• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pelaksanaan Program Kerja

4. Hukum dan Regulasi

Tahun 2010 merupakan tahun terakhir Rancangan Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (RUU PP-TPPU) berada di lembaga legislatif. Pada tanggal 22 Oktober 2010 RUU PP-TPPU telah disahkan. Seiring dengan telah disahkan dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR) memfokuskan kegiatan pada diseminasi dan sosialisasi UU TPPU serta Penyusunan peraturan pelaksana UU tersebut.

Direktorat Hukum dan Regulasi mempunyai tugas penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan pemberian nasehat hukum serta pengawasan serta urusan yang berkaitan dengan hukum dan peraturan dan perundang-undangan, baik mengenai tindak pidana pencucian uang maupun masalah lainnya yang terkait. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Hukum dan Regulasi mempunyai fungsi:

a. Pengawasan penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan;

b. Pengawasan pemberian nasehat hukum;

c. Pengawasan semua urusan yang berkaitan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, baik mengenai tindak pidana pencucian uang maupun masalah lainnya yang terkait.

Sehubungan dengan tugas dan fungsi Direktorat Hukum dan Regulasi, maka di dalam rencana kerja Direktorat Hukum dan Regulasi memasukkan kegiatan sosialisasi yang memiliki tujuan untuk menyamakan persepsi terkait rezim anti pencucian uang baik di kalangan aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, new reporting parties, akademisi bahkan masyarakat umum yang mana diwakilkan oleh pemerintah daerah setempat.

Selain itu, Direktorat Hukum dan Regulasi juga memberikan asistensi penuh dalam kegiatan penyusunan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) yang memiliki kaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Maraknya pemberantasan kegiatan terorisme di Indonesia oleh para aparat penegak hukum juga membuat PPATK melakukan berbagai upaya dalam pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Salah satu upaya PPATK adalah dengan mengajukan usulan kepada Pemerintah untuk menyusun Rancangan Undang-undang tentang Penceghan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (RUU TPPT).

Peraturan Pelaksanaan dari RUU TPPU terus disusun dan disempurnakan rancangannya sebelum RUU TPPU disahkan oleh

DPR sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk

melakukan pembahasan peraturan pelaksanaan dari UU No.8 Tahun 2010. Kegiatan lainnya diisi dengan aktivitas pemberian

pendapat hukum ( ), kajian hukum, pemberian

keterangan ahli baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun

pengadilan dan menyelenggarakan /seminar hukum.

Untuk mengefektifkan pekerjaan di Direktorat Hukum dan Regulasi, kegiatan sebagaimana telah disebutkan diatas dikerjakan oleh orang yang tepat sesuai dengan keahlian masing-masing sehingga

menghasilkan yang berkualitas, maka terdapat pembagian

kerja sesuai dengan kegiatan, yaitu kegiatan analisis hukum, advokasi (bantuan hukum), dan legislasi (penyusunan peratauran perundang-undangan). Rincian kegiatan selama periode laporan sebagaimana diuraikan berikut ini:

a. Sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang

Sosialisasi rezim anti pencucian uang terus menerus diselenggarakan di beberapa kota besar di Indonesia. Penentuan kota-kota tujuan sosialisasi dilihat dari kebutuhan informasi umum akan rezim anti pencucian uang dan

legal opinion

workshop

implementasi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan termasuk Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang akhirnya telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 22 Oktober 2010. Tujuan dari kegiatan ini untuk memperoleh persamaan persepsi akan UU TPPU baik di kalangan aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, new reporting parties, akademisi dan masyarakat umum.

Di dalam rencana kegiatan Direktorat Hukum dan Regulasi Tahun 2010, telah direncanakan sosialisasi ke 6 (enam) kota di Indonesia. Sosialisasi rezim anti pencucian uang bagi penyedia jasa keuangan, aparat penegak hukum, akademisi dan masyarakat sampai dengan akhir tahun 2010 telah diselenggarakan di kota Semarang, Gorontalo, Banjarmasin, Palembang, Jakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, dilaksanakan pula sosialisasi rezim anti pencucian uang kepada penyedia jasa keuangan hasil kerja sama antara PPATK dengan Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kota Pekanbaru.

