• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.2. Teori Kebijakan Pertanian

2.1.2.7. Kebijakan Struktural

Kebijakan struktural dalam pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk memperbaiki struktur produksi, misalnya luas pemilikan lahan, pengenalan teknologi dan pengusahaan alat-alat pertanian baru, dan perbaikan prasarana pertanian umumnya baik prasarana fisik maupun prasarana sosial ekonomi pertanian. Kebijakan tersebut dapat berjalan dan terlaksana dengan baik jika ada kerjasama yang erat antar lembaga-lembaga pemerintahan dikarenakan perubahan struktural membutuhkan waktu yang lama (Mubyarto, 1989).

Keterangan :

TP0 : Total produksi komoditi pertanian sebelum ada perbaikan irigasi

TP1 : Total produksi komoditi pertanian setelah ada perbaikan irigasi

Qd : Kurva permintaan komoditi pertanian

QS0 : Kurva penawaran komoditi pertanian sebelum ada perbaikan jalan desa

QS1 : Kurva penawaran komoditi pertanian setelah ada perbaikan jalan desa

P0 : Harga komoditi pertanian sebelum ada perbaikan jalan desa

P1 : Harga komoditi pertanian setelah ada perbaikan jalan desa

Sumber : Soekartawi, 2002 (a) Input Produksi TP1 TP0 0 (b) 0 Jumlah Barang Qd QS0 QS1 Harga Jual P1 P0

Gambar 2.3. Hubungan Kebijakan Struktural dan Kesejahteraan Petani (a) Kenaikan Total Produksi (TP) Setelah Diadakan

Perbaikan Saluran Irigasi

(b) Kenaikan Harga Jual Komoditi Pertanian Setelah Ada Perbaikan Fasilitas Jalan di Desa

Kebijakan di atas berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, tersedianya prasarana jalan di desa akan membawa pengaruh secara langsung, dikarenakan semakin baik kondisi jalan akan meningkatkan harga jual produk pertanian. Sementara pembangunan saluran irigasi berpengaruh secara tidak langsung, dengan dibangunnya saluran irigasi akan meningkatkan produksi pertanian, akan tetapi tidak menjamin menambah jumlah penerimaan yang diterima oleh petani karena variabel harga sangat sulit dikendalikan oleh petani selaku produsen yang disebabkan lemahnya posisi petani dalam proses pemasaran sehingga besaran harga ditentukan oleh pembeli (Soekartawi, 2002).

2.1.3. Teori Supply-Demand 2.1.3.1. Teori Penawaran

Penawaran didefinisikan sebagai jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Teori penawaran menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka produsen akan berusaha meningkatkan jumlah penawarannya, begitu juga sebaliknya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jumlah penawaran suatu barang “ceteris paribus” (Lipsey dan Steiner, 1975), yaitu :

1. Tujuan perusahaan

Jika tujuan perusahaan ingin memaksimalkan keuntungan, maka perusahaan tidak akan memanfaatkan kapasitas produksi perusahaan secara maksimal akan tetapi menggunakannya pada tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimal. Ketika tujuan suatu perusahaan memaksimalkan hasil produksi, maka akan terjadi excess supply.

2. Keadaan atau perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi dapat mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan, meningkatkan kualitas barang dan mampu menciptakan barang-barang baru. Kemajuan teknologi menimbulkan efek terhadap produksi yang dapat ditambah lebih cepat dan biaya produksi yang semakin rendah.

3. Harga komoditi barang tersebut

Semakin tinggi harga suatu barang, maka produsen akan berusaha meningkatkan jumlah penawarannya, begitu juga sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh produsen.

4. Harga komoditi barang lain

Jika harga barang lain berubah, penawaran barang tertentu mungkin bertambah atau berkurang, tergantung jenis barang dan hubungannya satu sama lain (barang pengganti, pelengkap, atau barang lepas).

