamban/WC (5) kepemilikan aset, ekonomi dan benda berharga, (6) total pendapatan rumahtangga per bulan), (7) pengeluaran rumahtangga untuk makanan, (8) ada tidaknya dan variasi konsumsi lauk pauk dalam menu makan, (9) aspek sandang, dan (10) kegiatan sosial yang diikuti anggota rumahtangga (BPS, 2005)

(24)

pembangunan (Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Pertanian, 2004). Sehubungan dengan itu apakah perempuan dan laki-laki pada rumahtangga miskin, baik sebagai kepala maupun anggota rumahtangga memiliki akses, kontrol, manfaat serta partisipasi terhadap PLTMH? Khusus berkenaan dengan manfaat Program PLTMH, apakah Program PLTMH mampu mencapai keluaran sesuai dengan rumusan tujuannya? Apakah ada pengaruh (effect) negatif maupun positif yang ditimbulkan sebagai akibat tercapainya tujuan tersebut ?

Seperti yang dikutip Mugniesyah (2004), Moser (1993) menyatakan bahwa tujuan pembangunan diharapkan mampu mencapai pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender (practical and strategical gender needs). Sehubungan dengan itu, apakah pencapaian tujuan-tujuan program PLTMH telah mampu memenuhi kedua kategori kebutuhan gender tersebut?

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, PLMTH di Desa Cinta Mekar merupakan program pemberdayaan masyarakat. Mengacu pada Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe (Prasodjo, dkk, 2003) level kesetaraan manakah yang dicapai serta level isu-isu perempuan manakah yang diintegrasikan dalam program PLMTH di Desa Cinta Mekar?

1.3 Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini, yakni untuk:

1. Mengetahui ada tidaknya kesesuaian penetapan kriteria rumahtangga miskin yang dipakai Yayasan IBEKA dengan kriteria BPS (2005), serta ketercakupan Rumahtangga Miskin yang dikepalai Laki-laki

(25)

(RML) dan Rumahtangga Miskin yang dikepalai Perempuan (RMP) dalam penyelenggaraan program PLTMH di Desa Cinta Mekar.

2. Mengetahui penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan dan partisipatif dalam pendekatan community partnership yang dikembangkan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), termasuk di dalamnya tahap kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan.

3. Menganalisis akses, kontrol, manfaat dan partisipasi kepala dan anggota rumahtangga miskin, perempuan dan laki-laki, dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pencapaian tujuan program PLTMH di Desa Cinta Mekar, serta pengaruh (efek) yang ditimbulkan sebagai akibat tercapainya tujuan program.

4. Mengetahui ketercapaian pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender oleh program PLMTH di Desa Cinta Mekar, khususnya di kalangan rumahtangga miskin yang menjadi target sasaran program. 5. Mengetahui ketercapaian level kesetaraan gender dan pengintegrasian

isu perempuan dalam pelaksanaan program PLTMH di Desa Cinta Mekar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi kegunaan (manfaat) baik bagi peneliti, akademisi serta bagi penentu kebijakan dan pemangku kepentingan yang meminati bidang Gender dan Pembangunan. Secara rinci kegunaan penelitian tersebut sebagai berikut:

(26)

1. Bagi peneliti merupakan sarana untuk menyintesis dan menerapkan beragam konsep, teori dan pendekatan dari beragam disiplin ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah, khususnya dalam pumpunan disiplin Gender dan Pembangunan, dan Pengembangan Masyarakat ke dalam konteks program PLTMH di Desa Cinta Mekar yang menjadi program pengembangan masyarakat di bawah tanggung-jawab Yayasan IBEKA.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan kajian lebih lanjut bagi pengembangan disiplin Gender dan Pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pelaksanaan pengembangan masyarakat melalui intervensi teknologi yang responsif gender.

3. Bagi para penentu kebijakan, khususnya di lingkungan pemerintahan (PLN, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan) dan juga LSM, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan atau pertimbangan dalam proses penyusunan kebijakan berkenaan gender dalam penyelenggaraan PLMTH.

(27)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat

Menurut Conyers (1996) dalam Nasdian (2003) konsep pengembangan masyarakat (community development) sebagai proses diartikan sebagai semua usaha swadaya masyarakat bersama dengan usaha-usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, dan kultural serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan memberi kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut membantu secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa.

Menurut Blackburn (1989) dalam Mugniesyah (2006) pengembangan masyarakat menekankan pada pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh kelompok, organisasi atau komunitas. Keputusan-keputusan bersifat publik dan dibuat sebagian besar oleh kelompok atau masyarakat. Pengembangan masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar kelompok tertentu dalam komunitas. Tujuan program menekankan pada pembentukan infrastruktur dan organisasi sosial yang didukung keterlibatan proses legislatif, dan mencakup perusahaan pendanaan formal dan bisnis.

