• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam suatu kehidupan masyarakat, terdapat suatu hal yang terdiri dari berbagai nilai, asumsi, pemahaman dan tujuan yang didapatkan dri satu

generasi ke generasi lain. Hal ini diturunkan atau dipaksakan dari generasi saat ini dan ditransfer ke generasi selnajutnya secara berturut-turut dna disebut sebagai budaya (Deresky, 2003, dalam Ogunleye, 2015)

Budaya yang ada pada masyarakat berfungsi sebagai penyimpan kepercayaan, keyakinan, pemahaman, pengalaman, pandangan pada dunia, agama, hirarki dan berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia (Valentini, 2005). Banyaknya hal yang tersimpan dalam budaya dan tujuannya sebagai pegangan hidup, menjadikan budaya itu sendiri sebagai pembentuk sikap dan perilaku individu dalam sebauh masyarakat sehingga budaya dapat dikatakan bahwa perilaku seorang individu mencerminkan budaya yang ada di masyarakat ia tinggal (Rutter and Schwartz, 2000, dalam Ogunleye, 2015)

Teori budaya sendiri mengatakan bahwa budaya dapat berubah dan berkembang karena adanya perubahan dari dalam budaya sebagai bentuk perkembangan jaman atau dari luar budaya sebagai bentuk adaptasi budaya terhadap lingkungan sekitar yang mulai berubah. Perubahan yang terjadi berdampak pada munculnya berbagai teori terkait budaya seperti teori dimensi budaya milik Hofstede yang terdiri atas enam dimensi budaya (Hofstede, 2011). Keenam dimensi tersebut memiliki dampak yang berbeda pada individu karena setiap dimensi memilii karakteristik yang berbeda.

Dari keenam dimensi yang dikemukakan Hofstede, salah satu dimensi yang belum banyak dilihat dampaknya terhadap kehidupan bermasyarakat adalah dimensi power distance. Power distance adalah suatu dimensi yang

melihat sejauh mana masyarakat dalam suatu kebudayaan menerima adanya distribusi kekuasaan yang tidak merata. Dimensi power distance merupakan hal baru dalam penelitian social karena blebih bnayak digunakan dalam penelitian di bidang industri dan organsasi. Walau begitu, terdapat penelitian yang sudah menggunakan dimensi budaya dalam penelitian sosial yaitu penelitian yang dilakukan Ubilos (2002) terkait dimensi budaya dan perilaku seksual khususnya intensitas perilaku seksual. Penelitian tersebut tidak hanya menggunakan satu jenis dimensi budaya saja namun juga dimensi budaya lainnya seperti masculin dan feminime, individual dan collectivism, masculinity dan femininity, long term dan short term orientation, serta berbagai aspek lain dalam budaya seperti misalnya agama atau kepercayaan.

Dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hofstede dan beberapa peneliti lain, power distance dapat dikategorikan menjadi dua yaitu

power distance tinggi dan power distance rendah. Power distance rendah umumnya dimiliki oleh negara-negara dengan nilai budaya setempat yang cenderung longgar seperti negara barat seperti Amerika, Inggris, Australia sedangkan power distance tinggi umumnya dimiliki oleh negara-negara dengan nilai budaya setempat yang masih cenderung kuat seperti misalnya negara-negara di timur yaitu India, Cina, Jepang. Perbedaan kategori power distance di setiap tempat dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat di tempat tersebut terutama terkait dengan perilaku dengan orang lain. Seperti misalnya perilaku seksual.

Perilaku seksual sendiri merupakan perilaku yang berhubungan dengan fungsi reproduksi atau perilaku yang merangsang sensasi dalam reseptor yang terletak di sekitar organ reproduksi dan daerah erogen (Kartono dan Gulo,1987). Bentuk perilaku seksual yang muncul pada individu dapat difaktori oleh jenis power distance yang ia miliki. Sebuah penelitian yang dilakukan Ubilos (2000) terkait dengan power distance sebagai dimensi budaya dan perilaku seksual menyatakan bahwa individu yang tinggal pada budaya dengan power distance yang rendah memiliki perilaku seksual yang cenderung tinggi, begitu sebaliknya dimana individu yanng tinggal pada budaya dengan power distance yang tinggi memiliki perilaku seksual yang cenderung rendah.

Perbedaan sikap dan perilaku seksual berdasarkan jenis power distance terjadi karena karakteristik yang berbeda dari setiap jenis power distance tersebut. Individu dengan power distance yang rendah akan cenderung terbuka pada hal-hal baru di sekitarnya, lebih mengutamakan kebersamaan, tidak terlalu mementingkan hirarki serta lebih mudah mengungkapkan emosi yang dirasakan. Individu dengan power distance

cenderung rendah umumnya tinggal pada budaya dengan norma masyarakat , khususnya norma terkait perilaku seksual, yang cenderung longgar. Masyarakat dengan power distance rendah juga lebih terbuka pada hal-hal disekitarnya sehingga perilaku yang dilakukan cenderung bebas dan tidak berpedoman pada budaya setempat terutama terkait dengan perilaku seksual.

Keterbukaan terhadap hal-hal baru, longgarnya peraturan di masyarakat, lebih mudah mengemukakan emosi dan keinginan yang dirasakan serta hierarki dalam masyarakat yang cenderung dikesampingkan membuat seseorang lebih mudah melakukan berbagai hal yang sesuai dengan keinginan mereka. Salah satu kelonggaran norma yang terdapat pada budaya

power distance rendah yaitu norma seksual dimana pandangan terhadap perilaku seksual pranikah dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Keadaan ini membuat perilaku seksual pranikah pada remaja dengan power distance

rendah cenderung tinggi.

Di sisi lain, individu dengan power distance tinggi akan cenderung kaku terutama terkait perubahan yang ada di sekitarnya, mengutamakan hirarki yang ada pada masyarakat dan kurang mampu mengungkapkan emosi yang dirasakan. Individu dengan power distance cenderung tinggi tinggal pada budaya masyarakat yang ketat dan kuat serta masih menjunjung norma masyarakat. Perilaku yang dilakukan pada masyarakat dengan power distance

tinggi juga berpedoman pada norma yang ada pada masyarakat dimana salah satu norma yang cukup ketat adalah norma seksual. Hal ini membuat perilaku pada masyarakat dengan power distance tinggi akan cenderung normatif terutama perilaku terkait seksual yang cenderung membatasi perilaku seksual dan perilaku yang dapat mendorong perilaku seksual dalam bentuk apapun seperti memperlihatkan bagian tubuh tertentu (Ounjit, 2014).

Ketatnya norma dan kuatnya hierarki yang ada di masyarakat membuat mereka yang tinggal dengan budaya power distance yang tinggi

cenderung berperilaku kaku dan normatif serta mnegikuti norma yang ada di masyarakat. Hal ini juga diperkuat adanya sangsi yang tegas ketika mereka melanggar norma yang berlaku. Perilaku yang kaku dan normatif umumnya terlihat pada perilaku seksual dimana masyarakat dengan power distance

tinggi cenderung memiliki bentuk perilaku seksual pranikah yang cenderung rendah.

E. Skema

Dokumen terkait