• Tidak ada hasil yang ditemukan

(%) Jaringan Utama Jaringan Tersier

10. Hubungan Tinggi Curah Hujan Tahunan terhadap NTPP

Variabel tinggi curah hujan tahunan tidak berpengaruh nyata pada taraf α = 10% terhadap nilai tukar petani tanaman pangan di KBI. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas dari t-statistik (LNHUJAN), yaitu sebesar 0,7368 yang lebih besar dari 0,1 (taraf nyata α = 10%). Koefisien dari variabel tinggi curah hujan tahunan bertanda positif dan sesuai dengan hipotesis, yaitu sebesar 0,011496.

Untuk pertumbuhan yang relatif normal, tanaman padi membutuhkan curah hujan (CH) per tahun ± 200 mm/bulan, dengan distribusi selama 4 (empat) bulan atau sebesar 1.500-2.000 mm. Pada kondisi CH yang kurang dari jumlah tersebut, pertumbuhan tanaman padi menjadi tidak normal dan pada kondisi yang jauh lebih parah lagi tanaman padi akan mengalami kekeringan. Oleh karena itu, pada daerah-daerah yang pada masa tanam 1 (satu) dan 2 (dua) mempunyai CH hanya sekitar 100 mm/bulan tidak dianjurkan untuk menanam padi tetapi lebih baik menanam palawija (Suprihatno, Samaullah, dan Sri, 2008).

Peningkatan tinggi curah hujan tahunan akan berdampak terhadap indeks harga yang dibayar petani menjadi relatif lebih rendah yang akan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan NTPP. Namun, tinggi curah hujan tahunan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai tukar petani tanaman pangan, dikarenakan (1) hujan berdampak secara tidak langsung, (2) curah hujan yang tidak merata setiap musim (3) air hujan tidak semuanya diserap oleh tanah, dikarenakan semakin berkurangnya area serapan air, dan (4) banyak air hujan yang tidak termanfaatkan dikarenakan air langsung mengalir kembali ke laut.

Dari hasil estimasi (Tabel 4.1.) didapat Fixed Effect (Cross) yang memperlihatkan pembeda dari setiap cross section (provinsi). Terlihat bahwa

Provinsi Jawa Timur memiliki nilai pembeda yang paling tinggi, yaitu sebesar 19,31376. Hal ini berarti Jawa Timur merupakan provinsi yang mampu bertahan terhadap guncangan nilai tukar petani, disaat tidak ada pengaruh dari variabel independen atau variabel independen bersifat konstan. Sedangkan Provinsi Kepulauan Riau memiliki nilai pembeda yang paling kecil yaitu sebesar 11,66393, sehingga Kepuluan Riau dapat dikatakan sebagai provinsi yang paling rawan terhadap guncangan nilai tukar petani disaat variabel independen bernilai 0. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang paling potensial, sebaliknya Provinsi Kepulauan Riau menjadi daerah yang tidak potensial dalam pengembangan dan pembangunan sektor pertanian.

5.1. Kesimpulan

Sektor pertanian memegang peranan penting di dalam memajukan perekonomian Kawasan Barat Indonesia (KBI), yaitu sebagai penyumbang PDRB ke-3 terbesar dengan rata-rata 17,31% selama periode tahun 2008-2010. Subsektor tanaman pangan sebagai penyumbang terbesar PDRB sektor pertanian KBI, yaitu rata-rata sebesar 51,58% ternyata memiliki rata-rata Nilai Tukar Petani terendah jika dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya, yaitu sebesar 98,04 selama periode tahun 2008-2010. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan tidak memberi perubahan terhadap peningkatan kesejahteraan petani tanaman pangan.

