• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PROYEKSI JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN METODE PERAMALAN TIME SERIES DI KABUPATEN SIAK

PROVINSI RIAU TAHUN 2017-2021

SKRIPSI

Oleh :

MIFTAHUL ARSYI NIM. 141000681

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

PROYEKSI JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN METODE PERAMALAN TIME SERIES DI KABUPATEN SIAK

PROVINSI RIAU TAHUN 2017-2021

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

MIFTAHUL ARSYI NIM. 141000681

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Proyeksi Jumlah Kasus Deman Berdarah Dengue dengan Metode Peramalan Time Series di Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2017-2021” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam dunia keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, April 2018

Miftahul Arsyi

(4)
(5)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Siak. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Siak menunjukkan peningkatan kasus DBD pada tahun 2016 sebesar 502 kasus dibandingkan tahun 2015 sebanyak 279 kasus. Agar dapat merencanakan program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD yang efektif dan efesien sebaiknya menggunakan peramalan, sehingga meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dimasa mendatang.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan metode forecasting time series. Analisis trend linear dan variasi musim untuk memproyeksikan jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak tahun 2017-2021 menggunakan data per bulan tahun 2010-2016, sedangkan analisis double eksponensial smoothing untuk memproyeksikan jumlah kasus DBD di 13 kecamatan di Kabupaten Siak tahun 2017 menggunakan data tahun 2010-2016. Kabupaten Siak memiliki 14 kecamatan, akan tetapi Kecamatan Sungai Mandau tidak dilakukan analisis karena tidak terdapat kasus DBD pada tahun 2010-2016.

Hasil ramalan menunjukkan peningkatan jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak sebanyak 494 kasus tahun 2017, 553 kasus tahun 2018, 611 kasus tahun 2019, 670 kasus tahun 2020 dan 728 kasus tahun 2021. Hasil ramalan jumlah kasus DBD tahun 2017 setiap kecamatan di Kabupaten Siak dibandingkan tahun 2016 ada 4 kecamatan yang terjadi peningkatan kasus yakni Kecamatan Minas, Bunga Raya, Lubuk Dalam, dan Sabak Auh, 2 Kecamatan kasus DBD tetap yakni Kecamatan Kandis dan Pusako, Sedangkan kasus DBD yang menurun ada 7 kecamatan yakni Kecamatan Siak, Sungai Apit, Tualang, Dayun, Kerinci Kanan, Koto Gasib, dan Mempura. Hasil ramalan menunjukkan jumlah kasus DBD tertinggi adalah Kecamatan Sungai Mandau.

Diharapkan Dinas Kesehatan dan Dinas Kebersihan Kabupaten Siak bekerja sama dalam meningkatkan kader jumantik dengan membentuk kader jumantik dari petugas kebersihan yang berfungsi sebagai pemantau jentik nyamuk aedes agypti dari rumah ke rumah, serta diharapkan melanjutkan penelitian ini dengan metode kausal untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit DBD di Kabupaten Siak khususnya Kecamatan Sabak Auh.

Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, Double Eksponensial Smoothing, Kabupaten Siak, Peramalan Time Series.

(6)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still a public health problem in Siak District. Data from Siak District Health Department showed increase of DHF cases in 2016 by 502 cases compared to 2015 in 279 cases. In order to plan effective and efficient prevention and control of DHF, it is better to use forecasting, thus minimizing future unexpected things.

This research is descriptive using time series forecasting method. The analysis of linear trend and seasonal variation to project the number of DHF cases in Siak District in 2017-2021 uses data per month of 2010-2016, while double exponential smoothing analysis to project the number of DHF cases in 13 sub-district in 2017 using 2010-2016 data. Siak District has 14 sub-districts, except Sungai Mandau was excluded analysis because there was not DHF case in 2010-2016.

The results of the forecast showed an increase the number of DHF cases in Siak District in 2017, 2018, 2019, 2020 and 2021 are 494 cases, 553 cases, 611 cases, 670 cases, and 728 cases, respectively. The forecast of DHF cases in 2017 sub-district compared to 2016, increased cases in 4 sub-district (Minas, Bunga Raya, Lubuk Dalam, and Sabak Auh), fixed cases in 2 sub-district (Kandis and Pusako), and decreased cases in 7 sub-district (Siak, Sungai Apit, Tualang, Dayun, Kerinci Kanan, Koto Gasib and Mempura). Among of sub-district, Sabak Auh is the highest cases.

It is suggested that the Health Department and Sanitary Department Siak District cooperate in increasing the jumantik cadres by add forming jumantik cadres from the cleaning officers who monitoring aedes aegypti larvae from house to house, and continue this research with causal method to find out the cause of DHF in Siak District, especially Sabak Auh sub-district.

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Double Exponential Smoothing, Siak District, Time Series Forecasting.

(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Proyeksi Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue dengan Metode Peramalan Time Series Di Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2017-2021” yang merupakan salah satu syarat untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Selama mengerjakan skripsi ini penulis banyak mendapatkan motivasi, bantuan serta dukungan baik moril maupun material dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina., M. Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

2. Prof. Drs. Heru Santoso., MS, Ph. D selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Asfriyati., S.K.M, M. Kes selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 4. dr. Ria Masniari Lubis., M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah

mengarahkan, memotivasi, dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi, 5. Lanova Dwi Arde M, S.K.M, MKM selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan, memotivasi dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi,

(8)

6. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, memotivasi dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini,

7. Maya Fitria, S.K.M., M. Kes selaku selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, memotivasi dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini,

8. Seluruh dosen dan staf administrasi di Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 9. Terkhusus buat Ayahanda tercinta Ir. H. Mulyadi dan Ibunda Hj. Safrini.,

S.Pd. SD yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan serta motivasi yang tak pernah henti-hentinya dalam menyelesaian skripsi ini,

10. Saudara terbaik Abangda Miftahuz Zikri, Adikku Ananda Permata Estisika dan Ananda Imlikha Madin yang telah menjadi penyemangat penulis dalam menulis skripsi ini,

11. Serta keluarga bebek kuning (Kak Azrah, Wiwik, Tiara, Leli, Rani, dan Putri), saudari seperjuangan skripsi (Lili), sahabat-sahabat peminatan biostatistik (Lucy, Lucia, Ira, Ella, Hera, Nisa, Widya, Bella, Cindy dll), sahabat halo (Rahma, Okti dan Arfi), saudari terbaik yakni Cici dan Iit serta teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan, saran dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Penelitian ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan materinya. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang mendukung

(9)

untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2018

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

RIWAYAT HIDUP xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan Umum 5

1.3.2 Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 6

2.1.1 Etiologi 6

2.1.2 Penularan 7

2.1.3 Epidemiologi 8

2.1.3.1 Frekuensi 8

2.1.3.2 Distribusi 10

2.1.3.3 Determinan 11

2.1.4 Tanda dan Gejala 12

2.1.5 Pencegahan dan Penanggulangan 14

2.2 Peramalan 18

2.2.1 Metode Peramalan Time Series 20

2.2.2 Pola Data 24

2.2.3 Variasi Musim 24

2.4 Uji F 26

2.5 Ukuran Ketepatan Peramalan 26

2.6 Alur Penelitian 28

BAB III METODE PENELITIAN 29

3.1 Jenis Penelitian 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 29

3.3 Populasi 29

3.4 Metode Pengumpulan Data 29

3.5 Metode Analisis Data 29

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN 31

4.1 Kabupaten Siak 31

4.1.1 Geografis 31

4.1.2 Jumlah Penduduk 32

4.1.3 Profil Kesehatan Kabupaten Siak 33

4.2 Proyeksi Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016 33 4.2.1 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak 33

