• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan

Sebagian besar transaksi harian menggunakan mata uang sebagai media pertukaran. Kedua, rekening giro (demand deposit) yaitu dana yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk rekening cek. Keynes dalam Mishkin (2001) menjelaskan tiga motif orang memegang uang, antara lain :

1. Motif transaksi.

Secara teoritis, semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka akan menyebabkan meningkatnya konsumsi. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi kebutuhan masyarakat maka semakin besar pula keinginan masyarakat untuk bertransaksi.

2. Motif berjaga-jaga.

Uang diperlukan karena masyarakat memiliki ekspektasi terhadap kebutuhan yang tidak terduga.

3. Motif spekulasi.

Terjadi untuk membiayai suatu transaksi yang menimbulkan pendapatan tetapi tidak terdapat ketidakpastian dalam pendapatan tersebut.

2.1.8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan

Dalam perekonomian terbuka, pasar uang dan pasar barang memiliki keterkaitan satu sama lain. Selain neraca perdagangan, dalam sistem perekonomian terbuka terjadi pula arus modal internasional. Hubungan antara pasar uang dan pasar barang dapat dijelaskan oleh persamaan pendapatan nasional dalam bentuk tabungan dan investasi (Mankiw, 2000).

Y = C + I + G + NX Y – C – G = I + NX

S = I + NX S – I = NX

NX = S – I(r*) (2.11) Persamaan diatas menunjukkan bahwa ekspor neto suatu perekonomian harus selalu sama dengan selisih antara tabungan dan investasi atau arus modal keluar neto. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil dunia. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan perekonomian kecil terbuka, sehingga tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia (r = r*). Hubungan antara tingkat suku bunga dengan neraca perdagangan.

S Tingkat bunga (r)

r = r* ---NX--- I(r)2 I(r)1

Investasi, Tabungan (I,S)

Gambar 2.1. Kurva Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan Jika tingkat suku bunga menurun maka permintaan terhadap barang-barang investasi akan meningkat pada setiap tingkat bunga (asumsi r = r*). Meningkatnya investasi menyebabkan kurva investasi bergeser dari I(r)1 ke I(r)2 pada tingkat dunia tertentu. Dampak dari investasi yang meningkat akan menyebabkan investasi harus dibiayai dengan utang luar negeri karena tabungan tidak berubah, yang berarti arus modal keluar neto adalah negatif. Karena NX = S

25

– I, kenaikan dalam I menunjukkan penurunan dalam NX atau neraca perdagangan.

2. 2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Agbola (2004) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh dari devaluasi terhadap neraca perdagangan di negara Ghana. Ghana merupakan salah satu negara sedang berkembang yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang. Dalam penelitian tersebut dijelaskan beberapa masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti, defisit

balance of payment, distorsi harga, hutang luar negeri yang cukup besar, serta

menurunnya nilai mata uang dalam negeri. IMF sebagai salah satu lembaga keuangan internasional mengajukan Structural Adjusment Program (SAP) yang diperuntukkan bagi negara yang sedang berkembang dalam menghadapi masalah ekonomi. Salah satu langkah yang terdapat dalam SAP adalah mendevaluasi mata uang domestik. Dengan mendevaluasi mata uang domestik maka akan menstimulus ekspor yang berimplikasi pada meningkatnya nilai neraca perdagangan. Penelitian ini menggunakan metode analisis the Stock-Watson dynamic OLS model yang merupakan salah satu estimator yang cukup baik untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara neraca perdagangan, pendapatan dalam dan luar negeri, suku bunga domestik dan luar negeri, serta nilai tukar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa devaluasi tidak meningkatkan neraca perdagangan dalam jangka panjang.

Miller (2004) dalam penelitiannya menguji tentang hubungan antara depresiasi nilai tukar dan ekspor yang terjadi di Singapura. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa depresiasi secara signifikan tidak meningkatkan ekspor tetapi resiko dari nilai tukar menghambat peningkatan nilai ekspor. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pembuat kebijakan lebih baik meningkatkan promosi ekspor dengan menstabilkan nilai tukar mata uang domestik.

Sugema (2005) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh depresiasi nilai tukar riil dan supply side shock terhadap ekspor dan impor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa neraca perdagangan akan meningkat jika terjadi depresiasi atau devaluasi dimana ekspor akan meningkat dan impor menurun. Karena elastisitas impor terhadap nilai tukar riil lebih besar daripada ekspor, peningkatan neraca perdagangan mungkin dapat terjadi dengan menekan impor.

Pratika (2007) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh fluktuasi nilai tukar pada ekspor komoditi unggulan pertanian (karet dan kopi) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan pertanian (karet dan kopi) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi karet dan kopi. Hal ini dikarenakan nilai ekspor komoditi karet dan kopi lebih dipengaruhi oleh harga pasar internasional.

27

2. 3. Kerangka Konseptual

Neraca pedagangan atau trade balance merupakan selisih antara nilai

ekspor dan nilai impor. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, dijelaskan bahwa perubahan pada neraca perdagangan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain pendapatan nasional dalam negeri, pendapatan nasional luar negeri, jumlah uang beredar dalam negeri, jumlah uang beredar luar negeri, suku bunga dalam negeri, suku bunga luar negeri, dan nilai tukar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan nilai tukar terhadap neraca perdagangan. Jika suatu nilai mata uang terdepresiasi, maka ekspor akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan neraca perdagangan. Sebaliknya, jika nilai mata uang terapresiasi maka impor akan meningkat sehingga nilai neraca perdagangan akan menurun.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah error

correction model (ECM). Metode ini digunakan untuk menganalisis hubungan

jangka pendek dan jangka panjang. Setelah diperoleh hasil estimasi kemudian dibandingkan dengan hipotesis.

ECM, Diagnostic Test

Uji Kointegrasi Engle Granger

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Balance of Payment

Analisis model neraca perdagangan jangka pendek Faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia Neraca Perdagangan ( X - M )

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia : 1. GDP Riil Indonesia 2. GDP Riil Amerika 3. M1 Indonesia 4. M1 Amerika 5. SBI

6. Tingkat suku bunga Fed 7. Nilai tukar rupiah 8. Dummy krisis

Capital Account Current Account

Analisis model neraca perdagangan jangka

29

2. 4. Hipotesis

Dalam penelitian ini ada hipotesis yang akan diuji, antara lain:

1. Tingkat pendapatan nasional dalam negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

2. Tingkat pendapatan nasional luar negeri memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

3. Jumlah uang beredar dalam negeri memiliki hubungan yang negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

4. Jumlah uang beredar luar negeri memiliki hubungan yang positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

5. Tingkat suku bunga dalam negeri memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

6. Tingkat suku bunga luar negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia Indonesia.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder tersebut merupakan data time series (runtun waktu). Data

time series yang digunakan adalah data kwartalan dengan sampel waktu dari bulan

Januari 1990 sampai dengan bulan Desember 2005. Pada penelitian ini menggunakan beberapa variabel.

Tabel 3.1. Variabel yang digunakan dalam penelitian

Variabel Simbol Satuan Sumber

Neraca Perdagangan Riil TB Miliar US$ IFS

GDP Riil Indonesia YD Juta Rp IFS

GDP Riil Amerika YF Juta US$ IFS

M1 Indonesia MD Miliar Rp BI

M1 Amerika MF Juta US$ IFS

SBI RD Persen BI

Fed Rate RF Persen IFS

Nilai Tukar Riil RER Rp/US$ BI

Semua variabel yang digunakan dalam bentuk logaritma kecuali tingkat suku bunga. Sumber data diperoleh dari laporan mingguan, laporan bulanan, dan laporan tahunan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan IFS, serta indikator ekonomi.

31

3. 2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Model analisis untuk menentukan hubungan nilai tukar terhadap neraca perdagangan menggunakan model ekonometrika. Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan ditelaah dengan mengunakan metode analisis Error Correction Model (ECM). Metode ini dianggap paling baik dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Software yang digunakan untuk analisis ECM dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1.

3. 2. 1. Error Correction Model (ECM)

Error Correction Model merupakan salah satu model dinamik yang

diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dalam Thomas, 1997, model ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu (spurious regression). Munculnya ECM untuk mengatasi perbedaan konsistensi hasil estimasi antara jangka pendek dengan jangka panjang, yaitu dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya. Sehingga tidak ada kesalahan dalam menggunakan model yang dianalisis (Isbandriyah dalam Kusumastuti, 2005).

Munculnya ketidakseimbangan kesalahan terjadi dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, dan keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh

faktor manusia dalam menginput data. Thomas (1997), mengemukakan bahwa

error correction model memiliki beberapa kegunaan dalam analisis ekonomi,

antara lain :

1. Dapat digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non stasioner dan regresi palsu.

2. Dapat mengeliminasi trend dari variabel dengan mengubah variabel-variabel dalam bentuk first difference.

3. ECM dapat melihat kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan cara melakukan uji stasioneritas terhadap data terlebih dahulu dapat membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data nantinya seperti masalah kolinieritas antar data yang dapat menyebabkan standart error yang sangat besar.

4. Dapat membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis.

Sebagai salah satu model dinamik yang penerapannya digunakan dalam analisis ekonomi, ECM memiliki kelebihan antara lain seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu (spurious regression).

Kelebihan lain dari model ini adalah sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Dengan kata lain, model ECM mampu memberikan makna lebih jelas dari estimasi model ekonomi

33

sehingga pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang.

Untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari variabel neraca perdagangan dan variabel-variabel yang mempengaruhinya model persamaan yang digunakan merujuk pada model yang dikemukakan oleh Agbola dalam penelitiannya yang berjudul “Ghana’s Exchange Rate Reform and Its

Impact on Balance of Trade”. Bentuk model yang digunakan adalah sebagai

berikut :

LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYFt + α3LMDt + α4LMFt + α5RDt + α6RFt + α7LRERt

+ εt (3.1)

dengan α1 < 0, α2 > 0, α3 < 0, α4 > 0, α5 > 0, α6 < 0, dan α7 > 0

Dengan mengadopsi model yang digunakan Agbola, maka persamaan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYFt + α3LMDt + α4LMFt + α5RDt + α6RFt + α7LRERt

+ α8 dummy + εt (3.2) dengan α1 < 0, α2 > 0, α3 < 0, α4 > 0, α5 > 0, α6< 0, α7 > 0, dan α8 > 0

Pada persamaan (3.2) diatas, apabila dituliskan dalam persamaan Autoregressive

Distributed Lag (ADL) dengan lag satu, maka persamaan tersebut akan menjadi

sebagai berikut :

LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 +

α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11LRFt + α12LRFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 + γLTBt-1 + α15 dummy + εt (3.3)

dengan mengurangkan tiap sisi dengan LTBt-1 maka persamaan (3.3) dapat

LTBt – LTBt-1 = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 + α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11RFt + α12RFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 + γLTBt-1 - LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.4) Persamaan (3.4) diatas dapat dirumuskan kembali menjadi :

Δ LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 + α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11RFt + α12RFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 - (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.5)

Kemudian pada sisi sebelah kanan persamaan (3.5) ditambah dan dikurangi dengan α1LYDt-1 , α3LYFt-1 , α5LMDt-1 , α7LMFt-1 , α9RDt-1 , α11RFt-1 , dan α13LRERt-1 sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Δ LTBt = α0 + α1LYDt - α1LYDt-1 + α1LYDt-1 + α2LYDt-1 + α3LYFt - α3LYFt-1 + α3LYFt-1 + α4LYFt-1 + α5LMDt - α5LMDt-1 + α5LMDt-1 + α6LMDt-1 + α7LMFt - α7LMFt-1 + α7LMFt-1 + α8LMFt-1 + α9RDt - α9RDt-1 + α9RDt-1 + α10RDt-1 + α11RFt

- α11RFt-1 + α11RFt-1 + α12RFt-1 + α13LRERt - α13LRERt-1 + α13LRERt-1 + α14LRERt-1 - (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.6)

Persamaan (3.6) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut :

Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + (α1 + α2) LYDt-1 + α3 Δ LYFt + (α3 + α4) LYFt-1 + α5

Δ LMDt + (α5 + α6) LMDt-1 + α7 Δ LMFt + (α7 + α8) LMFt-1 + α9 Δ RDt + (α9 + α10) RDt-1 + α11 Δ RFt-1 + (α11 + α12) RFt-1 + α13 Δ LRERt + (α13 + α14) LRERt-1 - (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy+ εt (3.7) dengan asumsi λ = 1 – γ dan β1 = (α1 + α2)/ λ , β2 = (α3 + α4)/ λ , β3 = (α5 + α6)/ λ , β4 = (α7 + α8)/ λ , β5 = (α9 + α10)/ λ , β6 = (α11 + α12)/ λ , β7 = (α13 + α14)/ λ maka persamaan (3.7) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + β1LYDt-1 + α3 Δ LYFt + β2 LYFt-1 + α5 Δ LMDt + β3

LMDt-1 + α7 Δ LMFt + β4LMFt-1 + α9 Δ RDt + β5 RDt-1 + α11 Δ RFt-1 + β6 RFt-1 + α13 Δ LRERt + β7LRERt-1 - λ LTBt-1 + α15 dummy+ εt (3.8) sehingga :

Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + α3 Δ LYFt + α5 Δ LMDt + α7 Δ LMFt + α9 Δ LRDt + α11 Δ LRFt-1 + α13 Δ LRERt - λ (LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-1 4LMFt-1 - β5 RDt-1 - β6 RFt-1 - β7LRERt-1) + α15 dummy+ εt (3.9)

35

dimana α0 = b0 , α1 = b1 , α3 = b2 , α5 = b3 , α7 = b4 , α9 = b5 , α11 = b6 , α13 = b7, maka persamaan (3.7) dapat dirumuskan kembali sebagai berikut :

