• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Perkawinan Di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN

C. Hukum Perkawinan Di Bawah Umur

Tentang hukum melakukan perkawinan, beberapa fuqaha berpendapat bahwa kawin itu wajib bagi sebagian orang, sunnah untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk yang lain, pendapat ini didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.74 Adapun penjelasan tentang hukum pernikahan menurut pendapat para mazhab yaitu

1. Mazhab Asy-syafi‟i mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, disamping adanya sunnah, wajib, haram dan yang makruh. Dengan demikian, seseorang boleh menikah dengan maksud untuk menikmati hubungan suami

72 Yusuf Hanafi, “Kontroversi Usia Kawin Aisyah RA Dan Kaitannya Dengan Legalitas

Perkawinan Anak Di Bawah Umur”, (Jurnal Hukum Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2016), h.

298.

73 Yusuf Hanafi, “Kontroversi Usia Kawin Aisyah RA Dan Kaitannya Dengan Legalitas

Perkawinan Anak Di Bawah Umur”, … , h. 312.

74

istri dan bersenang-senang. Namun, jika perkawinan dilakukan dengan maksud untuk menjaga kehormatan maka hukum nikah baginya adalah sunnah. Hukum nikah wajib jika sudah dipastikan dapat menghindari perbuatan yang dilarang serta hukumnya makruh jika seseorang khawatir tidak mampu untuk memenuhi hak-hak suami istri.75

2. Mazhab Hambali mengatakan bahwa hukum nikah fardhu bagi orang yang mengkhawatirkan dirinya terjerumus dalam perbuatan zina bila tidak menikah, meskipun baik berupa dugaan, baik itu laki-laki atau perempuan. Nikah haram dilakukan di negeri kaum kafir yang memerangi umat islam kecuali daam kondisi darurat. Jika kondisinya tawanan maka tidak boleh menikah dalam kondisi apa pun.76

3. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa hukum nikah adalah fardhu. Dalam hal ini mazhab hanafi membedakan antara fardhu dan wajib, dengan kategori fardhu terdiri dari empat syarat yaitu pertama, seseorang yain bahwa dia tidak terjerumus dalam perzinaan bila ia tidak menikah. Kedua, dia tidak mampu berpuasa untuk menjaga diri dari keterjerumusan dalam perzinaan, tetapi jika ia dapat menahan diri maka ia boleh memilih berpuasa atau menikah. Ketiga, dia tidak mampu mendapatkan budak wanita untuk memenuhi kebutuhan biologisnya maka dia boleh memilih satu dari dua pilihan di atas. Keempat, dia mampu membayar mahar dan memberikan nafkah dari penghasilan yang halal bukan dari penghasilan yang dilarang. Jika dia tidak mampu memberikan nafkah yang halal maka ia harus bisa menahan hawa nafsunya seoptimal mungkin agar tidak terjerumus dalam perbuatan zina.

Nikah menjadi wajib bukan fardhu jika memiliki keinginan yang kuat untuk menikah disamping mengkhawatirkan diri dari perbuatan zina. Nikah bisa menjadi sunnah muakad jika ia memiliki keinginan unntuk menikah dan

75

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Mazhab Jilid 5, … , h. 15.

76

29

kondisi dirinya cukup stabil. Nikah menjadi haram jika dia meyakini bahwa pernikahannya berimplikasi pada penghasilan yang haram yang didapatnya dari berbuat sewenang-wenang. Nikah menjadi makruh tahrim hukumnya jika dia mengkhawatirkan terjadinya tindak kezhaliman dan kesewenang-wenangan serta tidak meyakininya. Dan perkawinan hukumnya mubah bila ia memiliki keinginan untuk menikah akan tetapi tidak khawatir akan terjerumus dalam perbuatan zina.77

4. Mazhab Maliki mengatakan bhawa hukum nikah adalah wajib bila ia memiliki hasrat untuk menikah serta dia mengkhawatirkan dirinya akan terjerumus kedalam perbuatan zina jika tidak menikah, serta tidak mampu berpuasa untuk menahan diri meskipun ia tidak memiliki penghasilan yang halal untuk memenuhi kebutuhannya nanti. Hukum nikah menjadi sunnah bila ia tidak ada keinginan untuk menikah tetapi ingin mempunyai keturunan, dengan syarat dia mampu memenuhi kewajibannya berupa nafkah yang halal, tetapi bila tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut maka hukum nikah baginya adalah haram.78

Terlepas dari pendapat imam-imam mazhab berdasarkan Al-Quran maupun As-Sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melangsungkan perkawinan bila sudah memiliki kemampuan baik lahir maupun batin. Namun demikian, dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnah, haram, makruh ataupun mubah.79 Adapun penjelasan mengenai hukumnya:

1. Mubah.

Mubah merupakan hukum asal dari suatu perkawinan, yaitu hukum terhadap suatu perbuatan yang dibolehkan untuk megerjakannya. Perbuatan mubah ini

77 Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Mazhab Jilid 5, … , h. 13.

78

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Mazhab Jilid 5, … , h. 10.

79

tidak diwajibkan dan tidak pula diharamkan. Bagi seorang calon mempelai yang tidak terdesak untuk menikah maka dia boleh tidak menikah terlebih dahulu.80

2. Sunnah

Kawin menjadi sunnah apabila melakukan perkawinan maka itu lebih baik karena telah pantas dan telah memasuki waktu kawin. Dengan kata lain, bila seseorang telah memiliki keinginan untuk menikah serta ia sudah memiliki kemampuan baik lahir maupun batin, jika ia tidak menikah ia tidak dikhawatirkan akan melakukan perbuatan zina.81

3. Wajib

Hukum perkawinan menjadi wajib apabila mereka sudah mampu secara lahir dan batin, serta ia dikhawatirkan akan terjerumus dalam perbuatan zina maka ia diwajibkan untuk menikah. Sepanjang ia tidak mampu menahan diri dari perbuatan zina maka ia harus berpuasa, tetapi bila ia tidak mampu berpuasa maka ia diwajibkan untuk segera menikah.82 seperti yang telah dijelaskan dalam riwayat Imam Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟I dan Baihaki yang bersumber dari Ibnu Mas‟ud ra., bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:

َي

ِجْرَفْلِل ُنَصْحَأَو ِرَصَبْلِل ُّضَغَأ ُه نِإَف ْج وَزَ تَ يْلَ ف َةَءاَبْلا ُمُكْنِم َعاَطَتْسا ِنَم ِباَب شلا َرَشْعَم

ِطَتْسَي َْلَ ْنَمَو

ٌءاَجِو ُهَل ُه نِإَف ِمْو صلِبا ِهْيَلَعَ ف ْع

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang sudah mampu,

hendaknya menikah, karena sesungguhnya menikah dapat menudukan

80

Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 2017), h.50.

81 Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,…,

31

pandangan dan manjaga kemaluan. Dan bagi yang belum mampu, hendaklah

berpuasa karena baginya adalah sebagai tameng.”83

4. Makruh

Hukum perkawinan menjadi makruh apabila seseorang tersebut cukup mampu menahan diri dari berbuat zina tetapi ia tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan kewajiban suami istri dalam berumah tangga dengan baik.84

5. Haram

Apabila seseorang tidak memiliki keinginan, tidak memiliki kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga sehingga jika ia melangsungkan perkawinan maka ia dan istrinya akan terlantar maka haram baginya untuk menikah.85 Adapula perkawinan yang dilarang hukumnya apabila ia menikah seseorang dengan maksud jahat seperti menelantarkan, menyakiti, atau lebih jahat lagi dari hal tersebut.86 Adapun menikah dini yaitu menikah dalam usia muda atau remaja, bukan usia tua. 87 Hukum perkawinan di bawah umur menurut hukum islam adalah sah asal seorang anak telah mencapai aqil baligh, mumayyiz bisa membedakan yang benar dan yang buruk, dan mampu bertanggung jawab baik dari segi ekonomi maupun kebutuhan rumah tangga lainnya serta rukun dan syarat sahnya perkawinan terpenuhi. Akan tetapi bila perkawinan tersebut terjadi, kedepannya akan menimbulkan dampak bagi kedua belah pihak sehingga perlu

83

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 3, ( Jakarta: Republika Penerbit, 2006), h. 209.

84 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, … , h. 15.

85 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, … , h. 14.

86

Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,…, h. 51.

87 Uswatun Khasanah, “Pandangan Islam Tentang Pernikahan Dini”, (Jurnal Terampil: Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, Vol.1, No.2, 2014), h. 311.

dipertimbangkan oleh pihak yang bersangkutan demi kebaikan bersama.88 Hukum Perkawinan di bawah umur bisa menjadi tidak sah bila syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum islam terkait perkawinan tidak terpenuhi atau syarat-syarat tersebut ada yang kurang.

Dokumen terkait