4.2.2 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus DBD

Setiap Kecamatan di Kabupaten Siak 36

4.2.2.1 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Siak 36

4.2.2.2 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Sungai Apit 37

4.2.2.3 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Minas 39

4.2.2.4 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Tualang 40

4.2.2.5 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Dayun 41

4.2.2.6 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Kerinci Kanan 42

4.2.2.7 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Bunga Raya 43

4.2.2.8 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Koto Gasib 44

4.2.2.9 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Kandis 46

4.2.2.10 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Lubuk Dalam 47

4.2.2.11 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Sabak Auh 48

4.2.2.12 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Mempura 49

4.2.2.13 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus

DBD Kecamatan Pusako 50

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 53

5.1 Proyeksi Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak

Tahun 2017-2021 53

5.2 Proyeksi Jumlah Kasus DBD Setiap Kecamatan

di Kabupaten Siak Tahun 2017 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 56

6.1 Kesimpulan 56

(12)

6.2 Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Nama Kecamatan, Ibukota, dan Luas Wilayah (Km2)

di Kabupaten Siak Tahun 2016 31

Tabel 4.2 Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016 34 Tabel 4.3 Hasil Ramalan Berdasarkan Nilai Trend

dan Variasi Musim di Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 35 Tabel 4.4 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Siak Tahun 2010-2016 36 Tabel 4.5 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Sungai Apit

Tahun 2010-2016 38

Tabel 4.6 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Minas Tahun 2010-2016 39 Tabel 4.7 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Tualang Tahun 2010-2016 40 Tabel 4.8 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Dayun Tahun 2010-2016 41 Tabel 4.9 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Kerinci Kanan

Tahun 2010-2016 42

Tabel 4.10 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Bunga Raya

Tahun 2016-2021 43

Tabel 4.11 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Koto Gasib

Tahun 2010-2016 45

Tabel 4.12 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Kandis Tahun 2010-2016 46 Tabel 4.13 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Lubuk Dalam

Tahun 2010-2016 47

Tabel 4.14 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Sabak Auh

Tahun 2010-2016 48

Tabel 4.15 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Mempura Tahun 2010-2016 49 Tabel 4.16 Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Pusako Tahun 2010-2016 50

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Penelitian Proyeksi Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue dengan Metode Peramalan Time Series

di Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2017-2021 28 Gambar 4.1 Jumlah Penduduk di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016 32 Gambar 4.2 Hasil Ramalan Trend Tahunan Jumlah Kasus

Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Siak

Tahun 2017-2021 34

Gambar 4.3 Hasil Ramalan Trend Bulanan Jumlah Kasus

Demam Berdarah dengue per Bulan 35

Gambar 4.4 Hasil Ramalan Berdasarkan Nilai Trend dan Variasi Musim Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue per Bulan

di Kabupaten Siak Tahun 2017-2021 36

Gambar 4.5 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Siak Tahun 2017 37 Gambar 4.6 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Sungai Apit Tahun 2017 38 Gambar 4.7 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Minas Tahun 2017 40 Gambar 4.8 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Tualang Tahun 2017 41 Gambar 4.9 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Dayun Tahun 2017 42 Gambar 4.10 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Kerinci Kanan Tahun 2017 43 Gambar 4.11 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Bunga Raya Tahun 2017 44 Gambar 4.12 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Koto Gasib Tahun 2017 45 Gambar 4.13 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Kandis Tahun 2017 47 Gambar 4.14 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Lubuk Dalam Tahun 2017 48 Gambar 4.15 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

(15)

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Sabak Auh Tahun 2017 49 Gambar 4.16 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Mempura Tahun 2017 50 Gambar 4.17 Jumlah Kasus DBD Tahun 2010-2016 dan Hasil Ramalan

Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Pusako Tahun 2017 51 Gambar 4.18 Peta Kabupaten Siak dan Hasil Ramalan Kasus DBD

Setiap Kecamatan di Kabupaten Siak Tahun 2017 52 Gambar 5.1 Data Curah Hujan di Kabupaten Siak 54

(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jumlah Penduduk di Kabupaten Siak

Lampiran 2. Data Jumlah Kasus DBD Kabupaten Siak dan Setiap Kecamatan per Bulan Tahun 2010-2016

Lampiran 3. Hasil Uji Regresi dan Peramalan Jumlah Kasus DBD Kabupaten Siak dan Setiap Kecamatan Mengunakan Data Tahun 2010-2016

(17)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Miftahul Arsyi

Tempat Lahir : Siak Sri Indrapura Tanggal Lahir : 18 Oktober 1996

Suku Bangsa : Melayu

Agama : Islam

Nama Ayah : Ir. H. Mulyadi

Suku Bangsa Ayah : Melayu

Nama Ibu : Hj. Safrini, S.Pd. SD Suku Bangsa Ibu : Melayu

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SDN 03 SIAK TAHUN 2002-2008 2. SLTP/Tamat tahun : SMPN 1 SIAK TAHUN 2008-2011 3. SLTA/Tamat tahun : SMAN 1 SIAK TAHUN 2011-2014 4. Sarjana/Tamat tahun : FKM USU TAHUN 2014-2018

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang terdapat di wilayah tropis dan subtropis, biasanya daerah urban dan semi-urban. Penyakit ini menjadi perhatian utama bagi kesehatan masyarakat internasional. Tiga dekade terakhir, ada peningkatan kasus penyakit demam berdarah dengue di dunia.

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dari famili Flaviviradae disebarkan melalui nyamuk Aedes (Stegomyia) (WHO, 2011).

Aedes agypti adalah salah satu nyamuk yang merupakan vektor paling efektif untuk arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia serta sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan banyak spesies kompleks Aedes scutellaris (WHO, 1997).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2010).

Kemenkes RI (2016) tentang Situasi DBD di Indonesia menjelaskan bahwa DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, maka jumlah penderita DBD dan luas daerah penyebaran penyakit tersebut

(19)

semakin bertambah. Di Indonesia, DBD ditemukan pertama kali di Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun 2015 tercatat 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia. Kasus tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 2014, yakni sebanyak 100.347 penderita dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia. Kemenkes RI (2017) tentang Profil Kesehatan Indonesia melaporkan bahwa data tahun 2016 terdapat 24 provinsi di Indonesia memiliki angka kesakitan DBD diatas target Rencana Strategis (Restra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yaitu Incidence Rate (IR) lebih besar dari 49 per 100.000 penduduk, salah satu provinsi yang termasuk diatas target adalah Provinsi Riau (IR=64,14 per 100.000 penduduk).

Provinsi Riau memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 1.700-4.000 mm per tahun. Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Provinsi Riau, mengingat penyakit ini sangat potensial untuk terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2015 melaporkan bahwa trend angka kesakitan DBD semakin meningkat dari tahun 2012. Data tahun 2013 tercatat sebanyak 1.415 orang (IR=23,45 per 100.000 penduduk) dan angka kematian sebanyak 11 orang (Case Fatality Rate/CFR=0,8%), tahun 2014 sebanyak 2.366 orang (IR=38,23 per 100.000) dan angka kematian sebanyak 34 orang (CFR=1,4%), dan tahun 2015 sebanyak 3.261 orang (IR=51,4 per 100.000 penduduk) akan tetapi ada penurunan angka kematian yakni sebanyak 20 orang (CFR=0,61%). Ada 6 kabupaten/kota di Provinsi Riau yang memiliki IR diatas target Restra Kementerian Kesehatan dan Provinsi Riau (> 49 per 100.000 penduduk) salah satu diantaranya adalah Kabupaten Siak (IR=61,9 per 100.000 penduduk).

(20)

Kabupaten Siak memiliki 14 kecamatan yang merupakan daerah beriklim tropis basah dengan temperatur antara 25-32oC dengan curah hujan yang cukup tinggi mencapai 1.965 mm per tahun. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak pada tahun 2012 sebanyak 161 kasus (IR=37,63 per 100.000 penduduk), tahun 2013 ada penurunan kasus sebanyak 134 kasus (IR=28,39 per 100.000 penduduk) dan kasus meninggal sebanyak 1 orang (CFR=0,75%), tetapi ada peningkatan kasus lagi di tahun 2014 sebanyak 407 kasus (IR=82,73 per 100.000 penduduk) dengan kematian yang dilaporkan sebanyak 7 orang (CFR=1,72%). Selanjutnya di tahun 2015 terjadi kasus DBD sebanyak 279 kasus (IR=59,19 per 100.000 penduduk), dan tahun 2016 semakin meningkat kasus DBD di Kabupaten Siak yakni 502 kasus (IR=123,03 per 100.000 penduduk).

Menurut Achmadi (2010) menyatakan upaya-upaya program pengendalian telah banyak dilakukan baik ditingkat pusat maupun daerah, program tersebut adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara Menguras, Menutup, Mengubur (3M plus) penampungan air serta membubuhkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, pemeriksaan dan pemberantasan jentik berkala paling lama 3 bulan sekali, dan pengasapan.

Walaupun demikian tindakan tersebut belum dapat menekan jumlah penderita DBD secara nasional. Kegiatan tersebut belum dapat berjalan dengan baik karena disebabkan sifat masyarakat yang masih reaktif. Ariati dan Anwar (2014) mengatakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi kejadian DBD antara lain yaitu waktu, tempat dan angka kejadian belum dapat diprediksi dengan baik, serta belum tersedianya model prediksi kejadian penyakit

(21)

4

DBD yang dapat diandalkan sehingga dibutuhkan model prediksi yang baik untuk meramalkan kejadian jumlah kasus DBD.

Oleh karena terjadinya fluktuatif jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak, maka sangat dibutuhkan program pencegahan maupun penanggulangan penyakit ini. Agar program yang dibuat berjalan dengan baik maka dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui peramalan (forecasting) jumlah kasus DBD. Peramalan sangat diperlukan karena dapat menentukan kapan terjadi peningkatan jumlah ramalan yang tidak diinginkan, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan. Selain itu, peramalan diperlukan karena adanya kebutuhan untuk mengetahui kejadian jumlah kasus dimasa mendatang, apabila terjadi peningkatan pada suatu wilayah maka langkah-langkah penanggulangannya dapat dilakukan terlebih dahulu dan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Proyeksi jumlah kasus DBD menjadi penting mengingat selalu terjadi fluktuatif jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak, sehingga data ramalan dapat menjadi informasi awal bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Siak dalam perencanaan program pencegahan dan pengendalian kasus DBD di Kabupaten Siak Provinsi Riau pada tahun 2017-2021. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui proyeksi jumlah kasus penyakit DBD setiap Kecamatan di Kabupaten Siak Provinsi Riau tahun 2017-2021 dengan metode peralaman time series menggunakan data tahun 2010-2016.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah terjadi fluktuatifnya jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak pada tahun 2010-2016 sehingga dibutuhkan proyeksi jumlah kasus DBD di

(22)

Kabupaten Siak Provinsi Riau tahun 2017-2021 sebagai bahan masukan untuk perencanaan program pencegahan dan pengendalian DBD di Kabupaten Siak.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini untuk mengetahui proyeksi jumlah kasus DBD tahun 2017-2021 dengan metode peramalan time series di Kabupaten Siak menggunakan data tahun 2010-2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui proyeksi jumlah kasus DBD tahun 2017-2021 dengan metode peramalan time series di Kabupaten Siak dan setiap kecamatannya menggunakan data tahun 2010-2016.

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Siak sebagai bahan masukan atau informasi awal untuk perencanaan program pencegahan dan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Siak.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Etiologi

DBD disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus ini termasuk kelompok Arthropod Borne Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Kemenkes RI, 2010). Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak berhasil diisolasi (48,6%), disusul berturut-turut DEN-2 (28,6%), DEN-1 (20%), DEN-4 (2,9%).

Empat jenis serotipe tersebut terdapat di Indonesia, serotipe DEN-3 sering terjadi wabah di Indonesia sendiri dan serotipe DEN-2 penyebab wabah di Thailand. Apabila seseorang terinfeksi salah satu serotipe maka ia akan mendapatkan imunitas sepanjang hidupnya jika serotipe yang sama, akan tetapi hanya menjadi pelindung sementara terhadap serotipe yang lainnya. Virus DEN memiliki karakteristik yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi, virionnya tersusun suatu untaian genom RNA rantai tunggal berdiameter kira-kira 50 nm yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan berselubung (envelope) dari lipid yang mengandung 2 protein, yakni protein (E) dan protein membran (M). Genom RNA virus DEN mengkode 3 protein struktural, kapsid (C),

(24)

membran (M), dan selubung (E) serta 7 protein nonstruktural, yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5.

2.1.2 Penularan

Manusia, virus, dan vektor adalah 3 faktor yang menyebabkan penularan infeksi virus dengue. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Nyamuk Aedes albopictus dan Aedes polynesiensis merupakan spesies yang dapat menularkan virus dengue juga, akan tetapi kurang berperan. Apabila nyamuk tersebut terinfeksi maka nyamuk tersebut akan terinfeksi sepanjang hidupnya, virus menular ke manusia selama menggigit atau menghisap darah manusia (Irianto, 2014).

Manusia merupakan penjamu utama virus dengue, selain itu dibeberapa bagian dunia menunjukkan bahwa monyet juga mampu terinfeksi dan dapat pula sebagai sumber virus ketika nyamuk menggigitnya. Penularan virus melalui nyamuk yang menggigit manusia yang telah terinfeksi ditentukan berdasarkan besar dan durasi viremia pada manusia. Viremia merupakan kehadiran virus dalam aliran darah manusia. Jika seseorang dengan viremia tinggi maka memberikan dosis virus infeksius yang tinggi ke nyamuk penggigit.

