• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum melakukan penelitian di TK M. Xaverius 78, terlebih dahulu peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen di kelompok B TK Dharma Wanita Salatiga dengan jumlah subyek 12 anak. Hasilnya sebaran item berkisar 0,720 – 0,870 > 0,576 (koefisien korelasi > r tabel) sehingga semua item dinyatakan valid. Selain itu instrumen juga diuji reliabilitasnya dengan nilai Cronbach’s Alpha 0,942 dimana hasil tersebut > 0,6 sehingga dinyatakan reliabel. Lihat lamp.tabel uji validitas.

4.2. Deskripsi Subyek

Subyek dalam penelitian ini adalah anak-anak kelompok B2 TK M.

Xaverius 78 Salatiga tahun pelajaran 2014/2015 usia 5 - 6 tahun. Di kelompok B2 TK M. Xaverius 78 Salatiga terdapat 32 anak terdiri dari 18 anak laki-laki dan 14 anak perempuan. Dari 32 anak dibagi menjadi 2 kelompok secara acak selama perlakuan berlangsung.

4.3. Alur Penelitian 4.3.1. Randomisasi

Sebelum memberikan perlakuan terlebih dahulu peneliti melakukan pemilihan subyek secara random berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Subyek berusia 5-6 tahun.

(2)

29 2. Subyek dalam kondisi sehat.

3. Subyek dalam lembaga pendidikan yang sama dan mendapatkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sama.

4. Subyek merupakan anak-anak yang aktif terlihat dalam proses pembelajaran.

Setelah subyek ditetapkan sesuai kriteria diatas, maka kelompok langsung dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

4.3.2. Perlakuan 1

Setelah melakukan pemilihan subyek secara random pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, pada hari kedua peneliti memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen menggunakan permainan tradisional telepon kaleng dengan alur sebagai berikut :

Hari pertama (±30 menit)

Tema percakapan : Liburan/rencana berlibur

1. Peneliti mengulas tentang aturan percakapan (tanya-jawab tentang peraturan bercakap-cakap menggunakan telepon kaleng).

2. Peneliti dan observer memberikan contoh cara bercakap-cakap menggunakan telepon kaleng.

(3)

30 3. Peneliti dan observer memberikan instruksi pada subyek untuk bercakap-cakap sesuai tema/topik pembicaraan dalam suatu permainan secara berpasangan.

4. Subyek bermain permainan percakapan sesuai tema/topik pembicaraan.

5. Peneliti dan observer mengamati perkembangan bahasa percakapan subyek.

Setelah perlakuan I dilakukan, peneliti mengamati bahwa subyek sudah bisa mengawali pembicaraan dan bergantian bercakap-cakap serta dapat menggunakan bahasa lisan yang jelas, namun masih beberapa subyek yang lupa untuk mengakhiri percakapan dan masih belum semua subyek dapat menyusun kalimat sederhana dalam percakapan. Disisi lain subyek sudah mampu untuk merespon percakapan sesuai dengan topik pembicaraan.

Permainan tradisional telepon kaleng menarik perhatian anak. Anak menyimak dengan baik saat peneliti dan observer memberikan contoh cara bercakap-cakap dengan telepon kaleng. Setelah mereka mencoba permainan tradisonal telepon kaleng, mereka berebut mengambil kembali telepon kaleng tersebut dan mencoba bercakap-cakap lagi dengan topik pembicaraan mereka sendiri.

(4)

31 4.3.3. Perlakuan II

Pada hari kedua peneliti memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen menggunakan permainan tradisional telepon kaleng dengan alur sebagai berikut :

Hari kedua (±30 menit)

Tema percakapan : Bermain/Mengajak teman bermain

1. Peneliti mengulas kembali tentang aturan percakapan (tanya-jawab tentang peraturan bercakap-cakap menggunakan telepon kaleng).

2. Peneliti dan observer memberikan contoh cara bercakap-cakap menggunakan telepon kaleng.

3. Peneliti dan observer memberikan instruksi pada subyek untuk bercakap-cakap sesuai tema/topik pembicaraan dalam suatu permainan secara berpasangan.

