• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh :

TIARA UTAMI WANDYA NIM. 141000669

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

TIARA UTAMI WANDYA NIM. 141000669

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Efektifitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Timbal (Pb) Pada Kerang Darah (Anadara Granosa) Tahun 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam dunia keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, April 2018

Tiara Utami Wandya

(4)
(5)

ABSTRAK

Perairan Belawan telah tercemar beberapa logam berat salah satunya timbal (Pb). Sumber pencemar Laut Belawan disebabkan oleh hasil buangan limbah industri. Timbal (Pb) yang terdapat di perairan menyebabkan biota laut termasuk kerang darah (Anadara granosa) turut terkontaminasi. Hal ini berdampak bagi kesehatan masyarakat melalui rantai makanan sehingga kerang tidak aman untuk dikonsumsi. Untuk mencegah dampak tersebut, perlu dilakukan upaya menurunkan kadar timbal pada kerang darah dengan perendaman larutan jeruk nipis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar timbal dan penurunan kadar timbal (Pb) setelah perendaman dengan larutan jeruk nipis pada kerang darah yang berasal dari Laut Belawan.

Penelitian ini merupakan eksperimen murni yang dilakukan di laboratorium kesehatan Medan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50% selama 15 menit dan 4 kali perulangan.

Kerang yang digunakan adalah kerang darah (Anadara granosa). Sampel yang digunakan sebanyak 1,5 kg untuk semua perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerang darah yang berasal dari perairan belawan telah tercemar oleh timbal. Rata-rata kadar timbal pada kerang darah sebesar 1,704 ppm. Kadar tersebut telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh SNI 7387-2009 (1,5 ppm). Penurunan kadar timbal (Pb) pada konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% selama 15 menit masing- masing sebesar 1,621 ppm, 1,609 ppm, 1,564 ppm, 1,559 ppm, 1462 ppm dan 1,255 ppm.

Perendaman larutan jeruk nipis yang paling efektif untuk menurunkan kadar timbal pada kerang darah dengan konsentrasi 50% selama 15 menit karena kadar Pb pada kerang darah sudah dibawah NAB 1,5 ppm.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa larutan jeruk nipis dapat menurunkan kadar timbal pada kerang darah sehingga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat jeruk nipis dalam rangka menurunkan kadar timbal pada kerang darah. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh larutan jeruk nipis terhadap kadar logam berat lainnya pada kerang atau dalam variasi konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda serta perubahan kandungan gizi akibat pemberian larutan jeruk nipis.

Kata kunci: Kerang Darah, Larutan jeruk nipis, Perendaman, Timbal

(6)

ABSTRACT

Belawan marine have been contaminated with some of the heavy metals such as lead (Pb). The polluter source of the Belawan marine was caused by the results of industrial waste disposal. Lead (Pb) contained at waters, made the sea animal include Anadara granosa contaminated. This has an impact on public health through the food chain so that Anadara granosa are not safe for consumption. To prevent those impacts, efforts should be made to reduce lead levels in Anadara granosa by immersion of citric solution. This research aims to know the level of lead and decrease lead levels (Pb) after immersion with citric solution on Anadara granosa that comes from the Belawan Sea.

This research was true experiment conducted in the Medan health laboratory. The experimental design used Completely Randomized Design (RAL) with immersion treatmen solution of citric 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50% for 15 minutes and 4 replications. The shellfish in this research was Anadara granosa.

The sample used was 1.5 kg for all treatments.

The results showed that Anadara granosa from Belawan Sea were contaminated by lead. The average lead level in Anadara granosa was 1,704 ppm.

These levels has exceeded the maximum allowed by SNI 7387-2009 (1.5 ppm).

The decrease in lead (Pb) at concentration 0%, 10%, 20%, 30%, 40% and 50%

until 15 minutes each was 1,621 ppm, 1,609 ppm, 1,564 ppm, 1,559 ppm, 1462 ppm and 1,255 ppm. Immersion of citric solution is most effective to reduce lead levels in Anadara granosa at concentrations of 40% for 15 minutes because the lead level (Pb) in Anadara granosa was below Treshold Limit Level 1,5 ppm.

Based on the research, it was known that citric solution could reduce the level of lead in Anadara granosa so it should be socialized to society about usefulness of citric solution to reduce the level of lead in Anadara granosa. In addition, further research is needed on the effect of citric solution on other heavy metal on shellfish or in different concentration and length of different immersion as well as changes in nutrient content due to citric solution.

Keywords : Anadara granosa, Citric solution, Immersion, Lead

(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektifitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Timbal (Pb) Pada Kerang Darah (Anadara Granosa) Tahun 2018” yang merupakan salah satu syarat untuk menyandang

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Selama mengerjakan skripsi ini penulis banyak mendapatkan motivasi, bantuan serta dukungan baik moril maupun material dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina., M. Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

2. Namora Lumongga., M. Sc, Ph. D selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 4. dr. Surya Dharma, M.P.H selaku dosen pembimbing yang telah

mengarahkan, memotivasi, dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi, 5. dr. Devi Nuraini Santi, M. Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan, memotivasi dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini,

(8)

6. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, memotivasi dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini,

7. Seluruh dosen dan staf administrasi di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

8. Terkhusus buat Ayahanda tercinta Ridwan dan Ibunda Lidia Sudarti yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan serta motivasi yang tak pernah henti-hentinya dalam menyelesaian skripsi ini,

9. Saudara terbaik Adikku Raga Azizi Dwi Wandya dan Ramadhana Noor Salassa Wandya yang telah menjadi penyemangat penulis dalam menulis skripsi ini,

10. Serta keluarga bebek kuning (Kak Azrah, Wiwik, Aci, Leli, Rani, dan Putri), sahabat-sahabat peminatan kesehatan lingkungan, sahabat halo (Rahma, Okti dan Arfi), Lestari Daddy squad yakni Ria, Cintya, Viona, Lukas serta teman- teman Fakultas Kesehatan Masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan, saran dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Penelitian ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan materinya. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang mendukung untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2018

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.5.2 Manfaat Aplikatif ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pencemaran Lingkungan Hidup ... 8