Aedes aegypti berkembangbiak dimulai dengan bertelur hingga dewasa selama 10-12 hari. Nyamuk betina mampu mengisap darah manusia untuk mematangkan telurnya, sedangkan nyamuk jantan hidup dengan menghisap sari bunga tumbuhan. Kemampuan terbang nyamuk berkisar 40-100 meter dari tempat berkembangbiakannya. Nyamuk Aedes aegypti dapat terinfeksi jika menggigit manusia yang mengalami viremia. Dalam jangka waktu 8-10 hari virus berkembangbiak didalam kelenjar ludah nyamuk sebelum ditularkan ke manusia

(25)

8

untuk gigitan berikutnya. Transovarian tranmission terjadi pada tubuh nyamuk, maksudnya nyamuk dapat menularkan virus kepada keturunannya, akan tetapi peran ini tidak terlalu penting (Irianto, 2014).

Kepekaan manusia terhadap infeksi virus dengue tergantung pada status imun dan pedisposisi genetik. Siklus penularan virus dengue terjadi melalui tiga siklus (Soedarto, 2012):

1. Siklus enzootik (enzootic cycle): siklus silvatik primitif, terjadi pada siklus Kera – Aedes – Kera seperti yang dilaporkan dari Asia Selatan dan Afrika.

Virus tidak patogen pada kera, dan viremia hanya berlangsung dalam waktu 2-3 hari. Semua serotipe dengue dapat diisolasi dari kera.

2. Siklus epizootik. Melalui nyamuk sebagai vektor pembawa virus dengue, sehingga menyebar dari manusia ke kera dan menimbulkan epidemi virus pada kera.

3. Siklus epidemik. Siklus epidemik terjadi dalam bentuk Manusia - Aedes aegypti – Manusia dengan epidemi siklik. Pada umumnya semua serotipe dengue beredar dalam darah dan meningkatkan hiperendemisitas. Aedes aegypti sifat antropofilik dan multiple feeding serta habitatnya yang domestik, menjadikan nyamuk ini merupakan vektor dengue yang efektif.

2.1.3 Epidemiologi 2.1.3.1 Frekuensi

Menurut WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat (1997) bahwa penyakit demam berdarah dengue ditemukan pertama kali di Filipina pada tahun 1953. 3 (tiga) dekade berikutnya, demam berdarah dengue ditemukan di Kamboja, Cina, India, Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia, Maldives,

(26)

Myanmar, Singapura, Sri Langka, Vietnam, dan beberapa kelompok Kepulauan Pasifik. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, ada peningkatan pada masalah kesehatan. Selama periode ini, 1.070.207 kasus dan 42.808 kematian telah dilaporkan.

Kejadian luar biasa pertama penyakit demam berdarah dengue di Asia ditemukan di Manila pada tahun 1964 dan dilaporkan oleh Quintas. Tahun 1956 terjadi kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue “Thai” yang ditemukan di Bangkok-Thonburi dan sekitarnya. Kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue terjadi juga di wilayah Asia lainnya. Di Penang, Malaysia Barat, penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan pada tahun 1962. Demam berdarah dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di Indonesia yaitu berupa kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue di Jakarta dan Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR=41,5%).

Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah perdesaan.

(Soegijanto, 2006).

Berdasarkan Kemenkes RI (2016), Incidence Rate (IR) penyakit DBD dari tahun 1968-2015 cenderung terus meningkat. 3 (tiga) provinsi tertinggi yang memiliki IR tertinggi yaitu Provinsi Bali (208,7 per 100.000 penduduk), Provinsi Kalimantan Timur (183,12 per 100.000 penduduk), dan Provinsi Kalimantan Tenggara (120,08 per 100.000 penduduk). 3 (tiga) provinsi memiliki IR terendah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (0,68 per 100.000 penduduk), Provinsi

(27)

10

Maluku (4,63 per 100.000 penduduk), dan Provinsi Papua Barat (7,57 per 100.000 penduduk).

2.1.3.2 Distribusi

Menurut Arsin (2013), epidemi DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1779 hingga 1780 di Asia, Afrika, dan Amerika. Pemicu penyebaran virus dengue melalui nyamuk Aedes aegypti melalui sektor transportasi kapal yang transit di beberapa belahan dunia.

Menurut Depkes Provinsi DKI Jakarta dalam buku Soegijanto (2006), kebanyakan kasus epidemi DBD setiap negara menyerang anak-anak dan 95%

dilaporkan berusia kurang dari 15 tahun. Akan tetapi, kasus dewasa juga meningkat selama terjadi kejadian luar biasa. Kasus DBD banyak terjadi pada usia dibawah 15 tahun di Asia seperti Thailand, Myanmar, Indonesia, dan Vietnam sedangkan kasus DBD yang usianya lebih dari 15 tahun banyak dijumpai di Amerika. Proporsi angka kematian kasus DBD banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun, selanjutnya terjadi pada usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun.

Menurut Kemenkes RI (2016), berdasarkan data kasus DBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010-2015 persentase penderita menurut jenis kelamin cenderung sama antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, Soegijanto (2006), pernah ditemukan perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan.

Kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Daerah endemik di negara Filipina, Thailand, Myanmar, Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Vietnam, musim epidemik terjadi di saat musim hujan yang hampir setiap tahun terjadi. Di

(28)

Indonesia epidemi dimulai sesudah Bulan September dan mencapai puncaknya pada Bulan Desember.

2.1.3.3 Determinan

Menurut Irianto (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu:

 Pertumbuhan penduduk yang tinggi,

 Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,

 Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,

 Peningkatan sarana transportasi,

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunisasi penjamu, kepadatan vektor penjamu, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara.

Pada suhu yang panas (28-32 ) dengan kelembapan yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.

Kemenkes RI (2010) mengatakan banyak penelitian yang telah dilakukan tentang penyakit demam berdarah, yang berhubungan degan DBD terdapat pada faktor etiologik. Adapun faktor etiologik adalah faktor host (umur, jenis kelamin, mobilitas), faktor lingkungan (kepadatan rumah, adanya tempat perindukan nyamuk, tempat peristirahatan nyamuk, kepadatan nyamuk, angka bebas jentik, dan curah hujan), dan faktor perilaku (pola tidur, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, menguras, dan membuang/mengubur sarang nyamuk).

Menurut Michael dalam buku Arsin (2013), adanya perubahan iklim mengakibatkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah angin sehingga

(29)

12

berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama perkembangan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya siklus tersebut yaitu faktor perubahan iklim dan faktor manusia. Faktor perubahan iklim berpengaruh terhadap perkembangan vektor. Faktor manusia berupa perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Arsin (2013), infeksi virus dengue dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penjamu dan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Infeksi virus yang terjadi dapat berupa tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Syok Sydrome (DSS). Tanda dan gejala penyakit DBD dapat berupa :

1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan.

Demam tinggi dapat menimbulkan kejang terutama pada bayi.

2. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.

(30)

3. Ada yang ditemukan nyeri perut dirasakan di epigastrium dan di bawah tulang iga.

Menurut WHO (1997), suhu demam tinggi penderita biasanya mencapai

> 39 dan menetap selama 2-7 hari, terkadang suhu tubuh penderita bisa saja mencapai 40-41 . Menurut WHO dalam buku Soegijanto (2006), untuk menegakkan diagnosis klinis DBD dapat diketahui melalui beberapa patokan gejala klinis dan laboratorium.

Gejala Klinis

1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari.

2. Manisfestasi pendarahan

 Uji torniquet positif

 Pendarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis,

epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, dan melena.

