• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Hukum II Termodinamika

Hukum II Termodinamika membatasi perubahan energi mana yang dapat berlangsung dan perubahan energi mana yang tidak dapat berlangsung. Pembatasan ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Rudolf Clausius (1882-1888) menyatakan rumusan Clausius tentang hukum II termodinamika dengan pernyataan aliran kalor

benda bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam

arah kebalikannya”

2. Hukum II Termodinamika dinyatakan dalam bentuk entropi :

“Total entropi jagat raya tidak berubah ketika proses reversibel terjadi dan bertambah ketika proses ireversibel”

3. Kelvin dan Planck menyatakan rumusan yang setara sehingga

dikenal rumusanKelvin-Planck tentang hukum II termodinamika

tentang mesin kalor : “Tidak mungkin membuat suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata

menyerap kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya

menjadi usaha luar”.

a. Mesin Kalor

(Saripudin,2009) Mesin kalor adalah mesin yang mengubah energi panas menjadi energi mekanik. Ide dasar mesin kalor adalah fakta bahwa energi mekanik dapat diperoleh dari energi termal dengan membiarkan sejumlah kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Dalam proses ini, sebagian kalor akan diubah menjadi kerja mekanik.

Mesin kalor bekerja melalui suatu proses siklus meliputi langkah-langkah berikut ini.

 Kalor diserap dari reservoir suhu tinggi sehingga

 Energi dalam itu dikonversi menjadi usaha mekanik (menggerakkan piston)

 Sisa energi/ kalor dialirkan ke reservoir suhu rendah

Gambar 2. 1 Skema mesin kalor. Mesin menyerap kalor QH dari reservoir panas (suhu tinggi), menghasilkan kerja W, dan melepas kalor QC ke

reservoir dingin (suhu rendah).

Jika kalor diberikan oleh reservoir suhu tinggi yang bersuhu T1 adalah Q1, kalor yang diterima reservoir suhu rendah pada

suhu T2 adalah Q2; pada mesin kalor berlaku persamaan Q1 =

W + Q2 atau

W = Q1 – Q2 (1) Suatu mesin kalor memiliki efisiensi atau nilai daya guna tertentu. Efisiensi menunjukkan banyaknya porsi kalor yang diserap mesin dari reservoir suhu tinggi (Q1) yang berhasil diubah menjadi kerja mekanik (W).

η =

(2)

Dengan W = Q1– Q2, rumus efesiensi mesin kalor dapat

pula dinyatakan dengan

η = = 1 -

(3)

b. Siklus Carnot

(Foster, 2009: 194-195) Pada tahun 1824, seorang insinyur

Prancis bernama Sadi Carnot (1796-1932) memperkenalkan

metode baru untuk meningkatkan efisiensi suatu mesin. Metode itu menggunakan siklus yang melibatkan dua proses isotermik dan dua proses adiabatik. Siklus semacam itu disebut siklus Carnot dan mesin yang menerapkan siklus itu disebut mesin Carnot.

Perhatikan skema siklus Carnot pada gambar 2.

(1)Proses A-B merupakan pemuaian (ekspansi) secara

isotermal pada T1. Selama proses ini, gas menyerap kalor

Q1 dari reservoir bersuhu tinggi T1 dan melakukan uaha WAB.

(2)Proses B-C merupakan pemuaian secara adiabatik. Selama

proses ini, suhu gas turun dari T1 menjadi T2 sambil

melakukan usaha WBC.

(3)Proses C-D adalah merupakan pemampatan (kompresi)

secara isotermal pada suhu T2. Selama proses ini, gas

melepas kalor Q2 ke reservoir bersuhu rendah T2 dan

melakukan usaha WCD.

(4)Proses D-A merupakan pemampatan secara adiabtik.

Selama proses ini, suhu gas naik dari T2 ke T1 sambil

melakukan usaha WDA.

Proses pemuaian isotermal (A-B) menyerap kalor Q1 dan

proses pemampatan isotermal (C-D) melepas kalor Q1. Usaha

yang dilakukan sama dengan : W = Q1 – Q2.

Efisiensi mesin Carnot η, seperti pada mesin kalor, merupakan perbandingan antara kerja yang dilakukan (W) dan

kalor yang diserap mesin Q1.

Menurut Kelvin, perbandingan temperatur dua reservoir akan sama dengan perbandingan kalornya;

=

Dengan demikian, efisiensi mesin Carnot dapat diungkapkan dalam bentuk :

η = 1 - (4)

c. Mesin Pendingin

(Saripudin, 2009) Prinsip kerja mesin pendingin atau lemari es berkebalikan dengan mesin kalor. Mesin pendingin

menyerap kalor dari reservoir dingin (Q2). Kompresor

melakukan usaha mekanik (W) untuk membuang kalor ke reservoir panas. Dalam kasus ini juga berlaku persamaan

Q1 = W + Q2 atau W = Q1 – Q2 (5) Jika mesin kalor menghasilkan kerja positif, pada mesin pendingin terjadi sebaliknya; mesin pendingin menghasilkan kerja negatif. Mesin pendingin dapat berupa refrigerator

maupun AC (air conditioner).

Tujuan setiap mesin pendingin adalah mengambil sebanyak

mungkin kalor dari reservoir dingin (Q2) dengan kerja (W)

sekecil mungkin. Jadi, dalam hal ini outputnya adalah kalor dari reservoir dingin, sedangkan inputnya adalah kerja (W).

Kerja yang diperlukan dapat diperoleh dari energi listrik yang kita bayar setiap bulan. Kita perlu memilih mesin pendingin yang efisien agar kita dapat mengehemat biaya listrik.

Tingkat efektivitas mesin pendingin dinyatakan dengan koefisien kerja (K). Untuk sejumlah kerja W yang diberikan

untuk mengalirkan kalor sebanyak Qc dari reservoir dingin,

koefisien kinerjanya dirumuskan dengan

K =

(6)

atau

K

= atau

K

=

(7)

Pada lemari pendingin (refrigerator), reservoir dinginnya adalah ruang di dalam refrigerator, sedangkan reservoir panasnya adalah ruang di luar refrigerator. Kalor dari reservoir

dingin (Q2) adalah kalor dari bahan makanan atau benda di

dalam lemari pendingin yang akan dikeluarkan. Kalor pada

reservoir panasnya (Q1) adalah kalor yang dilepas ke udara di

luar lemari pendingin. Kerja (W) diperoleh dari energi listrik.

d. Entropi

(Foster, 2011: 199) Hukum II Termodinamika dinyatakan dalam bentuk entropi:

“Total entropi jagat raya tidak berubah ketika proses reversibel terjadi dan bertambah ketika proses ireversibel”

Proses termodinamika yang berlangsung secara alami

seluruhnya adalah proses ireversibel. Proses ireversibel

adalah proses yang berlangsung secara spontan ke satu arah, tetapi tidak ke arah sebaliknya. Aliran kalor dari benda panas ke benda dingin adalah ireversibel. Buku yang meluncur di meja mengubah energi mekanik menjadi kalor melalui gesekan. Proses ini ireversibel karena proses yang sebaliknya tidak pernah terjadi ( buku yang semula diam di meja tiba-tiba meluncur dan buku serta meja menjadi dingin kembali).

Selain proses ireversibel, terdapat juga proses ideal yang

dapat berlangsung secara bolak-balik yang disebut proses

reversibel, yaitu perubahan keadaan apapun yang dapat terjadi dapat dibalik (dibuat berlangsung pada arah sebaliknya) hanya dengan membuat perubahan sangat kecil pada sistem. Contoh proses reversibel adalah kalor yang mengalir diantara dua benda dengan perbedaan suhu yang sangat kecil. Proses ini dapat dibalik hanya dengan membuat perubahan sangat kecil pada salah satu suhu atau yang lainnya.

Aliran panas ireversibel menaikkan ketidakteraturan karena molekul yang pada awalnya tersusun pada daerah panas dan dingin menjadi hilang karena sistem mencapai keseimbangan

termal. Penambahan panas dalam suatu benda akan meningkatkan ketidakteraturannya karena akan menambah kecepatan molekul rata-rata serta keacakan gerakan molekul.

Entropi adalah suatu ukuran kuantitatif dari ketidakteraturan. Untuk mengenal konsep ini, tinjau suatu ekspansi (pemuaian) isotermal yang sangat kecil pada gas

ideal. Kita tambahkan panas dQ dan kita biarkan gas

berekspansi secukupnya untuk menjaga suhu agar konstan. Karena energi dalam suatu gas ideal hanya bergantung pada suhu, maka energi dalam juga akan konstan. Dari hukum

pertama, dW yang dilakukan gas setara dengan panas dQ yang

ditambahkan, yaitu :

dQ = dW = pdV = dV

maka :

=

Gas berada dalam keadaan lebih tidak teratur setelah berekspansi karena molekul bergerak dalam volume yang lebih besar dan memiliki keacakan posisi. Fraksi perubahan volume

dV/Vadalah ukuran naiknya ketidakteraturan dan persamaan di

atas menunjukkan bahwa hal itu berbanding lurus dengan

dQ/T. Kita memakai lambang S untuk entropi sistem dan

proses reversibel yang sangat kecil pada suhu T sebagai berikut

dS = (8)

Jika jumlah panas total Q ditambahkan selama proses isotermal

reversibel pada suhu mutlak T, perubahan entropi total ∆S = S2

– S1dinyatakan dengan

S = S2– S1 = (9)

E. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang sudah dilakukan dan relevan dengan penelitian ini sebagai berikut :

a. Penelitian Cicilia Ari Susanti (2012) yang berjudul

“Peningkatan Pemahaman Materi Pengukuran dengan Metode Pembelajaran Jigsaw II pada Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”. Persamaan dari penelitian ini adalah sama -sama memiliki variabel penelitian menggunakan metode Jigsaw II. Perbedaannya, dalam penelitian Cicilia Ari Susanti terdapat variabel penelitian tentang pemahaman siswa dengan subyek penelitiannya adalah siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Sedangkan dalam penelitian penulis menggunakan variabel minat dan prestasi belajar siswa kelas XI IPA SMA N 7 Cirebon pada pokok bahasan Termodinamika. Hasil penelitian dari Cicilia Ari Susanti

menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai materi Pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t melalui SPSS yang signifikan dimana = .000 < = 0,5 menunjukkan jika postes lebih baik dari pretes yaitu

ada peningkatan. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan trel =

-9,966 dengan df = 32, tcrit = 2,042 dengan level signifikan = 0,05, hasil memperlihatkan bahwa |trel| > tcrit sehingga hasil ini signifikan, artinya 2 kondisi dari kelompok ini berbeda di mana ada peningkatan hasil belajar siswa.

F. Kaitan Teori dengan Permasalahannya

Untuk melaksanakan penelitian ini dengan baik, penulis menggunakan berbagai macam dasar teori yang terkait dengan penelitian ini. Oleh karena penelitian ini berkaitan dengan minat belajar, prestasi belajar, model pembelajaran Jigsaw II dan topik pembelajaran, maka penulis menggunakan dasar/ landasan teori yang relevan dengan hal-hal tersebut. Teori-teori tersebut dapat dilihat di subbab sebelum ini. Berdasarkan teori-teori yang telah dibaca penulis, maka penulis dapat merangkum atau mengambil kesimpulan yang dapat dikaitkan dengan hal-hal yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam upaya meningkatan minat dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran Jigsaw II dan ceramah.

Apabila kedua model pembelajaran terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, maka nilai prestasi belajar siswa harus diuji lagi untuk melihat model pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

Teori-teori yang disajikan di depan merupakan teori untuk mendukung penelitian. Teori-teori tersebut mendasari dalam pembuatan instrumen, treatment, analisis data, dan kesimpulan.

Teori tentang minat belajar, prestasi belajar, model pembelajaran Jigsaw II dan pokok bahasan Hukum II Termodinamika mendasari tentang penerapan model pembelajaran Jigsaw II dalam upaya meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan

Hukum II Termodinamika di kelas XI SMA Negeri 7 Cirebon.

Teori minat belajar juga mendasari pembuatan angket minat belajar siswa.

Dalam menganalisis data dan menyimpulkan data, peneliti menyusunnya berdasarkan minat dan prestasi belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw II pada pokok bahasan Hukum II Termodinamika. Untuk menganalis minat siswa digunakan teori minat belajar, dan untuk menganalisis prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Hukum II Termodinamika digunakan teori prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Hukum II Termodinamika.

39

Dokumen terkait