2.2 Pencemaran Air ... 8

2.2.1 Indikator Pencemaran Air ... 8

2.2.2 Sumber Pencemaran Air ... 9

2.2.3 Dampak Pencemaran Air ... 11

2.3 Pencemaran Laut ... 13

2.3.1 Bentuk-Bentuk Pencemaran Laut... 14

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pencemaran Laut .... 15

2.3.3 Pencemaran Laut Oleh Timbal ... 15

2.4 Timbal (Pb) ... 16

2.4.1 Sifat Timbal (Pb) ... 17

2.4.2 Sumber Pencemar Timbal (Pb) ... 17

2.4.3 Efek Toksik Timbal (Pb) ... 20

2.4.4 Mekanisme Toksisitas Logam Pb Pada Manusia ... 20

2.4.5 Penanggulangan Toksisistas Pb ... 22

2.5 Keterpaparan Kerang Terhadap Logam... 22

2.5.1 Pengertian Kerang (Bivalvia) ... 22

2.5.2 Jenis-Jenis Kerang ... 25

2.5.3 Toksikologi Logam Pb Pada Jenis Kerang ... 28

2.6 Penurunan Kadar Timbal Dengan Larutan Jeruk Nipis ... 31

2.6.1 Pengertian Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) ... 31

2.6.2 Mekanisme Penurunan Kadar Timbal Dengan Larutan Jeruk Nipis ... 31

2.7 Kerangka Konsep ... 34

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Objek Penelitian ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1 Sumber Data ... 36

3.4.2 Alat Penelitian ... 36

3.4.3 Bahan Penelitian ... 37

3.5 Cara Kerja Penelitian ... 37

3.5.1 Pengambilan Sampel Di Lapangan ... 37

3.5.2 Pembuatan Larutan Jeruk Nipis ... 38

3.5.3 Cara Penyiapan Sampel Penelitian ... 39

3.5.4 Pemeriksaan Timbal Pada Sampel ... 39

3.5.5 Prosedur Pengoperasiaan AAS VGA 77 ... 40

3.6 Variabel Dan Definisi Operasional ... 43

3.6.1 Variabel ... 43

3.6.2 Definisi Operasional ... 43

3.7 Metode Pengukuran ... 44

3.8 Pengolahan Dan Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN... 46

4.1 Gambaran Umum Daerah Belawan ... 46

4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Kerang Darah (Anadara ranosa) yang Berasal dari Tempat Pelelangan Ikan Belawan ... 47

4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Penurunan Kadar Timbal (Pb) Setelah Pemberian larutan jeruk nipis pada Kerang Darah (Anadara granosa) .. 47

4.4 Laju Konsumsi Aman Kerang ... 49

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN... 54

5.1 Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) Yang Berasal Dari Tempat Pelelangan Ikan Belawan ... 54

5.2 Penurunan Kadar Timbal (Pb) Setelah Pemberian Larutan Jeruk Nipis Pada Kerang Darah (Anadara granosa) ... 56

5.3 Sumber Pemaparan Timbal (Pb) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) ... 58

5.4 Laju Konsumsi Aman Kerang Yang Mengandung Timbal (Pb) ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 69

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kadar Timbal (Pb) Pada Kerang Darah (Anadara granosa)

Setelah Pemberian Larutan Jeruk Nipis 47

Tabel 4.2 Batas Asupan Harian Timbal dalam Kerang Darah

(Anadara granosa) Yang Diperoleh Dari Tempat Pelelangan

Ikan Belawan 52

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pengikatan Elektron Bebas Asam Sitrat Dengan Ion Logam Pb ... 33 Gambar 2.2 Kerangka Konsep... 34 Gambar 4.1 Grafik Penurunan Kadar Timbal Setelah Diberi Perlakuan ... 49

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Preparasi Kerang Darah ... 69

Lampiran 2 Peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387 : 2009 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Makanan... 70

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 71

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian ... 71

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian... 73

Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kadar Timbal Pada Kerang Darah ... 74

Lampiran 7 Perhitungan Penurunan Kadar Timbal (Pb) pada Kerang Darah (Anadara granosa) ... 75

Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ... 76

(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Tiara Utami Wandya

Tempat Lahir : Kayuagung

Tanggal Lahir : 16 Oktober 1996

Suku Bangsa : Melayu-Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Ridwan

Suku Bangsa Ayah : Melayu

Nama Ibu : Lidia Sudarti

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SDN 01 BURNAI TIMUR, TAHUN 2002-2008 2. SLTP/Tamat tahun : SMPN 4 MERANGIN TAHUN 2008-2011 3. SLTA/Tamat tahun : SMAN TITIAN TERAS TAHUN 2011-2014 4. Sarjana/Tamat tahun : FKM USU TAHUN 2014-2018

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Di satu sisi, pembangunan industri akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan terpenuhinya kebutuhan manusia dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Namun di sisi lain, pembangunan industri juga dapat menurunkan kesehatan masyarakat dikarenakan pergeseran keseimbangan tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung menimbulkan pencemaran lingkungan (Widowati, 2008).

Limbah industri menjadi sumber utama pencemaran lingkungan dari industri yang dapat terjadi pada berbagai komponen lingkungan baik air, tanah maupun udara. Tetapi yang paling berbahaya bagi kehidupan adalah yang terjadi di perairan. Cepat atau lambat sebagian zat-zat pencemar tersebut yang terbawa aliran sungai akan bermuara ke lautan. Hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran pantai dan laut sekitarnya (Manik, 2009).

Menurut Palar (2008), pada limbah industri seringkali terdapat bahan pencemar yang sangat membahayakan seperti logam berat. Di lingkungan perairan laut, logam-logam tersebut dapat diserap oleh biota laut (ikan, udang, kerang dan moluska) melalui permukaan tubuh (kutikula), insang dan saluran pencernaan. Dalam tubuh biota laut logam berat akan tertimbun di dalam jaringannya terutama hati dan ginjal. Hal ini terjadi karena sifat logam berat yang tidak dapat terurai dan mudah diabsorpsi oleh biota laut sehingga terakumulasi

(16)

Logam berat masih termasuk dalam golongan logam dengan kriteria- kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008).

Belawan merupakan suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan terbesar di kota Medan. Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya yaitu : Cu, Pb, Cd, Zn, Cr, Ni dan Sianida. Hal ini disebabkan karena di daerah aliran sungai ini terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat dalam proses produksinya seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik dan industri karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata logam berat pada lokasi pengamatan dekat dengan kawasan industri seperti logam Cd berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L , Cr berkisar antara 0,48 - 0,59 mg/L, Cu berkisar antara 1,24 - 1,36 mg/L dan Pb berkisar antara 1,14 - 1,72 mg/L. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Baku Mutu Air, maka parameter logam berat pada lokasi pengamatan telah melampaui baku mutu air golongan B, yaitu air yang sesuai untuk kebutuhan bahan baku air minum (Putra, 2008).

Menurut laporan PT (Persero) Pelindo I tahun 2004 juga mencantumkan kadar beberapa logam berat (Hg, Zn, Pb) di perairan Belawan telah melewati ambang batas, kadar logam Merkuri (Hg) 0,7012 mg/l batas baku mutunya 0,002

(17)

mg/l, Seng (Zn) 0,1882 mg/l batas baku mutunya 0,05 mg/l, sedangkan Timbal (Pb) 0,2884 mg/l batas baku mutunya 0,03 mg/l. Dari ketiga logam tersebut telah melebihi baku mutu yang di tetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lubis, 2010).

Beberapa penelitian ilmiah membuktikan pengaruh pencemaran timbal (Pb) pada biota laut, terutama di perairan Belawan. Seperty Uly (2011) yang meneliti pencemaran timbal dan kadmium pada ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan, ditemukan kadar timbal yang terdapat pada ikan sembilang dan ikan kepala batu masing-masing adalah 0,4676 ppm dan 0,6331 ppm. Kadar logam timbal yang terdapat pada di dalam kedua ikan tersebut telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan menurut SNI 7387-2009 (batas maksimum 0,3 ppm). Selain itu, Melisa (2014) dan Ginting (2013) juga meneliti pencemaran timbal (Pb) pada kerang darah dan kerang bulu yang berasal dari perairan belawan. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa kandungan timbal (Pb) pada kerang tersebut masing-masing sebesar 3,6 mg/kg, 5,6 mg/kg, 4,2 mg/kg dan 10,48 mg/kg, 12,03 mg/kg, 10,24 mg/kg yang mana telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan menurut SNI 7387-2009 (batas maksimum 1,5 mg/kg) atau jika dikonversikan ke gram menjadi (0,015 mg/gr).

Kerang adalah salah satu makanan laut yang banyak dikonsumsi dan diminati masyarakat karena mengandung protein, vitamin, mineral, lemak tak jenuh yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat hidupnya yang yang

(18)

menetap dan sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat. Logam berat merupakan bahan pencemar yang sangat berbahaya, sehingga apabila logam tersebut terdapat dalam kerang darah akan memberikan efek negatif bagi masyarakat yang mengonsumsinya, oleh karena itu kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus menerus (Ginting, 2014).

Menurut Hudaya (2010) pada umumnya masyarakat indonesia menggunakan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) untuk menghilangkan bau amis pada makanan yang berasal dari laut (seafood) seperti ikan, namun banyak masyarakat kita yang belum mengetahui bahwa buah jeruk nipis yang rasanya sangat asam itu mengandung beberapa senyawa organik yaitu asam sitrat dari berat daging buahnya yang berguna sebagai chelator (pengikat logam) terhadap logam yang terdapat pada hewan laut tersebut. Setiawan (2012) mengatakan terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (larutan jeruk nipis dengan ion logam menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya.

Berdasarkan penelitian Nurvita (2015) didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kadar kadmium (Cd) pada daging kerang darah yang semula 0,695 ppm setelah direndam dengan larutan jeruk nipis 30%, 40%, 50%, 70% kadar kadmium (Cd) menjadi 0,417 ppm, 0,393 ppm, 0,358 ppm, 0,278 ppm.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan buah jeruk nipis sesuai dengan jumlah yang digunakan oleh masyarakat, untuk menurunkan kadar timbal (Pb) pada kerang darah (Anadara granosa) yang berasal dari tempat pelelangan ikan (TPI) Belawan.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Kerang darah yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan Belawan telah tercemar oleh timbal (Pb) sebesar 1,704 ppm dari hasil pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil ini sudah jauh diatas baku mutu yang ditetapkan yaitu 1,5 ppm. Oleh karena kerang-kerangan yang berasal dari perairan Belawan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat mengalami akumulasi pada tubuh manusia jika dikonsumsi terus-menerus. Oleh karena itu, diperlukan alternatif mengurangi kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan cara merendam kerang darah tersebut dengan larutan jeruk nipis sebelum dimasak.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui seberapa besar kemampuan jeruk nipis untuk menurunkan kadar timbal (Pb) pada kerang darah yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar timbal (Pb) pada kerang darah yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan.

2. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan konsentrasi 0% yaitu perendaman 100 ml air selama 15 menit sebagai kontrol.

3. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan konsentrasi 10% selama 15 menit.

4. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan

(20)

5. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan konsentrasi 30% selama 15 menit.

6. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan konsentrasi 40% selama 15 menit.

7. Mengetahui penurunan kadar timbal (Pb) pada kerang darah dengan konsentrasi 50% selama 15 menit.

8. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif untuk menurunkan kadar timbal sesuai dengan Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan sesuai dengan SNI 7387-2009 yaitu 1,5 mg/kg.

9. Mengetahui Acceptable Daily Intake pada kerang darah dari Tempat Pelelangan Ikan Belawan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis peneliti dibidang penelitian kesehatan masyarakat.

2. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang sama.

3. Sebagai tambahan referensi karya tulis yang berguna bagi masyarakat luas dibidang kesehatan masyarakat.

(21)

1.4.2 Manfaat Aplikatif

2. Memberikan informasi kepada konsumen untuk mengetahui keamanan mengonsumsi kerang darah yang berasal dari perairan Belawan.

1. Memberikan alternatif bagi masyarakat khususnya para ibu cara menurunkan kadar timbal (Pb) pada kerang darah sebelum dimasak.

2. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait dengan pengawasan terhadap pencemaran logam berat pada kerang darah.

