• Tidak ada hasil yang ditemukan

I

NDIKATOR

K

OMPETENSI

D

ASAR

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

1. Mengetahui pendapat ulama tentang hukum musik dan nyanyian 2. Mengetahui dalil naqli tentang musik dan nyanyian.

3. Mengetahui syarat-syarat keharaman musik.

P

ETUNJUK

B

ELAJAR

Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini: 1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik

dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul.

2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain yang berkaitan dengan isi modul.

3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya.

4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul. 5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan

belajar.

6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci jawaban yang sudah disediakan.

7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

Disebutkan dalam At Tarikh Al Kabir, Imam Bukhori bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Akan datang suatu masa, dalam waktu dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan (memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka.”

Salah seorang sahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum muslimin) ketika

itu sedikit?”

Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak

terombang-ambing). (Ketika itu) Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah telah menancapkan di dalam hati kalian wahn.”

Seorang sahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan

wahn tersebut?”

Dijawab oleh Rasulullah: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada mati.” Keterangan hadits di atas menggambarkan bahwa kondisi hari ini, umat Islam semakin cinta terhadap dunia, terutama saat ini kita saksikan, banyak orang yang semakin cinta terhadap musik dan nyanyian, yang dengannya mereka terlena dan mengabaikan kewajiban-kewajiban kepada Tuhannya.

Musik dan nyanyian merupakan unsur seni yang banyak digemari orang, karena menghasilkan suatu keindahan dan menjadikan hati seseorang menjadi terhibur dan senang. Akhir-akhir ini musik dan nyanyian juga menjadi acara favorit media-media televisi baik disiarkan secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ironisnya, anak kecil pun bercita-cita menjadi penyanyi terbukti antusias anak-anak kecil Indonesia yang mengikuti kontes idola cilik yang disiarkan di stasiun tv swasta di Indonesia.

Musik dimata kebanyakan orang hanyalah sebagian dari seni dan budaya. Beragam tempat keramaian hampir tak pernah sepi dari dan tak pernah hampa dari musik. Alhasil musik semakin lekat di tengah masyarakat dan kehidupan umat. Di banyak tempat, termasuk fasilitas umum, musik malah jadi konsumsi wajib tempat cangkruknya kawula muda. Tak heran bila kemudian istilah full musik menjadi daya tarik jualan tersendiri. Bahkan tempat-tempat yang senyatanya diidentikkan dengan tempat ibadah dan ketaatan pun dirambahnya. Masjid, Pondok pesantren, madrasah, dan yang semisalnya acap kali ramai dengan lantunan musik Islami dalam anggapan mereka. Demikian fenomena musik di tengah kehidupan umat ini. dan telah membelenggu kehidupan mereka.

Musik dan nyanyian merupakan suatu masalah yang menimpa mayoritas umat manusia termasuk umat Islam. Mayoritas umat manusia dan juga umat Islam menyukai sesuatu yang indah dan merdu didengar. Secara fitrah manusia menyenangi suara gemercik air yang turun ke bawah, kicau burung dan suara binatang-binatang di alam bebas, senandung suara yang merdu dan suara alam lainnya. Nyanyian dan musik merupakan bagian dari seni yang menimbulkan keindahan, terutama bagi pendengaran. Allah SWT. menghalalkan bagi manusia untuk menikmati keindahan alam, mendengar suara-suara yang merdu dan indah, karena memang semua itu diciptakan untuk manusia. Disisi lain Allah SWT. telah mengharamkan sesuatu dan semuanya telah disebutkan dalam Al-Qur‘an maupun hadits Rasulullah saw. Allah SWT. menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Halal dan haram telah jelas. Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram

itu jelas. Diantara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram‘ (HR Bukhari dan

Muslim).

Musik dan nyanyian terus berkembang seiring perkembangan zaman, lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio.

Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.

Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.

Tak diragukan lagi hura-hura musik sangat merusak dan banyak menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik,selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut. Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik.