4. Subyek bermain permainan percakapan sesuai tema/topik pembicaraan.

5. Peneliti dan observer mengamati perkembangan bahasa percakapan subyek.

Pada pertemuan perlakuan kedua, semua subyek sudah dapat melakukan percakapan sesuai aturan. Anak juga dapat menggunakan bahasa lisan yang jelas. Hanya saja masih ada beberapa anak yang belum memunculkan respon yang menggunakan susunan kalimat sederhana.

(5)

32 Sama seperti perlakuan hari pertama, anak menyimak dengan baik saat peneliti dan observer memberikan contoh bercakap-cakap dengan telepon kaleng. Mereka masih tertarik dengan permainan telepon kaleng dan ingin mengulangi permainan tersebut. Mereka mengambil telepon kaleng yang peneliti letakkan dihadapan mereka, lalu mengajak temannya mencoba bercakap-cakap kembali menggunakan telepon kaleng tersebut.

4.3.4. Posttest

Setelah memberikan perlakuan dalam dua kali pertemuan, peneliti melakukan posttest yang bertujuan untuk mengetahui kondisi akhir pada subyek dalam kemampuan bahasa percakapan dengan alur sebagai berikut :

Hari ketiga (±30 menit)

Tema percakapan : Bermain/mengajak teman bermain

1. 32 subyek dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok (8 anak) diamati 1 observer

2. Peneliti dan observer memberikan instruksi pada subyek untuk bercakap-cakap sesuai tema/topik pembicaraan dalam suatu permainan secara berpasangan

3. Subyek bermain permainan percakapan sesuai tema/topik pembicaraan

4. Peneliti dan observer mengamati kemampuan bahasa percakapan subyek menggunakan lembar ceklist observasi.

(6)

33 Setelah dilakukan posttest, peneliti mendapati hal yang berbeda antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen jauh lebih baik kemampuan bercakap-cakapnya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen sangat lancar saat bercakap-cakap dan sesuai aturan percakapan, sedangkan kelompok kontrol masih banyak yang bingung untuk memulai percakapan sehingga percakapan tidak berjalan dengan lancar.

Disisi lain kedua kelompok ini sama-sama tertarik dengan permainan percakapan ini. Kelompok kontrol menunjukkan respon yang sama seperti kelompok eksperimen, dimana mereka tertarik untuk mencoba mengulangi permainan tersebut meskipun tidak diberikan perlakuan sama sekali.

4.4. Hasil Analisis 4.4.1. Kategori

Setelah perlakuan dan posttest dilakukan, didapatkan capaian kategori berdasarkan skor posttest sebagai berikut :

Tabel 4.4.1. Perkembangan Bahasa Percakapan berdasarkan hasil Posttest

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah subyek dalam pencapaian perkembangan bahasa percakapan pada kelompok

Kategori Posttest

KE KK

7,4 - 11 (Sangat Baik) 16 4

3,7 - 7,3 (Cukup) 5

0 - 3,6 (Kurang) 7

Total 16 siswa 16 siswa

(7)

34 eksperimen dan kelompok kontrol. Semua subyek kelompok eksperimen mencapai kategori sangat baik, sedangkan kelompok kontrol masih terbagi dalam beberapa kategori yaitu kategori sangat baik (4 anak), cukup (5 anak), dan kurang (7 anak).

4.4.2. Uji Normalitas Data

Sebelum melakukan uji beda, terlebih dahulu dilakukan uji nomalitas data (sebagai prasyarat) dengan hasil sebagai berikut :

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Posttest .251 32 .000 .790 32 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 4.4.2. Hasil uji normalitas data

Setelah di uji normalitas ternyata data tidak berdistribusi normal dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05 sehingga dilakukan uji beda dengan non parametrik (Mann Whitney).

(8)

35 4.4.3. Uji Beda

Hasil output uji beda menggunakan Mann Whitney adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4.3. Hasil uji beda Mann Whitney

Diketahui bahwa nilai signifikansi (Asymp Sig 2-tailed) hasil posttest 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan nilai posttest antara kelompok KE dan KK dengan jumlah mean rank 23,12 (KE) dan 9,88 (KK), sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan permainan tradisional telepon kaleng terhadap perkembangan bahasa percakapan anak usia 5-6 tahun di kelompok B2 TK M. Xaverius 78 Salatiga.