Pada tahun 1962, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan dua elemen yang harus ada dalam pengembangan masyarakat, yaitu partisipasi dan membuat teknik yang dapat mendorong inisiatif, menolong diri sendiri, dan membuatnya lebih efektif (Nasdian, 2003). Dalam pengembangan masyarakat

(28)

terdapat prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari perspektif ekologi dan keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini saling terkait dalam pelaksanaannya. Sulit sekali menjalankan satu prinsip tanpa mengaitkan dengan prinsip yang lainnya. Pemahaman terhadap prinsip tersebut perlu dilakukan agar dalam penerapan pengembangan masyarakat berorientasi tidak hanya bersifat pragmatis tetapi juga mempunyai visi jangka panjang.

Di samping itu, sebagaimana dikutip Nasdian (2003), Ife mengemukakan 22 prinsip yang melandasi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Dalam konteks program PLTMH, ada dua prinsip yang dominan melandasi pelaksanaannya, yaitu prinsip pemberdayaan (empowerment) dan partisipasi (participation). Pada prinsip yang pertama, makna pemberdayaan berarti “membantu” komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas. Adapun prinsip yang kedua, bemakna bahwa pendekatan pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan peran serta masyarakat yang maksimal, dimana semua warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan (monitoring) serta evaluasi. Program pengembangan masyarakat yang ideal dapat menghubungkan antara prinsip-prinsip tersebut dan tidak berpikir secara terpisah dari struktur dan proses.

Pada tingkatan lokal, tingkat pengambilan keputusan dan aktivitas dapat dilihat dari perspektif individu dimulai dari identifikasi individu kemudian anggota rumahtangga atau keluarga, lingkungan, komunitas dan lokalitas. Jika disusun ke dalam bentuk diagram maka akan didapat bentuk hierarkis yang

(29)

berbentuk sarang atau mulai dari lingkaran kecil hingga lingkaran luar yang besar. Pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, etnis, orang di luar komunitas, kemanfaatan serta gender (Uphoff, 1986).

2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender

Para ahli gender sependapat bahwa istilah seks (jenis kelamin) adalah penandaan berdasar biologis, karenanya diklasifikasikan berdasar karakteristik biologis. Masyarakat kita menggunakan kualitas biologis dan genetik untuk menentukan apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan. Penandaan tersebut biasanya didasarkan pada genital eksternal dan organ-organ seks internal. Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2004) jenis kelamin itu sendiri ditentukan oleh kromosom yang memprogram bagaimana suatu janin berkembang. Dari 23 kromosom yang menentukan perkembangan manusia, hanya satu pasangan yang menentukan jenis kelamin. Pasangan tersebut selalu terdiri dari X, yang bisa memiliki atau tidak memiliki kromosom Y. Kromosom XX biasanya menghasilkan jenis kelamin perempuan, dan kromosom XY biasanya menghasilkan jenis kelamin laki-laki. Berbeda dari konsep seks atau jenis kelamin, gender diperoleh individu melalui proses interaksi dalam dunia sosial. Banyak ahli mengemukakan bahwa gender itu dikonstruksikan, karena gender bukanlah suatu fakta alamiah, akan tetapi mengambil bentuk kongkrit yang secara historis mengubah hubungan sosial.

Sebagaimana dikutip dalam Mugniesyah (2005), terdapat sejumlah definisi gender yang dikemukakan oleh lembaga, ahli atau peminat studi perempuan/gender. Diantaranya konsep gender diartikan sebagai suatu konstruksi

(30)

sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu dan bersifat relasional, karena feminitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakatlah yang menjadikan mereka berbeda (Wood, 2001). Sehubungan dengan itu, unsur-unsur kebudayaan yang didalamnya mencakup adat, aturan, dan harapan untuk berperilaku, menjadi sumber kekuasaan yang mempengaruhi persepsi tentang gender. Ini berarti gender bukan jenis kelamin. Gender juga bukan perempuan. Gender dikonstruksikan secara sosial-budaya. Dengan demikian, gender itu dibentuk, sementara seks itu diberikan (gender must be enacted, while sex is assigned). Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan atau perempuan menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih, 1996).