Rendahnya indeks NTPP, dipengaruhi oleh rendahnya rata-rata indeks harga yang diterima petani (It) sebesar 116,54 dan tingginya rata-rata indeks harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 118,77. Rendahnya It, dipengaruhi oleh masih rendahnya nilai tukar komoditi padi (116,03), sedangkan tinggginya Ib dipengaruhi oleh masih tingginya biaya konsumsi masyarakat (118.73) (terutama konsumsi bahan makanan (121,94) dan perumahan (118,38)) dan Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) (119,25) (terutama untuk biaya produksi obat-obatan dan pupuk (122,21) dan upah buruh tani (120,59)).

Faktor-faktor yang memengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan di Kawasan Barat Indonesia periode tahun 2008-2010, yaitu :

a. Produktivitas padi, harga gabah GKP di tingkat petani, dan panjang jalan berhubungan positif terhadap pembentukan NTPP.

b. Luas lahan sawah irigasi, harga pupuk urea, posisi kredit bank umum sektor pertanian, dan luas layanan daerah irigasi berhubungan negatif terhadap pembentukan NTPP.

5.2. Implikasi Kebijakan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka implikasi kebijakan dan saran yang perlu dipertimbangkan antara lain :

1. Intervensi dari pemerintah sangat diperlukan dalam menciptakan kestabilan harga output pertanian (gabah) dan harga input produksi pertanian terutama pupuk untuk menjaga dan meningkatkan nilai tukar petani. Kebijakan penetapan HPP pada tahun 2008–2010 masih perlu dievaluasi efektifitasnya terutama saat panen raya ketika stok padi melimpah, sehingga penerapan HPP yang berbeda pada saat panen raya dan musim paceklik sangat direkomendasikan. Selain itu peningkatan HPP gabah (GKP) lebih rendah jika dibandingakan dengan peningkatan HET pupuk (Urea), dimana HPP GKP meningkat 32% sementara HET Urea meningkat 33% selama periode tahun 2008-2010.

2. Penerapan kebijakan HET dan subsidi pupuk masih perlu dievaluasi efektifitasnya, karena dinilai tidak efektif. Kondisi yang terjadi di tingkat petani harga pupuk relatif lebih tinggi jika dibandingkan HET pupuk yang berlaku. Tingginya harga pupuk disebabkan oleh distribusi yang tidak merata, penimbunan stok, kemacetan produksi, tingginya biaya distribusi dan bongkar muat sehingga perlu dibentuk badan pengawas sistem distribusi di tingkat produsen, pelaku distribusi, dan pengguna pupuk. Selain itu pupuk bersubsidi

semestinya dijual oleh distributor resmi supaya tidak terjadi salah sasaran penerima subsidi.

3. Petani diharapkan mengusahakan peningkatan kualitas gabah dengan proses pengeringan yang lebih baik dari GKP menjadi GKG. Selain itu, petani sebaiknya menjual gabah di tingkat penggilingan dengan kualitas GKG dibandingkan di tingkat petani dengan kualitas GKP, dikarenakan harga jualnnya jauh lebih tinggi.

4. Lembaga keuangan khususnya perbankan diharapkan mampu menciptakan akses petani terhadap modal dengan bunga kredit yang relatif rendah supaya petani mampu melakukan berbagai inovasi dalam usaha taninya. Bunga kredit sektor pertanian yang masih relatif tinggi akan membuat tingkat kesejahteraan petani menurun, dikarenakan petani terbebani dengan bunga kredit yang harus dibayarkan kepada perbankan, sementara nilai tambah produk pertanian sangat rendah yang ditandai oleh masih rendahnya NTP. Selain itu, kredit yang disalurkan harus diarahkan kepada kredit investasi yang mempunyai manfaat jangka panjang, daripada kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang habis jika digunakan dalam satu kali proses produksi.

5. Pemerintah selaku pengatur dan pembuat kebijakan struktural harus berupaya menciptakan situasi dan kondisi infrastuktur pendukung sektor pertanian yang baik, dikarenakan infrastuktur pertanian yang baik merupakan salah satu penunjang dalam menjaga dan meningkatkan nilai tukar petani.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

Dokumen terkait