• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Jenis teknik transposisi dan modulasi yang digunakan dan sifatnya dengan subtitle dalam film Sherlock Holmes

A.4. Dampak transposisi dan modulasi terhadap kualitas penerjemahan (keakuratan dan keberterimaan)

1. Hubungan Jenis teknik transposisi dan modulasi yang digunakan dan sifatnya dengan subtitle dalam film Sherlock Holmes

Seperti yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya bahwa terdapat 60 teknik transposisi dan 40 teknik modulasi yang telah digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan naskah film tersebut, hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Dalam keseluruhan data yang menggunakan teknik transposisi

tersebut, hanya ditemukan dua jenis saja dari seluruh jenis transposisi yang ada seperti dalam Tabel 4.2. yaitu pergeseran kelas kata dan pergeseran unit. Sebagian besar data transposisi yang ditemukan adalah data yang mengalami pergeseran unit yaitu sebanyak 58 data dan dua sisanya merupakan data yang mengalami pergeseran kelas kata.

Jenis transposisi yang ditemukan dalam menerjemahkan naskah film Sherlock Holmes yang meliputi pergeseran kelas kata bersifat tidak wajib atau bebas untuk dilakukan atau diterapkan. Hal tersebut terjadi karena memang jenis transposisi ini merupakan teknik yang bisa diaplikasikan untuk menerjemahkan atau tidak sama sekali. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang sudah dijabarkan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa pergeseran kelas kata merupakan pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan supaya hasil terjemahan tidak kaku. Hal tersebut dapat terlihat pada contoh SBTL.012.DT/00:09:04:

Bsu: He'll have the whole house down! Bsa: Dia akan menghancurkan rumah ini.

Seperti yang sudah dijabarkan pada sub bab temuan A.1. bahwa berubahnya jenis kata sifat “down” dalam bahasa sumber menjadi kata kerja “menghancurkan” dalam bahasa sasaran. Bisa saja klausa tersebut diterjemahkan dalam bentuk lain seperti misalnya: “Dia akan membuat seluruh rumah ini hancur”, namun penerjemah tidak menerjemahkannya seperti itu. Hal ini dilakukan oleh penerjemah dengan sengaja karena ada faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu subtitle. Peneliti sudah menjelaskan sebelumnya tentang subtitle pada bab

dua bahwa dalam menerapkan subtitling pada sebuah film, akan menemui beberapa kendala salah satunya batas ruang, waktu dan jumlah karakter yang tersedia dalam film tersebut (Karamitroglu dalam Untari dan Purnomo (2011:6)).

Tidak ada salahnya apabila penerjemah menggunakan hasil contoh terjemahan yang kedua, tetapi akan terlalu panjang jadinya meskipun jumlah karakter dalam terjemahan tersebut tidak melebihi batas. Contoh terjemahan tersebut memiliki tujuh suku kata, sedangkan pada hasil terjemahannya aslinya hanya memiliki lima suku kata. Dengan demikian pembaca tidak akan kerepotan atau terlalu lama dalam membaca hasil terjemahan yang relatif pendek, tanpa mengurangi kualitas terjemahannya. Selain keterbatasan ruang dan jumlah karakter, penerjemah juga harus memperhatikan durasi munculnya subtitle tersebut. Dalam kasus ini bisa terjadi karena speaker atau orang yang mengucapkan dalam film tersebut sedang bercerita panjang lebar dan cepat, sehingga mempengaruhi durasi kemunculan subtitle-nya tiap sekali ucapan yang disesuaikan dengan durasi pengucapan sang speaker atau pembicaranya. Oleh karena itu, pemilihan terjemahan yang relatif pendek akan lebih dipilih untuk dapat memenuhi durasi yang sesuai dalam film tersebut. Dengan adanya kasus tersebut, walaupun jenis transposisi tersebut bersifat bebas, akan berubah menjadi wajib sifatnya apabila penerjemah menerjemahkan subtitle.

Lain halnya dengan jenis transposisi yang meliputi pergeseran unit, karena jenis transposisi tersebut, seperti yang sudah dijelaskan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000), merupakan pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kesenjangan kosakata dengan menggunakan struktur grammatikall.

Dengan begitu sudah terlihat jelas bahwa pergeseran tersebut memang harus dilakukan untuk mengisi kesenjangan kosakatanya. Hal tersebut meliputi pergeseran dari klausa menjadi frasa, dari klausa menjadi kata dan sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat melalui contoh SBTL.011.DT/00:07:24 berikut ini:

Bsu: Well, London will breathe a sigh of relief. Bsa: Kalau begitu London akan merasa lega.

“a sigh of relief” tentu saja merupakan sebuah kelompok nomina yang terdiri dari “a” berfungsi sebagai deitic, “sigh” sebagai thing atau kata bendanya, “of relief” yang berfungsi sebagai classifier atau post-modifier yang berfungsi menambahkan informasi pada kata bendanya / thing. Kemudian kelompok nomina tersebut diterjemahkan dan berubah menjadi sebuah kata sifat yaitu “lega”. Hal tersebut memang harus dilakukan karena kelompok nomina “a sigh of relief” tidak bisa diterjemahkan secara harafiah/literal. Apabila kelompok kata tersebut diterjemahkan secara literal akan menjadi “sebuah desahan yang lega”. Terjemahan tersebut belum merepresentasikan arti dari kelompok nomina “a sigh of relief” yang sesuai dengan konteksnya dan akan menyebabkan terjemahan tersebut menjadi panjang. Selain itu juga, kelompok kata tersebut merupakan sebuah idiom atau ungkapan yang harus diterjemahkan sesuai dengan makna dan konteksnya, bukan arti tiap katanya. Dengan demikian, pergeseran unit dari kelompok kata ke kata tak terhindarkan, sehingga hukum akan jenis transposisi tersebut adalah wajib.

Kasus yang terjadi pada teknik transposisi di atas, terjadi juga dalam teknik modulasi yang terdapat dalam naskah film Sherlock Holmes. Ada tiga

jenis modulasi yang terdapat dalam terjemahan subtitle film tersebut, dua diantaranya adalah modulasi yang bersifat bebas terapannya. Sesuai dengan apa yang sudah diutarakan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa modulasi bebas yang pertama adalah modulasi yang menyatakan sesuatu yang tersirat dalam bahasa sumber dinyatakan secara tersurat dalam bahasa sasaran. Jadi memang penggunaan teknik modulasi yang untuk mengutarakan sesuatu yang tidak terungkapkan dalam bahasa sumber kemudian diungkapkan dalam bahasa sasaran sifatnya bebas. Jenis modulasi ini merupakan prosedur penerjemahan yang dilakukan karena adanya faktor nonlinguistik. Atau dengan kata lain, faktor yang memiliki tujuan untuk memperjelas makna atau mencari padanan lain yang lebih alamiah. Fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.036.DM/00:25:39 berikut ini.

Bsu: I've already followed the murders with some interest. Bsa: Aku sudah mengikuti kasus-kasus pembunuhanmu dengan

seksama.

Kelompok kata “the murders” dalam bahasa sumber diterjemahkan oleh penerjemah menjadi “kasus-kasus pembunuhanmu” dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini, penerjemah sengaja memunculkan sesuatu yang tersirat dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemah ingin memperjelas makna yang tersembunyi dalam bahasa sumber serta memberikan sesuatu yang lebih alamiah atau familiar bagi pendengar / pembaca bahasa sasaran. Dengan demikian penonton film tersebut yang membaca subtitle dengan hasil terjemahan tersebut tidak akan bingung. Akan tetapi, hal tersebut dapat dilakukan apabila orang yang

mengucapkan atau speaker dalam film tersebut mengucapkannya tidak dalam waktu yang cepat, sehingga durasi kemunculan subtitle akibat teknik modulasi tersebut tidak terganggu atau tidak terlalu cepat kemunculannya pada layar. Namun apabila pembicara berbicara dalam waktu cepat, maka penerjemah harus mengupayakan teknik lain yang lebih sesuai dan sanggup memenuhi kriteria standarisasi subtitle tanpa mengurangi kualitasnya sama sekali.