H

UKUM

M

USIK DAN

N

YANYIAN DALAM

I

SLAM

Sebelum membahas pendapat para ulama tentang musik dan nyanyian. Perlu dipahami sebelumnya, apakah musik dan nyanyian dalam Fiqh Islam termasuk kategori muamalah atau urusan dunia dan bukan ibadah. Sehingga terikat dengan kaidah:

Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah).

Hal ini sesuai firman Allah SWT. :

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS

Al-Baqarah 29).

Sehingga untuk memutuskan hukum haram pada masalah muamalah termasuk nyanyian dan musik harus didukung oleh landasan dalil yang shahih dan sharih. Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menetapkan kewajiban, janganlah engkau lalaikan, menetapkan hudud, jangan engkau langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau lakukan. Dan diam atas sesuatu, sebagai rahmat untukmu dan tidak karena lupa, maka jangan engkau cari-cari (hukumnya).

(HR Ad-Daruqutni).

Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima’afkan (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim).

Pada hukum nyanyian dan musik ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Ulama sepakat mengharamkan nyanyian yang berisi syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam. Ulama juga sepakat membolehkan nyanyian yang baik, menggugah semangat kerja dan tidak kotor, jorok dan mengundang syahwat, tidak dinyanyikan oleh wanita asing dan tanpa alat musik. Adapun selain itu para ulama berbeda pendapat, sbb:

Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram dalam kondisi berikut:

1. Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi dll.

2. Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.

3. Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dll.

Madzhab Maliki, asy-Syafi’i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Maliki bahwa mendengar nyanyian merusak muru’ah. Adapun menurut asy-Syafi’i karena mengandung lahwu. Dan Ahmad mengomentari dengan ungkapannya: “Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati”.

Adapun ulama yang menghalalkan nyanyian, diantaranya: Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu’bah, Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain, Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi Ribah, Abu Bakar Al-Khallal, Abu Bakar Abdul Aziz, Al-Gazali dll. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya para ulama menghalalkan bagi umat Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam yang diharamkan sebagaimana disebutkan diatas.

Ada pandangan ulama lain bahwa musik dan nyanyian adalah haram dalam segala bentuknya. Karena musik dan nyanyian merupakan salah satu fitnah yang berbasiskan syahwat. Jatidirinya amat buruk. Peranannya pun amat besar dalam melalaikan umat dari ayat-ayat Allah SWT. Tak heran bila Allah SWT. Mengingatkan para hambanya dari fitnah ini, Sebagaimana dalam firman-Nya:







































“Dan diantara manusia (ada) orang yang memepergunakan kata-kata untuk

menyesatkan (manusia) dari jalan Allahtanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah sebagai olok-olokan mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”

(Luqman:6)

Ikrimah Syu’aib bin Yasar berkata: Aku berkata kepada Ikrimah tentang makna (lahwul hadist) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab Nyanyian (diriwayatkan Al- Bukhari dalam tarikhnya (2/2/217), Ibnu jarir dalam tafsirnya dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal 143)

Dalam Tafsir Al-Qur-anil ‘Azhim Al-Hafidz Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang-orang yang enggan mengambil manfaat dari (mendengarkan) Al-Qur’an. Kemudian berupaya untuk mendengarkan musik dan nyanyian dengan segala irama dan perantinya.

Dalam firman Allah yang lain:

























Firman Allah SWT. : “Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? dan kalian menertawakan dan tidak menangis? sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 59-61)

Para ulama menafsirkan “kalian bersumud” maknanya adalah bernyanyi”. termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah : Ibnu Abbas. Beliau berkata: “maknanya adalah nyanyian”. Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur’an, maka mereka bernyanyi-nyanyi dan bermain-main. Dan ini adalah bahasa penduduk yaman (dalam riwayat lain; bahas penduduk Himyar) (Diriwayatkan oleh ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al-Baihaqi (10/223). Al-Haitsami berkata “Diriwayatlkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya Shahih.” (Majma’ Az-Zawa’id. 7/116)

Rasulullah SAW. Juga telah memperingatkan umatnya dari fitnah musik Di antara sabda beliau SAW. Adalah :

“Benar - benar akan ada sekelompok orang dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan musik/alat musik. Mereka tinggal di puncak gunung, setiap sore seorang pengembala membawa (memasukkan) hewan ternak mereka ke kandangnya. ketika datang kepada mereka seorang fakir untuk suatu kebutuhannya, berkatalah mereka kepada si fakir: ‘Besok sajalah kamu kembali’ maka di malam harinya Allah SWT. Adzab mereka dengan ditumpahkannya gunung ersebut kepada mereka tau digoncang dengan sekuat-kuatnya, sementara yang selamat dari mereka Allah ubah menjadi monyet dan babi sehingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari dalam shahih-nya,

no.5590 dari sahabat Abu Amir (Abu MAlik) Al-Asy’ari)

Hadist ini Sahih. Pada yang al-Bukhari sebutkan dalam sanad hadist tersebut: Hisyam bin Ammar berkata : “Tidaklah memudharatkan keshahihan hadist tersebut. Sebab al-Imam Al-Bukhari tidak dikenal sebagai seorang yang mudallis(yang menggelapkan hadist), sehingga hadist ini dihukumi bersambung sanadnya”.

Al-Albani berkata: Setelah menyebutkan panjang lebar tentang keshahihan hadist ini dan membantah pendapat yang berusaha membantah pendapat yang berusaha melemahkannya: “Maka barangsiapa setelah penjelasan ini melemahkan hadist ini, maka dia adalah orang-orang yang sombong dan penentang. Dia termasuk dalam sabda Nabi SAW: “Tidak masuk ke dalam Syurga, orang yang dalam hatinya ad

kesombongan walaupaun seberat semut.” (HR-Muslim)(At-tahrim, hal 39)

Hadist Anas Bin Malik, Bahwa Rasulullah bersabda : “Dua suara yang terlaknat

di dunia dan akhirat: Seruling ketika mendapat nikmat, dan suara (jeritan) ketika mendapat musibah” (HR. Al-Bazzar adlam musnad-nya, Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi dalam

Al-Mukhtarah. dan disahihkan oleh Al-Albani berdasarkan penguat-penguat yangad. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal 52)

Juga dikatakan dengan riwayat Jabir bin Abdullah, dari Abdurahman bin ‘Auf, Dia berkata:: Rasulullah Bersabda: “Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara

yang bodoh dan fajir: Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas,)

Dalam buku Fatwa-fatwa kontemporer karangan Yusuf Qardhawi dijelaskan “Boleh” mendengarkan nyanyian yang diiringi oleh alat-alat musik. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipelihara dalam fatwa tentang mendengar nyanyian, 1. Tema nyanyian harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam. Misalnya baris nyanyian

yang berbunyi: “Dunia adalah rokok dan gelas (minuman keras)”, jelas lirik ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menanggap khamar (minuman keras) itu kotor, dari perbuatan syaitan, dan melaknat peminum khamar, pemerasnya, penjualnya, pembawanya, dan semua orang yang membantunya. Demikian juga rokok, ia merupakan bahaya yang Cuma akan menimbulkan mudarat terhadap tubuh, jiwa dan harta.

Nyanyian-nyanyian yang memuji orang-orang zalim, thaghut-thaghut, dan penguasa-penguasa fasik, padahal umat kita diuji dengan adanya orang-orang seperti itu. Selain itu, juga bertentangan dengan ajaran Islam, yang mengutuk orang-orang zalim dan setiap orang yang membantu mereka, bahkan terhadap orang-orang yang berdiam diri terhadap mereka.

Demikian pula nyanyian yang memuji-muji lelaki dan wanita mata keranjang adalah nyanyian yang bertentangan dengan adab Islam, sebagaimana diserukan Allah,

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘hendaklah mereka menahan pandangannya…” (An Nur 30)

“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘hendaklah mereka menahan pandangannya…” (An Nur 31).

Dan Rasulullah telah bersabda:

“Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan (yang pertama) dengan pandangan (yang kedua). Karena engkau hanya diperkenankan dengan pandangan pertama itu, dan tidak diperkenankan untukmu pandangan yang kedua (dan seterusnya).”

2. Gaya dan penampilan juga mempunyai arti penting. Kadang-kadang isi nyanyian itu tidak terlarang dan tidak buruk, tetapi penampilan sang penyanyi di dalam membawakannya dengan nada dan gaya sedemikian rupa, sengaja hendak mempengaruhi dan membangkitkan nafsu dan hati yang berpenyakit, maka keluarlah nyanyian-nyanyian itu daerah mubah ke daerah haram, syubhat, atau makruh, seperti nyanyian-nyanyian yang biasa disiarkan orang banyak dan dicari oleh para pendengar laki-laki dan perempuan, yaitu lagu-lagu yang menekankan satu aspek saja, aspek nafsu seksual dan yang berhubungan dengan cinta dan

kerinduan, dan yang menyalakannya dengan berbagai cara, khususnya bagi anak-anak muda. Al Qur’an memberi wejangan kepada istri-istri Nabi seperti berikut:

















“…Janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya…” (Al Ahzab 32). Nah, bagaimana lagi jika

ketundukan perkataan itu disertai dengan irama, lagu, dan nada-nada yang menggetarkan dan mempengaruhi perasaan para pendengarnya.

3. Nyanyian itu disertai dengan sesuatu yang haram, seperti minum khamar, menampakkan aurat, atau pergaulan dan percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. Inilah yang biasanya terjadi dalam pergelaran nyanyian dan musik sejak zaman dulu. Itulah yang tergambar dalam pikiran ketika disebut-sebut tentang nyanyian, apalagi jika penyanyi perempuan.

Inilah yang ditunjuki oleh Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya:

“Sungguh akan ada manusia-manusia dari umatku yang meminum khamar dan mereka namai dengan nama lain, dinyanyian pada kepalanya dengan alat-alat music dan biduanita-biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan mereka (seperti) kera dan babi.”

Mendengarkan nyanyian –pada zaman dahulu—seseorang harus datang ke tempat pementasan nyanyian itu. Dia harus bercampur baur dengan para biduan dan biduanita serta para pemain dan pengunjung yang lain, yang jarang sekali pementasan seperti ini selamat dari hal-hal yang dilarang syara’ dan dari hal-hal yang dibenci agama. Tetapi sekarang orang bisa saja mendengarkan nyanyian di tempat jauh dari penyanyi dan pementasannya, yang tidak diragukan lagi hal ini merupakan unsur yang meringankan terhadap masalah tersebut, sehingga cenderung diizinkan dan diberi kemudahan.

4. Manusia tidak hanya terdiri dari perasaan dan perasaan itu bukan Cuma cinta semata-mata, cinta itu sendiri bukan khusus untuk wanita saja dan wanita tidak hanya terdiri dari tubuh dan syahwat. Oleh karena itu, hendaklah melakukan pembagian yang adil di antara nyanyian, program, dan seluruh kehidupan karena musik dan nyanyian tidak akan mengangkat bangsa ini menjadi terhormat dan maju. Hendaklah kita menyeimbangkan antara agama dan dunia, begitupun dalam kehidupan dunia harus seimbang antara hak pribadi dan hak masyarakat; dalam kehidupan pribadi harus seimbang antara akal dan perasaan; dan akan halnya perasaan haruslah kita menyeimbangkan antara seluruh perasaan layaknya manusia yang berupa perasaan cinta, benci, cemburu, semangat, berani, rasa kebapakan, keibuan, persaudaraan, persahabatan, dan sebagainya. Masing-masing perasaan itu mempunyai hak. Berlebih-lebihan dalam menonjolkan salah satu perasaan haruslah memperhitungkan perasaan-perasaan lainnya, harus memperhitungkan pikiran, jiwa dan kehendak sendiri, harus memperhitungkan masyarakat, keistimewaan dan kedudukan mereka dan harus memperhitungkan agama, teladan yang diberikannya, idealismenya dan pengarahan-pengarahannya. Sesungguhnya Ad Din (Islam) mengharamkan sikap berlebih-lebihan dalam segala

hal, sampai hal ibadah sekalipun. Maka bagaimana menurut pikiran anda, berlebih-lebihan dalam permainan dan hiburan yang menyita waktu, meskipun (hukum asalnya) mubah.

Ini menunjukan kosongnya pikiran dan hati dari kewajiban-kewajiban yang besar dan tujuan-tujuan yang luhur, juga menunjukan tersia-sianya banyak hal yang seharusnya ditunaikan sesuai dengan kebutuhannya dari kesempatan manusia yang sangat berharga dan dari usianya yang terbatas. Alangkah tepat dan mendalamnya apa yang disampaikan oleh Ibnul Muqaffa’, “Aku tidak melihat israf (sikap berlebihan) melainkan di sampingnya ada hak yang tersia-siakan.” Dan di dalam hadist disebutkan:

“Tidaklah orang yang berakal itu berangkat itu kecuali untuk tiga hal, kepayahan untuk mencari kebutuhan hidup, mencari bekal untuk akhirat, atau mencari kelezatan yang tidak haram.”

Karena itu hendaklah manusia membagi waktu di antara ketiga hal ini dengan adil, dan hendaklah manusia menyadari bahwa Allah akan menanyai setiap manusia mengenai umurnya, untuk apa ia habiskan, dan masa mudanya, untuk apa pula ia habiskan.

5. Hendaklah bagi para pendengar (dan penyanyi dan pemusiknya) selalu memperhatikan Apabila nyanyian atau sejenisnya itu menimbulkan ransangan dan mendatangkan fitnah, menyebabkan dia tenggelam dalam khayalan dan sisi kebinatangannya mengalahkan sisi kerohaniannya, maka hendaklah ia menjauhinya seketika itu juga, dan menutup rapat-rapat pintu berhembusnya angin fitnah ke dalam hati, agama dan akhlaknya, sehingga hatinya dapat beristirahat dan merasa tentram

Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Jelaskan hukum nyanyian dan musik?

2. Jelaskan syarat-syarat dibolehkannya musik dan nyanyian?

3. Jelaskan bahaya yang sering ditimbulkan dari musik yang diharamkan? 4. Jelaskan firman Allah Swt QS. al-Ahzab:32?

1. Musik dan nyanyian merupakan unsur seni yang banyak digemari orang, karena menghasilkan suatu keindahan dan menjadikan hati seseorang menjadi terhibur dan senang. Akhir-akhir ini musik dan nyanyian juga menjadi acara favorit media-media televisi baik disiarkan secara langsung maupun tidak langsung.

2. Musik dan nyanyian merupakan suatu masalah yang menimpa mayoritas umat manusia termasuk umat Islam. Mayoritas umat manusia dan juga umat Islam menyukai sesuatu yang indah dan merdu didengar. Secara fitrah manusia menyenangi suara gemercik air yang turun ke bawah, kicau burung dan suara binatang-binatang di alam bebas, senandung suara yang merdu dan suara alam lainnya. Nyanyian dan musik merupakan bagian dari seni yang menimbulkan keindahan, terutama bagi pendengaran. Dengan demikian asal hukum musik dan nyanyian adalah mubah.

3. Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram dalam kondisi berikut: (1) Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi dll. (2) Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya. (3) Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dll.

4. Ada pandangan ulama lain bahwa musik dan nyanyian adalah haram dalam segala bentuknya. Karena musik dan nyanyian merupakan salah satu fitnah yang berbasiskan syahwat. Jatidirinya amat buruk. Peranannya pun amat besar dalam melalaikan umat dari ayat-ayat Allah SWT. Tak

Dokumen terkait