Moser (1993) dalam Mugniesyah (2004) mengemukakan bahwa dalam perencanaan pembangunan dapat dibedakan dua tujuan pembangunan yakni pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender (practical and strategical gender needs). Kebutuhan praktis gender mencakup kebutuhan-kebutuhan perempuan yang diidentifikasi dari peranan perempuan secara sosial dalam masyarakatnya. Kebutuhan praktis gender tidak menantang pembagian kerja gender atau posisi subordinasi pembagian kerja perempuan dalam masyarakatnya. Kebutuhan praktis gender merupakan respon terhadap kepentingan yang bersifat segera, diidentifikasi sebagai dalam suatu konteks khusus, bersifat praktis dan sering berkenaan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, seperti ketersediaan air, kesehatan dan ketenagakerjaan. Dengan perkataan lain, pemenuhan kebutuhan

(31)

praktis gender adalah pemenuhan terhadap kebutuhan yang segera dapat meringankan beban kehidupan perempuan, namun tidak menyinggung masalah ketimpangan yang ada antara laki-laki dan perempuan sebagai akibat pembagian kerja seksual yang mengakar dalam masyarakat.

Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan-kebutuhan perempuan yang disebabkan oleh adanya subordinasi posisi perempuan terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan ini juga beragam tergantung konteksnya, tetapi umumnya berhubungan dengan kemampuan kerja, kekuasaan, kontrol dan bisa berupa isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM), tindak kekerasan terhadap perempuan, upah yang sama untuk pekerjaan dan waktu yang sama serta kontrol perempuan terhadap tubuh mereka sendiri. Pemenuhan kebutuhan strategis gender akan membantu perempuan kepada pencapaian keadilan dan kesetaraan gender. Diakui bahwa kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang berupaya menghilangkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki di dalam dan di luar rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk mengungkapkan kebutuhan mereka (seperti undang-undang persamaan hak, persamaan upah untuk pekerjaan yang sama).

2.1.3 Pengertian Program dan Evaluasi Program

Gunardi (n.d) dalam Lubis (2004) menyatakan bahwa program (serapan dari bahasa Inggris dari program atau programme) adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana untuk mencapai tujuan. Menurut Raudabough dalam Mugniesyah (2006) program secara sederhana mencakup 2 komponen utama, yaitu komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan

(32)

program. Perencanaan program mencakup kegiatan-kegiatan analisis situasi, perumusan masalah, penentuan tujuan dan penyusunan rencana kerja program, sementara pelaksanaan program mencakup pelaksanaan program sesuai dengan rencana kerja yang sudah ditetapkan serta penetapan kemajuan program. Adapun hasil yang ingin dicapai dari suatu program tersebut dibedakan ke dalam output (hasil), effect (pengaruh) dan impact (dampak). Hasil yang dicapai ini sangat dipengaruhi oleh masukan (input) program yang digunakan.

Menurut Raudabough sebagaimana dikutip oleh Maunder (1972) dalam Mugniesyah (2006), evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan nilai atau jumlah keberhasilan yang dicapai dari suatu tujuan program yang telah ditetapkan. Evaluasi mencakup beberapa tahapan yaitu: formulasi tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan dalam mengukur keberhasilan. Kunci elemen konseptual dalam evaluasi adalah nilai atau jumlah dari derajat keberhasilan dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam evaluasi terkandung di dalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan program dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang dinilai tersebut. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai pengukuran dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai.

Menurut Kelsey dan Hearne (1955) dalam Mugniesyah (2006) evaluasi program bermanfaat antara lain untuk:

1) Menguji secara berkala pelaksanaan program, yang mengarahkan perbaikan kegiatan yang berkelanjutan

(33)

2) Membantu memperjelas manfaat yang penting dan tujuan-tujuan khusus program serta memperjelas dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu tercapai

3) Menjadi pengukur keefektivan metode

4) Menyediakan data dan informasi tentang situasi pedesaan yang penting untuk perencanaan program selanjutnya

5) Menyediakan bukti tentang nilai atau pentingnya program

6) Menyediakan bukti-bukti tentang keberhasilan untuk memberikan rasa puas dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program.

2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program Berperspektif Gender

Analisis gender meliputi pemahaman mengenai pola pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Analisis gender adalah suatu rangkaian proses kegiatan untuk mengetahui latar belakang dan penyebab terjadinya kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan sampai pada upaya pemecahan masalah dan pencapaian sasaran, langkah tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan dalam rangka mencapai persamaan kedudukan dan peranan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pembangunan (Rosalin dkk, 2001 dalam Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998).

Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2000 dan RPJMN 2004-2009. Perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan

(34)

perencanaan program (Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998). Dalam melakukan perencanaan yang responsif gender, para perencana perlu melakukan analisis gender pada semua kebijakan dan program pembangunan. Tujuan perencanaan yang responsif gender adalah tersusunnya rencana kebijakan/program/ proyek/kegiatan pembangunan yang responsif gender di berbagai bidang/sektor pembangunan. Analisis gender dilakukan dengan memperhatikan 4 (empat) faktor utama guna mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah:

a) Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?

b) Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol (penguasaan) yang sama terhadap sumberdaya pembangunan?

c) Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam program-program pembangunan?

d) Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan?

Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka pemberdayaan perempuan (Longwe, 1991 dalam Prasodjo, dkk., 2003; King (n.d.)2. Kerangka analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah para perencana pembangunan dalam prakteknya telah memberdayakan perempuan melalui proyek-proyek pembangunan yang mereka laksanakan. Selain itu, juga untuk mengetahui derajat komitmen kelembagaan/organisasi penyelenggara pembangunan terhadap pemberdayaan dan kesetaraan perempuan. Menurut March

2 Christine King (n.d.) Gender and rural community development III: tools and frameworks for gender analysis. Diambil dari www.regional.org.au. Diterjemahkan oleh Siti Sugiah Mugniesyah.

(35)

dkk. (1999) dalam King (n.d) terdapat dua alat utama dari Kerangka Longwe, yaitu Tingkatan Kesetaraan (levels of equality) dan Tingkatan Pengakuan atas “isu-isu perempuan” (level of recognition of ‘women’s issues’).

Tingkatan Kesetaraan dalam Kerangka Pemberdayaan perempuan digunakan untuk menganalisis tahapan perkembangan pemberdayaan perempuan dalam suatu program/proyek pembangunan. Pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan/persamaan bagi laki-laki dan perempuan, meliputi lima tahapan/tingkatan yang bersifat hierarkis: tingkat kesejahteraan, tingkat akses (terhadap sumberdaya dan manfaat), tingkat penyadaran, tingkat partisipasi aktif (dalam pengambilan keputusan), dan tingkat penguasaan (kontrol). Mekanisme kerja level hierarkis ini berupa pemberian kesejahteraan (berupa materi sebagai pemenuhan kebutuhan), diikuti dengan keteraksesan pada sumberdaya dan manfaat program, baru ke tingkat penyadaran akan ketimpangan gender dalam masyarakat. Tahap selanjutnya berupa peningkatan partisipasi dalam program untuk mencapai tahap puncak berupa kontrol atau penguasaan dalam pelaksanaan dan pemanfaatan program.

Pada alat analisis kedua, isu-isu perempuan didefinisikan sebagai semua isu yang berhubungan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan mencakup peranan-peranan sosial, ekonomi, serta kelima level kesetaraan; dibedakan kedalam tiga kategori: negatif, netral dan positif. Disebut level negatif, jika tujuan-tujuan proyek tidak merespon terhadap isu-isu perempuan, sehingga pelaksanaan proyek pembangunan akan berdampak negatif terhadap perempuan. Tergolong level netral, jika isu-isu perempuan diintegrasikan dalam tujuan-tujuan

(36)

proyek pembangunan, namun masih diragukan ada tidaknya dampak positif dan negatif pada perempuan. Dikategorikan level positif, jika tujuan-tujuan proyek pembangunan secara positif merespon isu-isu perempuan dan tujuan proyek diarahkan untuk memperbaiki posisi perempuan relatif terhadap laki-laki.

Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk (2003)

Sumber: Prasodjo, dkk; 2003

Kriteria Pembangunan Perempuan 5. Penguasaan 4. Partisipasi aktif 3. Penyadaran 2. Akses 1. Kesejahteraan Peningkatan Peningkatan pemerataan empowerment

2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

Secara umum sasaran program PLTMH adalah pelibatan private sector, dan pemerintah dalam pembangunan sosial, terutama dalam penyediaan akses di bidang ketenagalistrikan untuk masyarakat miskin. Sasaran khusus dari program ini adalah sebagai model percontohan elektrifikasi pedesaan sebagai hasil kerjasama antar berbagai pihak.

Pembangunan PLTMH di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang melibatkan berbagai pihak, yakni Koperasi Mekarsari sebagai representasi dari warga masyarakat, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), serta PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (HIBS). Setiap

(37)

pihak yang berkepentingan mempunyai andil dalam pembangunan serta pengelolaan PLTMH ini. Adanya kegiatan pembangunan PLTMH dipandang sebagai sebuah bentuk introduksi teknologi yang dapat membantu aktivitas sosial ekonomi warga desa.

Menurut Kuntoadji (2007) selaku dewan pengurus di Yayasan IBEKA, pembangunan PLTMH Cinta Mekar menggunakan cara community partnership berupa kegiatan sosial kemasyarakatan, yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan sosial tahap pertama atau biasa disebut dengan kegiatan persiapan masyarakat dan pembentukan kapasitas dan keadilan dalam kepemilikan. Tahap pertama, meliputi dua kegiatan yaitu pencatatan data awal dan pembentukan organisasi. Adapun pada tahap kedua meliputi empat kegiatan utama yaitu: pelatihan dan magang, peningkatan pendapatan, pembentukan wirausaha serta pendidikan anak dan peningkatan peran remaja.