PPATK dalam melaksanakan sosialisasi rezim anti pencucian uang juga melakukan kerjasama dengan Ban

Kejaksaan, Kepolisian, Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Pemerintah Daerah setempat dan juga universitas.

b. Penyempurnaan Modul Sosialisasi

Salah satu bagian dari kegiatan sosialisasi rezim anti pencucian uang adalah penyempurnaan modul. Di akhir Tahun 2010, k Indonesia, Kehakiman,

PPATK bekerjasama dengan Lembaga Pencucian Uang Indonesia (LAPI) untuk kembali menyempurnakan modul tersebut. Adapun hasil dari kerjasama tersebt, PPATK telah menghasilkan modul sosialisasi yang terdiri dari silabus dan 6 (enam) buah modul, antara lain:

1) Silabus Progran Sosialisasi Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia.

2) Modul I: Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme Di Indonesia.

3) Modul II: Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian

Uang dan Pendanaan Terorisme.

4) Modul III: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Perbankan.

5) Modul IV: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Pasar Modal.

6) Modul V: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Lembaga Keuangan Non Bank.

7) Modul VI: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.

c. Analisis dan Bantuan Hukum

1) Pengumpulan Putusan dan Anotasi

Sampai dengan akhir tahun 2010, Direktorat Hukum dan Regulasi telah mencatat terdapat 36 (tiga puluh enam) putusan terkait tindak pidana pencucian uang. Adapun rincian putusan yang berhasil dicatat oleh Direktorat Hukum dan Regulasi adalah sebagai berikut:

Tabel 7 Putusan Pengadilan

Sebagian kegiatan analisis hukum adalah melakukan anotasi putusan terkait tindak pidana pencucian uang. Dari 36 (tiga puluh enam) putusan, telah dihasilkan 11 (sebelas) anotasi putusan, yaitu:

a. Kasus Anastasia Kusmiati Pranoto

b. Kasus Lukman Hakim

c. Kasus Tonny Chaidir Martawinata d. Kasus Herry Robert

e. Kasus Jasmarwan

f. Kasus Ie Mien Sumardi g. Kasus Hendri Susilo

h. Kasus Lie Han Pouw Al. Pau Pau i. Kasus Vincentius Amin Sutanto

j. Kasus Dolfie Christian Efraim Palar Alias Dolfi k. Kasus Saifuddin Bin Yahya

2) Memberikan Bantuan Hukum di Bidang TPPU

Kegiatan ini dimaksudkan adalah pemberian bantuan hukum terhadap para pihak dalam hal ini adalah aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, profesi bahkan masyarakat umum, akan interpretasi suatu pasal yang terdapat dalam UU TPPU dan pelaksanaannya di lapangan.

3) Memberikan Keterangan Ahli

Koordinasi antara PPATK dengan aparat penegak hukum, tidak hanya sebatas pada gelar perkara dan penyampaian pendapat hukum, tetapi di dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang, PPATK juga memberikan bantuan berupa pemberian keterangan ahli yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya. Koordinasi yang baik dan efektif antara PPATK dan aparat penegak hukum, khususnya dengan kepolisian dan kejaksaan, tercermin dari meningkatnya permintaan keterangan ahli di Tahun 2010. Sampai dengan akhir Tahun 2010 telah terdapat 13 (tigabelas) kali permintaan

keterangan ahli dari kepolisian dan 14 (empat belas) kali permintaan keterangan ahli dari kejaksaan, serta 1 (satu) kali permintaan keterangan ahli atas nama tersangka Serka Joko Suripto dari Polisi Militer TNI.

Adapun rincian pemberian keterangan ahli ke Kepolisian adalah sebagai berikut:

a. Kasus Lihan

b. Kasus Adiansyah Bin Iwansyah Dan Anna Roeszana

Prihatiny

c. Kasus Robert Tantular, Dkk

d. Kasus Thomas Tansah

e. Kasus Sugianto

f. Kasus Bonaventura Manurung Alias Mustar

Bonaventura

g. Kasus Tarmuji, Tersangka Frinaldi, Dkk h. Kasus Riska Mawarsari

i. Kasus M. Jafar

j. Kasus Jumratul Adawiyah

k. Kasus Muhammad Ramlan Dkk

l. Kasus Noordin Moelok

m. Kasus Fransiskus Januarta Dan Jeffry

Adapun rincian pemberian keterangan ahli di sidang pengadilan adalah sebagai berikut:

a. Kasus Lista Adriani b. Kasus Jodi Haryanto

c. Kasus Wahyu Safitri Rupaat

d. Kasus Umar Sugianto Dan Edi Als Albert Wijaya e. Kasus Lihan Bin H Bahri

f. Kasus Andi Kosasih

g. Kasus Lambertus Palang Ama h. Kasus Lilik Siswanto, Dkk

j. Kasus Rizal Nurarief Meido

k. Kasus Dr. Drs. Bahasyim Assifie, Msi. Bin Khalil Sarinoto l. Kasus Asep Tatang

m. Kasus Adiyansyah Bin Iwansyah n. Kasus Herrysawati Bakri

4) Pemberian Pendapat Hukum

Salah satu dari tugas dari Direktorat Hukum dan Regulasi adalah memberikan pendapat hukum atau legal opinion terkait dengan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang berkaitan dengan substansi dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan per tanggal 22 Oktober 2010 undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun pendapat hukum tersebut merupakan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pengacara, penyedia jasa keuangan, regulator, aparat penegak hukum, akademisi, kurator, instansi terkait lainnya serta masyarakat umum.