5. Biaya faktor-faktor input produksi

Harga faktor produksi akan menentukan biaya produksi, jika harga faktor produksi mengalami penurunan, maka perusahaan akan memproduksi output barang lebih banyak, sedangkan jika harga faktor produksi mengalami peningkatan akan membuat biaya produksi semakin meningkat, sehingga perusahaan akan memproduksi output barang lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tetap sehingga akan menurunkan keuntungan perusahaan. Perusahaan akan bertindak efisien atau pindah ke industri lain, tindakan tersebut dapat memengaruhi jumlah penawaran suatu barang.

Secara matematis, fungsi penawaran dapat dirumuskan sebagai berikut : QS = f (P1, P2, B, t) ...(2.1)

Keterangan :

QS : Jumlah barang yang ditawarkan

P1 : Harga barang yang ditawarkan

P2 : Harga barang lain (barang substitusi/komplementer)

B : Budget/modal/anggaran perusahaan t : Teknologi

2.1.3.2. Teori Permintaan

Permintaan adalah jumlah permintaan total suatu barang dan jasa dari semua rumah tangga pada tingkat harga dan periode waktu tertentu. Teori permintaan menerangkan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka konsumen akan cenderung menurunkan jumlah permintaannya, begitu juga sebaliknya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jumlah permintaan suatu barang “ceteris paribus” (Lipsey dan Steiner, 1975), yaitu :

1. Selera atau preferensi dari anggota masyarakat

Selera atau preferensi masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan masyarakat untuk membeli suatu barang atau jasa. Semakin tinggi preferensi atau selera masyarakat terhadap suatu barang, akan membuat permintaan barang tersebut meningkat.

2. Tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga

Pendapatan masyarakat selaku konsumen merupakan faktor yang sangat penting di dalam menentukan permintaan suatu barang, dimana jenis barang

digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) barang normal, yaitu barang yang akan mengalami peningkatan permintaan apabila terjadi peningkatan pendapatan konsumen, (2) barang inferior, yaitu barang yang permintaannya akan mengalami penurunan apabila terjadi peningkatan pendapatan konsumen, dan (3) barang giffen, yaitu barang inferior yang memiliki efek pendapatan negatif yang lebih besar dibandingkan efek substitusinya, penurunan harga justru menyebabkan konsumen mengurangi pembelian produk tersebut.

3. Jumlah total populasi

Semakin tinggi jumlah populasi, maka semakin tinggi pula jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan semua individu populasi.

4. Distribusi pendapatan antar rumah tangga

Semakin merata distribusi pendapatan antar rumah tangga, maka semakin merata kemampuan daya beli masyarakat dalam membeli suatu barang, sehingga membuat permintaan akan suatu barang meningkat.

5. Harga komoditi barang lain

Jika harga barang lain berubah, permintaan barang tertentu mungkin bertambah atau berkurang, tergantung jenis barang dan hubungannya satu sama lain (barang pengganti, pelengkap, atau barang lepas).

6. Harga komoditi barang tersebut

Semakin tinggi harga suatu barang, maka konsumen akan cenderung menurunkan jumlah permintaannya, begitu juga sebaliknya semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak jumlah permintaan barang tersebut. Sehingga perubahan harga pada komoditi itu sendiri mampu menaikan dan menurunkan jumlah permintaan komoditi tersebut.

Secara matematis, fungsi permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut : Qd = f (P1, P2, I, C) ...(2.2)

Keterangan :

Qd : Jumlah permintaan barang

P1 : Harga barang yang diminta

P2 : Harga barang lain (barang substitusi/komplementer)

I : Pendapatan (Income)/anggaran rumah tangga C : Selera/preferensi masyarakat

2.1.3.3. Keseimbangan Pasar

Keseimbangan pasar (equilibrium market) terjadi ketika jumlah permintaan sama dengan jumlah penawaran suatu barang. Secara matematis dan grafis dapat ditunjukan oleh persamaan Qd = Qs, yakni pada perpotongan antara kurva permintaan (Demand Curve) dengan kurva penawaran (Supply Curve). Pada keadaan equilibrium market akan tercipta harga keseimbangan (Equilibrium Price) dan kuantitas keseimbangan (Equilibrium Quantity).

Tindakan penjual dan pembeli biasanya bergerak ke arah keseimbangan pasar. Pada saat harga pasar berada di atas harga keseimbangan (Pa), kuantitas

barang yang ditawarkan melebihi kuantitas barang yang diminta (excess supply). Pada kondisi tersebut, penjual akan bereaksi terhadap kelebihan penawaran dengan menurunkan harga, sehingga harga terus turun sampai kembali ke posisi harga keseimbangan (Pe). Sedangkan, ketika harga pasar dibawah harga

keseimbangan (Pb), kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang

kelebihan permintaan dengan menaikan harga tanpa kehilangan penjualan, sehingga harga terus naik sampai kembali ke posisi harga keseimbangan (Pe)

(Hanafie, 2010). Keterangan : P : Harga barang Q : Jumlah/kuantitas barang : Kurva permintaan : Kurva penawaran E ( = ) : Keseimbangan pasar

: Harga keseimbangan pasar

Pa : Harga pasar > Harga keseimbangan pasar

Pb : Harga pasar < Harga keseimbangan pasar

: Jumlah barang keseimbangan pasar

2.1.4. Teori Produksi, Biaya dan Maksimisasi Laba 2.1.4.1. Teori Produksi

Kegiatan utama sebuah perusahaan adalah mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output), dimana fungsi produksi memperlihatkan jumlah maksimum suatu barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan tenaga kerja (L). Fungsi produksi diformulasikan ke dalam bentuk persamaan fungsi Cobb-Douglas (Nicholson, 2002), yaitu :

Sumber : Hanafie, 2010

Gambar 2.4. Supply Demand Curve (Equilibrium Market) Q P Qs Pe Qe E E (Qd = Qs) 0 Qd Pb Pa Excess Supply Excess Demand

Q = f (K, L, M) ...(2.3) Persamaan di atas menunjukan kemungkinan variabel-variabel lain dapat mempengaruhi proses produksi, dimana :

Q : Keluaran perusahaan untuk suatu barang tertentu selama satu periode K : Penggunaan mesin/modal (stok modal)

L : Jumlah/jam masukan tenaga kerja

M : Jumlah penggunaan faktor produksi/bahan mentah lainnya

Pada Gambar 2.5 terlihat bahwa pada tahap pertama, penambahan faktor produksi dapat menambah produksi suatu barang menjadi lebih banyak, yaitu sampai titik HPM maksimum. Penambahan faktor produksi berikutnya, akan membuat pertambahan produksi barang tersebut mulai menurun hingga HPM mencapai 0 (nol) pada HPT maksimum. Ketika HPM = 0 dimana HPT mencapai Gambar 2.5. Tahapan Produksi Berhubungan dengan Hukum Hasil yang

Makin Berkurang Sumber : Hanafie, 2010 Kenaikan hasil bertambah HPM HPR Faktor Produksi Hasil Produksi Kenaikan hasil berkurang Kenaikan hasil negatif Hasil Produksi EP > 1 1 > EP > 0 A B C EP < 0 Faktor Produksi HPT

titik maksimum, maka penambahan faktor produksi berikutnya akan mengakibatkan HPM menjadi negatif dan produksi akan terus menurun.

2.1.4.2. Teori Biaya

Selama proses produksi, perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk memproduksi barang dalam suatu periode tertentu yang disebut dengan biaya ekonomi/biaya produksi. Biaya ekonomi merupakan semua pengeluaran yang diperlukan untuk mempertahankan/mendapatkan masukan berupa input produksi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Secara matematis biaya total dari proses produksi suatu perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Nicholson, 2002) :

TC = FC + VC ...(2.4) TC = FC + wL + vK ...(2.5) dimana : TC : Total Cost FC : Fixed Cost VC : Variable Cost wL : Upah tenaga kerja vK : Biaya input produksi