3. Sebagai penemuan sederhana dalam menangani penurunan pencemaran logam berat pada bahan makanan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Lingkungan hidup

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 pasal 1 nomor 14 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2.2 Pencemaran Air

Menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 11 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kehidupan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran air terjadi ketika air mengalami kelebihan beban dengan sesuatu yang terlalu banyak, dan organisme akuatik tidak mampu untuk membersihkannya. Beberapa jenis organisme dapat mati dan yang lainnya dapat tumbuh lebih cepat (Suyono, 2014).

2.2.1 Indikator Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi (Sumantri, 2010) :

(23)

a. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, dan adanya perubahan warna, bau, dan rasa.

b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.

c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

2.2.2 Sumber Pencemaran Air

Menurut Fardiaz (1992), sumber pencemaran air dapat dibagi menjadi sembilan kelompok, yaitu:

a. Padatan

Berdasarkan besar partikelnya padatan yang mencemari air dapat berupa padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi, koloid dan padatan terlarut.

b. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen

Bahan-bahan ini terdiri dari bahan yang mudah membusuk atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Polutan semacam ini dapat berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman yang mati atau sampah organik, bahan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas, pabrik penyamak kulit dan sebagainya.

c. Mikroorganisme dalam air

Mikroorganisme yang terdapat dalam air seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit. Mikroorganisme ini dapat berasal dari limbah rumah tangga, rumah sakit, pertanian dan pada umumnya menjadi penyebab utama terjadinya water borne disease.

(24)

d. Komponen organik sintetik

Seperti detergen, pestisida, larutan pembersih dan masih banyak lagi bahan organik sintetik terlarut yang sering digunakan oleh manusia.

e. Nutrien tanaman

Sumber pencemaran ini dapat berasal dari penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat pada lahan pertanian.

f. Minyak

Pencemaran air oleh minyak dapat berupa tumpahan minyak di perairan, pengeboran minyak dan dari sumber lain misalnya buangan pabrik.

g. Senyawa anorganik dan mineral

Senyawa ini berupa asam, garam dan bahan toksik logam yang berdampak buruk bagi kehidupan organisme sekaligus peralatan manusia.

h. Bahan radioaktif

Aktivitas yang menjadi sumber bahan radioaktif dalam air antara lain peleburan dan pengolahan logam, pembuatan senjata nuklir, pembangkit tenaga nuklir, pengobatan, industri dan penelitian.

i. Panas

Air digunakan sebagai medium pendingin dalam proses industri menyebabkan naiknya suhu badan air penerima.

2.2.3 Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidakseimbangan

(25)

ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam. Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam empat kategori (Sumantri, 2010):

a. Dampak terhadap kehidupan biota air

Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu, kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, sehingga proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Oleh karena itu, air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.

b. Dampak Terhadap Kualitas Tanah

Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei sumur dangkal di Jakarta. Banyak yang mengindikasi terjadinya pencemaran ini.

c. Dampak Terhadap Kesehatan

Peran air sebagai pembawa penyakit menular antar lain (Slamet, 1994) : 1. Air sebagai media mikroba patogen : Penyakit-penyakit ini hanya dapat

menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air, di antaranya Vibrio cholera, Salmonella typhi.

(26)

2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit (water related vector borne diseases) : Air dapat berperan sebagai sarang insekta yang menyebarkan

penyakit pada masyarakat. Insekta tersebut disebut juga sebagai vektor penyakit yang dapat mengandung berbagai jenis penyebab penyakit.

Contohnya Aedes aegypti pembawa virus dengue penyebab penyakit Dengue.

3. Jumlah air yang tersedia tidak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat membersihkan diri : Terbatasnya jumlah air bersih dapat menimbulkan berbagai penyakit, di antaranya penyakit kulit dan mata. Ini terjadi karena bakteri yang selalu ada pada kulit dan mata mempunyai kesempatan untuk berkembang. Contoh penyakit yang tergolong dalam kelompok ini adalah : penyakit trachoma serta segala macam penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri.

4. Air sebagai media untuk hidup vektor penyakit : contohnya Siput yang hidup di air dapat membawa cacing-cacing kecil yang selanjutnya cacing-cacing ituakan mencemari air dimana siput itu hidup. Selanjutnya, cacing-cacing itu akan memasuki kulitmanusia yang berenang, mencuci pakaian atau berjalan di dalam air tersebut. Akibatnya, cacing-cacing itu akan menyebabkan timbulnya darah di dalam air kencing penderita (Schistosomiasis).

d. Dampak Terhadap Estetika Lingkungan

Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan ini akan semakin tercemar yang ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan dapat mengurangi estetika lingkungan.

(27)

2.3 Pencemaran laut

Kehidupan manusia di bumi sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Dengan demikian laut seolah-olah sebagai sabuk pengaman kehidupan manusia di bumi. Di sisi lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).

Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya. Namun, jika zat pencemar tersebut berlebihan sehingga melampaui batas kemampuan air laut dalam menetralisirnya dan melampaui batas ambang cemar maka kondisi ini mengakibatkan pencemaran lingkungan laut.

Menurut Sumardi (1996), yang dimaksud dengan pencemaran laut adalah menurunnya kualitas air laut karena aktivitas manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja memasukkan zat-zat pencemar dalam jumlah tertentu ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) sehingga menimbulkan akibat yang negatif bagi sumber daya hayati dan nabati di laut, kesehatan manusia, aktivitas manusia di laut dan terhadap kelangsungan hidup dari sumber daya hidup di laut.

2.3.1 Bentuk- bentuk Pencemaran Laut

Jika ditinjau dari sumbernya, pencemaran laut dapat dikategorikan sebagai berikut (Sumardi, 1996):

(28)

a. Zat pencemar yang berasal dari darat yang terjadi melalui aliran sungai di mana zat tersebut berasal. Misalnya air buangan rumah tangga dan industri.

b. Zat pencemar yang berasal dari kapal laut, seperti limbah dari kapal dan tumpahan minyak dari kapal tanker.

c. Limbah buangan merupakan bentuk gabungan. Hal ini dikarenakan limbah industri tertentu yang berasal dari daratan diangkut oleh kapal atau pesawat udara untuk dibuang ke laut.

d. Zat yang bersumber dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah di bawahnya seperti pengeboran minyak.

e. Zat pencemar yang bersumber dari udara misalnya asap-asap pabrik.