5) Menyelenggarakan Seminar/ /Diskusi Hukum

Tahun 2010, PPATK telah menyelenggarakan beberapa kali

seminar/ /diskusi baik atas inisiatif sendiri maupun

bekerjasama dengan pihak dalam dan luar negeri. Adapun rincian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Konferensi pada

tanggal 18-20 Mei 2010, di Hotel JW Marriot, PPATK bekerjasama dengan

(OPDAT) dan World

Workshop

workshop

International Forfeiture Cooperation

Office of Overseas Prosecutorial Development Asssistance and Training

Bank, yang diikuti oleh peserta dari Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Bangladesh, Vietnam, Kamboja, Laos serta menghadirkan pembicara/ahli dari Amarika Serikat, World Bank dan Indonesia.

b. Diskusi Pihak Pelapor-Penyedia Barang dan/atau Jasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 25-27 Oktober 2010 di Hotel Sahira, Bogor yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi penyedia barang dan/atau jasa, perwakilan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, perwakilan Kementerian Keuangan Republik Indonesia serta perwakilan dari PPATK.

c. Seminar Nasional dengan tema “Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, pada tanggal 10 November 2010 di The Sultan Hotel Jakarta, yang dihadiri oleh penyedia jasa keuangan, regulator dan aparat penegak hukum.

d. Diskusi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 16 November 2010 di Gedung PPATK yang dihadiri oleh perwakilan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. E. Rapat Koordinasi dengan Penyidik Tindak Pidana Pencucian

Uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 22-24 November 2010 di Hotel Sahira, Bogor, yang dihadiri oleh perwakilan dari

penyidik POLRI, penyidik KPK, penyidik BNN, penyidik Ditjen. Pajak dan Penyidik Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

ran Perundang-undangan

a. Rancangan Amandemen Undang-undang Pemberantasan

TPPU

1) Dalam rangka persiapan pembahasan RUU di DPR,

PPATK juga terus melakukan kajian terhadap RUU Amandemen UU TPPU, salah satunya dengan m e l a k u k a n “ p e m e t a a n ” d a n i n v e n t a r i s a s i permasalahan-permasalahan krusial dalam RUU dan menyiapakan usul atau rekomendasi penyempurnaan RUU yang akan disampaikan dalam pembahasan RUU tersebut di DPR. Adapun catatan perjalanan RUU tersebut sehingga menjadi UU TPPU dapat kami rinci sebagai berikut:

i. RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010 2014 yang disahkan oleh DPR pada tanggal 1 Desember 2009. Bahkan RUU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menjadi salah satu RUU Prioritas Tahun 2010 (No. 45). H a ra p a n d i l a ku ka n nya p e m b a h a s a n d a n Pengesahan RUU pada tahun 2010 semakin meningkat karena salah satu butir kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan PPATK tanggal 2 Desember 2009 juga menyebutka n p erlu segera dilaku ka nnya perubahan terhadap UU TPPU.

Ii. Pembahasan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan DPR RI pada tahun

2010 dimulai dari Raker Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Rapat Dengar Pendapat Pansus dengan intansi terkait, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus, dan Rapat Tim Sinkronisasi, sampai disetujuinya RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2010. Pada tanggal 22 Oktober 2010, RUU ini disahkan oleh Presiden menjadi UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

iii. Sebagai tindak lanjut pengesahan UU TPPU tersebut, telah dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Menyusun konsep dan

PPATK dalam rangka implementasi UU TPPU; Penyusunannya bertujuan sebagai panduan dan percepatan implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Ruang lingkup meliputi aspek: 1) Legislasi;

2) Diseminasi;

3) Penataan organisasi atau tata kerja, tata laksana, termasuk bussiness process dan (SOP), dan Sumber Daya Manusia (SDM);

4) Redifinisi dan revitalisasi hubungan dengan stakeholders; dan

5) Pengembangan teknologi informasi.

blueprint road map

Jangka waktu program kerja meliputi: 1) jangka Pendek (1 tahun)