Δ LTBt = b0 + b1 Δ LYDt + b2 Δ LYFt + b3 Δ LMDt + b4 Δ LMFt + b5 Δ RDt + b6

Δ RFt-1 + b7 Δ LRERt - λ (LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-14LMFt-1 - β5 RDt-1 - β6 RFt-1 - β7LRERt-1) + α15 dummy+ εt (4.0) dengan demikian persamaan neraca perdagangan dengan model ECM yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk sederhana dari persamaan (4.0) yaitu sebagai berikut :

Δ LTBt = b0 + b1 Δ LYDt + b2 Δ LYFt + b3 Δ LMDt + b4 Δ LMFt + b5 Δ RDt + b6

Δ RFt+ b7 Δ LRERt + α15 dummy - λ ECT (4.1) dimana ECT = εt-1 = LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-14LMFt-1 - β5

LRDt-1 - β6 LRFt-1 - β7LRERt-1

dengan b1 > 0 , b2 > 0 , b3 < 0 , b4 > 0 , b5 > 0 , b6 < 0 , b7 > 0 Keterangan :

b0 : Intersep

bt : Parameter yang diduga, dimana (n = 1, 2, 3,..., 7) dan

menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.

λ : Parameter Error Correction Term

LYDt : Pendapatan dalam negeri (Indonesia) pada periode t

LYFt : Pendapatan luar negeri (Amerika Serikat) pada periode t

LMDt : Jumlah uang beredar dalam negeri (Indonesia) pada periode t

LMFt : Jumlah uang beredar luar negeri (Amerika Serikat) pada periode t

RDt : Tingkat suku bunga domestik (SBI) pada periode t

RFt : Tingkat suku bunga luar negeri (Fed Rate) pada periode t

LRERt : Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada periode t

periode sebelumnya

LYFt-1 : Lag pertumbuhan pendapatan luar negeri (Amerika Serikat) pada

periode sebelumnya

LMDt-1 : Lag pertumbuhan jumlah uang beredar dalam negeri (Indonesia)

pada periode sebelumnya

LMFt-1 : Lag pertumbuhan jumlah uang beredar luar negeri (Amerika

Serikat) pada periode sebelumnya

RDt-1 : Lag pertumbuhan tingkat suku bunga dalam negeri (SBI) pada

periode sebelumnya

RFt-1 : Lag pertumbuhan tingkat suku bunga luar negeri (Fed Rate) pada

periode sebelumnya

LRERt -1 : Lag pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar pada periode

sebelumnya

ECT : Error Correction Term

3. 2. 2. Pengujian Pra-Estimasi 1. Uji Stasioneritas Data

Sebelum melakukan proses estimasi terhadap model regresi, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengetahui apakah data time series tersebut bersifat stasioner atau bersifat tidak stasioner. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui apakah data tersebut bersifat stasioner atau tidak. Uji akar unit yang dilakukan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Apabila suatu data memiliki sifat yang non stasioner maka berbagai indikator yang menyertai hasil analisis empirik atau hasil analisis model regresi menunjukkan sifat-sifat yang tidak valid. Hipotesis yang digunakan yaitu sebagai berikut :

37

H0 : Data tidak stasioner (mengandung unit root) H1 : Data stasioner (tidak mengandung unit root)

Menurut Isbandriyah dalam Kusumastuti (2004), model yang mengandung variabel yang tidak stasioner sering menimbulkan masalah regresi lancung atau

spourious regression, yaitu hasil estimasi yang diperoleh dari model secara

statistik signifikan tetapi pada kenyataannya secara ekonomi tidak memiliki arti apapun atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada.

Terdapat beberapa perbedaan antara data time series yang stasioner dan data time series yang non stasioner. Pada data time series yang stasioner, dampak guncangan yang terjadi hanya bersifat sementara. Dalam jangka panjang dampak dari guncangan tersebut akan berkurang sehingga akan kembali ke long run mean levelnya dan berfluktuasi di sekitar mean tersebut. Sedangkan pada data time

series yang tidak stasioner dampak guncangan akan mengakibatkan perubahan

dalam jangka panjang. Menurut Thomas dalam Kusumastuti (2004), berikut beberapa perilaku dari data yang bersifat stasioner :

1. Mean dari data menunjukkan perilaku yang konstan. 2. Data stasioner menunjukkan varian yang konstan.

3. Correlogram yang menyempit seiring dengan penambahan waktu.

Sedangkan untuk data yang bersifat tidak stasioner memiliki perilaku sebagai berikut :

1. Data yang tidak stasioner tidak memiliki long run mean.

2. Memiliki ketergantungan terhadap waktu dan varian dari data yang tidak stasioner akan semakin besar tanpa batas seiring dengan perubahan waktu.

3. Correlogram dari data tersebut cenderung melebar.

Dokumen terkait