Selain itu, pencemaran laut juga dapat dikelompokkan berdasarkan sebab terjadinya pencemaran. Adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut:

pencemaran karena kegiatan atau operasional, pencemaran karena kecelakaan dan pencemaran karena limbah buangan.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).

(29)

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pencemaran Laut

Pencemaran laut sangat dipengaruhi oleh kondisi alami lingkungan laut dan keadaan musim. Kondisi alami lingkungan laut diantaranya adalah pola arus dan keadaan pasang surut, proses iklim dan kondisi alam, curah hujan terhadap salinitas air laut serta sedimentasi oleh banjir dari sungai dan gabungan daripadanya. Hal tersebut merupakan faktor alami yang memegang peranan penting dalam terjadinya pencemaran laut sehingga sangat esensial untuk diperhatikan karena banyak mempengaruhi penyebaran atau perembesan pencemaran laut (Sumardi, 1996).

Faktor selanjutnya adalah keadaan musim seperti musim kemarau atau penghujan, musim utara atau selatan dan musim dingin. Kondisi musim menentukan tekanan udara yang akan mempengaruhi sirkulasi udara. Sirkulasi udara ini turut mempengaruhi variasi sirkulasi air laut. Hal ini akan berdampak pada tingkat penyebaran pencemaran laut.

2.3.3 Pencemaran Laut oleh Timbal (Pb)

Secara alamiah logam berat dapat masuk ke perairan melalui berbagai cara.

Pb masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, disamping itu proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin (Tahril, 2012).

Selain itu pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan antar pulau.

banyak terjadi kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang dimaksud adalah aktivitas kapal laut yang keluar masuk pelabuhan guna melakukan aktivitas bongkar muat barang dan juga penggantian bahan bakar minyak oleh kapal-kapal.

Aktivitas pelabuhan dapat menjadi salah satu sumber pencemaran logam berat di

(30)

perairan sekitarnya (Amin dkk, 2011). Umumnya bahan bakar minyak mendapat zat tambahan tetraetyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan mutu, sehingga limbah dari kapal-kapal tersebut dapat menyebabkan kadar Pb di perairan tersebut menjadi tinggi. Logam berat Pb yang terkandung dalam bahan bakar sebagai anti pemecah minyak (seperti Pb tetraethyl dan tetramethyl) ini kemudian dilepaskan ke atmosfir melalui alat pembuangan asap dan bagian ini kemudian terlarut dalam laut. Selain itu aktivitas manusia yang terjadi di daratan seperti buangan limbah rumah tangga melalui sampah-sampah metabolik dan korosi pipa-pipa air yang mengandung logam-logam berat Pb juga dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap masuknya logam-logam berat Pb di perairan laut (Rochyatun dkk, 2006).

2.4 Timbal (Pb)

Timbal atau timah hitam mempunyai nama ilmiah Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327°C dan tit ik didih 1.620°C. Pada suhu 550-600°C. Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II).

Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994).

Menurut Rahde (1994) dalam Widowati (2008) timbal adalah logam yang bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang

(31)

tercemar Pb. Masuknya Pb ke dalam tubuh bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral.

2.4.1 Sifat Timbal (Pb)

Adapun sifat-sifat logam timbal (Pb) antara lain (Palar, 2008) :

1. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.

2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating.

3. Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 .

4. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam- logam biasa, kecuali emas dan merkuri.

5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

2.4.2 Sumber Pencemar Timbal (Pb) 1. Sumber Alami

Kadar timbal (Pb) yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus timbal (Pb) yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg.

Timbal (Pb) yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60 μg/liter. Secara alami timbal (Pb) juga ditemukan di air permukaan. Kadar timbal (Pb) pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1-10 μg/liter. Dalam air laut kadar timbal (Pb) lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung timbal (Pb) sekitar 0,07 μg/liter. Kandungan timbal (Pb) dalam air

(32)

danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 μg/liter. Secara alami timbal (Pb) juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 μg/m3.

Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung timbal (Pb), penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0 μg/kg berat kering (Sudarmaji, dkk, 2006).

2. Sumber dari Industri

Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran timbal (Pb) adalah semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai bahan baku maupun bahan penolong, misalnya:

1. Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang berasal dari potongan logam (scrap).

2. Industri baterai. Industri ini banyak menggunakan logam timbal (Pb) terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya.

3. Industri bahan bakar. Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran timbal (Pb).

4. Industri kabel. Industri kabel memerlukan timbal (Pb) untuk melapisi kabel.

Saat ini pemakaian timbal (Pb) di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan makluk hidup.

5. Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini seringkali dipakai timbal (Pb) karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika

(33)

dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate (Sudarmaji, dkk, 2006).

3. Sumber dari Transportasi

Timbal, atau Tetra Etil Lead (TEL) yang banyak pada bahan bakar terutama bensin, diketahui bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan, sistem saraf, serta meracuni darah. Penggunaan timbal (Pb) dalam bahan bakar semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan kandungan timbal (Pb) dalam bahan bakar, dilakukan sejak tahun 1920-an oleh kalangan kilang minyak. Tetra Etil Lead (TEL), selain meningkatkan oktan, juga dipercaya berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil (produksi di bawah tahun 90-an), sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan tahan lama. Penggunaan timbal (Pb) dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas timbal (Pb) tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal (Pb) perliter bensin, menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal (Pb) relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya (Santi, 2001).

Hasil pembakaran dari bahan tambahan (aditive) timbal (Pb) pada bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal (Pb) in organik. Logam berat timbal (Pb) yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal (Pb) akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji, dkk, 2006).

(34)

2.4.3 Efek toksik timbal

Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa masuk ke dalah tubuh melalui tindakan mengonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Absorpsi Pb pada orang dewasa sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan pada anak-anak yaitu 41,5%.

Di dalam tubuh manusia, Pb dapat menghambat aktivitas enzim dalam pembentukan hemoglobin (Hb), sebagian kecil Pb yang terikat oleh protein akan diekskresikan lewat urin dan feses sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, kuku, jaringan lemak, hati, dan rambut (Widowati, 2008).