3. Hepatomegali.

4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah.

Laboratorium

1. Trombositopeni (<100.000 sel/ml).

2. Hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20% dibandingkan fase konvalesen).

Akan tetapi, menurut Samsi dalam buku Soegijanto (2006), apabila menggunakan kriteria WHO 1986 secara murni, maka banyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan. Untuk mengantisipasi ini, kelompok kerja DBD sepakat jumlah trombosit <150.000 sel/ml sebagai batas trombositopeni.

Pembagian derajat DBD menurut WHO (1986) sebagai berikut:

(31)

14

Derajat I : Demam dan uji torniquet positif.

Demam II : Demam dan pendarahan spontan, pada umumnya di kulit dan atau pendarahan lainnya.

Derajat III : Demam, pendarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.

Derajat IV : Demam, pendarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala renjatan hebat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur).

Dalam pelaksanaan sehari-hari diagnosis klinis DBD dapat ditegakkan jika didapatkan:

1. Demam

2. Manifestasi pendarahan 3. Trombositopeni

4. Hemokosentrasi atau tanda-tanda kebocoran plasma lainnya seperti efusi pleura, ascites dan hipoalbuminemi.

2.1.5 Pencegahan dan Penanggulangan

Hingga dewasa ini vaksin dengue belum tersedia, sudah lama diupayakan untuk melakukan studi vaksin dengue yang berasal dari virus dengue yang dilemahkan dibuat dari monovalen sampai tetravalen, akan tetapi pemanfaatannya belum dapat digunakan, disebabkan karena penelitian monovalen maupun tetravalen menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Apabila vaksin tersebut

(32)

disuntikkan pada penderita virus dengue memungkinkan untuk terjadi reaksi enhancement (penambahan) respon imun. Pencegahan dalam upaya menangani penyakit infeksi virus dengue lebih menitikberatkan kepada pemberantasan nyamuk dewasa dan larva Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Pemberantasan penyakit DBD lebih diupayakan membatasi jentik nyamuk penularnya di tempat perindukan nyamuk tersebut dengan melakukan gerakan “3M” yaitu:

 Menguras serta menyikat tempat-tempat penampungan air secara teratur

sekurang-kurangnya seminggu sekali, disebabkan nyamuk dapat berkembang biak dari telur hingga dewasa dalam kurun waktu 10-12 hari,

 Menutup rapat-rapat tempat penampungan air,

 Mengubur/menyingkirkan benda-benda yang mampu menampung air.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang dapat menampung air, terutama pada musim hujan.

Selain kegiatan diatas, untuk memberantas penyakit DBD perlu melakukan kegiatan rutin seperti membuka jendela dan pintu setiap hari, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk kedalam rumah, sehingga pertukaran udara dan masuknya cahaya dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi nyamuk. Bagi masyarakat yang bermukim didaerah endemis DBD dapat melakukan upaya perlindungan diri dengan menggunakan repellents nyamuk, seperti lotion anti nyamuk, menanam tumbuhan/bunga yang dapat mengusir nyamuk contohnya lavender, serai wangi, dan lainnya.

Menurut Arsin (2013), Pengendalian nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek, yakni:

(33)

16

1. Aspek lingkungan

Beberapa cara dalam mencegah nyamuk kontak dengan manusia dapat dilakukan dengan memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, dan jendela. Selain itu, kegiatan yang sedang digalakkan yakni gerakan “3M”.

Untuk menghasilkan cara yang efektif diharapkan mampu mengkombinasi dari beberapa cara.

2. Aspek Biologis

Intervensi yang dapat dilakukan dalam aspek ini, apabila menggunakan kolam ikan dan tempat genangan air yang tetap, diharapkan memelihara ikan yang mampu memakan jentik-jentik nyamuk dalam genangan air tersebut contohnya ikan cupang, ikan kepala timah (panchax) dan lainnya. Selain itu dapat pula menanam tumbuhan yang memiliki aroma tidak disenangi oleh nyamuk contohnya bunga lavender yang mengandung zat linalool yang tidak disukai nyamuk, serai wangi yang mengandung zat geraniol dan sitronelal dan lainnya.

3. Aspek Kimiawi

Dalam aspek ini digunakan insektisida yang ditujukan untuk membasmi nyamuk dewasa atau larva. Untuk membasmi nyamuk dewasa biasanya digunakan golongan organochlorine, organophospor, carbamate, dan phyrethroid. Bahan-bahan yang digunakan biasanya dalam bentuk penyemprotan (spray) atau pengasapan (fogging), sedangkan insektisida untuk membasmi larva biasanya digunakan golongan organophosphor dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukan (abatisasi).

(34)

Menurut Irianto (2014), cara yang tepat guna dalam pemberantasan penyakit DBD dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Kegiatan PSN yang dapat dilakukan dengan menggalakkan kembali gerakan

“3M”. Kegiatan pengasapan (fogging) hanya dapat membunuh sebagian nyamuk dewasa vektor penyebab penularan virus dengue. Selama jentik-jentik ditempat perindukan tidak diberantas, akan muncul nyamuk-nyamuk baru menetas dan penularan penyakit akan tertular kembali. Dalam menggalakkan gerakan “3M”

dibutuhkan peran serta dari berbagai kalangan. Adapun pokok-pokok gerakan

“3M” meliputi:

 Penyuluhan intensif melalui berbagai media seperti TV, radio, surat kabar, dan lain-lain, penyuluhan kelompok maupun penyuluhan tatap muka oleh kader-kader di desa termasuk kader dasawisma, tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

 Kerja bakti secara serentak untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, setiap minggu, baik di rumah, sekolah maupun tempat-tempat umum lainnya.

 Kunjungan dari rumah ke rumah untuk memeriksa jentik di tempat-tempat yang dapat menjadi perindukan nyamuk oleh tenaga terlatih dan menaburkan bubuk abate apabila masih ditemukan jentik nyamuk.

Dengan melakukan gerakan “3M” dan penyuluhan kepada masyarakat secara terus menerus melalui berbagai media diharapkan 3M menjadi kegiatan yang selalu dikerjakan masyarakat.

Menurut Arsin (2013), pengobatan demam berdarah dalam tahap awal sebelum ke tempat pelayanan kesehatan yaitu dengan banyak minum dan juga

(35)

18

minum obat penurun panas. Apabila dilakukan di tempat pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit ataupun Puskesmas rawat inap, biasanya akan diberikan pengobatan dengan:

 Pemberian cairan infus yang dilakukan untuk mencegah timbulnya dehidrasi dan juga hemokosentrasi yang berlebihan.

 Pemberian obat yang disesuaikan dengan gejala yang dirasakan pasien.

Seperti antipiretik untuk menurunkan demam (parasetamol).

 Pemberian garam elektrolit (oralit) bila pasien mengeluh diare.

 Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder yang dapat ditimbulkan oleh demam berdarah.

 Pemberian transfusi trombosit sesuai indikasi bila kadar trombositnya turun sekali.

2.2 Peramalan

Peramalan (forecasting) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memprediksi atau memperkirakan suatu nilai pada masa depan dengan memperhatikan data atau informasi yang relevan pada masa lalu dan saat ini.

Menurut Supranto (2000), ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan/taksiran mengenai terjadinya suatu kejadian (nilai variabel untuk waktu yang akan datang).

Menurut Makridakis dkk (1983), untuk menghadapi penggunaan yang luas, teknik peramalan telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam dua kategori utama yaitu :

1. Metode kualitatif, yakni peramalan yang tidak memerlukan data seperti halnya metode kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode

(36)

tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan (judgment), dan pengetahuan yang telah didapat.

2. Metode kuantitatif, yakni peramalan yang menggunakan data kuantitatif di masa lalu. Metode peramalan kuantitatif sangat beragam, setiap metode mempunyai sifat, ketepatan, dan biaya tersendiri yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu.

Peramalan kuantitatif dapat digunakan bila terdapat tiga kondisi berikut:

1. Tersedia informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus bekelanjutan di masa mendatang.

Ada dua jenis model peramalan yang utama dalam metode peramalan kuantitatif, antaranya adalah:

1. Model deret berkala (time series), pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel. Tujuan metode ini menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.

2. Model asosiatif (kausal), faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas yang bersifat menjelaskan (eksplanatoris) yang bertujuan untuk meramalkan keadaan di masa yang akan datang dengan menemukan dan mengukur beberapa variabel bebas (independen) yang penting beserta pengaruhnya tidak bebas/terikat

(37)

20

yang akan diramalkan. Metode peramalan yang dapat digunakan yakni regresi korelasi, ekonometri dan input output.

2.2.1 Metode Peramalan Time Series 1. Metode Smoothing (Pemulusan)

Metode smoothing digunakan untuk mengurangi ketidakteraturan musiman dari data yang lalu dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Keakuratan peramalan baik untuk peramalan jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang keakuratannya sangat kurang. Menurut Reksohadiptodjo (1995), smoothing untuk meramalkan nilai berikutnya digunakan rata-rata semua data historis, semakin banyak data historis yang digunakan untuk meramalkan, maka semakin baik hasil ramalan secara rata-rata. Menurut Gitosudarmo dan Muhammad (2001), terdapat dua metode smoothing yaitu:

1. Single Eksponential Smoothing

Secara matematis besar forecast adalah:

( ) Dimana:

Ft+1 = Ramalan untuk periode ke t+1 Xt = Nilai real periode t

Ft = Ramalan untuk periode ke t

Dalam melakukan peramalan dengan metode single eksponential smoothing berdasarkan besar alpha (α) ditentukan secara trial dan error sampai ditemukan α yang menghasilkan forecast error terkecil.

(38)

2. Double Eksponential Smoothing

Proses penentuan ramalan dimulai dengan menentukan besarnya alpha (α) secara trial dan eror. Langkah-langkah dalam menentukan ramalan adalah sebagai berikut:

Menentukan Smoothing pertama (S′t) S′t = α Xt + (1-α) S′t-1

Menentukan Smoothing kedua (S′′t) S′′t = α S′+ (1-α) S′′t-1

 Menentukan Besarnya Konstanta (at) at = 2S′t - S′′t

Menentukan Besarnya Slope (bt) bt = ( )

Menentukan Besarnya Forecast (Ft + m)

Ft+m = at + bt (m), dimana m adalah jangka waktu forecast.

Dimana:

S′t = Smoothing pertama periode t Xt = nilai real periode t

S′t-1 = Smoothing pertama periode t-1 S′′t-1 = Smoothing kedua periode t-1 2. Metode Box Jenkins (ARIMA)

Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan metode matematis agar kesalahan yang terjadi dapat sekecil mungkin. Sama halnya dengan Metode smoothing keakuratan baik untuk jangka pendek. Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), dalam metode ini menggunakan data masa lalu dan masa sekarang agar

(39)

22

dapat menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Selain itu, metode ini jarang digunakan baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang sebab dapat memberikan hasil ramalan dengan kepuasan yang kurang baik.

3. Metode Proyeksi Trend dengan Regresi

Metode ini merupakan dasar garis trend untuk persamaan matematis, sehingga dengan dasar persamaan tersebut dapat diproyeksikan suatu hal yang diteliti untuk masa depan. Keakuratan metode ini sangat baik bagi jangka pendek maupun jangka panjang. Minimal data yang digunakan sebanyak 5 tahun.

Metode regresi yang digunakan dalam peramalan adalah regresi sederhana, yakni terdiri dari dua variabel (Aritonang, 2009). Dalam notasi matematis bentuk hubungan tersebut adalah ( ), X adalah variabel waktu dan Y adalah variabel yang diramalkan. Bentuk pola hubungan dari analisis atau model deret waktu dapat dibedakan atas regresi linear dan regresi non linear.

Regresi linear sederhana yang dimaksud ialah suatu pola hubungan yang berbentuk garis lurus antara satu variabel yang diramalkan dengan suatu variabel yang mempengaruhinya atau variabel bebas. Dalam analisis deret waktu (time series) variabel bebasnya adalah waktu.

Notasi regresi sederhana yang merupakan pola garis lurus dapat dinyatakan dengan ( ). Garis lurus yang digunakan merupakan garis lurus yang mendekati titik-titik dari data historis. Untuk mendapatkan garis lurus tersebut harus didapatkan besaran a dan b. Besaran yang didapatkan merupakan nilai konstan dan tidak berubah-ubah dalam penganalisaan yang dilakukan.

Maknanya, bila telah didapatkan nilai a dan b, maka nilai X atau variabel waktu

(40)

akan didapatkan nilai Y atau variabel yang dicari untuk nilai X tersebut (Assauri, 1984).

Metode untuk menentukan persamaan trend linier adalah:

1. Trend Linier dengan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method)

Metode Kuadrat Terkecil adalah suatu metode untuk melihat garis jumlah kuadrat selisih antara data berkala dan garis trend terkecil, sehingga jumlah kesalahan kuadrat memiliki nilai terkecil. Menurut Gitosudarmo dan Muhammad (2001), dengan menggunakan metode terkecil dalam penentuan trend semakin jelas dan mudah.

2. Metode bebas

Penerapan garis linier secara bebas bukan berarti penerapan tanpa kriteria. Sebetulnya, penerapan sedemikian itu merupakan penerapan tanpa menggunakan rumus matematika. Bila kriteria penerapan sudah dirumuskan, garis trend dapat digambarkan berdasarkan perumusan tersebut dengan bantuan mistar saja (Dajan, 1986).

3. Trend Linier dengan Setengah rata-rata

Menurut Dajan (1986), penggambaran garis trend bersandarkan metode “setengah rata-rata” jauh lebih baik daripada penerapan garis trend secara bebas. Meskipun demikian, unsur subyektif mungkin masih terasa dalam cara pengelompokan data deret berkalanya. Nilai-nilai deret berkala dalam tiap kelompok sangat mempengaruhi bentuk serta porsi garis trend itu sendiri. Garis trend sangat berpengaruhi oleh nilai-nilai deret berkala yang ekstrim.

(41)

24

2.2.2 Pola Data

Menurut Makridakis dkk (1988), untuk memilih metode time series yang tepat harus terlebih dahulu memperhatikan pola data. Adapun bagian pola data sebagai berikut:

1. Pola horisontal (H) terjadi bila data fluktuatif diantara nilai rata-rata yang konstan, data stasioner terhadap nilai rata-ratanya.

2. Pola musiman (S) terjadi bila deret data dipengaruhi oleh fakor musiman seperti kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu.

Komponen data yang ada terjadi berulang-ulang secara teratur dalam setiap waktunya.

3. Pola siklis (C) terjadi bila komponen data runtun waktu berkaitan dengan kejadian yang tidak teratur, komponan kurun waktu yang digunakan lebih dari satu tahun dan biasanya dengan periode yang tidak sama.

4. Pola trend (T) terjadi bila data yang didapat ada kecendrungan meningkat atau menurun dalam jangka panjang (sepuluh tahun atau lebih).

2.2.3 Variasi Musim

Menurut Gitosudarmo dan Muhammad (2001), variasi musim merupakan variasi yang akan berulang kembali dalam waktu tidak lebih dari satu tahun, untuk mengetahui variasi tersebut perlu diketahui indeks musim. Adapun metode yang digunakan untuk mendapatkan variasi musim yakni:

1. Metode rata-rata sederhana.

Menentukan indeks musim dalam metode ini dengan cara sebagai berikut:

 Menentukan rata-rata data (bulanan atau triwulan dalam satu tahun).

(42)

 Mencari nilai b kumulatif dengan cara mengkalikan persamaan trend (b) dengan periode data.

 Mencari nilai rata-rata b kumulatif dengan cara pengurangan nilai rata-

rata setiap periode bulan atau triwulan, selanjutnya dibagi banyaknya periode tersebut.

 Menentukan indeks musim.

2. Metode persentase terhadap trend.

Menentukan indeks musim dalam metode ini dengan cara sebagai berikut:

 Menyajikan data yang real.

 Jika persamaan trend yang digunakan X merupakan bukan bilangan

bulat, maka dirubah origin persamaan trend untuk mendapatkan trend dengan origin baru dengan X bilangan bulat.

 Persentase data real terhadap trend.

 Mencari nilai rata-rata median trend dengan cara mengurutkan nilai

median trend dari terkecil terlebih dulu.

 Menentukan indeks musim.

(43)

26

3. Metode persentase terhadap rata-rata bergerak.

Menentukan indeks musim dalam metode ini dengan cara sebagai berikut:

 Menghitung jumlah bergerak selama satu tahun(per bulan atau per triwulan) dan letakkan pada pertengahan data.

 Menghitung jumlah bergerak selama dua tahun dan letakkan pada pertengahan data.

 Menghitung rata-rata bergerak.

 Menghitung persentase data real terhadap rata-rata bergerak.

 Menentukan nilai median persentase tersebut.

 Menentukan indeks musim.

2.3 Uji F

Signifikansi model regresi dapat menggunakan uji-F. Uji-F merupakan suatu alat uji statistik yang akan membantu peramal dalam memutuskan signifikansi hubungan antara X dan Y (Makridakis, 1983). Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah data observasi tepat berada disekitar garis persamaan regresi.

Jika tingkat kepercayaan 95% pada uji-F, maka nilai probabilitas harus lebih kecil dari 0,05, sehingga persamaan yang tepat diperoleh untuk digunakan dalam peramalan.

2.4 Ukuran Ketepatan Peramalan

Menurut Gitosudarmo dan Muhammad (2001), menguji ketepatan peramalan dapat dengan menggunakan MSE (Mean Squared Eror). MSE dihitung sebagai berikut:

(44)

[( ) ]

Dimana:

Xt = Data real periode t Ft = Ramalan periode t = banyak data pengamatan

Ukuran MSE merupakan ukuran standar dan lazim digunakan untuk akurasi peramalan. Semakin kecil MSE, berarti semakin tepat untuk digunakan sebagai ramalan (Aritonang, 2009).

(45)

28

2.5 Alur Penelitian

Gambar 2.1 Alur Penelitian Proyeksi Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue dengan Metode Peramalan Time Series di Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2017-2021

Data kasus DBD di Kabupaten Siak tahun 2010-2016, yakni:

1. Kecamatan Siak

2. Kecamatan Sungai Apit 3. Kecamatan Minas 4. Kecamatan Tualang 5. Kecamatan Kandis

6. Kecamatan Kerinci Kanan 7. Kecamatan Sungai Mandau 8. Kecamatan Dayun

9. Kecamatan Bunga Raya 10. Kecamatan Koto Gasib 11. Kecamatan Lubuk Dalam 12. Kecamatan Sabak Auh 13. Kecamatan Mempura 14. Kecamatan Pusako

Metode Peramalan Time Series (Uji F dengan Regresi)

Trend Linear Variasi Musim

Proyeksi Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak per Bulan Tahun

2017-2021 Proyeksi Jumlah Kasus DBD

Setiap Kecamatan di Kabupaten Siak Tahun 2017

Memiliki Trend Jangka Panjang (p value ≤ 0,05) Tidak Memiliki Trend Jangka

Panjang (p value > 0,05)

Double Eksponential Smoothing (Data setiap kecamatan per bulan

kecil (0-25)

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif menggunakan metode peramalan time series dengan analisis proyeksi trend dengan regresi dan variasi musim untuk meramalkan jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak per bulan tahun 2017-2021, selanjutnya analisis smoothing untuk meramalkan jumlah kasus DBD setiap kecamatan di Kabupaten Siak tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Kabupaten Siak di mulai dari Bulan Agustus tahun 2017 sampai Maret tahun 2018.

3.3 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data jumlah kasus DBD Kabupaten Siak dan data jumlah kasus DBD setiap kecamatan di Kabupaten Siak dari tahun 2010-2016.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yaitu data jumlah kasus DBD dari tahun 2010 sampai dengan 2016 yang tercatat pada laporan bulanan setiap kecamatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Siak.

3.5 Metode Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis menggunakan metode peramalan time series. Adapun teknik analisis data, yaitu:

(47)

30

1. Analisis dimulai dengan analisis regresi untuk menentukan analisis trend linear atau smoothing yang digunakan sebagai peramalan. Apabila nilai F sig (p value) ≤ 0,05, maka ada hubungan linear antara waktu dengan jumlah kasus DBD. Jadi, analisis trend linear dapat digunakan untuk meramalkan jumlah kasus DBD tahun 2017-2021 dengan menggunakan data per bulan tahun 2010-2016 dan variasi musim dari nilai trend dan indeks musim dengan metode rata-rata sederhana untuk peramalan jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak. Pengolahan data analisis trend linear menggunakan aplikasi Zaitun Time Series, aplikasi ini untuk mendapatkan nilai trend tahunan dan bulanan jumlah kasus DBD tahun 2017-2021.

2. Apabila sebaliknya nilai F sig (p value) > 0,05, maka tidak ada hubungan linear antara waktu dengan jumlah kasus DBD, sehingga dilanjutkan dengan analisis smoothing. Analisis smoothing yang digunakan adalah metode Double Exsponential Smoothing dengan alpha (α) yang nilai Mean Squared Eror (MSE) terkecil untuk mendapatkan ramalan kasus DBD tahun 2017 dengan menggunakan data tahun 2010-2016. Peramalan jumlah kasus DBD setiap kecamatan mengunakan analisis smoothing dengan menggunakan data tahunan, dikarenakan data per bulan setiap kecamatan kecil (0-25), untuk Kecamatan Sungai Mandau tidak dilakukan peramalan karena tidak terdapat kasus DBD pada tahun 2010-2016.

(48)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Kabupaten Siak 4.1.1 Geografis

Kabupaten Siak merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang berdiri pada tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna, Kuantan Singingi dan Kota Batam. Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.556,09 km2, dengan letak posisi LU - LU dan BT - BT.

Kabupaten Siak terdiri dari 14 Kecamatan yaitu Kecamatan Siak, Sungai Apit, Minas, Tualang, Kandis, Kerinci Kanan, Sungai Mandau, Dayun, Bunga Raya, Koto Gasib, Lubuk Dalam, Sabak Auh, Mempura dan Pusako serta memiliki 9 kelurahan dan 122 desa.

Tabel 4.1 Nama Kecamatan, Ibukota, dan Luas Wilayah (Km2) di Kabupaten Siak Tahun 2016

No

. Kecamatan Ibukota

Luas Wilayah

(Km2)

Persentase (%)

1. Siak Siak Sri Indrapura 894,17 10,45

2. Sungai Apit Sungai Apit 1.346,33 15,74

3. Minas Minas 346,35 4,05

4. Tualang Tualang 343,60 4,02

5. Kandis Kandis 1493,65 17,46

6. Kerinci Kanan Kerinci Kanan 128,66 1,50

7. Sungai Mandau Muara Kelantan 1.705,00 19,93

8. Dayun Dayun 232,24 27,1

9. Bunga Raya Bunga Raya 151,00 1,76

10. Koto Gasib Pangkalan Pisang 704,70 8,24

11. Lubuk Dalam Lubuk Dalam 155,09 1,81

12. Sabak Auh Bandar Sungai 73,38 0,86

13. Mempura Benteng Hilir 437,45 5,11

14. Pusako Dusun Pusaka 544,47 6,36

TOTAL 8.556,09 100

Sumber: Kabupaten Siak dalam Angka 2017

(49)

32

Batas wilayah Kabupaten Siak terdiri dari (BPS Kabupaten Siak, 2017):

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis,

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Rokan Hulu, Kampar dan Kota Pekanbaru,

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, Kota Pekanbaru, dan

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan.

4.1.2 Jumlah Penduduk

Trend jumlah penduduk di Kabupaten Siak tahun 2010-2016. Jumlah penduduk dapat dilihat dari diagram batang dibawah ini:

Sumber: BPS Kabupaten Siak, 2017

Gambar 4.1 Jumlah Penduduk di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016

Berdasarkan data diatas ada peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2010-2013, akan tetapi pada tahun 2014 dan 2015 terjadi penurunan jumlah penduduk di Kabupaten Siak dan meningkat di tahun 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Siak (2017), Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Siak tahun

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

JUMLAH PENDUDUK

TAHUN

(50)

2016 sebesar 47,69 jiwa per km2. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Tualang yakni 424,95 jiwa per km2 dan terendah di Kecamatan Sungai Mandau yakni 4,26 jiwa per km2. Penyebaran penduduk di Kabupaten Siak terbanyak bermukim di Kecamatan Tualang sebanyak 27,36% penduduk sedangkan Kecamatan Pusako penyebaran penduduk terendah sebanyak 1,40%

penduduk.

4.1.3 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Siak

Dinas Kesehatan Kabupaten Siak merupakan sebuah organisasi kesehatan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengembangkan kualitas dan kompetensi petugas dalam pelayanan kesehatan dasar masyarakat di Kabupaten Siak. Dinas Kesehatan Kabupaten Siak membawahi wilayah kerja 15 puskesmas, diantaranya 7 rawat inap dan 8 tidak rawat inap. Data jumlah kasus DBD didapat dari 15 puskesmas tersebut yakni Puskesmas Siak, Sungai Apit, Minas, Perawang, Tualang, Sungai Mandau, Dayun, Kerinci Kanan, Bunga Raya, Koto Gasib, Kandis, Lubuk Dalam, Sabak Auh, Mempura dan Pusako.

4.2 Proyeksi Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak Menggunakan Data Tahun 2010-2016

4.2.1 Jumlah Kasus DBD dan Hasil Ramalan Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak

Data jumlah kasus DBD di Kabupaten Siak, ada terjadi peningkatan dan penurunan kasus pada tahun 2010-2016. Data dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(51)

34

Gambar 4.2 Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016

Tahun Jumlah Kasus

2010 78

2011 246

2012 161

2013 134

2014 407

2015 279

2016 502

Sumber: Data bulanan Dinas Kesehatan Kabupaten Siak yang telah diolah menjadi tahunan, 2017

Hasil analisis regresi diperoleh bahwa uji F signifikasi sebesar 0,030.

Maknanya, ada hubungan yang linear antara waktu dengan jumlah kasus DBD.

Oleh karena itu, maka dapat digunakan analisis trend linear dalam melakukan peramalan tahun 2017-2021.

Persamaan trend tahunan yang didapat yakni Y = 31,857 + 56,571 (X), (X2010 = 1, X2011 = 2, X2012 = 3, . . . , X2016 = 7). Berdasarkan persamaan tersebut dapat diproyeksikan jumlah kasus DBD tahun 2017-2021 dalam diagram garis sebagai berikut:

Gambar 4.2 Hasil Ramalan Trend Tahunan Jumlah Kasus Demam BerdarahDengue di Kabupaten Siak Tahun 2017-2021

0 100 200 300 400 500 600 700 800

2017 2018 2019 2020 2021

JUMLAH KASUS

TAHUN

Gambar

Gambar 2.1   Alur  Penelitian  Proyeksi  Jumlah  Kasus  Demam  Berdarah  Dengue  dengan  Metode  Peramalan  Time  Series  di  Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2017-2021
Gambar 4.1  Jumlah Penduduk di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016
Gambar 4.2  Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Siak Tahun 2010-2016
Gambar 4.3  Hasil  Ramalan  Trend  Bulanan  Jumlah  Kasus  Demam  Berdarah  Dengue  per  Bulan  di  Kabupaten  Siak  Tahun   2017-2021
+7

Referensi

Dokumen terkait

Problems of estimating used smallest square methods in linier regression model can overcome with used maximum likelihood method in logistic regression... Sebagai ilustrasi ,

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi promosi terhadap peningkatan kunjungan wisatawan di Kota Palopo. Populasi pada penelitian

Kebijakan saat Otonomi Khusus hingga Operasi hutan Lestari II (2001 – 2005) Pada periode ini perijinan yang digunakan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan atau pemungutan

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Penelitian ini termotivasi karena kondisi siswa SMK Adzkia yang memiliki kegiatan belajar dan kompetensi fisika yang masih rendah. Karena \pada umumnya siswa

Dari penelitian ini diketemukan bahwa pembiayaan akad mudharabah mutlilateral didasarkan pada fatwa MUI dan Dewan Syariah Nasional dengan argumen yang dibangun atas dasar

Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi VI Yogyakarta, semua media komunikasi yang digunakan berada pada kategori sedang atau cukup baik, sehingga semua media

6. Jika 27 gram Al direaksikan dengan 24 gram S, maka berdasarkan hukum Proust, pernyataan berikut yang benar adalah.. Jika dalam senyawa kalsium oksida terdapat 4 gram Ca