2) jangka menengah (2-3 tahun) 3) jangka panjang (4-5 tahun) b. Diseminasi dan Sosialisasi UU TPPU;

c. Penghimpunan dan penyusunan

(MvT) pembahasan UU TPPU; Penyusunan buku kompilasi risalah atau

(MvT)pembahasanUUNo.8Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di DPR diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi setiap orang yang akan mendalami dan memahami proses pembahasan dan pengesahan UUtersebut diDPR.

d. Penyusunan rancangan awal ( )

peraturan pelaksana sebagai amanat UU TPPU, antara lain:

i. ps. 41 ayat (3) mengenai tata cara

penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga s w a s t a d i a t u r d e n ga n Pe ra t u ra n Pemerintah.

ii. ps. 46 mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

iii. ps. 60 mengenai susunan organisasi dan tata kerja PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

iv. ps. 62 ayat (3) mengenai manajemen sumber daya manusia PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

v. Ps. 58 ayat (2) mengenai penghasilan, hak-hak lain, penghargaan, dan fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

memorie van toelichting

Memorie vanToelicthing

Berdasarkan UU TPPU, amanat diterbitkannya peraturan pelaksana adalah sebagai berikut:

1) ps. 17 ayat 2: Ketentuan mengenai Pihak Pelapor lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Ps. 18 ayat 6: Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, ketentuan mengenai p r i n s i p m e n g e n a l i P e n g g u n a J a s a d a n pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

3) Ps. 23 ayat (2): Perubahan besarnya jumlah

Transaksi Keuangan Tunai ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK.

4) ps. 23 ayat (3): Besarnya jumlah Transaksi

Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib dilaporkan c diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

5) ps. 25 ayat (5) Bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian laporan TKM, TKT, IFTI diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

6) ps. 30 ayat (5) Tata cara pemberian sanksi

administratif diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

7) ps. 31 ayat (4): Tata cara pelaksanaan Pengawasan Kepatuhan diatur oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK sesuai dengan kewenangannya.

8) ps. 36: Tata cara pemberitahuan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, pengenaan sanksi administratif, dan penyetoran ke kas negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. 9) ps. 41 ayat (3): Tata cara penyampaian data dan

informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10) ps. 46: Tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

11) Ps. 58 ayat (2) Penghasilan, hak-hak lain, penghargaan, dan fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah. 12) ps. 60 Susunan organisasi dan tata kerja PPATK

diatur dengan Peraturan Presiden.

13) ps. 62 ayat (3): Manajemen sumber daya manusia PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

14) ps. 84 ayat 2 dan ps. 86 ayat (2): Tata cara pemberian pelindungan khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan.

15) ps. 92 ayat (2): Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dengan Peraturan Presiden.

7) Pemuhtakhiran ( ) buku Ikhtisar Ketentuan

Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan

Terorisme ( ).

Penyusunan buku Ikthisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme disusun dalam 2 (dua) bahasa yakni versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris. Buku ikthisar ini diharapkan dapat menjadi semacam “manual book” yang memuat rujukan normatif dan praktis bagi para pemangku kepentingan baik di sektor keuangan maupun di sektor penegak hukum dalam melaksanakan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.

8) Rancangan Undang-undang Perampasan Aset

Sebagaimana diketahui, Indonesia pada saat ini sedang menyusun RUU Perampasan Aset. Penyusunan RUU tersebut d i m a k s u d k a n m e m p e r k u a t s i s t e m h u k u m y a n g memungkinkan dilakukannya pengembalian aset hasil tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana.

updating

Dengan mekanisme ini diharapkan terbuka kesempatan yang luas untuk merampas segala aset yang diduga merupakan hasil pidana (proceed of crimes) dan aset-aset lain yang patut diduga akan digunakan atau telah digunakan sebagai sarana

( ) untuk melakukan tindak pidana,

khususnya yang termasuk dalam kejahatan lintas Negara yang

terorganisir ( ) maupun

kejahatan-kejahatan yang ancaman pidana penjaranya 4 (empat) tahun atau lebih.

Penyusunan RUU Perampasan Aset ini merupakan tindak lanjut dari ratifikasi konvensi internasional yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu: Konvensi PBB Menentang Korupsi Tahun 2003 (

/UNCAC, 2003) yang telah diratifikasi dengan UU No.7/2006 dan Konvensi PBB menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (

/UN-CATOC) telah diratifikasi dengan UU No.5/2009. Sebagaimana dikatahui, kedua konvensi tersebut menekankan pentingnya

negara pihak ( ) untuk mengatur secara khusus

perampasan aset hasil kejahatan tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana.

Bagi PPATK penyusunan RUU tersebut sejalan dengan

rekomendasi ke-3 (FATF) atau

, yang merupakan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Disamping itu, Penyusunan RUU sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI pada tanggal 17 April 2007. Strategi Nasional dengan tegas menyatakan perlunya pengefektifan penerapan

penyitaan aset ( ) dan pengembalian aset

( ).

instrumentalities

transnational organized crime

United Nation Convension Against Corruption

United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes

state party

Financial Action Task Force Revised 40+9 Recommendations

asset forfeiture asset recovery

Penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut beranggotakan wakil dari instansi-instansi terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK, Deplu, Depkeu, Kantor Meneg PAN,

Setneg, dan Depkumham sebagai ” ”. Dalam rangka

penyusunan RUU tersebut, Panitia juga telah melakukan serangkaian diskusi di dalam negeri dengan pakar dari Amerika Serikat, Perancis, Colombia, Swiss, Inggris (UK) serta Expert dari StAR Inisiative World Bank.

Dalam rangka melaksanakan salah satu program (No.5) dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI tanggal 17 April 2007, panitia telah menyusun draft awal RUU tentang Perampasan Aset berikut konsep Naskah Akademiknya. PPATK kemudian mendorong pencantuman RUU tentang Perampasan Aset sebagai salah satu RUU Prioritas Prolegnas tahun 2008 dan disetujui oleh DPR pada tanggal 4 Oktober 2007. Sejauh ini Tim dibawah kepemimpinan Kepala PPATK belum melakukan studi komparatif ke negara lain. Namun dari serangkaian hasil diskusi dan studi literatur Tim mencoba mencari bentuk yang terbaik dan acceptable untuk diterapkan di Indonesia. Adapun garis besar RUU sebagai berikut:

a) Perampasan asset menurut RUU ini hanya dapat

dilakukan dalam hal penuntutan dan perampasan asset secara pidana tidak mungkin dilakukan baik karena tersangka/terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, tidak diketahui keberadaannya, atau alasan lain atau gagal dilakukan baik karena putusan lepas dari tuntutan hukum atau di dalam putusannya tidak mencantumkan diktum merampas harta kekayaan yang menjadi objek perampasan asset.

b) Permohonan perampasan asset tetap dapat dilakukan sekalipun dalam perkara pokoknya penyidikan dan atau penuntutannya dihentikan atau terdakwa dinyatakan bebas sepanjang Negara dalam gugatannya dapat mengajukan bukti yang cukup bahwa asset yang digugat merupakan objek perampasan asset sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

c) Beberapa ketentuan lain yang diatur dalam RUU

Perampasan Aset antara lain mengenai objek

perampasan aset yang cukup luas dan menjangkau

berbagai tindak pidana serius dan TOC, ketentuan

mengenai penelusuran aset, pemblokiran, dan penyitaan dalam rangka perampasan aset, hak pihak ketiga yang beriktikad baik, pembalikan beban pembuktian (reverse burden of proof), hukum acara dan sistem pembuktian,

ketentuan berlaku surut ( atau

, dan untuk pelaksanaan pengelolaan aset akan dibentuk Lembaga Pengelola Aset.

d) Dalam RUU juga perlu diatur ketentuan mengenai

kerjasama internasional dan konsep bagi hasil ( ) bagi instansi atau negara lain yang terlibat dalam

proses .

Diinformasikan pula bahwa status perkembangan terakhir penyusunan RUU Perampasan Aset adalah sebagai berikut: a) RUU sudah 2 (dua) kali disosialisasikan kepada publik,

yaitu pertama diadakan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2009. Adapun yang menjadi pembahas adalah Sdr. Feri Wibisono (Direktur Penuntutan KPK) dan Sdr. Tyas Muharto (Kejaksaan Agung RI). Sedangkan Narasumber adalah Prof. Mardjono Reksodiputro (Guru Besar FH-UI dan Wakil Ketua Komisi Hukum Nasional).

retroactive retrospective principle)

asset sharing

b) Sosialisasi kedua tanggal 28 Oktober 2009 di Hotel Bumi Surabaya, yang diselenggarakan atas kerjasama antara Depkumham dengan NLRP. Adapun yang menjadi pembahas adalah Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H.,M.H. (Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya) dan Prof. Masruhin Rubai, S.H.,M.S. (Guru Besar FH Univ. Brawijaya Malang). Sedangkan Narasumber adalah Bapak Djoko Sarwoko, (Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus).

c) RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah

Dokumen terkait