2.4.4 Mekanisme Toksisitas Logam Pb Pada Manusia

Toksisitas logam timbal bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya berbeda berdasarkan organ yang dipengaruhinya yaitu sebagai berikut:

a. Sistem hemopoietik : Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.

b. Sistem saraf pusat dan tepi : dapat menyebabkan gejala gangguan saraf perifer dan gangguan ensefalopati.

c. Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan atrofi glomerular.

d. Sistem gastro-intestinal : menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskuler : menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah.

(35)

f. Sistem reproduksi : menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita.

g. Sistem endokrin : mengakibatkan gangguan fungsi adrenal dan tiroid.

h. Bersifat karsinogenik pada dosis tinggi.

Toksisitas Pb bersifat kronis dan akut. Toksisitas kronis sering terjadi pada pekerja tambang dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecatan), pembuatan baterai, percetakan, dan pelapisan logam. Akibat dari paparan Pb secara kronis antara lain kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur.

Toksisitas akut terjadi apabila Pb masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejalanya antara lain gangguan gastrointestinal, gangguan neurologi, dan gangguan fungsi ginjal (Palar, 2008).

2.4.5 Penanggulangan toksisistas Pb

Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain (Palar, 2008):

1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah), bagi pekerja yang berisiko terpapar Pb.

2. Memenghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan/minuman yang mengandung Pb.

3. Pemantauan kadar Pb di udara dan di dalam makanan secara berkesinambungan.

(36)

4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat.

5. Tidak makan dan minum di kawasan yang tercemar Pb.

6. Tempat penyimpanan makanan dan minuman tertutup sehingga tidak kontak dengan debu atau asap Pb.

7. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari industri maupun kendaraan bermotor.

2.5 Keterpaparan Kerang Terhadap Logam Pb 2.5.1 Pengertian Kerang (Bivalvia)

Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau Pelecypoda. Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1)

kaki (foot byssus), (2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass), (4) selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-organ syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi tergantung pada jenis, habitat dan makanannya (Setyono, 2006).

Menutur Romimohtarto (2009), kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur.

Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni:

a) lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi.

(37)

b) lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c) lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua.

Kerang bernapas dengan sepasang insang yang dinamakan ctenidium dan mantel. Insang merupakan penyaring aktif yang mengambil oksigen dan bahan organik dalam air serta menolak apa saja yang dapat menyumbat alat penyaring tersebut. Insang melekat pada organ-organ dalam di bagian depan dan bagian ujungnya bebas di dalam rongga mantel.

Saluran pencernaan terdiri atas mulut, esofagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rektum dan anus. Mulut kerang terdiri dari palpus-palpus atau cuping-cuping bibir yang merupakan dua daun telinga terlipat dua, akar insang melekat pada tempat yang terletak diantara dua daun telinga tersebut.

Dalam mengalirkan makanan ke mulut, cilia memegang peranan penting.

Sebagai filter feeder, sebagian besar kerang menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton terutama fitoplankton (Suwignyo, 2005).

Plankton yang dibawa oleh arus insang (pernafasan) mengalami seleksi lagi. Beberapa jasad yang tidak dikehendaki, misal karena mereka berduri, diarahkan keakhir cuping. Di tempat ini mereka jatuh ke dalam rongga mantel dan secara berkala dikeluarkan sebagai kumpulan benda kecil, atau benda seperti feces, ke dalam air laut. Zat hara yang diterima diteruskan ke mulut dan ke kerongkongan berbulu getar yang berakhir ke lambung. Partikel-partikel yang

(38)

besar diteruskan ke usus, sedangkan zat hara lainnya dikirim ke kantung atau tabung pencernaan yang mengelilingi perut. Usus memanjang membentuk lingkaran di dalam kelenjar genital, melewati atas jantung, melilit sekeliling otot pengikat, dan berlanjut sebagai rektum. Anus berbentuk corong, yang membuang feses ke luar dari mantel (Romimohtarto, 2009).

Menurut Suwignyo (2005), peredaran darah bivalvia adalah peredaran darah terbuka yaitu darah dari jantung ke sinus organ, ginjal, insang dan kembali ke jantung. Darah bivalvia biasanya tidak berwarna, namun kerang jenis Anadara, famili Arcidae mempunyai sel darah yang mengandung hemoglobin.

Hasil ekskresi bivalvia dibuang ke rongga suprabranchia melalui nephrostome dalam rongga perikardium. Hasil buangan utama adalah amonia, dan urea, keluar dari tubuh melalui sifon ekshalant. Pembuahan bivalvia umumnya eksternal (perairan terbuka), gamet dikeluarkan melalui sifon ekshalant. Faktor yang mempengaruhi pemijahan adalah suhu air, pasang surut dan zat yang dihasilkan oleh gamet dari lawan jenisnya. Pembuahan eksternal, merupakan kekhasan bivalvia laut, menghasilkan larva trochopore, kemudian menjadi veliger yang berenang bebas sebagai meroplankton. Veligernya mempunyai dua keping cangkang. Masa hidup larva veliger sebagai plankton bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan, sebelum akhirnya turun ke substrat. Metamorfosa dicirikan oleh lepasnya velum dengan tiba-tiba, untuk kemudian tumbuh menjadi kerang muda (Suwignyo, 2005).

2.5.2 Jenis-jenis Kerang

Kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan lemak. Jenis kerang yang sering

(39)

menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata) (Suwignyo, 2005).

a. Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya. Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau antara lain suhu perairan berkisar antara 27oC – 37oC, pH air antara 3 – 4, arus air dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10 m-20 m.

Laju pertumbuhan kerang hijau berkisar 0,7-1,0 cm/ bulan. Ukuran konsumsi yang panjangnya sekitar 6 cm dicapai dalam waktu 6-7 bulan. Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut (Rukmana, 2004):

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia

Family : Mytilidae

Genus : Mytilus

Spesies : Mytilus viridis

(40)

b. Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk (Sudrajat, 2008).

Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.

Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13- 28 g/kg, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut ( Sudrajat, 2008):

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia

Ordo : Arcioda

Family : Arcidae

Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

(41)

c. Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi oleh rambut-rambut serta cangkang

tersebut lebih tipis daripada kerang darah (Anadara granosa). Kerang bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi.

Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut (Sudrajat, 2008) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia

Ordo : Arcioda

Family : Arcidae

Genus : Anadara

Spesies : Anadara antiquata

2.5.3 Toksikologi Logam Pb Pada Jenis Kerang

Hewan air jenis kerang-kerangan (Bivalvia) atau jenis binatang lunak (Molusca), baik jenis Clam (kerang besar) atau Oister (kerang kecil), pergerakannya sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap disuatu lokasi tertentu di dasar air. Hal inilah yang mengakibatkan kerang mampu mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan lainnya.

Jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat

(42)

hidupnya yang menetap atau sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus menerus (Darmono, 2001).

Toksisitas logam dapat menimbulkan dampak yang dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk hidup antara lain :

a) Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut (Darmono, 1995): Logam di dalam air, baik logam ringan (Na, K, Ca, Mg) maupun logam berat (Cd, Pb, Hg) jarang sekali berbentuk atom tersendiri, tetapi biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk molekul. Ikatan itu dapat berupa garam organik seperti senyawa metil, etil, fenil maupun garam anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat, dan hidroksida. Pada umumnya senyawa organik lebih bersifat racun daripada bentuk senyawa anorganik. Misalnya senyawa metil merkuri, alkil Pb lebih beracun daripada bentuk Hg dan Pb anorganik. Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa atau diserap dan tertimbun dalam tanaman dan hewan air.

b) Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya (Darmono, 1995):

kadar garam yang tinggi dalam air laut dapat menyebabkan terjadinya suatu interaksi antara logam dan logam misalnya Ca dan Cd. Logam berbahaya itu

(43)

diserap oleh hewan air karena sifatnya yang toksik, logam ini dapat mematikan.

c) Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH, dan kadar oksigen yang terlarut dalam air (Effendi, 2003):

 Suhu mempengaruhi laju metabolisme dalam organisme dan karenanya mempengaruhi masuknya logam berat. Selain itu suhu juga mempengaruhi toksisitas logam berat.

 Kadar garam (salinitas) dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan, bila terjadi penurunan salinitas karena adanya proses desalinasi maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar.

 pH air laut yang cenderung tinggi akan mendorong pengendapan logam- logam sehingga kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi sedangkan pada pH rendah logam berat akan meningkat toksisitasnya.

 Oksigen terlarut dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan.

Jika terjadi penurunan oksigen terlarut, maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar.

d) Kondisi hewan, besarnya ukuran organisme, dan jenis kelamin (Sembel, 2015).

 Kondisi stres fisiologik pada hewan sangat berpengaruh terhadap absorpsi logam dari air, kondisi ini menyebabkan terjadinya kenaikan absorpsi logam.

 Semakin besar ukuran organisme semakin tinggi daya toksisitas logam.

(44)

 Daya toksisitas pada jantan dan betina mempunyai pengaruh yang berbeda. Jantan selalu lebih peka terhadap berbagai jenis toksisitas. Hal tersebut diakibatkan oleh perbedaan faktor ukuran tubuh (fisiologi), keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolisme.

e) Kemampuan hewan untuk menghindar dari pengaruh polusi : kemampuan hewan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindar dari pencemaran berpegaruh pada daya toksisitasnya.contoh: kerang biasanya memiliki kandungan logam yang tinggi karena habitat kerang yang menetap (Darmono, 2001).

2.6 Penurunan Kadar Timbal Dengan Larutan Jeruk Nipis 2.6.1 Pengertian Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Jeruk nipis memiliki nama ilmiah Citrus aurantifolia, Limonia aurantifolia, Citus javanica, atau Citrus notissima. Jeruk nipis juga dikenal

dengan nama lokal jeruk pecel (Jawa), jeruk durga (Madura), limau asam atau limau nipis (Malaysia), somma nao atau manao (Thailand). Di Eropa dan Amerika, jeruk nipis disebut lime, sour lime, common lime (Sarwono, 2001).

Klasifikasi jeruk nipis adalah sebagai berikut : Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

(45)

Spesies : Citrus aurantiifolia swingle

Jeruk nipis merupakan buah yang banyak dijumpai di Indonesia. Memiliki ciri-ciri diantaranya bentuk bulat sampai bulat telur, diameter buahnya sekitar 3-6 cm, ketebalan kulit buahnya berkisar 0,2-0,5 mm, pohon kecil bercabang lebat tetapi tidak beraturan, tinggi pohon berkisar antara 1,5-5 m, ranting berduri pendek, daunnya berselang-seling berbentuk jorong sampai bundar, pinggiran daunnya bergerigi kecil (Sarwono, 2008).

Menurut Kardarron (2010) dalam Nismah dkk, jeruk nipis memiliki kandungan asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri, glikosida, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin B1, dan vitamin C. Menurut Nismah (2012) Asam Sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami dapat digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan Nasional dan Internasional (Abadiana, 2013).

2.6.2 Mekanisme Penurunan Kadar Timbal Dengan Larutan Jeruk Nipis Menurut Setiawan dkk (2012) Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam trikarboksilat dimana tiap molekulnya mengandung gugus karboksil dan satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon, asam sitrat sangat efektif sebagai pengikat logam ion dan mudah larut dalam air. Penurunan kandungan logam timbal disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein.

Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hampir semuanya berikatan dengan protein, terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (larutan jeruk nipis)

(46)

dengan ion logam menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya

Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hampir semuanya berikatan dengan protein. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein secara metaloenzim dan metal protein. Metaloenzim adalah protein yang berikatan dengan logam dalam tubuh atau protein berikatan secara kuat dengan ion logam membentuk ikatan yang stabil. Metal protein adalah protein yang berikatan dengan logam di dalam tubuh dan ion logamnya mudah saling bertukar dengan protein yang lain (Suaniti, 2007).

Pb2+

Gambar 2.1 Proses pengikatan elektron bebas asam sitrat dengan ion logam Pb

Pb terikat dalam protein daging kerang darah sehingga membentuk senyawa metaloenzim dengan adanya asam sitrat maka memiliki 4 elektron bebas yang di berikan kepada ion logam, maka Pb akan terlepas dan berikatan dengan ion OH- dan COOH- yang ada pada asam sitrat dan membentuk senyawa Pb sitrat. Proses pengikatan antara ion logam dengan asam sitrat pada (Gambar 2.1).

