• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TAHUNAN. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TAHUNAN. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

LAPORAN PPATK ... 2

A. ... 3

B. Dasar dan Arah Kebijakan Kegiatan ... 6

C. Pelaksanaan Program Kerja ... 8

1. Kegiatan Riset dan Analisis ... 8

a. Riset... 9

b. Analisis ... 17

2. Pengawasan Kepatuhan ... 22

3. Kerjasama Dalam Negeri dan Luar Negeri ... 24

a. Komite TPPU & PT... 24

b. Kerjasama dan Hubungan Dalam Negeri ... 24

c. Pertukaran Informasi dengan FIU ... 26

d. Pertukaran Informasi dengan Instansi Domestik dan Program Asistensi ... 27

e. Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri ... 28

4. Hukum dan Regulasi ... 31

5. Sistem Teknologi Informasi ... 55

6. Administrasi ... 58

a. Sumber Daya Manusia ... 58

b. Keuangan ... 59 c. Umum ... 63 d. Audit Internal ... 66 D. Penutup ... 70 LAMPIRAN Daftar Istilah ... 71

Daftar Tabel dan Gambar... 72

(5)

Alhamdulillahi Robbil'alamin

, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya penyusunan Laporan Tahunan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tahun 2010. Laporan Tahunan merupakan laporan rutin pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang PPATK yang sangat penting dan wajib dipenuhi karena diamanatkan langsung oleh undang-undang. Amanat ini ”inherent” dengan kedudukan PPATK yang oleh undang-undang itu sendiri dinyatakan sebagai lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan serta pengaruh dari kekuasaan manapun. Laporan Tahunan ini merupakan pertanggung-jawaban konstitusional dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik dan transparansi.

Laporan Tahunan ini memuat berbagai bentuk kegiatan dan capain dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang PPATK selama periode Januari sampai dengan akhir Desember 2010. Dengan demikian, Laporan Tahunan PPATK Tahun 2010 ini memuat laporan rutin pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang di bawah ”payung” undang-undang yang lama (Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003) dan

yang di sahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Laporan Tahunan PPATK Tahun 2010 ini merekam dan mencatat pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang PPATK yang dibagi habis dalam berbagai bidang kegiatan, yaitu riset dan analisis, pengawasan dan kepatuhan, kerjasama dalam negeri dan luar negeri, hukum dan peraturan perundang-undangan, aplikasi sistem dan teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia, keuangan serta administrasi.

Secara umum, pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang PPATK dalam tahun 2010 ini dapat tergambar dari statistik, antara lain statistik kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuagan (PJK) yang menunjukkan perkembangan signifikan. Terhitung sejak tahun 2001 hingga akhir tahun 2010, PPATK telah menerima sebanyak 63.924 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) secara kumulatif, dengan jumlah PJK Pelapor sebanyak 334 PJK. PPATK juga telah menerima sebanyak 8.631.423 Laporan Transaksi Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(6)

Keuangan Tunai (LTKT) secara kumulatif. Sejak tahun 2003 hingga akhir tahun 2010, PPATK telah pula menyampaikan sebanyak 1.431 Hasil Analisis secara kumulatif kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Sementara dalam kurun tahun 2010, PPATK telah menyampaikan sebanyak 319 Hasil Analisis kepada Kapolri dan Jaksa Agung.

Pada masa mendatang dengan undang-undang yang baru, kami berharap PPATK dapat lebih meningkatkan kinerja dan efektifitas rezim antipencucian uang dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, khususnya tindak pidana korupsi, yang berdasarkan statistik Hasil Analisis PPATK mendominasi dengan 580 kasus atau sekitar 40,5% Hasil Analisis PPATK.

Sebagai penutup, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih atas perhatian yang tulus dan dukungan yang penuh dari Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, Kepolisian, Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam-LK, serta instansi terkait lainnya yang telah terjalin dan terbina secara baik selama ini.

Jakarta, Februari 2011

Kepala PPATK

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

(7)

A.

EXECUTIVE SUMMARY

Upaya untuk menekan tingkat kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

seperti korupsi, dan di Indonesia,

hingga saat ini tampaknya masih lebih banyak dilakukan melalui mekanisme penindakan dengan penerapan ketentuan-ketentuan pidana yang bertujuan untuk memberikan sanksi pidana kepada pelakunya terutama pidana penjara. Meskipun hukuman penjara memberikan manfaat, akan tetapi berdasarkan pengalaman terdahulu dirasakan belum cukup efektif untuk menekan tingkat kejahatan luar biasa apabila tidak disertai dengan upaya untuk mengambil kembali (menyita) harta kekayaan hasil kejahatan luar biasa serta merampas berbagai sarana yang memungkinkan terlaksananya kejahatan luar biasa tersebut. Membiarkan pelaku kejahatan itu tetap menguasai karta kekayaan hasil kejahatan luar biasa dan sarana yang memfasilitasi kejahatan akan memberikan peluang bagi mereka atau orang-orang lain yang memiliki keterkaitan dengan pelaku kejahatan untuk menikmati harta kekayaan hasil kejahatan luar biasa tersebut. Bahkan, dengan memiliki harta kekayaan hasil kejahatan luar biasa, yang jumlahnya sangat besar itu, mereka akan mengulangi lagi dan mengembangkan trik-trik kejahatan baru yang lebih licik lagi agar tidak mudah terdeteksi oleh aparat penegak hukum.

Sehubungan dengan itulah kelahiran rejim anti pencucian uang ( ), yang dalam mengungkap kejahatan luar biasa menggunakan

paradigma baru yaitu “mengikuti aliran dana” ( ).

Dengan pendekatan (metode dan teknik) ini akan dapat diungkap siapa-siapa pelakunya, jenis tindak pidana, serta dimana tempat dan jumlah harta kekayaan disembunyikan. Pendekatan ini berangkat dari suatu konsepsi mendasar bahwa harta kekayaan hasil kejahatan (

) tersebut merupakan “ ”. Artinya, hasil

kejahatan merupakan darah yang menghidupi tindak kejahatan itu sendiri dan sekaligus merupakan titik terlemah dari mata rantai tindak kejahatan. Upaya untuk memotong mata rantai kejahatan ini, selain

relatif mudah dilakukan dengan pendekatan , juga akan

menghilangkan motivasi para pelakunya untuk mengulangi kembali

illegal logging money laundering

AML Regime

follow the money

proceeds of

crime lifeblood of the crime

(8)

kejahatan karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya menjadi terhalang atau sulit dilakukan. Upaya tersebut akan semakin efektif apabila harta keyaan yang diduga bersumber dari hasil kejahatan itu dapat diblokir terlebih dahulu. Apabila harta kekayaan tersebut terbukti adalah hasil kejahatan setelah melalui proses hukum berikutnya, barulah harta kekayaan hasil kejahatan itu kemudian disita dan dirampas oleh negara untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Upaya untuk membuat suatu terobosan baru dalam hal perampasan aset dengan menerapkan sistem perampasan tanpa pemidanaan atau

(NCB) forfeiture adalah senafas dengan pendekatan rejim anti pencucian uang, yang lebih menekankan pada pengejaran aset

hasil kejahatan ( ) ketimbang mengejar pelakunya

( ). Dalam hal ini, (NCB) forfeiture

adalah suatu inovasi yang dapat diadopsi oleh setiap negara sesuai dengan kebutuhannya, sebagaimana dikatakan oleh Theodore S. Greenberg (2009) “

”.

Secara sistematis, setelah tindakan penyelidikan dan penyidikan dilakukan penegak hukum, maka upaya pengembalian aset-aset yang diperoleh secara tidak sah oleh pelaku kejahatan, dapat dimulai dengan 3 (tiga) tahapan. Pertama, tindakan untuk melacak atau menelusuri aset. Kedua, tindakan pencegahan guna menghentikan pergerakan aset (pemblokiran dan penyitaan). Ketiga, tindakan perampasan aset.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai (FIU) di Indonesia memiliki orientasi utama terhadap penelusuran aset hasil kejahatan dengan pendekatan

, dan oleh karena itu PPATK berperan penting dan strategis

dalam program terutama dalam hal pemberian

informasi intelijen di bidang keuangan untuk keperluan penelusuran

aset ( ), baik pada waktu proses analisis transaksi keuangan,

non-conviction based

follow the money

follow the suspect Non-conviction based

Non-Conviction Based (NCB) asset forfeiture is an innovation that can be adapted to the needs of a wide range of countries with differing legal traditions. The Guide explains how they can make use of this tool in their asset recovery programmes

financial inlteligence unit

follow the money

assets recovery

(9)

maupun pada saat proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terdakwa di sidang peradilan. Penelusuran aset hasil kejahatan tersebut dapat dilakukan oleh PPATK baik di dalam maupun di luar negeri.