Ranks Kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

Posttest KE 16 23.12 370.00

KK 16 9.88 158.00

Total 32

Test Statisticsb

Posttest

Mann-Whitney U 22.000

Wilcoxon W 158.000

Z -4.180

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

(9)

36 4.5. Pembahasan

Berdasarkan hasil rangkaian penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengamati bahwa terdapat perbedaan pencapaian perkembangan bahasa percakapan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol melalui observasi secara langsung dan skor mean rank setiap kelompok. Kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan sama sekali, sehingga saat posttest, percakapan anak-anak dikelompok kontrol tidak berjalan dengan lancar.

Anak-anak dikelompok kontrol tidak bisa mengawali percakapan dan hanya diam saling menunggu lawan bicaranya berbicara terlebih dahulu, setelah itu langsung memutus percakapan tanpa diakhiri (menutup percakapan). Sesekali berbicara namun respon yang diberikan tidak sesuai dengan topik pembicaraan dan tidak jelas suara pengucapannya. Anak-anak di kelompok kontrol masih terbilang berbahasa egosentris, sehingga tidak terjalin komunikasi percakapan yang baik. Seperti halnya yang dikatakan Piaget (dalam Parsons dkk., 2001) bahwa pada tahap praoperasional terjadi bicara egosentris pada anak, meskipun disisi lain pada tahap ini terjadi juga terjadi bicara sosial. Hal ini disebabkan mereka baru pertama kali diajak untuk belajar pembelajaran bahasa yang aktif melalui bermain dengan permainan sehingga mereka bingung untuk bercakap-cakap dengan lawan bicara.

Lain halnya yang terjadi pada kelompok eksperimen, dimana anak-anak kelompok eksperimen sangat leluasa dalam permainan percakapan, sehingga topik percakapan yang muncul terdengar jelas dan lancar. Selain itu percakapannya juga sesuai aturan, dimana anak dapat mengawali dan

(10)

37 mengakhiri percakapan, tanya-jawab secara bergantian, serta tetap dalam tema topik pembicaraan. Peneliti melihat bahwa perkembangan bahasa percakapan yang muncul pada kelompok eksperimen tersebut merupakan hasil dari pemodelan dan imitasi yang mereka dengar dan lihat sebelumnya, dimana peneliti terlebih dahulu memberikan contoh cara bercakap-cakap menggunakan telepon kaleng saat perlakuan, setelah itu anak mempraktekkannya sendiri. Percakapan yang muncul hampir sama dengan percakapan yang dicontohkan oleh peneliti, hanya saja tidak sama persis karena anak mengganti beberapa kosakata yang berbeda dalam percakapan.

Hal ini sesuai dengan teori belajar sosial yang dikatakan oleh Bandura (dalam Parsons dkk., 2001) bahwa cara bicara anak merupakan hasil dari pemodelan, imitasi, penguatan dan umpan balik, dimana pertama-tama anak mendengarkan orang lain berbicara, kemudian mencobanya sendiri. Upaya mereka dalam berbicara diikuti pujian dan umpan balik, yang pada gilirannya menghasilkan percobaaan kembali (Parsons dkk., 2001).

Selain itu, perkembangan bahasa percakapan yang terjadi pada kelompok eksperimen juga dipengaruhi oleh faktor biologis dan kognitif.

Pada saat perlakuan, peneliti tidak menginstruksikan anak untuk menyusun kalimat sederhana dalam menjawab ataupun bertanya, namun kemampuan tersebut muncul dengan sendirinya saat anak bercakap-cakap tanpa diajari.

Seperti halnya Lenneberg (dalam Parsons dkk., 2001) menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh susunan biologis yang beriringan dengan perkembangan kognitif dan motorik, dimana kemampuan tersebut

(11)

38 berjalan beriringan dengan koordinasi otot yang muncul bersamaan dengan wujud karakteristik bahasa tertentu. Contohnya pada usia empat tahun, anak belajar aturan bahasa tanpa instruksi tertentu (Parsons dkk., 2001). Selain itu Hartono dan Sunarto H. (2013) juga mengatakan bahwa kecerdasan berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, dimana kecerdasan anak mempengaruhi kemampuan dalam menyusun kalimat dan memahami maksud suatu pernyataan orang lain.