(Indasah dkk, 2011)

(47)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Perendaman kerang darah ( Anadara granosa ) dengan larutan jeruk nipis

1. Kontrol 0 % 2. Konsentrasi 10 % 3. Konsentrasi 20 % 4. Konsentrasi 30 % 5. Konsentrasi 40 % 6. Konsentrasi 50 % Selama 15 menit Kadar timbal (Pb)

pada kerang darah ( Anadara granosa) sebelum perendaman larutan jeruk nipis

Kadar timbal (Pb) pada kerang darah (Anadara granosa ) sesudah perendaman

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian True Eksperimental (eksperimen murni). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan berupa variasi konsentrasi perendaman dengan larutan jeruk nipis.. Pemilihan waktu perendaman yaitu 15 menit dengan asumsi waktu tersebut adalah waktu yang paling efisien.

Menurut Hanafiah (2011) jumlah ulangan dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut:

(t-1) (r-1) ≥ 15 Dimana t = jumlah perlakuan

r = jumlah ulangan

Berdasarkan rumus diatas dengan perlakuan sebanyak 6 kali maka perulangan yang harus dilakukan sebanyak 4 kali.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Preparasi sampel dan pengujian kadar Timbal (Pb) pada kerang darah sebelum dan sesudah perendaman larutan jeruk nipis akan dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari Bulan Januari 2018 – April 2018.

(49)

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kerang darah yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan Belawan. Pada penelitian ini akan digunakan kerang darah masing-masing dengan berat 50 gram setiap perlakuan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Sumber Data

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel untuk melihat penurunan kadar timbal (Pb) sebelum pemberian dan setelah pemberian larutan jeruk nipis dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) VGA 77.

3.4.2 Alat Penelitian a. Alat Pengaduk

b. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) VGA 77 c. Beaker Glass 250 ml

d. Cawan Patri e. Corong

f. Erlenmeyer 250 ml g. Hot Plate

h. Kertas Saring Whatman 42 i. Labu Takar 50 ml

j. Labu Takar 100 ml k. Labu Ukur

l. Pinset

(50)

m. Pipet Tetes n. Pipet Volumetri o. Pisau Cutter p. Termometer

q. Timbangan Elektronik

3.4.3 Bahan Penelitian a. Aquabidest b. Aquadest

c. Asam Klorida (HCl) Pekat d. Asam Nitrat ( HNO3) Pekat e. Hidrogen Peroksida (H2O2) 30 % f. Larutan Jeruk Nipis

3.5 Cara Kerja Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel di Lapangan

Sampel kerang darah diambil dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan yang berasal dari Laut Belawan. Metode pengambilan sampel dengan cara purposif, yaitu sampel yang tidak terambil memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang akan diteliti (Notoatmojo, 2002).

Besar sampel daging kerang untuk waktu perendaman 15 menit yaitu 200 gr pada masing-masing konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, sehingga total 1,2 kg untuk 4 kali pengulangan. Dengan asumsi berat rata-rata daging dari 1 kerang 3 gr artinya dibutuhkan 400 buah kerang darah. Kerang

(51)

tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk mencegah penambahan pencemaran.

3.5.2 Pembuatan Larutan Jeruk Nipis

1. Beberapa jeruk nipis dibelah menjadi 2 bagian untuk setiap jeruk nipis.

2. Tambahkan aquades sebanyak 100 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 0 % sebagai kontrol.

3. Peras jeruk nipis sebanyak 1-2 jeruk nipis sehingga diperoleh air perasan jeruk nipis sebanyak 10 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 90 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 10 %.

4. Peras jeruk nipis sebanyak 1-2 jeruk nipis sehingga diperoleh air perasan jeruk nipis sebanyak 20 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 80 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 20 %.

5. Peras jeruk nipis sebanyak 3-4 jeruk nipis sehingga diperoleh air perasan jeruk nipis sebanyak 30 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 70 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 30%.

6. Peras jeruk nipis sebanyak 3-4 jeruk nipis sehingga diperoleh air perasan jeruk nipis sebanyak 40 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 60 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 40%.

7. Peras jeruk nipis sebanyak 4-5 jeruk nipis sehingga diperoleh air perasan jeruk nipis sebanyak 50 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 50 ml untuk menghasilkan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 50%.

(52)

3.5.3 Cara Penyiapan Sampel Penelitian

1. Sediakan sampel (kerang darah) ± 4 kg dan dicuci bersih

2. Daging kerang diambil dengan cara membuka kerang dari cangkangnya 3. Tahap berikutnya melakukan penimbangan daging kerang untuk masing-

masing perlakuan 50 gr.

4. Sampel pertama ± 50 gr dipisahkan terlebih dahulu sebagai pre test.

5. Sampel kedua diambil masing-masing 50 gr untuk direndam dalam larutan jeruk nipis pada konsentrasi 0% (kontrol), 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%

selama 15 menit dengan pengulangan sebanyak 4 kali.

3.5.4 Pemeriksaan Timbal pada Sampel

Pemeriksaan kadar timbal pada kerang dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut:

1. Siapkan cawan bersih petri yang bersih dan masukkan sampel daging kerang darah dalam cangkir dan ditimbang beratnya sekitar 50 gr.

2. Lakukan pengabuan di dalam furnace pada temperatur 600ºC sampai menjadi abu.

3. Didiamkan selama 24 jam untuk mencapai suhu kamar.

4. Setelah dingin sampel tersebut ditambahkan 5 ml HNO3 pekat (65%) hingga sampel terendam dan aduk rata.

5. Pindahkan ke dalam labu tentukur volume 100 ml dan tambahkan akuades 6. Lakukan penyaringan dengan kertas saring whatman no. 42.

7. Dari hasil penyaringan didapat filtrasi yang akan digunakan untuk uji kuantitatif.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah Wasyukurillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Puji dan syukur penulis ungkapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah swt atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-faktor Yang

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Peran

Pertama dengan segala kerendahan hati diucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan