• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Di dalam bab ini, peneliti akan membahas temuan-temuan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Di dalam bab ini, peneliti akan membahas temuan-temuan yang"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

81 BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab ini, peneliti akan membahas temuan-temuan yang merupakan hasil dari analisa dari transposisi dan modulasi pada teks subtitle film Sherlock Holmes dengan pendekatan SFL. Terdapat dua bagian yaitu temuan dan pembahasan yang mengacu pada rumusan masalah pada bab I. Bagian pertama akan membahas temuan transposisi dan modulasi, yang terdapat dalam teks subtitle film Sherlock Holmes. Yang kedua, akan membahas sifat dari kedua teknik tersebut dalam penggunaannya terhadap teks subtitle film Sherlock Holmes, apakah sifatnya wajib atau mana suka / bebas. Yang ketiga, akan membahas perbedaan struktur dan makna antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran sebagai akibat dari teknik transposisi dan modulasi dengan menggunakan sudut pandang SFL (transitivity, mood dan theme). Dan yang terakhir, akan membahas dampak transposisi dan modulasi terhadap kualitas penerjemahan (keakuratan dan keberterimaan).

A. Temuan

A.1. Jenis transposisi dan modulasi yang terdapat dalam teks subtitle film Sherlock Holmes.

Di dalam teks subtitle film tersebut, peneliti telah menemukan berbagai bentuk transposisi dan modulasi yang seperti dijabarkan sebelumnya dalam bab II. Namun data yang telah ditemukan tidak semuanya mencakup jenis transposisi dan

(2)

modulasi, hanya sebagaian saja. Secara kesuluruhan peneliti telah menemukan 100 data transposisi dan modulasi, diantaranya 60 merupakan data transposisi dan 40 sisanya merupakan data modulasi. Apabila dihitung persentasenya transposisi dan modulasi pada teks subtitle ini akan seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1: Distribusi Transposisi dan Modulasi.

Jenis Data Jumlah Persentase

Transposisi 60 60%

Modulasi 40 40%

Total 100 100%

Dengan melihat Tabel 4.1 di atas, bisa dilihat bahwa sang penerjemah dalam film Sherlock Holmes tersebut memiliki kecenderungan memakai teknik transposisi lebih sering daripada penggunaan teknik modulasi. Disadari atau tidak oleh sang penerjemah itu sendiri, hal tersebut akan terjawab nanti dalam bagian pembahasan pada rumusan masalah kedua yang membahas sifat dari kedua teknik tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua data tersebut mencakup berbagai jenis transposisi dan modulasi, ada sebagian yang termasuk dan ada sebagian yang tidak termasuk. Fenomena tersebut akan lebih jelas dalam bagan Tabel 4.2 berikut ini:

(3)

Tabel 4.2: Distribusi Jenis Transposisi Dalam Teks (berdasarkan teori Machali (2000) dan Newmark (1988)).

Jenis Transposisi Jumlah

Data 1. Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh

sistem dan kaidah bahasa.

a. Pergeseran jamak ke tunggal.

-b. Pengulangan terhadap kata sifat.

-c. Adjektiva + nomina = nomina + kata penyerta + adjektiva -2. Pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur grammatikall

dalam Bsu tidak ada dalam Bsa.

a. Penempatan objek yang berada di depan.

-b. Penempatan verba di depan.

-3. Pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan supaya hasil terjemahan tidak kaku.

a. Nomina / frasa nomina dalam Bsu berubah menjadi verba. -b. Adjectiva + nomina atau frasa nomina dalam Bsu berubah

menjadi nomina + nomina.

-c. Klausa yang beberapa komponennya dihilangkan (that, that is, dll) ditampilkan secara utuh ke dalam Bsa.

-d. Frasa nomina dengan adjektivanya bentukan dari verba intransitif dalam Bsu berubah menjadi nomina + klausa dalam Bsa.

-e. Pergeseran kelas kata pada semua struktur. 2 4. Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kesenjangan kosakata

dengan menggunakan suatu struktur grammatikall.

a. Pergeseran penanda fokus.

-b. Pergeseran unit. 58

(4)

Dengan melihat Tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa data transposisi yang paling mendominasi adalah data transposisi pergeseran unit terdapat 58 data dan data trasnposisi pergeseran kelas kata pada semua struktur terdapat 2 data saja. Berikut contoh data transposisi yang mengacu pada pergeseran kelas kata:

1) SBTL.012.DT/00:09:04

Bsu: He'll have the whole house down! Bsa: Dia akan menghancurkan rumah ini.

Kata “down” dalam bahasa sumber merupakan adverb atau keterangan yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dan berubah menjadi kata kerja “menghancurkan”.

Berikutnya, peneliti akan menjabarkan hasil temuan data transposisi yang mengacu pada pergeseran unit. Berikut adalah contoh datanya:.

1) SBTL.011.DT/00:07:24

Bsu: Well, London will breathe a sigh of relief. Bsa: Kalau begitu London akan merasa lega.

Bisa dilihat di atas bahwa ada pergeseran unit yang terjadi di dalam bahasa sumber yang berupa kelompok nomina “a sigh of relief”. Kelompok kata benda tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dengan sebuah kata saja yaitu “lega”. Dan bahkan jenis kata tersebut bergeser menjadi kata sifat.

Temuan temuan di atas merupakan data transposisi dalam naskah film tersebut, selanjutnya penulis akan menunjukkan temuan data modulasi. Seperti yang tertera pada tabel 4.3 disebutkan bahwa data modulasi hanya 40% saja dari

(5)

semua temuan data yang ada. Data modulasi tersebut akan terlihat dengan jelas dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.3: Distribusi Jenis Modulasi Dalam Teks (berdasarkan teori Machali (2000) dan Newmark (1988)).

Jenis Modulasi Jumlah

Data 1. Modulasi Wajib

a. Pasangan kata dalam bahasa sumber hanya satu saja yang ada padanannya dalam bahasa sasaran.

-b. Struktur aktif dalam bahasa sumber menjadi pasif dalam bahasa sasaran dan sebaliknya.

8

c. Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dengan menyatukannya dalam bahasa Inggris.

-d. Sebagian aspek maknanya dalam bahasa sumber dapat diungkapkan dalam bahasa sasaran, dengan ciri-ciri dari makna yang bernuansa khusus ke umum.

-2. Modulasi Bebas

a. Sesuatu yang tersirat dalam bahasa sumber dinyatakan secara tersurat dalam bahasa sasaran.

28

b. Sesuatu yang tersurat dalam bahasa sumber dinyatakan secara tersirat dalam bahasa sasaran.

-c. Frasa proposisional sebab-akibat dalam bahasa sumber menjadi klausa sebab-akibat dalam bahasa sasaran.

-d. Bentuk negatif ganda dalam bahasa sumber menjadi positif dalam bahasa sasaran.

-e. Menggeser sudut pandang atau fokus dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

4

(6)

Dengan melihat Tabel 4.3 di atas, ke-40 data modulasi tersebut terdiri dari 8 data modulasi wajib yang mengacu pada perubahan dari struktur aktif menjadi pasif atau sebaliknya, 28 data modulasi bebas yang mengacu pada sesuatu yang tersirat berubah menjadi tersurat dan 4 data modulasi bebas yang menggeser letak sudut pandang atau fokus. Berikut penulis akan memberikan contoh data modulasi wajib yang mengacu pada perubahan dari struktur aktif menjadi pasif atau sebaliknya.

1) SBTL.030.DM/00:20:21

Bsu: Lord Blackwood put him under some kind of spell, sir. Bsa: Dia terkena mantera Lord Blackwood, pak.

Jelas sekali terlihat pergeseran sudut pandang pada bahasa sumber bahwa Lord Blackwood memanterai atau mengguna-guna sang korban, tetapi dalam bahasa sasaran terlihat berbeda sudut pandangnya menjadi sang korban terkena mantera Lord Blackwood.

2) SBTL.092.DM/01:14:32 Bsu: No man can control.

Bsa: Tidak bisa dikendalikan manusia.

Klausa pada bahasa sumber apabial diterjemahkan secara harafiah akan menjadi “Tak seorang pun dapat mengendalikan” sehingga sama dengan klausa aktif. Akan tetapi dalam bahasa sasaran klausa tersebut berubah menjadi pasif karena diterjemahkan berbeda menjadi “Tidak bisa dikendalikan manusia”.

Selanjutnya, penulis contoh modulasi bebas yang mengacu pada sesuatu yang tersirat berubah menjadi tersurat.

(7)

1) SBTL.036.DM/00:25:39

Bsu: I've already followed the murders with some interest. Bsa: Aku sudah mengikuti kasus-kasus pembunuhanmu dengan

seksama.

Pada kalimat dalam bahasa sumber terdapat informasi yang tersembunyi pada frasa “the murders” sehingga tidak begitu jelas apa makna sesungguhnya, dengan demikian dalam terjemahannya di bahasa sasaran informasi tersebut dimunculkan oleh sang penerjemah menjadi “kasus-kasus pembunuhanmu”

2) SBTL.089.DM/01:09:19

Bsu: Just joking about the wife, sir.

Bsa: Aku hanya bercanda tentang pekerjaan istriku, pak.

Demikian juga pada klausa di atas dalam bahasa sumber, terdapat informasi yang tidak muncul di dalamnya. Dengan demikian dalam bahasa sasaran, informasi tersebut dimunculkan oleh sang penerjemah. Hal ini disebabkan di dalam konteks pembiicaraan mereka antara Holmes dan Clarky dengan tidak sengaja sedang membahas tentang pekerjaan istri Clarky, tetapi pada akhirnya itu semua hanya bahan lelucon Clarky saja.

Yang terakhir, penulis memberikan contoh modulasi bebas tersebut yang menggeser letak sudut pandang atau fokus.

1) SBTL.010.DM/00:07:21

Bsu: Why they thought you would require any assistance is beyond me. Bsa: Aku tidak tahu mengapa mereka pikir kau akan membutuhkan

(8)

bantuanku.

Apabila mengamati dengan seksama dari kedua kalimat tersebut, terjadi pergeseran letak fokus dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Bisa dilihat dengan jelas bahwa letak complement “beyond me” dalam bahasa sumber berada di belakang sedangkan dalam bahasa sasaran digeser ke depan “aku tidak tahu. Sehingga terjadi pergeseran sudut pandang yang mengarah kepada penekanan atau penegasan inti dalam suatu kalimat.

2) SBTL.097.DM/01.34.35

Bsu: But the cross is what we are now interested in.

Bsa: Tapi yang harus kita perhatikan sekarang adalah salibnya.

Sama halnya dengan kasus di atas, letak “the cross” dari klausa dalam bahasa sumber yang menempati sebagai subjek bergeser berada di pelengkap “salibnya” pada klausa dalam bahasa sasaran.

A.2. Sifat penggunaan teknik transposisi dan modulasi terhadap teks subtitle film Sherlock Holmes.

Di dalam rumusan masalah kedua penulis membahas tentang bagaimana sifat kedua teknis tersebut yang telah digunakan apakah wajib atau tidak. Namun untuk membahas sifat tersebut diperlukan pembahasan yang lebih detail. Hal ini akan dijelaskan oleh penulis pada bab pembahasan.

(9)

A.3. Perbedaan struktur dan makna antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran sebagai akibat dari teknik transposisi dan modulasi dengan menggunakan sudut pandang SFL (transitivity, mood dan theme).

Menurut Nida dan Taber (1982:12) dalam menerjamahkan secara tidak langsung penerjemah memproduksi pesan dan informasi yang ada di dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dan hasil produksi tersebut harus mempunyai nilai kesepadanan dari bahasa sumber tanpa menghilangkan informasi utamanya. Dengan demikian di dalam prosesnya akan terjadi upaya pentransferan segala informasi dari bahasa satu ke bahasa yang lain yang meliputi perubahan struktur dan makna dalam kalimat tersebut.

Oleh sebab itu, dalam bab ini peneliti akan memaparkan hasil temuan tentang perubahan struktur dan makna dari sebuah kalimat yang mengalami proses penerjemahan. Dari kesuluruhan data, ada beberapa data yang mengalami perubahan secara menyeluruh dan ada juga yang mengalami perubahan hanya beberapa saja dan ada juga yang tidak mengalami perubahan. Penulis akan memulai dari data transposisi terlebih dahulu lalu kemudian akan dilanjutkan dengan data modulasi. Penulis akan memberikan gambarannya melalui Tabel 4.4 berikut ini:

(10)

Tabel 4.4: Persentase kemunculan pergeseran pada transposisi.

Data Jenis pergeseran yang terjadi Frekuensi Persentase

Transitiviti Fungsi Grammatikal Tema Sistem Mood Makna Mood Transpos isi - - - - 5 8,3% - - - 6 10% - - 4 6,7% - - - 6 10% Jumlah 21 35%

Dari total data transposisi yang didapat 21 diantaranya mengalami pergeseran dan 39 data sisanya tidak mengalami perubahan sama sekali. Bisa dilihat pada tabel di atas bahwa tidak keseluruhan data tersebut mengalami pergeseran dalam ke semua aspek SFL-nya, hanya beberapa saja. Dengan melihat tabel di atas, bisa dilihat terdapat 5 data yang bergeser transitivitinya atau berkisar 8,3%. Terdapat 6 data yang bergeser transitiviti dan fungsi grammatikalnya atau berkisar 10%. Terdapat 4 data yang bergeser transitiviti, fungsi grammatikal dan temanya atau berkisar 6,7%. Yang terakhir, terdapat 6 data yang bergeser fungsi grammatikal dan sistem moodnya atau berkisar 10%. Berikut penulis memberikan masing masing contohnya.

1) Contoh data transposisi yang bergeser transitivitinya: SBTL.012.DT/00:09:04

Bsu: He'll have the whole house down! Bsa: Dia akan menghancurkan rumah ini.

(11)

He will have the whole house down attributor Attributive relational process carrier Attribute S F P C Un. Top. Theme Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Dengan melihat analisis data dari bahasa sumber di atas, peneliti dapat menjabarkan bahwa dari segi transitiviti atau proses pengalaman yang dialami oleh pelaku berbentuk extra causer: attributor, karena memang “He” atau sang pelaku memberikan suatu attribute / pelengkap “down” terhadap rumah tersebut dengan predikator “have”. Fungsi grammatikal yang didapat berupa S-F-P-C. Sedangkan pada tema, “He” merupakan unmarked topical theme karena pada awal kalimat tema tersebut diawali dengan subjek. Dalam segi sistem mood, tipe klausa yang terdapat pada dalam bahasa sumber tersebut berupa major karena terdapat predikator dan berupa indicative – declarative karena terdapat unsur subjek + finite. Makna mood-nya berupa proposition – giving information, karena memang maksud dari kalimat tersebut adalah memberikan informasi kepada lawan bicaranya. Akan tetapi dalam bahasa sasaran akan menjadi seperti berikut ini.

(12)

Dia akan menghancurkan rumah ini

Actor Material process Goal

S F P C

Unmarked Topical Theme

Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Dengan melihat analisis data dari bahasa sasaran di atas, peneliti menjabarkan bahwa dari segi transitivitinya bentuk proses yang terjadi berupa material process dengan adanya predikator “menghancurkan”. Fungsi grammatikal yang didapat hampir sama berupa S-F-P-C. Memiliki sistem mood yang sama yaitu Major: Indicative - Declarative. Memiliki makna mood yang sama yaitu proposition – giving information. Oleh karena itu, dengan melihat kedua analisis tersebut hanya terdapat satu perbedaan yang terjadi yaitu pada transitivitinya. Proses yang dialami dalam bahasa sumber berupa extra causer: attributor, sedangkan dalam bahasa sasarannya berupa material process. Dengan demikian, dengan adanya perbedaan dari salah satu aspek SFL sebagai tolak ukur analisis, khususnya aspek transitiviti, cukup berpengaruh terhadap kualitas terjemahan.

2) Contoh data transposisi yang bergeser transitiviti + fungsi grammatikal: SBTL.022.DT/00:13:06

Bsu: You're early.

(13)

You Are early Carrier Attributive Relational Process Attribute

S F C

Unmarked Topical T heme

Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information

Melihat analisis klausa pada bahasa sumber di atas, terdapat transitiviti yang berbentuk attributive relational process dengan ditandai keberadaan finite “are” sebagai proses pemberian atribut / pelengkap / hubungan antara “you” sebagai carrier (yang akan diberikan atribut) dengan “early” sebagai atributnya. Fungsi grammatikalnya berpola S + F + C. Tema yang dimiliki dalam klausa tersebut adalah unmarked topical theme, karena “you” menempati sebagai subjek di awal klausa tersebut. Sistem mood yang terkandung adalah major: indicative – declarative, karena di dalam klausa tersebut terdapat subjek dan finite. Dan makna mood yang terdapat dalam klausa tersebut adalah proposition: giving information, karena maksud akan makna tersebut adalah memberikan informasi kepada lawan bicaranya.

Kau Datang lebih awal

Actor Material process Circumstances: location: time

S P Adjunct

Unmarked Topical Theme

Rheme

(14)

Namun, apabila melihat hasil analisis klausa pada bahasa sasaran di atas, terdapat perbedaan pada transitivitinya yang berbentuk material process. Hal itu bisa dilihat dengan adanya predikator “datang” dan “kau” sebagai actor/pelakunya. Tidak hanya itu saja, perbedaan juga terlihat pada fungsi grammatikalnya yang pada awalnya di bahasa sumber terdapat “are” yang berbentuk finite, kemudian berubah di bahasa sasaran menjadi “datang” yang berbentuk predikator. Selain itu juga, kata “early” yang menempati attribute dan pelengkap, berubah menjadi circumstance: time dan adjunct dalam bahasa sasaran. Akan tetapi, klausa tersebut masih memiliki kesamaan dalam segi tema, sistem mood dan makna mood.

3) Contoh data transposisi yang bergeser transitiviti + fungsi grammatikal + tema:

SBTL.007.DT/00:06:24

Bsu: I’d say the girl deserves attention more than he.

Bsa: Menurutku gadis itu lebih butuh perhatianmu daripada dia.

I would say the girl deserves attention more than he Sayer Verbal process Verbiage S F P C Unmarked topical theme Rheme

(15)

Melihat analisis klausa pada bahasa sumber di atas, terdapat transitiviti yang berbentuk verbal process dengan adanya predikator “say” dan subjek “I” sebagai sayer/pembicaranya. Dan hal yang dibicarakan/dikatakan oleh “I” adalah verbiage. Fungsi grammatikalnya pun berpola S + F + P + C. Dengan adanya “I” yang menempati sebagai subjek di awal klausa maka temanya adalah unmarked topical. Sistem mood yang dimiliki adalah major: indicative – declarative, karena di dalam klausa tersebut terdapat subjek dan finite. Makna mood yang terkandung adalah proposition – giving information, karena memang maksud dari klausa tersebut adalah memberikan informasi tentang “the girl” atau gadis tersebut.

Menurutku gadis itu

lebih butuh

perhatianmu daripada dia

Circumstance s: angle Senser Mental process phenomeno n Circumstances: manner: comparison Adjunct S P C Adjunct Theme Rheme Marked Topical Unmarked Topical

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Akan tetapi, dalam analisis klausa pada bahasa sasaran, terdapat perbedaan terjadi yaitu pada transitiviti, struktur mood dan temanya. Dalam bahasa sumber, yang pada awalnya berbentuk verbal proses “I’d say” berubah menjadi circumstance: angle “menurutku”. Letak transitiviti dalam bahasa sasaran “lebih

(16)

butuh” yang berbentuk mental process ini menempati slot verbiage pada bahasa sumber. Dengan demikian, perbedaan tersebut terus berlanjut pada fungsi grammatikalnya yang berpola adjunct + S + P + C + adjunct. Dengan adanya adjunct yang menempati di awal klausa, sebelum subjek, maka tema yang didapat adalah marked topical dan diikuti dengan subjek yang memiliki unmarked topical. Namun untuk sistem mood dan makna moodnya masih memiliki kesamaan.

4) Contoh data transposisi yang bergeser fungsi grammatikal + sistem mood: SBTL.045.DT/00:27:55

Bsu: The unholy murder of five innocent young women. Bsa: Membunuh lima wanita muda.

The unholy murder of five innocent young women

Minor: Nominal Group: [ D – C – T – Q ]. Proposition : Giving Information.

Dengan melihat pada bahasa sumber di atas tidak terdapat proses atau transitiviti karena bentuk kelompok kata tersebut berbentuk kelompok nomina yang terdiri dari Deictic (the) + Classifier (unholy) + Thing (murder) + Qualifier (of five innocent young women). Serta, kelompok kata tersebut tidak terdapat tema karena tidak memiliki subjek dan predikat atau tidak berbentuk kalimat utuh. Dengan demikian yang hanya bisa dilihat hanyalah fungsi grammatikalnya yang berupa kelompok nomina, sistem moodnya yang berbentuk minor, dan makna moodnya yang berbentuk proposition. Meskipun bentuknya kelompok nomina, maksud dalam kelompok nomina tersebut adalah memberikan informasi kepada lawan bicaranya.

(17)

Membunuh lima wanita muda Material process Goal

P C

Rheme

Major: Indicative: Declarative. Proposition: Giving Information.

Setelah melihat uraian sebelumnya dalam analisis pada bahasa sumber, yang dapat dijadikan untuk perbandingan hanyalah fungsi grammatikal, sistem dan makna moodnya saja. Fungsi grammatikal pada klausa dalam bahasa sasaran berbentuk P + C dalam rentang klausa, sedangkan dalam bahasa sumber adalah D + C + T + Q dalam rentang kelompok kata / nomina. Sistem mood yang dimiliki dalam bahasa sumber adalah minor, sedangkan dalam bahasa sasaran adalah major, karena masih memiliki predikator. Meskipun demikian, makna mood yang terkandung dalam kelompok kata pada bahasa sumber dan klausa pada bahasa sasaran pun sama yaitu proposition – giving information, yang sama-sama memberikan informasi kepada lawan bicaranya.

Deskripsi analisis di atas adalah beberapa contoh penggambaran perbedaan yang terjadi terhadap data transposisi dengan sudut pandang SFL. Berikutnya, penulis akan menjabarkan beberapa data modulasi yang mengalami perubahan struktur dan makna berdasarkan sudut pandang yang sama dengan melalui Tabel 4.5 berikut ini.

(18)

Tabel 4.5: Persentase kemunculan pergeseran pada modulasi.

Data Jenis pergeseran yang terjadi Frekuensi Persentase

Transitivity Fungsi Grammatikal Theme Mood System Mood Meaning Modulasi - - - - 3 7,5% - - - 4 10% 1 2,5% - - - - 4 10% - - 3 7,5% Jumlah 15 37,5%

Dengan melihat tabel di atas, peneliti telah menemukan 15 data modulasi yang mengalami perubahan/pergeseran dalam berbagai aspek SFL dan 25 data sisanya tidak mengalami perubahan/pergeseran. Terdapat tiga data yang bergeser transitivitinya saja. Terdapat empat data yang bergeser transitiviti dan fungsi grammatikalnya. Terdapat 1 data yang bergeser keseluruhan aspek SFL. Terdapat empat data yang bergeser fungsi grammatikalnya saja. Dan terdapat tiga data yang bergeser struktur mood, tema dan sistem moodnya. Berikut ini penulis memberikan masing-masing contoh dari temuan pola di atas.

1) Contoh data modulasi yang bergeser transitivitinya: SBTL.009.DM/00:06:48

(19)

Bsa: Wanita ini harus dibawa ke rumah sakit secepatnya.

This woman needs a hospital Immediately

Senser Mental process Phenomenon Circumstances: manner: quality S P | F Adjunct Unmarked Topical Theme Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Transitiviti atau proses yang terjadi dalam kalimat tersebut di atas adalah mental process karena wanita tersebut atau senser dalam konteks cerita merupakan korban persembahan yang masih selamat dan mengalami shock / trauma sehingga dirasa dia membutuhkan rumah sakit supaya mendapat upaya pertolongan. Fungsi grammatikal tersebut berpola S + P|F + adjunct. Tema yang terkandung dalam kalimat tersebut adalah unmarked topical theme karena “this woman” merupakan subjek yang mengawali kalimat tersebut. Bentuk akan klausa tersebut adalah major karena terdapat predikator dan tipe klausanya indicative – declarative karena terdapat subjek dan finite. Makna mood dari klausa tersebut adalah memberikan informasi bahwa wanita tersebut membutuhkan pertolongan segera untuk dibawa ke rumah sakit rumah sakit.

(20)

Wanita ini harus dibawa ke rumah sakit Secepatnya Goal Material process Cir: location: place Circumstances:

manner: quality S F P Adjunct unmarked Topical Theme Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Transitivity atau proses yang terjadi dalam kalimat tersebut adalah material process karena wanita tersebut (goal) akan dibawa (material process) ke rumah sakit (circumtances: location: place). Fungsi grammatikalnya sama yaitu S + F|P + adjunct. Tema yang dimiliki sama yaitu unmarked topical theme. Jenis klausanya juga sama dengan klausa dalam bahasa sumber yaitu Major: Indicative: Declarative. Makna yang terkandung dalam kalimat tersebut juga sama karena memberikan informasi bahwa wanita tersebut membutuhkan pertolongan segera untuk dibawa ke rumah sakit rumah sakit. Dengan melihat kedua analisis tersebut, terdapat perbedaan yang terjadi yaitu pada transitivitinya. Dengan demikian, dengan adanya perbedaan tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas terjemahannya.

2) Contoh data modulasi yang bergeser transitiviti + fungsi grammatikal: SBTL.010.DM/00:07:21

(21)

Bsa: Aku tidak tahu mengapa mereka pikir kau akan membutuhkan bantuanku.

Why they thought you would require any assistance Is beyond me Carrier Attributive Relational Process Atttibute S F C

Unmarked topical Theme Rheme Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Proses pengalaman yang terjadi pada klausa kompleks di atas adalah attributive relational process, karena frasa “beyond me” sebagai attribute. fungsi grammatikal dalam klausa tersebut berpola S + F + C. Klausa pertama atau klausa nomina tersebut menempati slot subjek sehingga tema yang terkandung adalah unmarked topical. Jenis sistem moodnya adalah major dan indicative – declarative karena terdapat subjek dan finite. Makna mood yang terdapat dalam klausa pada bahasa sumber tersebut adalah

proposition - giving information, karena maksud dari klausa tersebut memang

memberikan informasi.

Aku tidak tahu mengapa mereka pikir kau akan membutuhkan bantuanku

Senser Mental Process Phenomenon: Meta

S P C

Un. Top. Theme

Rheme

(22)

Dengan membandingkan analisis bahasa sumber dengan bahasa sasaran, terjadi perubahan sudut pandang atau fokus dalam klausa tersebut, yang menyebabkan bergesernya transitiviti dan fungsi grammatikalnya. Kelompok kata “beyond me” yang berada di akhir klausa pada bahasa sumber bergeser ke awal klausa pada bahasa sasaran sehingga transitivitinya berubah menjadi mental process, “aku” yang sebagai senser atau yang merasakan dan “tidak tahu” yang sebagai proses mentalnya. Selain itu juga, slot subjek sudah tidak ditempati oleh klausa benda lagi tetapi oleh sebuah kata “aku” dan slot finite yang ditempati oleh “is” berubah menjadi predikator “tidak tahu” dalam bahasa sasaran.

3) Contoh data modulasi yang bergeser semua aspek SFL: SBTL.015.DM/00:10:16

Bsu: I think it's time you found another one.

Bsa: Bukankah menurutmu sudah waktunya kau Mencari kasus baru?

I think It is time you found another one Senser Mental process Phenomenon: Meta

S P C

Un. Top. Theme

Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Dalam klausa pada bahasa sumber di atas, terdapat transitiviti yang berbentuk mental process, hal tersebut dikarenakan adanya kata “think” yang tentu saja berkenaan dengan perasaan atau proses merasakan yang melingkupi

(23)

persepsi, kesadaran/pengertian dan kasih sayang. Kemudian kata”I” sebagai senser-nya atau yang merasakan dari proses “think” tersebut dan apa yang dia rasakan atau pikirkan adalah sebuah phenomenon: meta. Disebut meta karena fenomena tersebut merupakan sebuah ide atau gagasan. Fungsi grammatikalnya berpola S + P + C. Unsur subjek tersebut menempati awal klausa sehingga tema yang didapat adalah unmarked topical. Sistem mood dalam klausa tersebut adalah major: indicative – declarative, karena dalam klausa tersebut terdapat subjek dan finite. Makna mood yang terkandung adalah proposition – giving information, sebab maksud dari klausa tersebut memang memberikan informasi kepada lawan bicara.

Bukankah menurutm

u

sudah waktunya

kau mencari kasus

baru?

- Cir: angle Cir: Loc:

time Behaver Mental behavioral Process pheno meno n Wh Adjunct Adjunct S P C Interpersonal Theme Rheme

Major: Indicative: Interogative: Proposal: Demanding Service.

Dengan membandingkan kedua analisis pada bahasa sumber dan bahasa sasaran, perubahan atau pergeseran terjadi pada semua lini SFL. Transitivitinya berubah dari mental process menjadi material process dalam bahasa sasaran. yang pada awalnya kata “think” menempati slot mental process dalam bahasa sumber

(24)

bergeser menempati slot circumstance: angel atau slot keadaan: sudut pandang. Klausa yang awalnya menempati slot phenomenon: meta bergeser dan terbagi menjadi beberapa slot baru seperti circumstance: time “sudah waktunya”, behaver “kau”, mental behavioral process “mencari” dan phenomenon “kasus baru”. Fungsi grammatikal berubah dengan adanya tambahan wh + adjunct + adjunct + S + P + C. Adanya wh atau kata penanda tanya pada awal klausa, maka tema yang didapat adalah interpersonal theme. Bentuk sistem moodnya juga berubah yang pada bahasa sumber berbentuk major: indicative – declarative menjadi major: indicative – interogative pada bahasa sasaran karena klausa tersebut bersifat pertanyaan. Oleh karena itu, makna mood yang didapat juga bergeser menjadi proposal – demanding service karena sang penanya meminta orang tersebut untuk mencari sesuatu hal yang baru.

4) Contoh data modulasi yang bergeser fungsi grammatikalnya: SBTL.027.DM/00:15:10

Bsu: India blue is almost impossible to wash off. Bsa: Tinta india biru sangat sulit dicuci.

India blue is almost impossible to wash off

Carrier Attributive relational process

Cir: manner: quality Attribute

S F Adjunct C

Unmarked Topical Theme

Rheme

(25)

Proses yang terjadi dalam klausa di atas adalah attributive relational process, karena kelompok kata “to wash off” sebagai attribute yang menjelaskan carriernya “india blue”. Fungsi grammatikalnya berpola S + F + Adjunct + C. Tema yang terkandung dalam klausa tersebut adalah unmarked topical theme karena di awal klausa tersebut terdapat subjek. Sistem mood yang terdapat dalam klausa tersebut adalah major: indicative – declarative karena bentuk klausa tersebut utuh karena terdapat subjek dan finite. Makna moodnya adalah proposition – giving information karena memang maksud akan klausa tersebut adalah memberikan informasi.

Tinta india biru sangat sulit dicuci

Carrier Cir: manner: quality Attribute

S Adjunct P

Unmarked Topical Theme Rheme

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Apabila dibandingkan dengan klausa pada bahasa sumber, terdapat perbedaan pada fungsi grammatikalnya. Fungsi grammatikal yang berpola S + F + Adjunct + C dalam bahasa sumber tersebut berubah menjadi S + Adjunct + P. Selain itu juga, jenis klausa dalam bahasa sumber adalah aktif dengan adanya kelompok kata “to wash off” berubah menjadi klausa pasif menjadi “dicuci”.

5) Contoh data modulasi yang bergeser fungsi grammatikal + tema + sistem mood:

(26)

SBTL.008.DM/00:06:35

Bsu: Oh, I'd leave that alone if I were you, boy. Bsa: Sebaiknya jangan sentuh senjata itu, nak.

Oh, I would leave that Alone If I were you boy

_ Actor _ Material process Goal Cir: manner-quality _ token Identifyin g relational process value _ Exclam ation S F P C Adjunct conj uncti on S F C vocativ e Theme Rheme Interpe rsonal Unmarke d Topical

Major: Indicative: Declarative: Proposal: Demanding Service.

Sementara itu dengan analisis yang sama terhadap bahasa sasaran:

Sebaiknya Jangan Sentuh Senjata itu Nak

- Material process Goal

-Conjunction P C Vocative

Textual Theme

Rheme

Major: Imperative: Proposal; Demanding service

Dengan analisis di atas ini, dapat diketahui bahwa ada banyak perubahan yang terjadi di dalam struktur proses, fungsi grammatikal dan tema. Perubahan yang pertama ialah berubahnya klausa kondisional di dalam Bsu “if I were you

(27)

boy” menjadi sebuah kata sambung “sebaiknya” di dalam Bsa. Dan kemudian diletakkan di depan kalimat. Kedua, terjadi perubahan dalam fungsi grammatikall yaitu hilangnya vocative “oh” dalam Bsa dan berubahnya klausa kondisional menjadi klausa imperatif dalam Bsa. Dan tentu saja fungsi grammatikal pada klausa kedua pun tidak ada dalam Bsa karena sudah berubah menjadi sebuah kata “sebaiknya” seperti yang dipaparkan di atas. Ketiga, terjadi perubahan pada temanya yaitu di dalam Bsu memiliki tema interpersonal karena terdapat kata “oh” dan tema unmarked topical karena terdapat subject “I”. Akan tetapi, berbeda dengan tema di dalam Bsa yang memiliki tema tekstual karena terdapat kata “sebaiknya” tersebut. Keempat, perbedaan pada jenis klausanya yaitu pada Bsu klausanya berbentuk indikatif karena terdapat subjek dan finite di awal kalimatnya, sedangkan di dalam Bsa berbentuk imperatif karena tidak adanya subjek dan hanya terdapat predikat di dalam kalimatnya. Klausa di dalam Bsu berbentuk indikatif deklaratif, memiliki subjek dan finite sehingga mood-nya utuh seperti yang dipaparkan sebelumnya, dan memiliki tema yang berbentuk interpersonal “oh” yang direpresentasikan oleh vocative dan unmarked topical theme oleh subjek tersebut. Sementara dalam Bsa, bentuk klausanya imperatif dan tema berubah menjadi tekstual konjungsi “sebaiknya” dan marked topical . Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya perbedaan bentuk struktural, transivity, fungsi grammatikal dan tema dalam kedua kalimat tersebut tetapi pesan dan informasinya tetap tersampaikan (proposal, demanding services). Dengan demikian, perbedaan struktur kalimat tersebut masih bisa berterima.

(28)

A.4. Dampak transposisi dan modulasi terhadap kualitas penerjemahan (keakuratan dan keberterimaan).

Dalam sub bab ini, penulis akan memberikan hasil temuan dampak dari kedua teknik tersebut terhadap kualitas terjemahan (keakuratan dan keberterimaan) dengan pendekatan SFL. Hasil temuan tersebut akan dipaparkan dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 4.6: Hubungan Antara Jenis Pergeseran Dengan Kualitas Terjemahan Secara Umum.

Data Jenis

Pergeseran

Frekuensi Kualitas Terjemahan Keakuratan Keberterimaan A KA TA B KB TB Transposisi Transitiviti 15 - 15 - - 15 -Fungsi Grammatikal 16 - 16 - - 16 -Tema 4 1 3 - 1 3 -Sistem Mood 6 6 - - 6 - -Makna Mood - - - -Modulasi Transitiviti 8 - 8 - - 8 -Fungsi Grammatikal 12 8 4 - 8 4 -Tema 4 1 3 - 1 3 -Sistem Mood 4 1 3 - 1 3 -Makna Mood 1 - 1 - - 1

(29)

-Berdasarkan tabel di atas, dalam data transposisi terdapat 15 data yang transitivitinya bergeser, 16 data yang fungsi grammatikalnya bergeser, empat data yang temanya bergeser dan enam data yang sistem moodnya. Sementara itu, dalam data modulasi terdapat delapan data yang transitivitinya bergeser, 12 data yang fungsi grammatikalnya bergeser, empat data yang temanya bergeser, empat data yang sistem moodnya bergeser dan satu data yang makna moodnya bergeser. Dengan demikian, Tabel 4.6 tersebut menjelaskan perubahan dalam kualitas terjemahan yang terjadi dalam teks tersebut.

B. Pembahasan

Dalam sub bab ini, peneliti akan memberikan penjelasan secara lebih lanjut tentang hubungan jenis dari kedua teknik tersebut transposisi dan modulasi yang muncul dalam teks tersebut dengan sifat dari kedua teknik tersebut apakah wajib atau mana suka / bebas. Kemudian, peneliti akan membahas hubungan antara SFL dengan kedua teknik tersebut. Dan yang terakhir peneliti akan membahas hubungan kedua teknik tersebut yang dianalisis secara SFL dengan kualitas terjemahan.

1. Hubungan Jenis teknik transposisi dan modulasi yang digunakan dan sifatnya dengan subtitle dalam film Sherlock Holmes.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya bahwa terdapat 60 teknik transposisi dan 40 teknik modulasi yang telah digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan naskah film tersebut, hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Dalam keseluruhan data yang menggunakan teknik transposisi

(30)

tersebut, hanya ditemukan dua jenis saja dari seluruh jenis transposisi yang ada seperti dalam Tabel 4.2. yaitu pergeseran kelas kata dan pergeseran unit. Sebagian besar data transposisi yang ditemukan adalah data yang mengalami pergeseran unit yaitu sebanyak 58 data dan dua sisanya merupakan data yang mengalami pergeseran kelas kata.

Jenis transposisi yang ditemukan dalam menerjemahkan naskah film Sherlock Holmes yang meliputi pergeseran kelas kata bersifat tidak wajib atau bebas untuk dilakukan atau diterapkan. Hal tersebut terjadi karena memang jenis transposisi ini merupakan teknik yang bisa diaplikasikan untuk menerjemahkan atau tidak sama sekali. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang sudah dijabarkan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa pergeseran kelas kata merupakan pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan supaya hasil terjemahan tidak kaku. Hal tersebut dapat terlihat pada contoh SBTL.012.DT/00:09:04:

Bsu: He'll have the whole house down! Bsa: Dia akan menghancurkan rumah ini.

Seperti yang sudah dijabarkan pada sub bab temuan A.1. bahwa berubahnya jenis kata sifat “down” dalam bahasa sumber menjadi kata kerja “menghancurkan” dalam bahasa sasaran. Bisa saja klausa tersebut diterjemahkan dalam bentuk lain seperti misalnya: “Dia akan membuat seluruh rumah ini hancur”, namun penerjemah tidak menerjemahkannya seperti itu. Hal ini dilakukan oleh penerjemah dengan sengaja karena ada faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu subtitle. Peneliti sudah menjelaskan sebelumnya tentang subtitle pada bab

(31)

dua bahwa dalam menerapkan subtitling pada sebuah film, akan menemui beberapa kendala salah satunya batas ruang, waktu dan jumlah karakter yang tersedia dalam film tersebut (Karamitroglu dalam Untari dan Purnomo (2011:6)).

Tidak ada salahnya apabila penerjemah menggunakan hasil contoh terjemahan yang kedua, tetapi akan terlalu panjang jadinya meskipun jumlah karakter dalam terjemahan tersebut tidak melebihi batas. Contoh terjemahan tersebut memiliki tujuh suku kata, sedangkan pada hasil terjemahannya aslinya hanya memiliki lima suku kata. Dengan demikian pembaca tidak akan kerepotan atau terlalu lama dalam membaca hasil terjemahan yang relatif pendek, tanpa mengurangi kualitas terjemahannya. Selain keterbatasan ruang dan jumlah karakter, penerjemah juga harus memperhatikan durasi munculnya subtitle tersebut. Dalam kasus ini bisa terjadi karena speaker atau orang yang mengucapkan dalam film tersebut sedang bercerita panjang lebar dan cepat, sehingga mempengaruhi durasi kemunculan subtitle-nya tiap sekali ucapan yang disesuaikan dengan durasi pengucapan sang speaker atau pembicaranya. Oleh karena itu, pemilihan terjemahan yang relatif pendek akan lebih dipilih untuk dapat memenuhi durasi yang sesuai dalam film tersebut. Dengan adanya kasus tersebut, walaupun jenis transposisi tersebut bersifat bebas, akan berubah menjadi wajib sifatnya apabila penerjemah menerjemahkan subtitle.

Lain halnya dengan jenis transposisi yang meliputi pergeseran unit, karena jenis transposisi tersebut, seperti yang sudah dijelaskan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000), merupakan pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kesenjangan kosakata dengan menggunakan struktur grammatikall.

(32)

Dengan begitu sudah terlihat jelas bahwa pergeseran tersebut memang harus dilakukan untuk mengisi kesenjangan kosakatanya. Hal tersebut meliputi pergeseran dari klausa menjadi frasa, dari klausa menjadi kata dan sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat melalui contoh SBTL.011.DT/00:07:24 berikut ini:

Bsu: Well, London will breathe a sigh of relief. Bsa: Kalau begitu London akan merasa lega.

“a sigh of relief” tentu saja merupakan sebuah kelompok nomina yang terdiri dari “a” berfungsi sebagai deitic, “sigh” sebagai thing atau kata bendanya, “of relief” yang berfungsi sebagai classifier atau post-modifier yang berfungsi menambahkan informasi pada kata bendanya / thing. Kemudian kelompok nomina tersebut diterjemahkan dan berubah menjadi sebuah kata sifat yaitu “lega”. Hal tersebut memang harus dilakukan karena kelompok nomina “a sigh of relief” tidak bisa diterjemahkan secara harafiah/literal. Apabila kelompok kata tersebut diterjemahkan secara literal akan menjadi “sebuah desahan yang lega”. Terjemahan tersebut belum merepresentasikan arti dari kelompok nomina “a sigh of relief” yang sesuai dengan konteksnya dan akan menyebabkan terjemahan tersebut menjadi panjang. Selain itu juga, kelompok kata tersebut merupakan sebuah idiom atau ungkapan yang harus diterjemahkan sesuai dengan makna dan konteksnya, bukan arti tiap katanya. Dengan demikian, pergeseran unit dari kelompok kata ke kata tak terhindarkan, sehingga hukum akan jenis transposisi tersebut adalah wajib.

Kasus yang terjadi pada teknik transposisi di atas, terjadi juga dalam teknik modulasi yang terdapat dalam naskah film Sherlock Holmes. Ada tiga

(33)

jenis modulasi yang terdapat dalam terjemahan subtitle film tersebut, dua diantaranya adalah modulasi yang bersifat bebas terapannya. Sesuai dengan apa yang sudah diutarakan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa modulasi bebas yang pertama adalah modulasi yang menyatakan sesuatu yang tersirat dalam bahasa sumber dinyatakan secara tersurat dalam bahasa sasaran. Jadi memang penggunaan teknik modulasi yang untuk mengutarakan sesuatu yang tidak terungkapkan dalam bahasa sumber kemudian diungkapkan dalam bahasa sasaran sifatnya bebas. Jenis modulasi ini merupakan prosedur penerjemahan yang dilakukan karena adanya faktor nonlinguistik. Atau dengan kata lain, faktor yang memiliki tujuan untuk memperjelas makna atau mencari padanan lain yang lebih alamiah. Fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.036.DM/00:25:39 berikut ini.

Bsu: I've already followed the murders with some interest. Bsa: Aku sudah mengikuti kasus-kasus pembunuhanmu dengan

seksama.

Kelompok kata “the murders” dalam bahasa sumber diterjemahkan oleh penerjemah menjadi “kasus-kasus pembunuhanmu” dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini, penerjemah sengaja memunculkan sesuatu yang tersirat dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemah ingin memperjelas makna yang tersembunyi dalam bahasa sumber serta memberikan sesuatu yang lebih alamiah atau familiar bagi pendengar / pembaca bahasa sasaran. Dengan demikian penonton film tersebut yang membaca subtitle dengan hasil terjemahan tersebut tidak akan bingung. Akan tetapi, hal tersebut dapat dilakukan apabila orang yang

(34)

mengucapkan atau speaker dalam film tersebut mengucapkannya tidak dalam waktu yang cepat, sehingga durasi kemunculan subtitle akibat teknik modulasi tersebut tidak terganggu atau tidak terlalu cepat kemunculannya pada layar. Namun apabila pembicara berbicara dalam waktu cepat, maka penerjemah harus mengupayakan teknik lain yang lebih sesuai dan sanggup memenuhi kriteria standarisasi subtitle tanpa mengurangi kualitasnya sama sekali.

Kemudian modulasi jenis bebas yang kedua adalah modulasi yang menggeser sudut pandang atau fokus dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Hal tersebut sesuai dengan yang dijabarkan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa penggeseran letak fokus atau sudut pandang sangat memungkinkan untuk dilakukan secara optional atau pilihan. Fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.097.DM/01:34:35

Bsu: But the cross is what we are now interested in.

Bsa: Tapi yang harus kita perhatikan sekarang adalah salibnya.

Dengan melihat terjemahan di atas, jelas sekali bahwa ada pergeseran letak fokus dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. “the cross” dalam bahasa sumber diletakkan berada di awal klausa, pindah berada di akhir klausa dalam bahasa sasaran. Hal ini memang boleh saja dilakukan, namun akan memberikan dampak yang kurang bagus terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara / speaker dalam bahasa sumber. Jelas sekali kenapa Holmes, dalam percakapan ini Holmes-lah yang berbicara, mengatakan salibnya terlebih dahulu karena memang salib itulah kunci dari semua teka-teki rencana pembunuhan massal yang akan

(35)

dilakukan oleh Lord Blackwood. Holmes ingin memberikan penekanan yang kuat tentang salibnya, maka dia mengucapkannya terlebih dahulu dalam awal perkataannya, bukan di akhir. Walaupun tidak ada yang salah dengan hasil terjemahannya, namun efek seperti ini mengakibatkan terkikisnya esensi atau penekanan yang diutarakan oleh pembicaranya atau Holmes.

Jenis modulasi yang terakhir merupakan jenis modulasi yang bersifat wajib, sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Newmark (1988) dan Machali (2000) bahwa modulasi tersebut merubah struktur aktif dalam bahasa sumber diterjemahkan menjadi pasif dalam bahasa sasaran dan sebaliknya. Hal ini memang wajib dilakukan oleh penerjemah ketika suatu kata, kelompok kata atau strukur tersebut memang tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran. fenomena tersebut dapat dilihat dalam contoh SBTL.030.DM/00:20:21

Bsu: Lord Blackwood put him under some kind of spell, sir. Bsa: Dia terkena mantera Lord Blackwood, pak.

Dengan melihat terjemahan di atas, terlihat sekali bahwa kata kerja “put” dan klausa tersebut berbentuk aktif dalam bahasa sumber berubah menjadi “terkena” dan klausa tersebut berbentuk pasif. Namun, sebenarnya klausa dalam bahasa sumber tersebut dapat diterjemahkan tetap menjadi aktif “Lord Blackwood memantrai dia, pak”. Lalu, bagaimana teori yang diutarakan oleh Newmark dan Machali bahwa sifat jenis modulasi wajib ini dapat menjelaskan fenomena tersebut? Ternyata tidak semua klausa aktif dalam bahasa sumber dapat diterjemahkan menjadi pasif dalam bahasa sasaran. Hanya beberapa klausa saja

(36)

yang memang harus dirubah menjadi pasif dalam bahasa sasaran, seperti klausa yang berpola S + P + Adj + To infinitive, misalnya:

Bsu: The enemy is difficult to beat. Bsa: Musuh itu susah dikalahkan.

Dengan klausa yang berstruktur seperti di atas memang harus dilakukan modulasi menjadi pasif. Namun, apabila terdapat klausa seperti “I cut my finger” dan “I lost my wallet” dapat diterjemahkan ke pasif apabila konteks situasinya klausa tersebut diucapkan secara langsung tepat setelah kejadiannya. Namun apabila sifatnya memberitahukan atau cuman sekedar memberikan informasi atau bertanya, maka tetap diterjemahkan aktif, contoh: “She lost her dog”, “He crash his car”, “You lost my wallet?”, “I cut your finger?”, etc. Oleh karena itu, dengan melihat beberapa fenomena yang ditemukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa sifat modulasi yang mengubah aktif ke pasif adalah tidak wajib.

2. Hubungan antara transposisi dan modulasi dengan SFL terhadap kualitas terjemahan subtitle film Sherlock Holmes.

Keberadaan SFL dalam penerjemahan cukup memberikan kontribusi besar dalam prosesnya, karena SFL dapat mencakup semua bagian dalam terjemahannya. SFL yang digunakan oleh peneliti sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah SFL dalam tataran gramatika yang meliputi: transitiviti (yang berhubungan dengan proses pengalaman/eksperiensial yang terdapat dalam setiap klausa), tema (yang berkenaan dengan pesan yang terdapat dalam klausa),

(37)

dan mood (yang merepresentasikan metafungsi interpersonal). Sedangkan di dalam mood itu sendiri terdapat stuktur mood (yang berhubungan dengan fungsi grammatikal yang terdapat dalam klausa), sistem mood (yang berkenaan dengan jenis klausanya apakah major atau minor) dan makna mood (yang berkenaan dengan pertukaran (proposal atau proposition) dalam klausa. Dengan pondasi dasar tersebut, peneliti dapat menelaah apakah hasil terjemahan dari subtitle film Sherlock Holmes sudah tepat atau bahkan meleset. Pondasi pertama yang dapat dilihat terlebih dahulu untuk menentukan apakah terjemahan tersebut sudah tepat atau belum adalah transitivitinya.

2.1. Transitiviti

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh peneliti bahwa transitiviti merupakan klausa yang merepresentasikan tentang eksperiensial atau proses pengalaman yang terjadi dalam sebuah klausa. Apabila proses pengalaman yang dialami dalam bahasa sumber berbeda atau berubah pengalamannya dalam bahasa sasaran, maka dapat disimpulkan bahwa hasil terjemahan tersebut meleset dari nilai keakuratan. Namun, apabila sama proses yang dialami dalam bahasa sumber maupun bahasa sasarannya, maka hasil terjemahan tersebut sudah tepat atau akurat. Seperti contoh pada data SBTL.010.DM/00:07:21berikut ini:

Why they thought you would require any assistance

Is beyond me

Carrier Attributive Relational

Process

(38)

Proses eksperiensial yang terjadi dalam klausa bahasa sumber di atas tersebut adalah attributive relational process, karena di dalam klausa tersebut menandakan sebuah hubungan antara carrier dengan attribute. Klausa nomina “Why they thought you would require any assistance” berfungsi sebagai carrier karena klausa tersebut merupakan klausa yang akan diberikan sebuah attribute “beyond me”. Namun, hal yang berbeda terjadi dalam bahasa sasarannya berikut ini:

Aku tidak tahu mengapa mereka pikir kau akan membutuhkan bantuanku

Senser Mental Process

Phenomenon: Meta

Proses eksperiensial dalam bahasa sasaran di atas berubah menjadi mental process, karena di dalam klausa tersebut terdapat “aku” yang sebagai senser / perasa / orang yang merasakan sesuatu dan “tidak tahu” sebagai proses mentalnya. Dan klausa dibelakangnya merupakan phenomenon:meta karena merepresentasikan apa yang dirasakan oleh senser. Dari proses pengalaman yang berbeda inilah dapat dinyatakan kualitas terjemahannya kurang akurat. Sebuah terjemahan dapat dinyatakan tepat apabila proses yang dialami dalam bahasa sumber sama dengan apa yang dialami dalam bahasa sasaran, karena transitiviti merupakan salah satu patokan secara umum dalam menentukan hasil terjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Kemudian aspek berikutnya adalah fungsi grammatikal.

(39)

2.2. Fungsi grammatikal

Fungsi grammatikal diterapkan dalam penelitian ini oleh peneliti untuk dapat mengetahui struktur apa saja yang terdapat dalam klausa bahasa sumber. Selain itu, fungsi grammatikal digunakan untuk mencari tema, sistem, dan makna mood-nya sekaligus. Dengan demikian, untuk dijadikan bahan perbandingan dengan apa yang terdapat dalam bahasa sasaran. Dapat dilihat dalam contoh data SBTL.010.DM/00:07:21berikut ini:

Why they thought you would require any assistance

Is beyond me

S F C

Fungsi grammatikal dalam bahasa sumber di atas memilki pola S + F + C. Slot subjek ditempati oleh klausa nomina, slot finite ditempati oleh finite “is” dan slot komplemen / pelengkap ditempati oleh frasa “beyond me”. Namun, terjadi perbedaan dalam struktur mood pada bahasa sasarannya berikut ini:

Aku tidak tahu mengapa mereka pikir kau akan membutuhkan bantuanku

S P C

Dengan melihat fungsi grammatikal pada bahasa sasaran di atas, polanya berubah menjadi S + P + C. Yang menempati slot subjek hanya sebuah kata, bukan klausa nomina lagi, kemudian finite berubah menjadi predikator, dan slot komplemen

(40)

diisi oleh klausa nomina. Dengan demikian terjadi perubahan fungsi grammatikalnya pada bahasa sasaran yang akan berimbas pada tema, sistem mood dan makna moodnya

2.3. Tema

Dengan tema, peneliti dapat melihat bagaimana pesan itu disampaikan dalam klausa tersebut. Setelah fungsi grammatikal didapat dalam menganalisis klausa, maka analisis tema dapat dilakukan. Dapat dilihat dalam contoh berikut ini:

I Think It is time you found another one

S P C

Un. Top. Theme Rheme

Setelah melakukan analisis fungsi grammatikalnya, baru peneliti dapat mencari tema yang terkandung dalam klausa tersebut. Dengan adanya subjek yang terletak pada awal klausa, maka dapat ditentukan bahwa tema tersebut adalah unmarked topical. Kemudian, setelah ditemukannya tema, sisa klausanya adalah termasuk rima / rheme. Namun, apabila dibandingkan dengan analisa tema pada bahasa sasaran nampak berbeda di bawah ini.

(41)

Bukankah menurutm u

sudah waktunya

kau mencari kasus

baru?

Wh Adjunct Adjunct S P C

Interpersonal Theme

Rheme

Tema yang muncul dalam klausa bahasa sasaran tersebut berubah menjadi interpersonal karena terdapat kata tanya “bukankah” yang terdapat pada awal klausa. Tema yang dimiliki pada bahasa sumber dan pada bahasa sasaran berbeda sehingga kurang lebihnya akan mempengaruhi kualitas terjemahan.

2.4. Sistem Mood dan Makna Mood

Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya bahwa untuk mencari sistem dan makna mood harus dilakukan analisis fungsi grammatikal terlebih dahulu. Sistem mood dalam penelitian ini berguna untuk melihat seperti apakah jenis klausa yang terdapat dalam bahasa sumber dengan bahasa sasaran, apakah sama atau berbeda. Seperti misalnya, apakah tipe klausa tersebut major atau minor. Apabila major, apakah klausa tersebut berbentuk indicative atau imperative. Dan apabila bentuk klausa tersebut indicative, apakah tipenya termasuk declarative atau interrogative. Demikian halnya dengan makna mood, hal ini berguna untuk mencari maksud yang terkandung dalam klausa tersebut. Apakah maksud dari klausa tersebut sedang memberikan / meminta informasi, yang biasa disebut dengan proposition. Atau memberikan / meminta sebuah barang atau jasa, yang

(42)

biasa disebut juga dengan proposal. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh analisis dibawah ini.

I think It is time you found another one

S P C

Major: Indicative: Declarative: Proposition: Giving Information.

Setelah peneliti menentukan struktur moodnya, dapat dilihat bahwa jenis klausa tersebut adalah major, bukan minor, karena terdapat predikator. Setelah mendapatkan bahwa klausa tersebut adalah major, tipe klausanya adalah indicative bukan imperative, karena terdapat subjek dan finite / predikator. Lalu, tipe klausa berikutnya adalah declarative bukan interrogative, karena finite / predikatornya terletak setelah subjek. Kemudian, makna mood yang terdapat dalam klausa tersebut adalah proposition:giving karena perihal yang disampaikan adalah sebuah informasi dan sifatnya adalah sebuah pemberitahuan. Namun hal yang berbeda ditemukan dalam analisis pada bahasa sasaran berikut ini.

Bukankah menurutmu sudah waktunya

kau mencari kasus

baru?

Wh Adjunct Adjunct S P C

Major: Indicative: Interogative: Proposal: Demanding Service.

Tipe klausa yang terdapat dalam bahasa sasaran di atas adalah mayor, karena terapat predikator didalamnya. Kemudian, tipe klausa mayornya adalah indicative karena terdapat subjek dan finite / predikator. Lalu, tipe klausa indicative-nya adalah interogatif karena terdapat kata tanya Wh “bukankah” pada awal klausa.

(43)

Setelah diketahui bahwa tipe klausa tersebut adalah interogatif, maka makna mood yang didapat adalah proposal:demanding karena maksud akan klausa tersebut meminta jasa pada pendengarnya untuk mencari kasus baru. Dengan demikian, dengan adanya perbedaan yang terdapat dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran tersebut dapat memberikan dampak terhadap kualitas terjemahan.

Tahap tiap tahap pendekatan SFL yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, memiliki kontribusinya masing-masing untuk menjelaskan dan mempetakan perubahan atau pergeseran yang terjadi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pada tahap transitiviti dan makna mood hasil terjemahan tersebut dalam bahasa sasaran bisa ditentukan baik atau buruk, karena keduanya memegang peranan besar untuk melihat skema pergeseran yang terjadi. Selain itu juga, transitiviti melihat dari segi eksperiensialnya, sehingga apa yang dialami dalam bahasa sumber berbeda atau sama dengan apa yang dialami dalam bahasa sasaran. Sedangkan makna mood digunakan untuk melihat perubahan makna interpersonal. Tema dan sistem mood juga merupakan faktor penting karena dapat mendukung peneliti untuk menjelaskan secara rinci perubahan yang terjadi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

2.5. Kualitas Terjemahan

Pada sub bab temuan, peneliti telah menjabarkan hasil temuannya hanya dalam garis besar saja. Namun, hasil temuan tersebut masih terlihat samar, karena belum bisa menemukan pola yang menandakan hubungan SFL dengan kualitas terjemahan tersebut. Oleh karena itu, dalam sub bab ini, peneliti akan menjabar

(44)

secara rinci tentang analisis yang telah dilakukan oleh peneliti dengan pendekatan SFL dan menghubungkannya dengan kualitas terjemahan. Dengan demikian, peneliti telah menemukan pola hubungan tersebut seperti pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7: Hubungan Transposisi Dengan Kualitas Terjemahan Secara Detail.

Data Jenis pergeseran yang terjadi Frekue nsi Kualitas Terjemahan Trans itiviti Fungsi Grammat ikal Tema Sistem Mood Makna Mood A KA B KB Trans posisi - - - - 5 - 5 - 5 - - - 6 - 6 - 6 - - 4 - 4 - 4 - - - 6 6 - 6 -Jumlah 21

Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa data yang mengalami perubahan transitivitinya memiliki kualitas terjemahan yang kurang baik. Hal tersebut memang terjadi karena ada pergeseran eksperiensial atau proses pengalaman yang terjadi antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, sehingga menyebabkan hasil terjemahan tersebut kurang baik seperti pada contoh data SBTL.012.DT/00:09:04 yang sudah peneliti jabarkan pada sub bab temuan.

Demikian juga dengan data yang memiliki perubahan pada transitiviti dan fungsi grammatikalnya, juga memiliki kualitas terjemahan yang kurang baik. Hal ini dikarenakan pergeseran yang terjadi pada proses pengalaman serta adanya

(45)

struktur mood yang berbeda dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dengan demikian menyebabkan hasil terjemahan yang didapat kurang sempurna atau kurang baik seperti pada contoh data SBTL.010.DM/00:07:21.

Sama halnya dengan data yang memiliki perubahan pada transitiviti, fungsi grammatikal dan temanya, juga memiliki kualitas terjemahan yang kurang baik. Hal ini terjadi karena selain proses pengalaman dan struktur dalam suatu klausa tersebut bergeser serta tema yang terkandung juga bergeser. Dengan demikian, kualitas terjemahan yang dihasilkan kurang begitu baik seperti contoh pada data SBTL.007.DT/00:06:24.

Akan tetapi, berbeda dengan yang terjadi pada data yang memiliki pergeseran pada fungsi grammatikal dan sistem mood-nya. Walaupun begitu, hasil terjemahan yang dimilikinya masih akurat dan masih bisa diterima, karena pergeseran tersebut tidak menyinggung proses pengalaman atau eksperiensialnya. Contoh tersebut dapat dilihat pada data SBTL.045.DT/00:27:55.

Tabel 4.8: Hubungan Modulasi Dengan Kualitas Terjemahan Secara Detail.

Data Jenis pergeseran yang terjadi Frekuensi Kualitas Terjemahan

T FG Tm SM MM A KA TA B KB TB Mod ulasi - - - - 3 - 3 - - 3 -- - - 4 - 4 - - 4 -1 - - 1 - - 1 - - - - 4 4 - - 4 - -- - 3 3 - - 3 - -Jumlah 15

(46)

Sama seperti dalam data transposisi, data modulasi yang bergeser aspek transitivitinya, memiliki kualitas terjemahan yang kurang baik karena yang bergeser adalah proses pengalamannya. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh data SBTL.009.DM/00:06:48 pada sub bab temuan di atas.

Data modulasi yang mengalami pergeseran pada transitiviti dan struktur moodnya juga memiliki kualitas terjemahan yang kurang baik. Selain fungsi grammatikal dalam suatu klausa bergeser, hal itu juga disebabkan dengan adanya pergeseran proses pengalamannya yang menyebabkan dampak kurang bagus pada kualitas terjemahannya. Hal ini dapat dilihat pada contoh data SBTL.010.DM/00:07:21 seperti yang peneliti jabarkan pada sub bab temuan.

Data modulasi yang mengalami pergeseran pada semua aspek SFL yang meliputi transitiviti, fungsi grammatikal, tema, sistem mood dan makna moodnya memiliki kualitas terjemahan yang tidak bagus. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran atau perubahan terhadap semua aspek SFL nya, sehingga menyebabkan kualitasnya melenceng dari apa yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh data SBTL.015.DM/00:10:16.

Data modulasi yang mengalami pergeseran hanya pada fungsi grammatikalnya saja, masih memiliki kualitas terjemahan yang baik. Hal ini disebabkan karena pergeseran tersebut tidak menyinggung pada proses pengalamannya atau eksperiensialnya, sehingga perubahan tersebut masih bisa memungkinkan untuk diterima. Modulasi yang mengalami pergeseran fungsi grammatikalnya terdapat pada data SBTL.027.DM/00:15:10. Hal tersebut sama

(47)

halnya dengan data modulasi yang mengalami pergseran pada fungsi grammatikal, tema dan sistem mood. Walaupun demikian, kualitas terjemahan yang dihasilkan masih tergolong akurat dan masih bisa diterima, karena pergeseran tersebut tidak menyinggung proses pengalaman atau eksperiensial. Hal tersebut dapat dilihat pada data SBTL.008.DM/00:06:35.

(48)

127 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan kesimpulan yang didapat setelah melakukan penelitian ini tentang analisis transposisi dan modulasi dalam subtitle film Sherlock Holmes, serta merangkum temuan-temuan yang dihasilkan dari rumusan masalah dalam penelitian ini. Di akhir bab ini, peneliti akan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut dan mendalam.

A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan analisis terhadap transposisi dan modulasi dengan pendekatan SFL, peneliti telah menemukan 60 data transposisi dan 40 data modulasi. Dalam data transposisi, terdapat dua data transposisi yang mengalami pergeseran kelas kata dan 58 data transposisi yang mengalami pergeseran unit. Sementara itu untuk modulasi, peneliti menemukan delapan data yang mengalami pergeseran aktif ke pasif atau sebaliknya, 28 data yang mengalami pergeseran dari tersirat menjadi tersurat, dan empat data yang mengalami perubahan letak sudut pandang atau fokus.

Dalam penelitian ini, peneliti juga telah menentukan sifat yang terdapat pada kedua teknik tersebut. Teknik transposisi yang mengalami pergeseran kelas kata dan unit yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan subtiltle film Sherlock Holmes tersebut bersifat wajib. Hal ini terjadi karena memang tidak ada teknik lain yang paling cocok untuk digunakan dalam menerjemahkan naskah tersebut. Selain itu juga ada kendala yang harus diperhatikan dalam

(49)

menerjemahkan subtitle yaitu keterbatasan ruang, waktu dan jumlah karakter, sehingga penggunaan teknik transposisi tersebut bersifat wajib. Namun, alasan utama kenapa teknik transposisi tersebut diterapkan karena adanya perbedaan kesepadanan grammatika dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Akan tetapi berbeda hal pada teknik modulasi, ketiga teknik modulasi yang ditemukan oleh peneliti semuanya bersifat bebas. Hal ini disebabkan karena teknik modulasi yang diterapkan pada subtitle film tersebut hanya sebatas kewajaran saja.

Dengan pengaplikasian pendekatan SFL (transitiviti, fungsi grammatikal, tema, sistem mood dan makna mood) terhadap kedua teknik tersebut, dapat menjelaskan secara detail perubahan yang terjadi dari bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Melalui pendekatan ini, peneliti menemukan lima data transposisi yang mengalami pergeseran transitiviti, enam data transposisi yang mengalami pergeseran transitiviti dan fungsi grammatikalnya, empat data transposisi yang mengalami pergeseran transitiviti, fungsi grammatikal dan tema, serta enam data transposisi yang mengalami pergeseran pada struktur mood dan sistem moodnya. Selain itu juga, peneliti menemukan tiga data modulasi yang mengalami pergeseran pada transitivitnya, empat data modulasi yang mengalami pergeseran pada transitiviti dan fungsi grammatikalnya, satu data modulasi yang mengalami pergeseran pada semua aspek grammatikanya, empat data modulasi yang mengalami pergeseran pada fungsi grammatikalnya, serta tiga data modulasi yang mengalami pergeseran pada fungsi grammatikal, tema dan sistem moodnya.

Setelah peneliti menemukan pola data pergeseran tersebut dengan pendekatan SFL, data tersebut kemudian dihubungkan dengan kualitas

(50)

terjemahan. Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa data yang ada pergeseran transitivitinya akan menghasilkan kualitas terjemahan yang kurang baik, namun apabila data tersebut memiliki beberapa pergeseran saja seperti misalnya pada fungsi grammatikal atau tema atau sistem mood, dan tidak ada pergeseran transitiviti yang terjadi, maka hasil terjemahan tersebut masih bisa dibilang baik dan masih bisa diterima. Namun apabila dalam data tersebut terjadi pergeseran pada semua aspek grammatikanya, maka kualitas terjemahan yang dihasilkan adalah tidak akurat dan tidak berterima.

B. Saran

Dalam hal ini, peneliti telah membuktikan bahwa dengan adanya pendekatan SFL yang digunakan dalam penelitian ini, dapat banyak membantu dalam menjelaskan apa saja yang bergeser dalam terjemahan yang terjadi dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Selain itu, juga dapat diaplikasikan ke dalam kualitas terjemahannya. Keuntungan yang didapat dengan menggunakan pendekatan SFL yaitu SFL dapat memberikan gambaran secara rinci dari aspek besar sampai ke aspek yang kecil, sehingga keseluruhan aspek perubahan dalam menerjemahkan yang meliputi aspek pengalaman, pesan dan struktur tersebut terlihat dengan jelas dalam SFL daripada menggunakan pendekatan yang lain.

Apabila untuk menunjang penelitian yang lebih lanjut, penggunaan SFL terhadap penelitian ini bisa dikembangkan ke dalam tahap appraisal, sehingga dapat mengetahui bagaimana penilaian terhadap suatu barang atau seseorang yang terdapat dalam naskah tersebut terkikis atau tidak kualitasnya dalam terjemahan

(51)

ke bahasa sasaran. Hubungan konjungsi dapat diterapkan juga karena pendekatan tersebut berada pada tataran semantik wacana dalam SFL, sedangkan pendekatan yang digunakan (transitivity, mood, theme) oleh peneliti dalam penelitian ini berada pada tataran grammatika dalam SFL. Dengan demikian, kedua aspek besar tersebut antara aspek semantik wacana (hubungan konjungsi dan appraisal) dengan aspek grammatika (transitivity, mood, theme) dapat saling melengkapi dalam membantu menganalisis dalam penelitian yang lebih lanjut.

(52)

131

DAFTAR PUSTAKA

Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating Theory and Practice. New York: Longman Group UK, Ltd.

Catford, J.C. 1965. A Linguistics Theory on Translation. London: Oxford University Press.

Coelh, Leonardo Jordao. 2007. Subtitling and Dubbing: Restrictions and Priorities. Tranlsation Journal.

http://www.translationdirectory.com/article227.htm

Gotlieb, Henrik. 1998. Subtitling dalam Baker, Mona dan Kirsten Malmkjaer. 2001. Rouledge Encyclopedia of Translation Studies. London dan New York: Rouledge taylor dan Francis Group.

Halliday, M. A. K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold.

Hapsari, Reni. 2012. An Analysis on the Types of Translation Shifts as

Translation Technique and Qualities in Two Selected Children Bilingual Books: A Systemic Fungtional Perspective. Surakarta: UNS.

Hatim, Basil dan Ian Mason. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge.

Kholifah, Asrofin N. 2010. Analisis Teknik Dan Kualitas Subtitle Film My Mom’s New Boyfriend. Surakarta: UNS.

Kusumawati, Fenty. 2011. Analisis Kontrastif Subtitling Dan Dubbing Dalam Film Kartun Dora The Explorer Seri Wish Upon A Star. Surakarta: UNS.

Larson, Mildred. 1984. Meaning-Based Translation. A Guide to Cross-Language Equivalence. Lanham: University Press of America.

(53)

Lincoln, Y. S. dan E. G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publication Trans.

Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo.

Martin, J. R, Christian M. I. M Matthiessen dan Clare Painter. 1997. Working With Functional Grammar. Great Britain: The Hodder Headline Group.

Melis, N martinez dan Albir, A Hurtado. 2001. “Assessment in Translation Studies: Research Needs”. Dalam META, XLVI, 2.

Moleong, L. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Rosda Karya.

Molina, Lucia dan Albir, A Hurtado. 2002. Translation Techniques Revisited: A Dynamic and Fungtional Approach. META, XLVII. Barcelona:

University Autonama de Barcelona.

Nababan, M.R. 1999. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nababan, M. R. 2003. Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan. Makalah. Surakarta: UNS.

Nababan, M.R. 2010. Pengembangan Model Penilaian Kualitas Terjemahan. Laporan akhir penelitian hibah kompetensi Batch III tahun II (2010). Surakarta: UNS.

Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall.

Nida, E & Taber, C. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill.

Gambar

Tabel 4.1: Distribusi Transposisi dan Modulasi.
Tabel 4.2: Distribusi Jenis Transposisi Dalam Teks (berdasarkan teori Machali (2000) dan Newmark (1988)).
Tabel 4.3: Distribusi Jenis Modulasi Dalam Teks (berdasarkan teori Machali (2000) dan Newmark (1988)).
Tabel 4.4: Persentase kemunculan pergeseran pada transposisi.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dari data hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran group investigation untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

Tanaman kopi berumur 4 tahun dan sampel kopi yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna kulit buah kopi serta umur buah

Pada clause complex tersebut terdapat klausa sebagai sarana pertukaran dalam bentuk memberi (giving) yang teridentifikasi dari elemen mood yang merupakan sebuah

Pengeditan video memerlukan penguasaan materi yang kompetitf di bidang editing video dari seseorang yang berprofesi sebagai editor video, dan juga butuh kru yang kompetitif

tingkat kompeksitas yang beragam tersebut salah satunya terjadi pada mata pelajaran matematika, sebagaimana yang disampaikan oleh guru matematika di MI Roudlotut

Segala puji syukur kehadirat Allah selalu penulis panjatkan, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Persepsi Mahasiswa Terhadap Fungsi

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah kantong penyakit DBD di Jawa Timur dengan Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic dan untuk mengetahui faktor-faktor yang

Penanaman dan pembiasaan nilai-nilai karakter sejatinya merupakan bagian penting yang menjadi tugas dan fungsi sekolah sebagai sebuah proses pembudayaan dan pemberdayaan