Penelusuran aset di dalam negeri dilakukan dengan pentrasiran di berbagai penyedia jasa keuangan (PJK bank dan non bank) serta penyedia jasa/barang lainnya. Dalam AML Regime, PJK dan penyedia jasa/barang lainnya sebagai front liner berkewajiban untuk melakukan deteksi secara dini terhadap transaksi nasabah yang mencurigakan untuk dilaporkan kepada PPATK. Selanjutnya dalam rangka penyelamatan aset secara dini, dengan kewenangannya maka penyidik, penuntut umum atau hakim memerintahkan PJK dan penyedia jasa/barang lainnya untuk melakukan pemblokiran sementara terhadap harta kekayaan setiap orang atau perusahaan yang telah dilaporkan oleh PPATK. PJK dan penyedia jasa/barang lainnya setelah menerima perintah, wajib melaksanakan pemblokiran sementara setelah surat perintah pemblokiran diterima.

Untuk menelusuri aset hasil kejahatan yang ditempatkan di luar negeri dilakukan dengan kerjasama antar sesama FIU, melalui tukar menukar informasi. Pertukaran informasi antar sesama FIU ini memiliki kelebihan, di antaranya mendapatkan hasil yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan mekanisme tukar-menukar informasi melalui jalur yang lain. Pertukaran informasi antar sesama FIU ini dapat dilakukan baik atas

dasar (MoU) ataupun resiprositas,

dengan menggunakan norma-norma yang diatur oleh Egmont Group atau sesuai dengan ketentuan yang ada dalam MoU. Norma tersebut mengatur tata cara pertukaran informasi yang bersifat rahasia, tidak diperbolehkan untuk diteruskan ke pihak lain, serta tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti di pengadilan, dimana permintaan atau pemberian informasi tersebut dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau elektronis. Keunggulan FIU dalam mendapatkan informasi yang lebih cepat dan

akurat ini adalah suatu hal yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para penegak hukum, untuk dapat mengamankan dan mengembalikan harta kekayaan negara dari para pelaku kriminal.

(10)

Indonesia telah mendapat manfaat dari kerjasama antar FIU dalam

rangka mengembalikan harta kekayaan negara ( ) pada

beberapa kasus kriminal yang menimbulkan kerugian negara yang cukup besar dan menjadi sorotan publik. Seperti pada kasus korupsi Hendra Raharja, pemerintah Australia akhirnya bersedia mengembalikan aset mantan pemilik Bank Harapan Sentosa (BHS) tersebut kepada pemerintah Indonesia sebesar 493.000 dollar Australia.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai FIU, PPATK selalu tanggap dan siap membantu penegakan hukum dengan menyediakan informasi intelijen di bidang keuangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana lainnya di sidang pengadilan.

Dukungan PPATK dalam bentuk pentrasiran aset ( )

terhadap hasil kejahatan akan menginformasikan keberadaan, jumlah, identitas pemilik dan linkage dari hasil-hasil kejahatan.

assets recovery

assets tracing

B. DASAR DAN ARAH KEBIJAKAN KEGIATAN

Guna lebih memberdayakan rezim anti pencucian uang Indonesia, diperlukan sebuah landasan yang kokoh dan rasional. Untuk itu PPATK telah menetapkan Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2006-2010 sebagai pedoman didalam pelaksanaan aktifitasnya. Ruang lingkup dan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam RENSTRA dimaksud sebagai berikut:

1. Peningkatan peran dan fungsi PPATK dalam mencegah dan

memberantas TPPU dengan 6 (enam) strategi: (i) mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, peraturan dan prosedur yang berkaitan dengan anti pencucian uang sesuai dengan UU TPPU; (ii) membangun kepedulian masyarakat akan pentingnya rezim anti pencucian uang; (iii) membantu penegak hukum dan lembaga terkait dalam melakukan penyidikan dan penuntutan TPPU; (iv) meningkatkan kerjasama dengan lembaga pemerintah domestik;

(11)

(v) meningkatkan kerjasama dengan lembaga informasi intelijen di bidang keuangan internasional dan organisasi anti pencucian uang lain; dan (vi) mengubah ketentuan-ketentuan yang terkait TPPU

guna mengakomodasi .

2. Peningkatan kepatuhan kewajiban pelaporan dengan 3 (tiga)

strategi: (i) menyempurnakan pedoman dan tata cara pelaporan; (ii) menyempurnakan sistem dan prosedur kerja Direktorat Kepatuhan; dan (iii) meningkatkan kepedulian pihak pelapor dan kualitas laporan.

3. Peningkatan efektifitas hasil analisis dengan strategi meningkatkan kualitas hasil analisis mengenai indikasi terjadinya TPPU dan/atau

tindak pidana asal ( ) bagi lembaga penegak

hukum.

4. Pengembangan kerangka dasar penerapan manajemen risiko

(aturan, peraturan pelaksana, dan metodologi) untuk meningkatkan kepatuhan pihak pelapor dengan 4 (empat) strategi: (i) mengindentifikasi faktor-faktor risiko utama terkait dengan kepatuhan pihak pelapor; (ii) menilai risiko terkait dengan kepatuhan sektor industri dan pihak pelapor; (iii) menyeleksi penanganan risiko terkait kepatuhan yang tepat terhadap setiap sektor industri dan pihak pelapor; dan (iv) menilai hasil yang dicapai dalam upaya manajemen risiko yang dilakukan guna meningkatkan kepatuhan kewajiban pelaporan.

5. Peningkatan peranan teknologi dan informasi (TI) dalam

mendukung kinerja PPATK dengan 5 (lima) strategi: (i) menjamin selalu tersedianya layanan sistem TI yang handal dan memadai; (ii) menjamin keamanan sistem TI; (iii) menyediakan sistem aplikasi TI yang efektif; (iv) menyediakan sistem database yang komprehensif, akurat dan terpercaya; dan (v) menyempurnakan disain sistem Direktorat TI.

international best practice

(12)

6. Penyediaan dan pengembangan manajemen internal PPATK dengan 4 (empat) strategi: (i) menyediakan gedung perkantoran yang permanen beserta fasilitasnya termasuk pendirian fasilitas

cadangan ( ) untuk kelanjutan operasional PPATK; (ii)

melakukan rekruitmen pegawai sesuai dengan keahliannya; (iii) meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia; (iv) menyempurnakan organisasi PPATK.

offsite

C. PELAKSANAAN PROGRAM KERJA

1. Kegiatan Riset dan Analisis

Dalam kerangka pelaksanaan Fungsi PPATK sebagaimana tertuang dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP TPPU), Direktorat Riset dan Analisis mengemban tugas untuk melaksanakan fungsi utama PPATK yakni melakukan analisis terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU PP TPPU (Pihak Pelapor).

Sesuai dengan tugas yang diemban, produk utama yang dihasilkan adalah berupa Hasil Analisis serta Hasil Pemeriksaan yang diharapkan dapat dijadikan dasar bagi aparat penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan ketentuan yang berlaku. Direktorat Riset dan Analisis selalu berupaya meningkatkan kualitas dari setiap hasil analisis yang dihasilkan dan diharapkan hasil analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum mampu memberikan informasi yang relevan atas kemungkinan terjadinya tindak pidana asal ataupun dilakukannya upaya penegakan hukum atas tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh pihak terlapor. Khusus terkait dengan Hasil Pemeriksaan, saat ini PPATK dalam tahap penyelesaian pembuatan Peraturan Presiden terkait dengan

(13)

pelaksanaan kewenangan PPATK sebagaimana diamanatkan berdasarkan Pasal 46 UU PP TPPU.

Selama tahun 2010, kegiatan riset diawali dengan penyempurnaan Standar Prosedur Operasi (SPO) bagi kepentingan Riset. Pada tahun 2010, telah berhasil dibuat SPO khusus Riset untuk menjadi dasar pelaksanaan tugas riset dibidang: ~ Pengolahan ; ~ Input Data; ~ Riset Tipologi; ~ Analisis Strategis; ~ Statistik; dan ~ Manajemen Resiko.

Tahap berikutnya diharapkan dapat dihasilkan output berdasarkan SPO yang telah dibuat serta mampu memberikan kontribusi bagi penegakan hukum di bidang pencucian uang. Berdasarkan data Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang diterima oleh PPATK selama periode Januari s/d Desember 2010 serta penelitian atas LTKM dan hasil analisis LTKM yang telah disampaikan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum selama periode yang sama, diketahui bahwa kecenderungan tindak pidana asal dapat dibagi dalam beberapa kategori sesuai trend masing-masing tindak pidana asal yang diketahui. Trend dimaksud adalah sebagai berikut:

Trend tindak pidana korupsi tetap menunjukan peningkatan secara signifikan dibandingkan tindak pidana lainnya. Di samping meningkat, korupsi dan penipuan merupakan tindak 1.1 Riset

Data Mining

(14)

pidana yang paling sering dilaporkan oleh PPATK. Tindak pidana narkotika dan penyuapan juga cenderung meningkat namun tidak sering terjadi apabila dibandingkan dengan korupsi dan penipuan.

Berdasarkan atas peningkatan jumlah HA yang dilaporkan maka tindak korupsi, penipuan, narkotika dan penyuapan diperkirakan akan masih tetap banyak dilakukan. Pada tindak pidana korupsi modus oparandi yang berkelanjutan adalah transaksi keuangan yang dilakukan oleh

(PEP).

PEP dengan melibatkan pihak ketiga dan penyalahgunaan APBN/ APBD oleh bendahara/pemegang kas di instansi-instansi pemerintah.

Selain itu, trend lainnya yang masih berlanjut ditemukan oleh PPATK adalah cuckoo smurfing. Dengan modus ini, pelaku

tindak pidana menggunakan untuk sarana

pencucian uang hasil tindak pidana psikotropika.

Sama dengan trend periode sebelumnya, tahun 2010 belum dapat diidentifikasi trend tindak pidana yang menurun.

Tahun 2010, PPATK melakukan penelitian terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh aparat pegawai Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan RI.

Berdasarkan temuan baru, diduga terkait dengan pemberian Trend yang berkelanjutan

Trend menurun

Trend baru muncul

Politically Exposed Person

(15)

dana oleh pihak ketiga kepada petugas kedua instansi tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya penyuapan dan gratifikasi. Dana ditransaksikan melalui rekening milik pribadi, istri, anak ataupun pihak kerabat lainnya dari pegawai dimaksud.

Sama dengan tahun sebelumnya, berdasarkan kategorisasi tersebut diatas, dapat diketahui bahwa pengalihan transaksi keuangan kepada sistem non perbankan menjadi alternatif baru bagi pelaku tindak pidana. Hal ini terjadi khususnya pada industri asuransi dengan melakukan pembayaran premi asuransi bagi diri pribadi ataupun pihak keluarga. Pembayaran tunai menjadi pilihan yang dianggap paling menguntungkan dalam kaitannya mempersulit pelacakan aliran keuangan oleh aparat penegak hukum.

Selain itu, terdapat beberapa indikasi adanya trend modus operandi TPPU yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, yaitu dengan melakukan pembelian barang-barang mewah ataupun menempatkan dana pada instrument-instrument investasi lainnya. Hal ini kemungkinan dipicu oleh semakin meningkatkan kesadaran penyedia jasa keuangan serta ketatnya menerapan prinsip mengenal nasabah dilakukan oleh penyedia jasa keuangan.

Trend berkelanjutan yang ditemukan oleh PPATK berdasarkan LTKM yang diterima dari PJK pada periode Januari hingga Desember 2010 menunjukkan maraknya penggunaan identitas palsu, nominee ataupun pengunaan dana-dana yang berasal dari Anggaran Belanja Pemerintah Daerah oleh para pejabat Pemerintah Daerah baik di Tingkat I ataupun Tingkat II di seluruh Indonesia. Hal yang sama terjadi pada periode sebelumnya. Sesuai hasil analisis LTKM yang disampaikan oleh PPATK kepada pihak aparat penegak hukum, berikut ini adalah tipologi atau modus operandi dari pencucian uang yang telah terjadi dan kemudian disusun dari berbagai kasus yang terjadi.

(16)

Dalam kurun Waktu Januari hingga Desember 2010 PPATK menemukan beberapa Typologi kasus yang secara umum dapat digambarkan berdasarkan industri keuangannya, sebagai berikut:

1) PNS dan Rekanan menggunakan rekening “Joint Account“ yang diduga untuk menampung dana suap. SU adalah seorang PNS yang menjabat sebagai Kepala Dinas pada Departemen XX dan RB adalah pegawai pada PT. AS yang merupakan perusahaan rekanan dari departemen tempat SU bekerja. SU dan RB melakukan transaksi di Bank dengan membuka rekening joint account yang bertujuan untuk bisnis. Sumber dana pada rekening ini berasal dari PT. AS dan beberapa pihak terkait lainnya (PA dan YA) dengan jumlah yang material. Dana yang masuk ini kemudian ditransfer ke rekening pribadi SU dan dilakukan penarikan tunai atas dana tersebut oleh SU dan WO. WO adalah pihak yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh SU. Dana yang masuk ini adalah suap yang dilakukan oleh PT. AS terkait dengan jabatan yang diemban oleh SU.

2) PNS menggunakan SDB (Safe Deposit Box) di Bank

sebagai Sarana Penyimpanan dana yang diduga dari tindak pidana.

BT adalah seorang PNS di Departemen XX dengan jabatan sebagai Auditor. BT membuka rekening di Bank B yang mana dana bersumber dari PT. AL yang merupakan perusahaan swasta yang diberikan bantuan oleh BT terkait dengan jabatan yang diembannya. BT kemudian mentransfer dana tersebut ke rekening BT lainnya di bank yang sama dan rekening a.n. pihak a. Perbankan

(17)

lainnya, yaitu MA dan PR. MA adalah istri BT yang berprofesi sebagai PNS, sementara PR adalah karyawan swasta yang merupakan rekanan BT dan terkait dengan transaksi yang dilakukan BT. Atas dana ini, BT dan MA memberikan beberapa perlakuan atasnya, yaitu ditempatkan dalam bentuk deposito, dilakukan penarikan tunai oleh MM dan ZF, serta ditempatkan ke

dalam (SDB). MM dan ZF adalah

swasta perorangan yang terkait dengan transaksi yang dilakukan BT.

3) Penerimaan (TC) yang diduga merupakan

sarana suap bagi (PEP).

PT BB adalah sebuah group perusahaan yang memiliki beberapa perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. PT BB melakukan transaksi di Bank AA dengan membeli TC yang diterbitkan oleh Bank AA. TC yang telah dibeli ini kemudian dijual kepada PT CC yang

merupakan anak perusahaan dari PT BB. PT BB

menyerahkan TC ini kepada PEP yang merupakan anggota Dewan yang kemudian dicairkan ke Bank AA. 4) Penyalahgunaan dana operasional perusahaan oleh

pejabat terkait dengan menggunakan rekening kartu kredit untuk menampung hasil tindak pidana.

RP adalah pejabat di PT XX. RP memiliki rekening di Bank AA yang mana sumber dananya berasal dari beberapa kali setoran tunai oleh BO. BO adalah swasta perorangan yang diduga melakukan suap terhadap RP. Atas dana yang ditampung di rekening ini, kemudian dilakukan penarikan secara tunai oleh DO, transfer ke rekening JS dan ditransfer ke rekening kartu kredit a.n. RP. DO dan JS adalah pihak-pihak yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh RP.

Safe Deposit Box

Travel Cheque

(18)

B. Pasar Modal

c. Asuransi

1) Penggunaan Profil Nasabah High Risk Country untuk melakukan Manipulasi Pasar dan Pencucian Uang. AA Ltd. adalah perusahaan yang didirikan di high risk country. KM (manajemen kunci dari PT X) dipercaya sebagai kuasa transaksi AA Ltd. Diduga AA Ltd. melakukan manipulasi pasar perdagangan saham PT X. Dana dari hasil transaksi saham PT X dipindahkan ke rekening perusahaan dan beberapa manajemen kunci PT X di beberapa bank. Diduga hal tersebut dilakukan untuk melakukan TPPU.

2) Penggunaan rekening Efek Margin untuk melakukan Pencucian Uang.

BA, BB, dan BC adalah karyawan swasta di PT AC. BA, BB, dan BC membuka rekening efek di Perusahaan efek D. BA, BB dan BC menerima saham dan dana dari PT AC. Selanjutnya dana dan efek tersebut digunakan untuk melakukan transaksi margin. Dana hasil transaksi dipindahkan ke rekening BA, BB, dan BC di cabang bank yang sama (bank F). Dana dari bank F dipindahkan ke rekening PT AC dan afiliasinya di beberapa bank. Diduga dana yang ditranasksikan adalah berasal dari hasil tindak pidana.

1) Pembelian polis Unit Links oleh PEP yg diikuti dengan pencairan polis sebelum jatuh tempo.

JJ seorang PNS pada sebuah departemen. JJ membeli 2 (dua) polis asuransi unit links berpremi tunggal pada PT Asuransi ABC. JJ membayar premi asuransi

(19)

menggunakan rekening ybs di Bank A. JJ mencairkan Kedua polis bulan berikutnya. JJ mentransfer dana hasil pencairan polis ke rekening seorang pengusaha bernama SS. SS kemudian mentransfer dana ke JJ. 2) Pembelian polis Unit Links oleh anak dari PEP yg diikuti

dengan pembayaran premi tambahan dalam jumlah besar dan diikuti pencairan premi tambahan tersebut dalam waktu singkat.

WT adalah putri dari BB (PEP). WT membeli polis asuransi unit links pada AJ ZZZ. WT membayar premi

asuransi dengan melakukan transfer menggunakan

rekening CV ABC di Bank JJJ. IW (adik WT) melakukan transfer untuk pembayaran premi top up (tambahan) untuk polis a/n WT. WT mencairkan premi tambahan tersebut bebarapa bulan berikutnya.

1) Penjualan valas dengan perantara orang lain (pihak ketiga) atas perintah dari PEP tanpa menggunakan surat kuasa.

SS adalah seoran sopir (driver). SS menjual valuta asing (banknotes). SS menjual banknotes pada PT. XXX Valas. SS melakukan transaksi secara tunai. SS melakukan transaksi dengan frekuensi sering (27 kali). SS melakukan transaksi atas perintah AA tanpa adanya surat kuasa. AA adalah seorang PEP.

2) Pembelian valas dengan perantara orang lain (pihak ketiga) atas perintah dari PEP tanpa menggunakan surat kuasa.

YY adalah seorang anggota TNI. YY membeli valuta asing d. Pedagang Valuta Asing

(20)

(banknotes). YY membeli banknotes pada PT. ABC Valas. YY melakukan transaksi secara tunai. YY melakukan transaksi dengan frekuensi sering (13 kali transaksi). YY melakukan transaksi atas perintah BB tanpa adanya surat kuasa untuk keperluan anaknya yang bersekolah di Australia. BB adalah seorang PEP. 3) Penjualan valas dengan perantara orang lain (pihak

ketiga) untuk disumbangkan kepada Partai Politik peserta Pemilu.

YY adalah karyawan PT. XYZ. YY menjual valuta asing (banknotes) pada PT. ABC. YY melakukan transaksi penjualan valas tersebut tanpa adanya surat kuasa dari PT. XYZ. Kemudian PT. ABC menjual valas tersebut kepada Bank X. Hasil penjualan valas disetor ke rekening PT. ABC di bank X. PT. ABC membayarkan ke YY menggunakan cek. YY mencairkan cek dan ditransfer melalui RTGS ke rekening a.n. DD di Bank Y. DD menempatkan dana tersebut dalam bentuk deposit on call (DOC) a.n. YY. Hasil pencairan DOC ditransfer ke rekening JJ. JJ mentransfer sebagian dana hasil pencairan ke rekening a.n. DPP Partai S di Bank X dan Bank Z. DD adalah presiden komisaris dari PT. XYZ dan mempunyai hubungan keluarga dengan salah satu petinggi Partai S yang ikut dalam Pemilu.

1) Penggunaan pihak ketiga sebagai pihak pembayar cicilan leasing secara sekaligus yang nilai nominalnya besar.

AM adalah seorang PNS yang masuk dalam kategori PEP. AM mengajukan Kontrak Leasing kepada PT X Finance. Setelah permohonan disetujui, kemudian AM e. Lembaga Pembiayaan

(21)

melakukan pembayaran uang muka kontrak leasing kepada PT X Finance. PT X Finance menyerahkan objek leasing berupa sebuah mobil kepada AM. Selanjutnya AM membayar cicilan leasing secara berkala sampai bulan keenam, yang pada bulan ketujuh dilunasi sekaligus oleh TD selaku pihak ketiga. TD adalah seorang pengusaha. 2) Penggunaan pihak ketiga sebagai pihak pembayar uang

muka ( ) yang nilai nominalnya besar.

MY adalah PNS yang masuk dalam kategori PEP. MY mengajukan Kontrak Leasing kepada PT Y Finance.

Setelah permohonan disetujui, kemudian LK

melakukan pembayaran uang muka kontrak leasing kepada PT Y Finance. PT Y Finance menyerahkan objek leasing berupa sebuah mobil kepada MY. Selanjutnya MY membayar cicilan leasing secara berkala selama lama 12 bulan. LK adalah seorang pengusaha.

Typologi lainnya sebagaimana dituangkan berdasarkan laporan tahun 2009 adalah tetap sama dan masih ditemukan pada tahun 2010 ini.

Beberapa modus tersebut diatas adalah merupakan modus yang sama terjadi pada tahun sebelumnya (2009) namun masih dapat ditemukan dalam kurun waktu tahun 2010 ini.

a. Umum

Sampai dengan akhir Semester II Tahun 2010, telah disampaikan sebanyak 1.431 Hasil Analisis kepada Kapolri dan Kejagung. Dari 1.431 Hasil Analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum, dapat dikelompokkan berdasarkan kasus atau tindak pidana asal sebagai berikut:

down payment

(22)

D u g a a n T i n d a k P i d a n a K a s u s % K o r u p s i ; 5 8 0 4 0 , 5 P e n y u a p a n ; 4 0 2 , 8 N a r k o t i k a ; 4 7 3 , 3 D i b i d a n g p e r b a n k a n ; 4 6 3 , 2 D i b i d a n g p e r a s u r a n s i a n ; 1 0 , 1 K e p a b e a n a n ; 9 0 , 6 T e r o r i s m e ; 1 9 1 , 3 P e n c u r i a n ; 4 0 , 3 P e n g g e l a p a n ; 4 2 2 , 9 P e n i p u a n ; 4 1 9 2 9 , 3 P e m a l s u a n u a n g ; 5 0 , 3 P e r j u d i a n ; 1 7 1 , 2 P r o s t i t u s i ; 4 0 , 3 D i b i d a n g p e r p a j a k a n ; 7 0 , 5 D i b i d a n g k e h u t a n a n ; 6 0 , 4 T i d a k T e r i d e n t i f i k a s i / d l l 1 8 5 1 2 , 9 J u m l a h 1 4 3 1 1 0 0 , 0

Selama Tahun 2010, telah disampaikan sebanyak 319 Hasil Analisis kepada Kapolri dan Kejagung. Dari 319 Hasil Analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum, dapat dikelompokkan berdasarkan kasus atau tindak pidana asal sebagai berikut: D u g a a n T i n d a k P i d a n a K a s u s % K o r u p s i ; 1 3 1 4 1 , 1 P e n y u a p a n ; 1 4 4 , 4 N a r k o t i k a ; 8 2 , 5 D i b i d a n g p e r b a n k a n ; 6 1 , 9 D i b i d a n g p e r a s u r a n s i a n ; 1 0 , 3 T e r o r i s m e ; 5 1 , 6 P e n c u r i a n ; 2 0 , 6 P e n g g e l a p a n ; 1 0 3 , 1 P e n i p u a n ; 4 1 1 2 , 9 P e r j u d i a n ; 4 1 , 3 T i d a k T e r i d e n t i f i k a s i / d l l 9 7 3 0 , 4 J u m l a h 3 1 9 1 0 0 , 0 Tabel 1 Hasil Analisis PPATK

Tabel 2 Dugaan Tindak Pidana

(23)

b. Proses Analisis

Pelaksanaan tugas analisis oleh Direktorat Riset dan Analisis dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada baik dikelola secara internal (swadaya) ataupun informasi lainnya yang dapat diperoleh oleh PPATK melalui mekanisme kerjasama antar lembaga baik didalam maupun di luar negeri.

Chart dibawah ini mengambarkan sumber informasi dalam data base untuk membantu proses analisis oleh PPATK:

Hingga akhir tahun 2010 DRA telah berhasil menyelesaikan sebanyak 1.431 hasil analisis yang telah diolah dari 3.110 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang telah disampaikan oleh PJK kepada PPATK yang keseluruhan telah disampaikan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum, dengan rincian:

Gambar 1 Sumber Informasi PPATK

(24)

~ Sebanyak 1.327 hasil analisis disampaikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan; dan

~ Sebanyak 104 hasil analisis disampaikan hanya kepada Kejaksaan;

Diantara Hasil Analisis yang disampaikan kepada Penyidik, selama tahun 2010 terdapat sebanyak 91 Hasil Analisis yang

merupakan permintaan ( ) baik dari Kepolisian

maupun Kejaksaan.

Adapun jumlah hasil analisis yang disampaikan kepada aparat penegak hukum ini sejak tahun 2003 adalah sebagai berikut:

a. Tahun 2003: 24 hasil analisis ; b. Tahun 2004: 212 hasil analisis;

inquiry

c. Tahun 2005: 111 hasil analisis; d. Tahun 2006: 86 hasil analisis; e. Tahun 2007: 91 hasil analisis; f. Tahun 2008: 104 hasil analisis. g. Tahun 2009: 484 hasil analisis.

h. Tahun 2010 (31 Des 2010): 319 hasil analisis.

-200 400 600 800 1.000 1.200 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*) HA LTKM Gambar 2

(25)

Seluruh diproses analisis yang dilakukan oleh analis PPATK akan menghasilkan 2 (dua) jenis output sebagai berikut: 1. Hasil analisis yang diserahkan kepada aparat penegak

hukum;

Hasil analisis yang diserahkan kepada aparat penegak hukum adalah Hasil Analisis yang berisi petunjuk mengenai adanya dugaan transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lainnya berdasarkan ketentuan Pasal 44 UU PP TPPU.

2. Hasil analisis yang dimasukkan ke dalam PPATK. Dari hasil analisis terhadap LTKM yang diterima dari PJK tidak/belum ditemukan adanya indikasi tindak pidana tertentu baik TPPU maupun tindak pidana asal. Terhadap hasil analisis tersebut akan disimpan dalam database PPATK sampai diperoleh adanya informasi terkait tindak pidana tertentu. Seluruh data yang berada pada database PPATK akan membantu proses analisis berikutnya dalam hal memiliki keterkaitan dengan data yang sedang atau sedang di analisis.

database Output PPATK PJK DATABASE VISUAL LINK TRACES INQUIRY PJK FIU LN ANALISIS ETC YES NO POLRI/JPU KPK Instansi terkait PERADILAN Gambar 3 Proses Analisis PPATK

(26)

2. Pengawasan Kepatuhan

Dalam hal kerjasama dengan instansi lain, Direktorat Pengawasan dan Kepatuhan (DPK) PPATK bekerja sama dengan Bank Indonesia selaku regulator dengan melakukan joint audit terhadap enam (6) Perusahaan Valuta Asing dalam rangka menilai tingkat kepatuhan perusahaan tersebut terhadap penerapan Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP TPPU).

Peran DPK dalam hal pencegahan dan pemberantasan TPPU antara lain memberikan ceramah dan menjadi narasumber dalam berbagai kegiatan antara lain Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Undangan menjadi narasumber oleh pihak Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Universitas maupun kegiatan sosialisasi yang yang dilakukan oleh Direktorat Hukum dan Regulasi. Selama antara tahun 2009-2010 DPK telah mengikutsertkan staf nya dalam kegiatan narasumber dan ceramah sebanyak 91 Kegiatan. Adapun kegiatan ceramah dan narasumber yang diberikan berkaitan dengan tata cara penyampaian laporan kepada PPATK dan Rezim AML.

Jumlah kumulatif Audit yang telah dilakukan oleh PPATK terhadap PJK sampai dengan 31 Desember 2010 sebanyak 395 PJK. Hasil Audit yang telah dilakukan oleh PPATK terhadap 395 PJK sampai dengan akhir 2010, yang termasuk kategori baik sebesar 11,8 persen (47 PJK), dan yang termasuk kategori sedang sebanyak 24,8 persen (98 PJK) dan yang termasuk kategori Rendah 63,2 persen (250 PJK). (Lihat Tabel 3).

(27)

Tabel 3

Jumlah PJK yang Telah Diaudit Menurut Hasil Audit dan Jenis PJK Tahun 2005 - 2010

(28)

3.

Kerjasama Dalam Negeri dan Luar Negeri

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai

instansi yang merupakan dalam rezim anti pencucian uang di

Indonesia, berupaya untuk terus meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam negeri maupun luar negeri. Jalinan kerjasama ini telah dilakukan dengan 41 instansi/lembaga

di dalam negeri dan 37 (FIU) negara-negara

lain. Selama tahun 2010, PPATK memperkuat hubungan dan kerjasama dalam negeri maupun luar negeri dengan melakukan:

a. Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Komite TPPU & PT). Pertemuan Tim Kerja Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanan Terorisme telah dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2010 dan Pertemuan Komite TPPU yang diketuai oleh Menko Polhukkam Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto pada tanggal 18 Maret 2010 pun telah diselenggarakan. Dalam pertemuan tersebut dibahas perkembangan implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Selanjutnya akan diselenggarakan Pertemuan Tim Kerja Komite TPPU & PT dan Pertemuan Komite TPPU dan PT tingkat menteri yang akan dipimpin kembali oleh Menko Polhukkam selaku Ketua Komite.

b. Kerjasama dan Hubungan Dalam Negeri

Dalam rangka memperluas kerjasama dengan instansi lain melalui penandatanganan Nota Kesepahaman guna mendukung pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia, dimana kerjasama yang dijalin oleh PPATK tidak hanya dengan instansi-instansi pemerintah dan aparat penegak hukum melainkan juga dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Tujuan dilakukannya perluasan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia adalah dalam rangka mensosialisasikan rezim anti pencucian uang di Indonesia, dimana salah satu media sosialisasi adalah melalui pendidikan/edukasi. Selain itu tujuan

focal point

(29)

dilakukannya kerjasama

~ Expert Group Meeting yang dilaksanakan pada tanggal 22-24 Februari 2010 di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh 11 (sebelas) perguruan tinggi di Indonesia yang menghasilkan masukan-masukan atas draft Undang-Undang PP TPPU serta rekomendasi kepada pemerintah dalam mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan UU PP TPPU.

~ Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PPATK dengan

Bank Indonesia pada tanggal 18 Maret 2010 di Jakarta. Kerjasama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam hal pertukaran informasi, penyusunan ketentuan hukum, audit kepatuhan, sosialisasi serta pendidikan dan pelatihan dalam hal adanya keterkaitan antara pelaksanaan tugas dan kewenangan Bank Indonesia dan PPATK.

~ Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PPATK dengan

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 17 April 2010 di Jakarta. Kerjasama ini bertujuan untuk mewujudkan kerangka kerjasama antara KPPU dan PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan penegakan hukum atas larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

~ Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PPATK dengan

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri serta Badan Pengawas Pemilu pada tanggal 7 Juli 2010 di Jakarta. Kerjasama ini bertujuan untuk mewujudkan kerangka kerjasama antara Ditjen dengan perguruan tinggi adalah dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berikut beberapa perluasan kerjasama yang telah dilakukan oleh PPATK dengan beberapa instansi dan perguruan tinggi, melalui kegiatan:

(30)

Kesbangpol dan PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam rangka perlindungan NPO serta kerjasama antara Bawaslu dan PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan penegakan hukum atas tindak pidana politik uang dalam proses pemilu .

~ Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PPATK dengan

beberapa perguruan tinggi di Indonesia yakni dengan Universitas Padjadjaran pada tanggal 22 Juni 2010 di Bandung, Universitas Mataram pada tanggal 27 Juli 2010 di Mataram dan Universitas Syiah Kuala pada tanggal 8 Oktober 2010 di Banda Aceh.

C. Pertukaran Informasi dengan (FIU).

Terkait dengan pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan, PPATK telah melakukan pertukaran informasi dengan FIU-FIU negara lain. Adapun rincian dari pertukaran informasi tersebut di antaranya adalah meneriman permintaan informasi (

) sebanyak 49 kali, mengirimkan permintaan

informasi ( ) sebanyak 5 kali, menerima

informasi spontan ( ) sebanyak

11 kali, dan mengirimkan informasi spontan (

) sebanyak 1 kali. Hingga akhir tahun 2010, jumlah kumulatif pertukaran informasi dengan pihak FIU adalah 406 kali. Pertukaran informasi tersebut dilaksanakan dengan FIU-FIU negara lain, dan sebagaimana tampak pada tabel di atas, pertukaran informasi intelijen keuangan tersebut dilakukan

permintaan ( ) dan sukarela ( ).

Financial Intelligence Unit

incoming mutual request

outgoing mutual request

incoming sponteneous information

outgoing spontaneous information

by request spontaneous

(31)

Pertukaran Informasi Antar FIU

d. Pertukaran Informasi dengan Instansi Domestik dan Program

Asistensi.

Terkait dengan pertukaran informasi intelijen keuangan d instansi domestik, Kelompok Pemberdayaan Jejaring Informasi telah menindaklanjuti permintaan dari Kepolisian, KPK, Kejaksaan, dan instansi-instansi terkait lainnya. Adapun Jumlah kumulatif permintaan informasi yang ditindaklanjuti sampai dengan Desember 2010 adalah sebanyak 259 hasil analisis.

engan

(32)

Tabel 6

Selain menindaklanjuti seluruh permintaan informasi, Kelompok Pemberdayaan Jejaring Informasi juga telah telah melaksanakan program asistensi ke sejumlah Polda di Indonesia. Untuk tahun 2010 ini telah dilaksanakan program asistensi ke Polda Kalimantan Timur, Polda Sulawesi Selatan, Polda NTB, Polda Jambi, Polda Jawa Timur, Polda Sumatera Utara dan Polda Aceh. Melalui program asistensi tersebut, PPATK berkesempatan untuk menjelaskan mekanisme permintaan informasi ke PPATK serta membantu pihak Polda dalam hal penanganan kasus, khususnya untuk kasus-kasus Tindak Pidana Pencucian Uang.

e. Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri

Di tahun 2010 PPATK secara konsisten tetap turut aktif berperan dalam berbagai fora internasional, antara lain forum Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) dan Financial Action Task Force (FATF). Dalam forum APG, PPATK menghadiri APG Annual Meeting yang diselenggarakan di Singapura, APG Assessor Training Workshop yang diselenggarakan di Sydney, Australia, dan APG Typologies Workshop yang diselenggarakan di Bangladesh. Selain itu PPATK telah aktif menjadi bagian dari misi APG ke Bangladesh

(33)

untuk menyampaikan pengalaman mempersiapkan targeted review ICRG FATF serta ke Timor Leste untuk membantu upaya pembangunan rezim anti pencucian uang di negara tersebut.

Sementara itu dalam forum the Egmont Group, PPATK mengirimkan

wakilnya untuk mengikuti yang

diselenggarakan di Mauritius dan Moldova masing-masing pada bulan Maret dan Oktober 2010, serta berpartisipasi aktif dalam Egmont Annual Meeting yang diselenggarakan di Cartagena, Colombia pada bulan Juni 2010. Selain itu PPATK secara aktif menjadi sponsor permohonan keanggotaan Solomon Islands FIU (SIFIU) dan Samoa FIU (SFIU) dalam Egmont Group. Setelah melaporkan perkembangan dan analisis awal atas legislasi untuk SIFIU dan SFIU pada pertemuan bulan Juni dan Oktober 2010, PPATK melakukan onsite visit ke Solomon Islands pada bulan November 2010 bersama dengan wakil AUSTRAC dan Cook Island FIU untuk memastikan bahwa SIFIU telah beroperasi secara penuh sebagai sebuah FIU. Onsite visit ke Samoa akan dilakukan pada bulan Januari 2011. Hasil onsite visit ke Solomon Islands dan Samoa akan dipaparkan pada pertemuan Egmont WG di Aruba bulan Maret 2011 dan diharapkan kedua FIU tersebut akan diterima pada pertemuan tahunan Egmont di Armenia bulan Juni 2011.

Selama tahun 2010, PPATK telah melakukan kerjasama bilateral yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (

/MoU) dengan 4 (empat) FIU yaitu Solomon Island, Qatar, United Arab Emirate, dan Vietnam. Penandatanganan MoU dengan FIU Vietnam dilakukan di sela-sela kunjungan ke PPATK untuk mempelajari penanganan rezim anti pencucian uang di Indonesia pada bulan Agustus 2010.

Dalam hubungannya dengan donor, PPATK terus menjalin kerjasama dengan beberapa donor yang memberikan bantuan teknis kepada PPATK dan beberapa instansi lainnya melalui serangkai program kegiatan. Beberapa bantuan teknis yang cukup signifikan dicapai selama tahun 2010 adalah:

Egmont Working Group Meeting

Memorandum of Understanding

(34)







Diselesaikannya Domestic Review NPO sector. Dalam rangka implementasi strategi ke-9 dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia tahun 2007-2011 (Strategi Nasional), PPATK bekerjasama dengan

menyelenggarakan

, yang menghasilkan 8 Rekomendasi terkait kebijakan pengawasan sektor NPO secara

komprehensif. ini diluncurkan pada tanggal 7

Juli 2010 dan saat ini PPATK kembali menjadi koordinator implementasi dari rekomendasi-rekomendasi tersebut.

Diselesaikannya serangkaian kegiatan yang termasuk dalam (PAPP) phase I. Pada phase ini, beberapa pencapaian signifikan adalah dihasilkannya 5 (lima) SPO penanganan IT di PPATK serta

penerapan sektor perbankan dan

non-perbankan. Salah-satu hasil kegiatan tersebut pada tahap ke-2 ini adalah dengan meluncurkan buku petunjuk/pedoman Program Kepatuhan Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (APU/PPT).

Diselenggarakannya donors' meeting pada tanggal 29 November 2010 yang dihadiri oleh 10 instansi/negara donor (baik bilateral maupun multilateral) dan seluruh instansi terkait di Indonesia untuk membahas perkembangan bantuan teknis yang telah diberikan serta kemungkinan bantuan teknis yang akan diterima oleh Indonesia, khususnya terkait dengan implementasi UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

United Kingdom Charity Commission Non-Profit Organization (NPO) Domestic Review

Domestic Review

PPATK-AUSTRAC Partnership Program

(35)

4. Hukum dan Regulasi

Tahun 2010 merupakan tahun terakhir Rancangan Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (RUU PP-TPPU) berada di lembaga legislatif. Pada tanggal 22 Oktober 2010 RUU PP-TPPU telah disahkan. Seiring dengan telah disahkan dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR) memfokuskan kegiatan pada diseminasi dan sosialisasi UU TPPU serta Penyusunan peraturan pelaksana UU tersebut.

Direktorat Hukum dan Regulasi mempunyai tugas penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan pemberian nasehat hukum serta pengawasan serta urusan yang berkaitan dengan hukum dan peraturan dan perundang-undangan, baik mengenai tindak pidana pencucian uang maupun masalah lainnya yang terkait. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Hukum dan Regulasi mempunyai fungsi:

a. Pengawasan penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan;

b. Pengawasan pemberian nasehat hukum;

c. Pengawasan semua urusan yang berkaitan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, baik mengenai tindak pidana pencucian uang maupun masalah lainnya yang terkait.

Sehubungan dengan tugas dan fungsi Direktorat Hukum dan Regulasi, maka di dalam rencana kerja Direktorat Hukum dan Regulasi memasukkan kegiatan sosialisasi yang memiliki tujuan untuk menyamakan persepsi terkait rezim anti pencucian uang baik di kalangan aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, new reporting parties, akademisi bahkan masyarakat umum yang mana diwakilkan oleh pemerintah daerah setempat.

(36)

Selain itu, Direktorat Hukum dan Regulasi juga memberikan asistensi penuh dalam kegiatan penyusunan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) yang memiliki kaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Maraknya pemberantasan kegiatan terorisme di Indonesia oleh para aparat penegak hukum juga membuat PPATK melakukan berbagai upaya dalam pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Salah satu upaya PPATK adalah dengan mengajukan usulan kepada Pemerintah untuk menyusun Rancangan Undang-undang tentang Penceghan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (RUU TPPT).

Peraturan Pelaksanaan dari RUU TPPU terus disusun dan disempurnakan rancangannya sebelum RUU TPPU disahkan oleh

DPR sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk

melakukan pembahasan peraturan pelaksanaan dari UU No.8 Tahun 2010. Kegiatan lainnya diisi dengan aktivitas pemberian

pendapat hukum ( ), kajian hukum, pemberian

keterangan ahli baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun

pengadilan dan menyelenggarakan /seminar hukum.

Untuk mengefektifkan pekerjaan di Direktorat Hukum dan Regulasi, kegiatan sebagaimana telah disebutkan diatas dikerjakan oleh orang yang tepat sesuai dengan keahlian masing-masing sehingga

menghasilkan yang berkualitas, maka terdapat pembagian

kerja sesuai dengan kegiatan, yaitu kegiatan analisis hukum, advokasi (bantuan hukum), dan legislasi (penyusunan peratauran perundang-undangan). Rincian kegiatan selama periode laporan sebagaimana diuraikan berikut ini:

a. Sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang

Sosialisasi rezim anti pencucian uang terus menerus diselenggarakan di beberapa kota besar di Indonesia. Penentuan kota-kota tujuan sosialisasi dilihat dari kebutuhan informasi umum akan rezim anti pencucian uang dan

legal opinion

workshop

(37)

implementasi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan termasuk Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang akhirnya telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 22 Oktober 2010. Tujuan dari kegiatan ini untuk memperoleh persamaan persepsi akan UU TPPU baik di kalangan aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, new reporting parties, akademisi dan masyarakat umum.

Di dalam rencana kegiatan Direktorat Hukum dan Regulasi Tahun 2010, telah direncanakan sosialisasi ke 6 (enam) kota di Indonesia. Sosialisasi rezim anti pencucian uang bagi penyedia jasa keuangan, aparat penegak hukum, akademisi dan masyarakat sampai dengan akhir tahun 2010 telah diselenggarakan di kota Semarang, Gorontalo, Banjarmasin, Palembang, Jakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, dilaksanakan pula sosialisasi rezim anti pencucian uang kepada penyedia jasa keuangan hasil kerja sama antara PPATK dengan Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kota Pekanbaru.

PPATK dalam melaksanakan sosialisasi rezim anti pencucian uang juga melakukan kerjasama dengan Ban

Kejaksaan, Kepolisian, Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Pemerintah Daerah setempat dan juga universitas.

b. Penyempurnaan Modul Sosialisasi

Salah satu bagian dari kegiatan sosialisasi rezim anti pencucian uang adalah penyempurnaan modul. Di akhir Tahun 2010, k Indonesia, Kehakiman,

(38)

PPATK bekerjasama dengan Lembaga Pencucian Uang Indonesia (LAPI) untuk kembali menyempurnakan modul tersebut. Adapun hasil dari kerjasama tersebt, PPATK telah menghasilkan modul sosialisasi yang terdiri dari silabus dan 6 (enam) buah modul, antara lain:

1) Silabus Progran Sosialisasi Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia.

2) Modul I: Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme Di Indonesia.

3) Modul II: Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian

Uang dan Pendanaan Terorisme.

4) Modul III: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Perbankan.

5) Modul IV: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Pasar Modal.

6) Modul V: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Lembaga Keuangan Non Bank.

7) Modul VI: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.

c. Analisis dan Bantuan Hukum

1) Pengumpulan Putusan dan Anotasi

Sampai dengan akhir tahun 2010, Direktorat Hukum dan Regulasi telah mencatat terdapat 36 (tiga puluh enam) putusan terkait tindak pidana pencucian uang. Adapun rincian putusan yang berhasil dicatat oleh Direktorat Hukum dan Regulasi adalah sebagai berikut:

(39)

Tabel 7 Putusan Pengadilan

(40)

Sebagian kegiatan analisis hukum adalah melakukan anotasi putusan terkait tindak pidana pencucian uang. Dari 36 (tiga puluh enam) putusan, telah dihasilkan 11 (sebelas) anotasi putusan, yaitu:

a. Kasus Anastasia Kusmiati Pranoto

b. Kasus Lukman Hakim

c. Kasus Tonny Chaidir Martawinata d. Kasus Herry Robert

e. Kasus Jasmarwan

f. Kasus Ie Mien Sumardi g. Kasus Hendri Susilo

h. Kasus Lie Han Pouw Al. Pau Pau i. Kasus Vincentius Amin Sutanto

j. Kasus Dolfie Christian Efraim Palar Alias Dolfi k. Kasus Saifuddin Bin Yahya

2) Memberikan Bantuan Hukum di Bidang TPPU

Kegiatan ini dimaksudkan adalah pemberian bantuan hukum terhadap para pihak dalam hal ini adalah aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, profesi bahkan masyarakat umum, akan interpretasi suatu pasal yang terdapat dalam UU TPPU dan pelaksanaannya di lapangan.

3) Memberikan Keterangan Ahli

Koordinasi antara PPATK dengan aparat penegak hukum, tidak hanya sebatas pada gelar perkara dan penyampaian pendapat hukum, tetapi di dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang, PPATK juga memberikan bantuan berupa pemberian keterangan ahli yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya. Koordinasi yang baik dan efektif antara PPATK dan aparat penegak hukum, khususnya dengan kepolisian dan kejaksaan, tercermin dari meningkatnya permintaan keterangan ahli di Tahun 2010. Sampai dengan akhir Tahun 2010 telah terdapat 13 (tigabelas) kali permintaan

(41)

keterangan ahli dari kepolisian dan 14 (empat belas) kali permintaan keterangan ahli dari kejaksaan, serta 1 (satu) kali permintaan keterangan ahli atas nama tersangka Serka Joko Suripto dari Polisi Militer TNI.

Adapun rincian pemberian keterangan ahli ke Kepolisian adalah sebagai berikut:

a. Kasus Lihan

b. Kasus Adiansyah Bin Iwansyah Dan Anna Roeszana

Prihatiny

c. Kasus Robert Tantular, Dkk

d. Kasus Thomas Tansah

e. Kasus Sugianto

f. Kasus Bonaventura Manurung Alias Mustar

Bonaventura

g. Kasus Tarmuji, Tersangka Frinaldi, Dkk h. Kasus Riska Mawarsari

i. Kasus M. Jafar

j. Kasus Jumratul Adawiyah

k. Kasus Muhammad Ramlan Dkk

l. Kasus Noordin Moelok

m. Kasus Fransiskus Januarta Dan Jeffry

Adapun rincian pemberian keterangan ahli di sidang pengadilan adalah sebagai berikut:

a. Kasus Lista Adriani b. Kasus Jodi Haryanto

c. Kasus Wahyu Safitri Rupaat

d. Kasus Umar Sugianto Dan Edi Als Albert Wijaya e. Kasus Lihan Bin H Bahri

f. Kasus Andi Kosasih

g. Kasus Lambertus Palang Ama h. Kasus Lilik Siswanto, Dkk

(42)

j. Kasus Rizal Nurarief Meido

k. Kasus Dr. Drs. Bahasyim Assifie, Msi. Bin Khalil Sarinoto l. Kasus Asep Tatang

m. Kasus Adiyansyah Bin Iwansyah n. Kasus Herrysawati Bakri

4) Pemberian Pendapat Hukum

Salah satu dari tugas dari Direktorat Hukum dan Regulasi adalah memberikan pendapat hukum atau legal opinion terkait dengan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang berkaitan dengan substansi dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan per tanggal 22 Oktober 2010 undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun pendapat hukum tersebut merupakan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pengacara, penyedia jasa keuangan, regulator, aparat penegak hukum, akademisi, kurator, instansi terkait lainnya serta masyarakat umum.

5) Menyelenggarakan Seminar/ /Diskusi Hukum

Tahun 2010, PPATK telah menyelenggarakan beberapa kali

seminar/ /diskusi baik atas inisiatif sendiri maupun

bekerjasama dengan pihak dalam dan luar negeri. Adapun rincian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Konferensi pada

tanggal 18-20 Mei 2010, di Hotel JW Marriot, PPATK bekerjasama dengan

(OPDAT) dan World

Workshop

workshop

International Forfeiture Cooperation

Office of Overseas Prosecutorial Development Asssistance and Training

(43)

Bank, yang diikuti oleh peserta dari Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Bangladesh, Vietnam, Kamboja, Laos serta menghadirkan pembicara/ahli dari Amarika Serikat, World Bank dan Indonesia.

b. Diskusi Pihak Pelapor-Penyedia Barang dan/atau Jasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 25-27 Oktober 2010 di Hotel Sahira, Bogor yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi penyedia barang dan/atau jasa, perwakilan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, perwakilan Kementerian Keuangan Republik Indonesia serta perwakilan dari PPATK.

c. Seminar Nasional dengan tema “Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, pada tanggal 10 November 2010 di The Sultan Hotel Jakarta, yang dihadiri oleh penyedia jasa keuangan, regulator dan aparat penegak hukum.

d. Diskusi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 16 November 2010 di Gedung PPATK yang dihadiri oleh perwakilan dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. E. Rapat Koordinasi dengan Penyidik Tindak Pidana Pencucian

Uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada tanggal 22-24 November 2010 di Hotel Sahira, Bogor, yang dihadiri oleh perwakilan dari

(44)

penyidik POLRI, penyidik KPK, penyidik BNN, penyidik Ditjen. Pajak dan Penyidik Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

ran Perundang-undangan

a. Rancangan Amandemen Undang-undang Pemberantasan

TPPU

1) Dalam rangka persiapan pembahasan RUU di DPR,

PPATK juga terus melakukan kajian terhadap RUU Amandemen UU TPPU, salah satunya dengan m e l a k u k a n “ p e m e t a a n ” d a n i n v e n t a r i s a s i permasalahan-permasalahan krusial dalam RUU dan menyiapakan usul atau rekomendasi penyempurnaan RUU yang akan disampaikan dalam pembahasan RUU tersebut di DPR. Adapun catatan perjalanan RUU tersebut sehingga menjadi UU TPPU dapat kami rinci sebagai berikut:

i. RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010 2014 yang disahkan oleh DPR pada tanggal 1 Desember 2009. Bahkan RUU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menjadi salah satu RUU Prioritas Tahun 2010 (No. 45). H a ra p a n d i l a ku ka n nya p e m b a h a s a n d a n Pengesahan RUU pada tahun 2010 semakin meningkat karena salah satu butir kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan PPATK tanggal 2 Desember 2009 juga menyebutka n p erlu segera dilaku ka nnya perubahan terhadap UU TPPU.

Ii. Pembahasan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan DPR RI pada tahun

(45)

2010 dimulai dari Raker Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Rapat Dengar Pendapat Pansus dengan intansi terkait, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus, dan Rapat Tim Sinkronisasi, sampai disetujuinya RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2010. Pada tanggal 22 Oktober 2010, RUU ini disahkan oleh Presiden menjadi UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

iii. Sebagai tindak lanjut pengesahan UU TPPU tersebut, telah dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Menyusun konsep dan

PPATK dalam rangka implementasi UU TPPU; Penyusunannya bertujuan sebagai panduan dan percepatan implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Ruang lingkup meliputi aspek: 1) Legislasi;

2) Diseminasi;

3) Penataan organisasi atau tata kerja, tata laksana, termasuk bussiness process dan (SOP), dan Sumber Daya Manusia (SDM);

4) Redifinisi dan revitalisasi hubungan dengan stakeholders; dan

5) Pengembangan teknologi informasi.

blueprint road map

(46)

Jangka waktu program kerja meliputi: 1) jangka Pendek (1 tahun)

2) jangka menengah (2-3 tahun) 3) jangka panjang (4-5 tahun) b. Diseminasi dan Sosialisasi UU TPPU;

c. Penghimpunan dan penyusunan

(MvT) pembahasan UU TPPU; Penyusunan buku kompilasi risalah atau

(MvT)pembahasanUUNo.8Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di DPR diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi setiap orang yang akan mendalami dan memahami proses pembahasan dan pengesahan UUtersebut diDPR.

d. Penyusunan rancangan awal ( )

peraturan pelaksana sebagai amanat UU TPPU, antara lain:

i. ps. 41 ayat (3) mengenai tata cara

penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga s w a s t a d i a t u r d e n ga n Pe ra t u ra n Pemerintah.

ii. ps. 46 mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

iii. ps. 60 mengenai susunan organisasi dan tata kerja PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

iv. ps. 62 ayat (3) mengenai manajemen sumber daya manusia PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

v. Ps. 58 ayat (2) mengenai penghasilan, hak-hak lain, penghargaan, dan fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

memorie van toelichting

Memorie vanToelicthing

(47)

Berdasarkan UU TPPU, amanat diterbitkannya peraturan pelaksana adalah sebagai berikut:

1) ps. 17 ayat 2: Ketentuan mengenai Pihak Pelapor lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Ps. 18 ayat 6: Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, ketentuan mengenai p r i n s i p m e n g e n a l i P e n g g u n a J a s a d a n pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

3) Ps. 23 ayat (2): Perubahan besarnya jumlah

Transaksi Keuangan Tunai ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK.

4) ps. 23 ayat (3): Besarnya jumlah Transaksi

Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib dilaporkan c diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

5) ps. 25 ayat (5) Bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian laporan TKM, TKT, IFTI diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

6) ps. 30 ayat (5) Tata cara pemberian sanksi

administratif diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

7) ps. 31 ayat (4): Tata cara pelaksanaan Pengawasan Kepatuhan diatur oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK sesuai dengan kewenangannya.

8) ps. 36: Tata cara pemberitahuan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, pengenaan sanksi administratif, dan penyetoran ke kas negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. 9) ps. 41 ayat (3): Tata cara penyampaian data dan

informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10) ps. 46: Tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.

(48)

11) Ps. 58 ayat (2) Penghasilan, hak-hak lain, penghargaan, dan fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah. 12) ps. 60 Susunan organisasi dan tata kerja PPATK

diatur dengan Peraturan Presiden.

13) ps. 62 ayat (3): Manajemen sumber daya manusia PPATK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

14) ps. 84 ayat 2 dan ps. 86 ayat (2): Tata cara pemberian pelindungan khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan.

15) ps. 92 ayat (2): Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dengan Peraturan Presiden.

7) Pemuhtakhiran ( ) buku Ikhtisar Ketentuan

Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan

Terorisme ( ).

Penyusunan buku Ikthisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme disusun dalam 2 (dua) bahasa yakni versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris. Buku ikthisar ini diharapkan dapat menjadi semacam “manual book” yang memuat rujukan normatif dan praktis bagi para pemangku kepentingan baik di sektor keuangan maupun di sektor penegak hukum dalam melaksanakan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.

8) Rancangan Undang-undang Perampasan Aset

Sebagaimana diketahui, Indonesia pada saat ini sedang menyusun RUU Perampasan Aset. Penyusunan RUU tersebut d i m a k s u d k a n m e m p e r k u a t s i s t e m h u k u m y a n g memungkinkan dilakukannya pengembalian aset hasil tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana.

updating

(49)

Dengan mekanisme ini diharapkan terbuka kesempatan yang luas untuk merampas segala aset yang diduga merupakan hasil pidana (proceed of crimes) dan aset-aset lain yang patut diduga akan digunakan atau telah digunakan sebagai sarana

( ) untuk melakukan tindak pidana,

khususnya yang termasuk dalam kejahatan lintas Negara yang

terorganisir ( ) maupun

kejahatan-kejahatan yang ancaman pidana penjaranya 4 (empat) tahun atau lebih.

Penyusunan RUU Perampasan Aset ini merupakan tindak lanjut dari ratifikasi konvensi internasional yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu: Konvensi PBB Menentang Korupsi Tahun 2003 (

/UNCAC, 2003) yang telah diratifikasi dengan UU No.7/2006 dan Konvensi PBB menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (

/UN-CATOC) telah diratifikasi dengan UU No.5/2009. Sebagaimana dikatahui, kedua konvensi tersebut menekankan pentingnya

negara pihak ( ) untuk mengatur secara khusus

perampasan aset hasil kejahatan tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana.

Bagi PPATK penyusunan RUU tersebut sejalan dengan

rekomendasi ke-3 (FATF) atau

, yang merupakan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Disamping itu, Penyusunan RUU sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI pada tanggal 17 April 2007. Strategi Nasional dengan tegas menyatakan perlunya pengefektifan penerapan

penyitaan aset ( ) dan pengembalian aset

( ).

instrumentalities

transnational organized crime

United Nation Convension Against Corruption

United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes

state party

Financial Action Task Force Revised 40+9 Recommendations

asset forfeiture asset recovery

(50)

Penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut beranggotakan wakil dari instansi-instansi terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK, Deplu, Depkeu, Kantor Meneg PAN,

Setneg, dan Depkumham sebagai ” ”. Dalam rangka

penyusunan RUU tersebut, Panitia juga telah melakukan serangkaian diskusi di dalam negeri dengan pakar dari Amerika Serikat, Perancis, Colombia, Swiss, Inggris (UK) serta Expert dari StAR Inisiative World Bank.

Dalam rangka melaksanakan salah satu program (No.5) dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI tanggal 17 April 2007, panitia telah menyusun draft awal RUU tentang Perampasan Aset berikut konsep Naskah Akademiknya. PPATK kemudian mendorong pencantuman RUU tentang Perampasan Aset sebagai salah satu RUU Prioritas Prolegnas tahun 2008 dan disetujui oleh DPR pada tanggal 4 Oktober 2007. Sejauh ini Tim dibawah kepemimpinan Kepala PPATK belum melakukan studi komparatif ke negara lain. Namun dari serangkaian hasil diskusi dan studi literatur Tim mencoba mencari bentuk yang terbaik dan acceptable untuk diterapkan di Indonesia. Adapun garis besar RUU sebagai berikut:

a) Perampasan asset menurut RUU ini hanya dapat

dilakukan dalam hal penuntutan dan perampasan asset secara pidana tidak mungkin dilakukan baik karena tersangka/terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, tidak diketahui keberadaannya, atau alasan lain atau gagal dilakukan baik karena putusan lepas dari tuntutan hukum atau di dalam putusannya tidak mencantumkan diktum merampas harta kekayaan yang menjadi objek perampasan asset.

(51)

b) Permohonan perampasan asset tetap dapat dilakukan sekalipun dalam perkara pokoknya penyidikan dan atau penuntutannya dihentikan atau terdakwa dinyatakan bebas sepanjang Negara dalam gugatannya dapat mengajukan bukti yang cukup bahwa asset yang digugat merupakan objek perampasan asset sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

c) Beberapa ketentuan lain yang diatur dalam RUU

Perampasan Aset antara lain mengenai objek

perampasan aset yang cukup luas dan menjangkau

berbagai tindak pidana serius dan TOC, ketentuan

mengenai penelusuran aset, pemblokiran, dan penyitaan dalam rangka perampasan aset, hak pihak ketiga yang beriktikad baik, pembalikan beban pembuktian (reverse burden of proof), hukum acara dan sistem pembuktian,

ketentuan berlaku surut ( atau

, dan untuk pelaksanaan pengelolaan aset akan dibentuk Lembaga Pengelola Aset.

d) Dalam RUU juga perlu diatur ketentuan mengenai

kerjasama internasional dan konsep bagi hasil ( ) bagi instansi atau negara lain yang terlibat dalam

proses .

Diinformasikan pula bahwa status perkembangan terakhir penyusunan RUU Perampasan Aset adalah sebagai berikut: a) RUU sudah 2 (dua) kali disosialisasikan kepada publik,

yaitu pertama diadakan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2009. Adapun yang menjadi pembahas adalah Sdr. Feri Wibisono (Direktur Penuntutan KPK) dan Sdr. Tyas Muharto (Kejaksaan Agung RI). Sedangkan Narasumber adalah Prof. Mardjono Reksodiputro (Guru Besar FH-UI dan Wakil Ketua Komisi Hukum Nasional).

retroactive retrospective principle)

asset sharing

(52)

b) Sosialisasi kedua tanggal 28 Oktober 2009 di Hotel Bumi Surabaya, yang diselenggarakan atas kerjasama antara Depkumham dengan NLRP. Adapun yang menjadi pembahas adalah Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H.,M.H. (Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya) dan Prof. Masruhin Rubai, S.H.,M.S. (Guru Besar FH Univ. Brawijaya Malang). Sedangkan Narasumber adalah Bapak Djoko Sarwoko, (Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus).

c) RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah

masuk dalam Program Legslasi Nasional (Prolegnas)

Tahun 2010 2014. RUU Perampasan Aset bukan

merupakan RUU Prioritas Tahun 2010. Dengan dengan memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk memperdalam dan melakukan studi komparatif mengenai praktek Non Conviction Based (NCB) Forfeiture yang efektif di negara lain.

d) Dirjen Peraturan Perundang-Undangan atas nama

Menteri Hukum dan HAM, pada Tahun 2010 kembali membentuk Panitia Penyusunan RUU dimaksud yang beranggotakan wakil dari instansi-instansi terkait, termasuk PPATK sebagai insiator RUU tersebut.

e) Telah dilakukan diskusi dengan pakar dari Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Swiss, dan Columbia.Guna melengkapi bahan dan menyempurnakan RUU yang sudah ada, telah dilaksanakan studi komparatif ke Belanda dan Inggris pada bulan 29 Mei s/d 5 Juni 2010.

F) Pada akhir tahun 2010 diperjuangkan untuk masuk

dalam Prolegnas sebagai RUU Prioritas Tahun 2011. RUU Perampasan Aset akhirnya menjadi RUU Prioritas Tahun 2011. Diharapkan dapat disahkan pada akhir tahun 2011.

Gambar

Tabel 2 Dugaan Tindak Pidana
Gambar 1 Sumber Informasi PPATK
Tabel 7 Putusan Pengadilan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nadi (2014) yang menunjukkan ada hubungan antara dukungan sosial dan motivasi dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan

Oracle merupakan perusahaan software terbesar kedua di dunia ini untuk software database. Ini membuat sertifikasi Oracle menjadi salah satu sertifikasi yang paling

Hasil dari regresi dengan metode OLS diperoleh R 2 (Koefisien Determinasi) sebesar 0.731 artinya variabel dependen (Y) dalam model yaitu ketimpangan pendapatan

Setiap Dokumen Penawaran Sayembara yang diterima oleh Panitia Pengadaan setelah batas akhir waktu pemasukan Dokumen Penawaran Sayembara akan ditolak dan

PT Kusumahadi Santosa adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pertekstilan. Salah satu kegiatan yang paling pokok adalah pengadaan, baik

Mengingat banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga dan anggota-anggotanya, maka dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang merupakan kebutuhan

Organisasi Lini dan Fungsional adalah organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi Komite lebih mengutamakan

[r]