Kegiatan pencatatan data awal dilakukan melalui diskusi pada tingkat lokal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah tersebut. Dalam diskusi, teridentifikasi beberapa permasalahan yang meliputi: tingginya kebutuhan listrik di kalangan warga miskin dan tingkat pengangguran, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, status ekonomi dan infrastruktur desa, dan kurangnya rasa kekeluargaan (kesatuan atau gotong royong) dalam memecahkan permasalahan warga.

2.2 Kerangka Pemikiran

Secara umum, Studi Gender dalam Program PLTMH Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus PLTMH Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten

(38)

Subang, Jawa Barat) ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan teori-teori dalam bidang-bidang gender dan pembangunan, pendekatan pemberdayaan masyarakat, evaluasi program dan sistem, serta beragam aspek berkenaan Program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT HIBS.

Sebagaimana diketahui Program PLTMH Desa Cinta Mekar terdiri dari tiga tahap yakni: perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil program. Tahap perencanaan terdiri dari kegiatan pencatatan data awal, penetapan tujuan program, penetapan rencana kerja, penentuan prioritas dan aktivitas, pengalokasian sumberdaya, diskusi untuk sosialisasi program dan pertemuan dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Tahap pelaksanaan program terdiri dari kegiatan-kegiatan: pembangunan sarana fisik, gotong royong, dan pengelolaan organisasi. Adapun pada tahap pemanfaatan hasil program mencakup aktivitas penggunaan atau alokasi dana hasil penjualan listrik bagi masyarakat desa, khususnya untuk: pemasangan sambungan listrik baru bagi rumahtangga miskin, kegiatan produktif, pendidikan, kesehatan, modal usaha, pembangunan infrastruktur desa, biaya operasional koperasi Mekarsari (selaku pengelola), biaya operasional PLTMH, dan biaya operasional desa.

Bentuk stimulan dalam program PLTMH Desa Cinta Mekar berupa bantuan dana operasional untuk pembangunan PLTMH. Dana ini berasal dari hibah dari (UNESCAP), pinjaman dari PT HIBS serta dari Yayasan IBEKA. Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan PLTMH Desa Cinta Mekar seharusnya responsif gender (mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender), dan mengacu pada pedoman TAG tersebut di atas, variabel-variabel tidak bebas atau variabel terpengaruh (dependent variables) pada studi gender dalam

(39)

PLTMH Desa Cinta Mekar ini meliputi empat variabel utama, yaitu: Tingkat Akses, Tingkat Kontrol, Tingkat Partisipasi dan Tingkat Manfaat yang diperoleh anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan (selanjutnya ditulis sebagai RMKL dan RMKP) dari Program PMLTH. Lebih lanjut, karena studi ini menelaah tiga tahapan dalam siklus program (perencanaan, pelaksanaan dan keluaran atau manfaat), maka dua variabel pertama dirinci kembali ke dalam beberapa variabel, sehingga dalam studi ini variabel tidak bebasnya meliputi delapan variabel yang meliputi: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y1), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y2), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y3), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y4), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y5), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y6), Tingkat Partisipasi RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y7), dan Tingkat Manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH (Y8).

Variabel-variabel terpengaruh tersebut di atas, diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel pengaruh atau variabel bebas (independent variables) dari beberapa faktor yang mencakup: karakteristik sumberdaya pribadi dan rumahtangga, stimulan Program PLMTH, pendampingan dari fasilitator, dan lingkungan. Pada karakteristik sumberdaya pribadi, dua variabel yang diduga berpengaruh yaitu: Tingkat Pendidikan Formal (X1) dan Status Bekerja (X2); sementara pada karakteristik sumberdaya rumahtangga meliputi: Tingkat

(40)

Kekayaan (X3), Status Rumahtangga (X4), dan Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga (X5). Pada faktor pendampingan fasilitator, variabel yang diduga berpengaruh adalah Frekuensi Kunjungan Fasilitator (X6), sementara pada faktor stimulan program terdiri dari variabel-variabel: Jumlah Dana Program PLMTH (X7) dan Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan Rumahtangga Miskin (X8). Adapun pada faktor lingkungan yang diduga berpengaruh adalah Tingkat Dukungan dari Aparat Pemerintah Desa (X9).

Selanjutnya, dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan Longwe, berdasar semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang ditemukan dalam penelitian (studi ini) akan dianalisis Tingkat Kesetaraan (levels of equality) dan Tingkat Pengakuan atas “isu-isu perempuan” (level of recognition of ‘women’s issues’) yang diwujudkan melalui Program PLTMH Desa Cinta Mekar. Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

(41)

Karakteristik Sumberdaya Pribadi

X1: Tingkat Pendidikan Formal X2: Status Bekerja Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga X3: Tingkat Kekayaan X4: Status Rumahtangga X5: Tingkat Kontrol dalam

Rumahtangga

Gender dalam Program PLTMH Cinta Mekar

Y1: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH

Y2: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH

Y3: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH Y4: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap

Perencanaan Program PLTMH

Y5: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH

Y6: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH

Y7:Tingkat Partisipasi RMKL dalam Pelaksanaan Program PLTMH

Y8: Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH

Stimulan Program PLTMH

X8: Jumlah Dana Program X9: Tingkat Kesesuaian Progran terhadap Kebutuhan RMKL & RMKP Pendampingan Fasilitator X7: Frekuensi Kunjungan Fasilitator Faktor Lingkungan

X9: Tingkat Dukungan dari Pemerintah

Kerangka Pemberdayaan Perempuan

• Level Kesetaraan • Level Isu Perempuan

Keterangan:

: Analisis kuantitatif : Analisis kualitatif Gambar 3. Hubungan antar variabel dalam studi gender program PLTMH

(42)

2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis Kerja:

1) Semakin rendah variabel-variabel pada karakteristik sumberdaya individu dan sumberdaya RMKL dan RMKP, semakin tinggi akses dan kontrol mereka terhadap Program PLTMH.

2) Semakin tinggi frekuensi kunjungan fasilitator semakin tinggi akses, kontrol, partisipasi dan manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP terhadap Program PLTMH.

3) Semakin tinggi jumlah dana Program PLMTH dan tingkat kesesuaian, program dengan kebutuhan rumahtangga miskin semakin tinggi akses, kontrol, partisipasi dan manfaat RMKL dan RMKP terhadap Program PLTMH.

4) Semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program PLTMH, semakin tinggi tingkat partisipasi mereka dalam pelaksanaan Program PLTMH.

5) Semakin tinggi tingkat partisipasi RMKL dan RMKP dalam pelaksanaan Program PLTMH semakin tinggi manfaat yang mereka peroleh mereka dari Program PLMTH.

2.4 Definisi Operasional

Di bawah ini dikemukakan definisi operasional dari semua variabel tidak bebas dan bebas pada penelitian ini.

1) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y1) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP dalam

(43)

mengikuti tahap persiapan, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya antara satu sampai dengan dua, (b) sedang, jika skornya antara tiga sampai dengan empat, dan (c) tinggi, jika skornya lima.

2) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y2) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP dalam mengikuti tahap pelaksanaan program sesuai dengan rencana kerjanya, yang dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya nol, (b) sedang, jika skornya satu, dan (c) tinggi, jika skornya lebih dari satu.

3) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y3) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP dalam menggunakan/menikmati hasil program PLTMH, yang dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya satu, (b) sedang, jika skornya antara dua hingga tiga, dan (c) tinggi, jika skornya empat.

4) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y4) adalah peranserta RMKL dan RMKP dalam pengambilan keputusan terhadap sumberdaya program pada tahap perencanaan Program PLTMH; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami atau istri sendiri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri berperanserta, tetapi salah seorang (suami atau isteri) dominan, dan (c) tinggi, jika suami dan istri berperan serta, tanpa adanya dominasi salah seorang diantara mereka.

5) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y5) adalah peranserta ARMKL/ARMKP dalam pengambilan keputusan pada setiap kegiatan tahap pelaksanaan Program PLMTH,

(44)

dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri keduanya berperan serta, namun salah seorang diantara mereka dominan, dan (c) tinggi, jika suami dan istri berperanserta, tanpa adanya dominasi salah seorang diantara mereka.

6) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y6) adalah peranserta ARMKL/ARMKP dalam pengambilan keputusan pada setiap kegiatan dalam pemanfaatan hasil Program PLTMH; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami atau istri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri berperanserta, namun salah seorang diantara mereka dominan, dan (c) tinggi, jika suami dan istri berperanserta, tanpa adanya dominasi salah seorang diantara mereka.

7) Tingkat Partisipasi RMKL dan RMKP dalam Pelaksanaan Program PLTMH (Y7) adalah peranserta RMKL dan RMKP dalam semua kegiatan dalam pelaksanaan Program PLTMH, (berupa peranserta dalam pembangunan fisik, menjadi pengurus dalam kelembagaan, dan gotong royong) dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya nol, (b) sedang, jika skornya satu, dan (c) tinggi jika skornya lebih dari satu.

8) Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH (Y8) adalah pola pemanfaatan hasil program PLTMH oleh anggota RMKL dan RMKP, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika yang memperoleh manfaat hanya salah seorang dari anggota RMKL dan RMKP, (b) sedang, jika yang menikmati program PLTMH dua orang

(45)

anggota RMKL dan RMKP, dan (c) tinggi, jika yang menikmati program seluruh atau semua anggota RMKL dan RMKP.

9) Tingkat Pendidikan Formal (X1) adalah lamanya (tahun) pendidikan yang dinikmati anggota RMKL dan RMKP di bangku sekolah; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika tidak lulus SD atau tamat SD), (b) sedang, jika tamat SMP dan SMA), dan (c) tinggi, jika tamat akademi/perguruan tinggi.

10) Status Bekerja (X2) adalah kondisi bekerja yang dialami individu dalam hubungannya dengan ada tidaknya dukungan tenaga kerja lainnya, dibedakan ke dalam: (a) rendah, jika berstatus sebagai pekerja keluarga atau bekerja tanpa upah, (b) sedang, jika bekerja selaku buruh tidak tetap atau berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain/pekerja keluarga, dan (c) tinggi, jika bekerja sebagai karyawan PNS/swasta (dengan gaji tetap) dan/atau berusaha sendiri dengan bantuan pekerja upahan.

11) Tingkat Kekayaan (X3) adalah kumulatif dari faktor-faktor: pendapatan/penghasilan dan pemilikan barang-barang berharga RMKL dan RMKP yang mencakup kepemilikan perhiasan, barang elektronik, dan kendaraan bermotor yang dinilai setara rupiah sesuai nilai pada saat penelitian berlangsung; dibedakan kedalam tiga kategori: (a) rendah, jika jumlah kekayaan dibawah Rp.6.722.216,0 (enam juta tujuh ratus dua puluh dua ribu dua ratus enam belas rupiah), (b) sedang, jika jumlah kekayaan antara Rp.6.722.216,0 sampai dengan Rp.15.532.583,0 (enam juta tujuh ratus dua puluh dua ribu dua ratus enam belas rupiah sampai dengan lima belas juta lima ratus tiga puluh dua ribu lima ratus delapan

(46)

puluh tiga rupiah), dan (c) tinggi, jika jumlah kekayaan diatas Rp.37.787.383,0 (tiga puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu tiga ratus delapan puluh tiga rupiah).

12) Status Rumahtangga (X4) adalah kondisi rumahtangga miskin berdasarkan kriteria rumahtangga miskin menurut kriteria lokal yang mencakup ciri-ciri tidak mempunyai lahan, tidak bermodal, tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan tidak berpendidikan tinggi. Dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) Kategori Miskin I: memiliki semua karakteristik kriteria lokal, (b) Kategori Miskin II: memiliki kombinasi tiga kriteria rumahtangga miskin lokal, (c) Kategori Miskin III: memiliki dua karakteristik kriteria rumahtangga miskin lokal, dan (d) Kategori Miskin IV, jika hanya memiliki salah satu karakteristik dari kriteria rumahtangga miskin secara lokal.

Status rumahtangga miskin menurut kriteria BPS 2000/2005 dibedakan ke dalam: (a) miskin, jika memenuhi lima atau lebih dari variabel kemiskinan yang berskor satu dan (b) tidak miskin, jika lebih dari lima variabel kemiskinan yang berskor satu.

13)Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga (X5) adalah dominasi anggota RMKL dan RMKP dalam menentukan kegiatan/penggunaan sumberdaya dalam rumahtangga, dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, dan (c) tinggi, jika suami dan istri setara.

(47)

14) Frekuensi Kunjungan Fasilitator (X6) adalah jumlah kedatangan fasilitator selama pelaksanaan PLTMH kepada RMKL dan RMKP sejak program diintroduksikan sampai berjalannya program hingga penelitian dilakukan, dibedakan ke dalam tiga kriteria: (a) rendah jika tidak ada kunjungan,(b) sedang, jika sekali kunjungan tiap minggu, dan (c) tinggi, jika lebih dari sekali kunjungan.

15) Jumlah Dana Program (X7) adalah total rupiah bantuan materi dari Program PLTMH yang diperoleh RMKL dan RMKP. Dalam hal ini, bantuan dana program dialokasikan untuk pembangunan PLTMH. Jumlah dana program keseluruhan sebesar US$ 225.000 (dua ratus dua puluh lima ribu dolar Amerika) atau setara dengan Rp.633.750.000,00; (enam ratus tiga puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

16) Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan RMKL dan RMKP (X8) adalah kecocokan antara pelaksanaan program dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.Dibedakan menjadi (a) sesuai, jika program PLTMH dinilai sesuai dengan harapan dan mengatasi kebutuhan RMKL dan RMKP, (b) tidak sesuai, jika program PLTMH dinilai tidak memenuhi harapan dan tidak mengatasi kebutuhan RMKL dan RMKP

17) Tingkat Dukungan Aparat Pemerintah Desa (X9) adalah peranserta aparat Desa Cinta Mekar dalam perencanaan dan pelaksanaan Program PLTMH, baik peranserta dalam sosialisasi dan pengawasan kegiatan-kegiatan pada semua tahapan pelaksanaan Program PLTMH; dibedakan ke dalam (a) rendah, jika aparat desa tidak pernah hadir dalam rapat atau musyawarah program, (b) sedang, jika aparat desa hanya sekali menghadiri rapat atau

(48)

musyawarah program, dan (c) tinggi, jika aparat desa lebih dari sekali menghadiri rapat atau musyawarah program.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Strategi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi hasil (sumatif) dengan menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif digunakan metode survei dengan pengambilan sampel secara purposif, yakni hanya meliputi rumahtangga miskin penerima Program PLTMH. Metode survei digunakan untuk memperoleh data yang mencakup akses, kontrol, dan partisipasi RMKL dan RMKP terhadap program PLTMH, serta manfaat yang mereka peroleh dari program PLTMH. Pengumpulan data pada kedua metode tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang diadaptasi dari kuesioner Penelitian Riset Unggulan Terpadu atau RUT VIII dari Mugniesyah dkk. (2001). Adapun pengumpulan data kualitatif menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi. Kuesioner terstruktur dan pedoman wawancara mendalam selengkapnya disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Survei dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan dapat menjelaskan ada tidaknya hubungan antar faktor atau variabel penelitian, sementara wawancara mendalam dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang mampu menjelaskan peranan kelembagaan (pemerintah desa, koperasi, Yayasan IBEKA serta PT HIBS) dalam pelaksanaan pembangunan PLTMH.

Data dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini meliputi: (a) semua variabel bebas dan tidak bebas

(50)

yang tercantum pada Gambar 3, dan (b) beragam informasi berkenaan penyelenggaraan program PLTMH yang diperoleh dari informan dan hasil observasi. Adapun data sekunder berupa data yang diperoleh melalui kegiatan studi dokumentasi, khususnya berupa Potensi Desa Cinta Mekar serta laporan dan dokumentasi dari: internet, Yayasan IBEKA, Koperasi Cinta Mekar dan PT HIBS

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive). Dengan pertimbangan bahwa di lokasi ini terdapat program pembangunan PLTMH yang dilaksanakan pada periode 2004-2008 dan dinyatakan Yayasan IBEKA sebagai proyek percontohan (pilot project) pembangunan PLTMH. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3 Pemilihan Subjek Penelitian

Populasi sampling pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga warga Desa Cinta Mekar. Adapun populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga miskin penerima program PLTMH.yang berdomisili di Kampung Tangkil yang berada di wilayah Dusun II, Desa Cinta Mekar. Total populasi sampel terdiri atas 100 rumahtangga, khususnya yang berdomisili di RT 05 sampai dengan RT 08. Responden pada rumahtangga miskin pada RMKL adalah suami dan isteri, sementara pada RMKP hanya isterinya saja, karena mereka

Gambar

Tabel 1.  Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP  terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,
Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk  (2003)
Tabel 1.  Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan,  Desa Cinta Mekar, Tahun 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mereka yang turut serta berbuat tidak langsung, adakalanya disertai dengan maksud jahat dan adakalanya tidak. Orang yang berbuat tidak langsung tidak akan dikenai

konsentrasi 25%, baik pada perlakuan pertama maupun pada perlakuan kedua, jika dibandingkan dengan tabung nomor 4-9 yang semakin keruh mendekat tingkat kekeruhan

Strategi promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya seperti merek dan kemasan ( brand), melalui media sosial, menggunakan leaflet, Penjualan tatap

Bhs Inggris IV Teaching English as a Foreign Language (TEFL) 2 B Peptia Asrining Tyas, S.Pd., M.Pd.. Bhs Inggris IV Teaching English as a Foreign Language (TEFL) 2 C Yulia

Penjelasan: Bekerja pada layer “potongan a”, dengan perintah line , membuat garis yang menghubungkan titik-titik perpotongan garis tegak lurus dan hasil kontur major spline,

Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah di Tapanuli Bagian Selatan hampir langsung mengikuti para juru dakwah Islam pertama, yang pengaruhnya datang dari dua sumber, yaitu dari

Secara institusional, paradigma bermazhab pada pontren salafi maupun khalafi dapat dijumpai pada kebijakan pemakaian bahan ajar dan tujuan pembelajaran fikih itu sendiri