2.1.4.3. Teori Maksimisasi Laba dan Keuntungan Perusahaan

Suatu perusahaan melakukan proses produksi untuk mencari keuntungan dengan cara menjual output hasil produksi ke pasar dengan harga tertentu. Dengan asumsi bahwa perusahaan hanya memproduksi satu keluaran, maka pendapatan total perusahaan ditetapkan melalui hasil penjualan produk, dimana harga produk

tersebut (P) dikalikan dengan keluaran total perusahaan [Q = f(K, L) dimana f(K, L) merupakan fungsi produksi perusahaan tersebut]. Secara matematis persamaan pendapatan total perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut :

TR = P x Q ...(2.6) dimana :

TR : Total Revenue

P : Harga produk/barang

Q : Jumlah total keluaran perusahaan (Kuantitas barang)

Dengan demikian laba ekonomi/keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan merupakan selisih dari pendapatan total (TR) dengan biaya total dari proses produksi (TC). Sehingga laba ekonomi dari proses produksi suatu perusahaan secara matematis dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Nicholson, 2002) :

π = Pendapatan Total (TR) – Biaya Total (TC) ...(2.7) = Pq –wL –vK

= P f(K, L) – wL – vK

2.1.5. Nilai Tukar Petani (NTP)

Hasil pembangunan pertanian, selain dilihat dari data pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, juga diperlukan data pengukuran terhadap tingkat kesejahteraan petani. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan rasio dari indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Secara konsep, NTP digunakan untuk mengukur kemampuan nilai tukar produk pertanian terhadap

produk barang dan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan untuk keperluan memproduksi produk pertanian tersebut.

Petani berperan ganda, yaitu sebagai konsumen dan produsen. Kapasitas petani sebagai produsen, NTP dihitung terhadap biaya produksi dan penambahan barang modal, sedangkan kapasitas petani sebagai konsumen, NTP dihitung terhadap biaya konsumsi rumah tangga. Jika NTP diatas angka 100, hal ini menunjukan It > Ib, sehingga dapat dikatakan petani lebih sejahtera jika dibandingkan NTP di bawah angka 100 (Badan Pusat Statistik, 2011).

Sejak tahun 2008, Badan Pusat Statistik menyusun NTP dengan menggunakan tahun dasar NTP 2007 = 100, meliputi Sub sektor Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan. Data dikumpulkan melalui survei harga produsen sektor pertanian dan survei harga konsumen perdesaan di 32 provinsi di Indonesia.

2.1.5.1. Arti Angka NTP

Ada 3 (tiga) pengertian angka NTP, yaitu (Badan Pusat Statistik, 2011) : 1. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih

besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.

2. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan. 3. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang

barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

2.1.5.2. Kegunaan dan Manfaat NTP

Adapun kegunaan dari NTP, yaitu (Badan Pusat Statistik, 2011) :

1. Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan oleh petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.

2. Dari kelompok konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan.

3. Nilai tukar petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Hal ini terlihat bila dibandingkan kemampuan nilai tukarnya pada tahun dasar. Dengan demikian, NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan petani.

2.1.5.3. Cakupan Komoditas NTP

Adapun cakupan komoditas yang digunakan dalam perhitungan NTP, yaitu (Badan Pusat Statistik, 2011) :

1. Subsektor tanaman bahan makanan (TBM) seperti padi dan palawija.

2. Subsektor hortikultura seperti sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan.

3. Subsektor tanaman perkebunan rakyat (TPR) seperti kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan.

4. Subsektor peternakan seperti ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi, dan lain-lain), unggas (ayam, itik, dan lain-lain), dan hasil-hasil ternak (susu sapi, telur, dan lain-lain).

5. Subsektor perikanan baik perikanan laut maupun perikanan darat.

2.1.5.4. Konsep dan Definisi di dalam NTP

Berbagai konsep dan definisi yang dipergunakan dalam penghitungan NTP antara lain (Badan Pusat Statistik, 2011) :

1. Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha pertanian atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah atau ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani.

2. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang dinyatakan dalam persentase (%). Secara konsep NTP menyatakan tingkat kemampuan tukar barang-barang yang dihasilkan petani di pedesaan terhadap barang atau jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam proses produksi pertanian.

3. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi atau pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut Farm Gate harga di sawah atau ladang setelah pemetikan. Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani. Data harga

tersebut dikumpulkan melalui hasil wawancara langsung dengan petani produsen.

4. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) adalah rata-rata harga eceran barang atau jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan proses produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan melalui hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang atau jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.

Formula yang digunakan pada penghitungan indeks harga yang diterima petani (It) dan indeks harga yang dibayar petani (Ib) adalah formula Indeks Laspeyres yang dikembangkan (Modified Laspeyres Indeces), yaitu :

In = x 100 ...(2.8) Keterangan :

In : Indeks harga bulan ke-n (It dan Ib) Pni : Harga bulan ke-n untuk jenis barang ke-i

P(n-1)i : Harga bulan ke-(n-1) untuk jenis barang ke-i

Pni/P(n-1)i : Relatif harga bulan ke-n dibandingkan bulan ke (n-1) untuk jenis

barang ke-i

Poi : Harga pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i

Qoi : Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke-i

Pertimbangan yang mendasari digunakannya formula tersebut, yaitu : 1. Tren harga tidak dipengaruhi oleh perbedaan kuantitas atau spesifikasi

komoditas.

2. Pebedaan harga komoditas antar kabupaten tidak berpengaruh.

3. Dapat dilakukan penggantian spesifikasi atau penggantian jenis komoditas.

Formula yang digunakan dalam perhitungan besaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), yaitu :

NTP =

...(2.9)

Keterangan :

NTP : Nilai Tukar Petani

It : Indeks harga yang diterima petani Ib : Indeks harga yang dibayar petani

2.2. Tinjauan Empirik

Rachmat (2000), dalam penelitiannya mengenai “Analisis Nilai Tukar Petani Indonesia” pada tahun 1987-1996 dengan menggunakan data sekunder di 14 provinsi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani melalui pendekatan dekomposisi unsur pembentuknya dan dapat dilakukan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan petani antar provinsi sebagai salah satu parameter makro pembangunan pertanian. Selain itu, daerah dengan pangsa komoditi padi tinggi menghasilkan NTP relatif konstan, daerah dengan pangsa perkebunan dominan NTP cenderung menurun, dan daerah dengan pangsa konsumsi makanan tinggi menghasilkan NTP yang cenderung lebih rendah.

Indraningsih, Supriyati, dan Rachmat (2000) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar penerimaan berupa (1) faktor internal, yaitu tingkat penerapan teknologi budidaya bawang merah, penggunaan sarana produksi, tingkat produktivitas, dan posisi tawar yang lemah, serta (2) faktor eksternal, yaitu sistem pasar yang sangat menetukan harga jual bawang merah. Selain itu, nilai tukar barter terhadap pupuk urea dan beras relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tukar barter terhadap upah, makanan, dan non makanan. Perkembangan harga bawang merah dipengaruhi oleh perkembangan tingkat inflasi, sehingga harga riil yang diterima petani cenderung meningkat.

Hendayana (2001) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar Petani” pada tahun 1987-1994. Penelitian ini menyimpulkan bahwa NTP dipengaruhi langsung oleh produktivitas, harga gabah, harga barang konsumsi, dan harga pupuk. Produktivitas dan harga gabah berhubungan secara positif, sedangkan harga pupuk dan harga barang konsumsi berhubungan secara negatif. Dengan menggunakan regresi model double- logaritma dapat dilihat bahwa peningkatan NTP berhubungan positif terhadap peningkatan pendapatan petani.

Samsodin (2003) dalam Rizal (2010), dalam penelitiannya mengenai “Analisis Sektor-sektor yang Memengaruhi Nilai Tukar Petani di Kalimantan Barat Tahun 1998-2003” dengan menggunakan alat analisis Uji Beda Rata-rata Dua Populasi dan Regresi Berganda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa subsektor yang menyebabkan NTP Provinsi Kalimantan Barat lebih rendah jika

dibandingkan dengan NTP Provinsi Kalimantan Timur adalah perbedaan sumber daya pada subsektor tanaman pangan, subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan pola konsumsi masyarakat.

Soeharto (2007), dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Kenaikan Harga Beras Terhadap Nilai Tukar Petani di Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul” pada tahun 2006-2007 dengan menggunakan alat analisis perhitungan regresi linear berganda. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan penentuan lokasi secara purposive dan snawball sampling. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah produksi dan harga beras berhubungan positif terhadap pembentukan NTP, sedangkan biaya produksi berhubungan negatif terhadap pembentukan NTP.

Rizal (2010), dalam penelitiannya mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar Petani di Kawasan Timur Indonesia” pada tahun 2008- 2009 dengan menggunakan alat analisis model regresi panel data. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jam kerja, produktivitas, harga pupuk, dan luas layanan irigasi berhubungan negatif terhadap pembentukan NTP, sedangkan harga gabah berhubungan positif terhadap pembentukan NTP.

Sinuhaji (2011), dalam penelitiannya mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara” pada tahun 2004-2008 dengan menggunakan model peduga regresi linear berganda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa produktivitas, luas lahan, haga gabah, dan harga pupuk berpengaruh nyata terhadap pembentukan NTP, kecuali variabel biaya tenaga kerja yang tidak memenuhi persyaratan penerimaan hipotesis.

2.3. Kerangka Pemikiran

Kebijakan pembagunan pertanian menjadi bahasan yang sangat strategis dikaitkan dengan konteks pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya menjadikan sektor pertanian sebagai tumpuan mata pencaharian, sehingga pembangunan ekonomi di Indonesia tidak akan terlepas dari pembangunan di sektor pertanian. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam usaha menciptakan dan menjaga ketahanan pangan serta peningkatan kesejahteraan petani (Depatemen Pertanian, 2009), antara lain : 1. Perbaikan kapasitas produksi

a. Program intensifikasi

b. Perbaikan sistem pascapanen c. Peningkatan teknologi

i. Bioteknologi

ii. Teknologi persiapan lahan iii. Teknologi pascapanen 2. Pembagunan infrastruktur pertanian

a. Jaringan irigasi b. Jalan desa

3. Insentif bagi produsen

a. Kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) b. Subsidi input pertanian

i. Benih

ii. Pupuk dan Pestisida iii. Permodalan

4. Kelembagaan dan organisasi a. Bimbingan massal (Bimas) b. Pengembangan sistem iptek

i. Penelitian dan pengembagan ii. Benih/pemuliaan

iii. Sistem penyuluhan

c. Keterlibatan vertikal pada pemerintah

Terkait hal di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan NTP tanaman pangan khususnya di Kawasan Barat Indonesia, sehingga dapat diketahui dampak dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap kesejahteraan petani. Pengkajian NTP dapat dilakukan dengan cara menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi indeks harga yang diterima petani (It) dan faktor-faktor yang memengaruhi indeks harga yang dibayar petani (Ib).

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, digunakan varibael luas lahan sawah menurut jenis pengairannya (lahan sawah irigasi dan non-irigasi), produktivitas padi, harga gabah GKP di tingkat petani, harga pupuk urea, rata-rata jam kerja pekerja sektor pertanian seminggu yang lalu, posisi kredit bank umum sektor pertanian, panjang jalan, luas layanan daerah irigasi, dan tinggi curah hujan tahunan.

Dari hasil analisis tersebut diharapkan dapat diperoleh rekomendasi kebijakan yang dapat meningkatkan NTP melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui indikator nilai tukar petani. Untuk mempermudah penelitian ini maka dibuat alur kerangka pemikiran yang divisualisasikan pada Gambar 2.6.

2.4. Definisi Peubah Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut : 1. Lahan Sawah

Lahan sawah adalah lahan basah buatan atau lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang yang digunakan untuk menanam padi

Dokumen terkait