Kemudian modulasi jenis bebas yang kedua adalah modulasi yang menggeser sudut pandang atau fokus dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Hal tersebut sesuai dengan yang dijabarkan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa penggeseran letak fokus atau sudut pandang sangat memungkinkan untuk dilakukan secara optional atau pilihan. Fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.097.DM/01:34:35

Bsu: But the cross is what we are now interested in.

Bsa: Tapi yang harus kita perhatikan sekarang adalah salibnya.

Dengan melihat terjemahan di atas, jelas sekali bahwa ada pergeseran letak fokus dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. “the cross” dalam bahasa sumber diletakkan berada di awal klausa, pindah berada di akhir klausa dalam bahasa sasaran. Hal ini memang boleh saja dilakukan, namun akan memberikan dampak yang kurang bagus terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara / speaker dalam bahasa sumber. Jelas sekali kenapa Holmes, dalam percakapan ini Holmes-lah yang berbicara, mengatakan salibnya terlebih dahulu karena memang salib itulah kunci dari semua teka-teki rencana pembunuhan massal yang akan

dilakukan oleh Lord Blackwood. Holmes ingin memberikan penekanan yang kuat tentang salibnya, maka dia mengucapkannya terlebih dahulu dalam awal perkataannya, bukan di akhir. Walaupun tidak ada yang salah dengan hasil terjemahannya, namun efek seperti ini mengakibatkan terkikisnya esensi atau penekanan yang diutarakan oleh pembicaranya atau Holmes.

Jenis modulasi yang terakhir merupakan jenis modulasi yang bersifat wajib, sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa modulasi tersebut merubah struktur aktif dalam bahasa sumber diterjemahkan menjadi pasif dalam bahasa sasaran dan sebaliknya. Hal ini memang wajib dilakukan oleh penerjemah ketika suatu kata, kelompok kata atau strukur tersebut memang tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran. fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.030.DM/00:20:21

Bsu: Lord Blackwood put him under some kind of spell, sir. Bsa: Dia terkena mantera Lord Blackwood, pak.

Dengan melihat terjemahan di atas, terlihat sekali bahwa kata kerja “put” dan klausa tersebut berbentuk aktif dalam bahasa sumber berubah menjadi “terkena” dan klausa tersebut berbentuk pasif. Namun, sebenarnya klausa dalam bahasa sumber tersebut dapat diterjemahkan tetap menjadi aktif “Lord Blackwood memantrai dia, pak”. Lalu, bagaimana teori yang diutarakan oleh Newmark dan Machali bahwa sifat jenis modulasi wajib ini dapat menjelaskan fenomena tersebut? Ternyata tidak semua klausa aktif dalam bahasa sumber dapat diterjemahkan menjadi pasif dalam bahasa sasaran. Hanya beberapa klausa saja

yang memang harus dirubah menjadi pasif dalam bahasa sasaran, seperti klausa yang berpola S + P + Adj + To infinitive, misalnya:

Bsu: The enemy is difficult to beat. Bsa: Musuh itu susah dikalahkan.

Dengan klausa yang berstruktur seperti di atas memang harus dilakukan modulasi menjadi pasif. Namun, apabila terdapat klausa seperti “I cut my finger” dan “I lost my wallet” dapat diterjemahkan ke pasif apabila konteks situasinya klausa tersebut diucapkan secara langsung tepat setelah kejadiannya. Namun apabila sifatnya memberitahukan atau cuman sekedar memberikan informasi atau bertanya, maka tetap diterjemahkan aktif, contoh: “She lost her dog”, “He crash his car”, “You lost my wallet?”, “I cut your finger?”, etc. Oleh karena itu, dengan melihat beberapa fenomena yang ditemukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa sifat modulasi yang mengubah aktif ke pasif adalah tidak wajib.

2. Hubungan antara transposisi dan modulasi dengan SFL terhadap

Dokumen terkait