Disisi lain Piaget (dalam Parsons dkk., 2001) mengatakan bahwa pada tahap praoperasional selain anak melakukan bicara egosentris (tidak mengandung konten sosial), anak juga melakukan bicara sosial, dimana keduanya merupakan perkembangan kognitif. Dalam permainan tradisional telepon kaleng, anak-anak lebih dikembangkan kemampuan bicara sosialnya, dimana anak terlibat dalam suatu percakapan dengan lawan bicara sesuai dengan aturan percakapan. Saat perlakuan dan posttest anak-anak dikelompok eksperimen jadi aktif bertanya dan menjawab secara bergantian sesuai topik pembicaraan. Selain itu, anak-anak juga mampu mengawali dan mengakhiri percakapan.

Dalam hal ini terdapat perbedaan mean rank dalam skor pencapaian perkembangan bahasa percakapan, namun kedua kelompok ini sama-sama memiliki ketertarikkan terhadap permainan telepon kaleng. Anak-anak sangat senang dengan pembelajaran bahasa yang dikemas dalam bentuk permainan, dimana anak ingin terus mengulangi permainan ini. Sesuai yang dikatakan oleh Hamzuri dan Siregar (dalam Bahtiar, 2013) bahwa permainan adalah

(12)

39 kata benda untuk menyebut sesuatu yang apabila dilakukan dengan baik dapat membuat senang hati pelakunya.

Selain itu telepon kaleng yang merupakan permainan kuno (Einon, 2005) dan termasuk permainan tradisional (M. Zaini Alif, 2015) sudah sangat jarang dijumpai dan dimainkan oleh anak-anak, sehingga membuat anak tertarik untuk memainkan permainan ini. Saat kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan bermain telepon kaleng, anak ingin terus mengulangi percakapan dengan permainan ini dan membuat variasi topik pembicaraan yang berbeda dari tema yang ditentukan oleh peneliti (mengganti kosakata). Selain itu, karena dalam permainan telepon kaleng diperlukan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan lawan bicara, membuat anak konsentrasi mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, sehingga terjalin interaksi dan komunikasi tanya jawab secara bergantian saat bermain permaianan tradisional telepon kaleng. Seperti halnya Sarintohe dan Missiliana R. (2011) mengatakan bahwa bermain penting bagi aspek perkembangan sosial, emosional, kognitif, fisikal, kreativitas dan bahasa anak. Hal tersebut juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Sukirman (dalam Bahtiar, 2013) bahwa permainan tradisional memiliki unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh karena permainan tradisional memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat dan kehidupan sosial anak. Hal tersebut menjadi alasan kuat mengapa bermain permainan khususnya permainan tradisional sangat direkomendasikan sebagai media konkrit untuk mengajar pada anak usia dini.

Gambar

Tabel 4.4.3. Hasil uji beda Mann Whitney

Referensi

Dokumen terkait

Mencermati latar belakang serangan suku Sulu ke Sabah-Malaysia serta eksaminasi konsep dan aturan yang berkaitan dengan status pasukan Kesultanan Sulu dan jenis konlik bersenjata

Suawardi Endraswara (2005:5) membuat definisi bahwa, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak menyertakan angka-angka, tetapi mengutarakan kedalaman

Peserta dalam video yang diunggah pada portal youtube dengan judul sesuai juknis LKSN PDBK Tahun 2021 dan dikirimkan melalui portal aplikasi registrasi LKSN PDBK Tahun 2021 merupakan

Dengan demikian berdasarkan hasil temuan dan analisis data penelitian tindakan bimbingan konseling maka dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok

Anak membutuhkan stimulus dalam meningkatkan kemampuan motorik halus seperti melakukan senam otak, yang bertujuan memfasilitasi bagian otak kanan dan otak kiri agar dapat

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari

Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia