• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. informasi yang dapat membahayakan negara;

b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;” Pasal 17 huruf j UU KIP

[3.66] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan pada paragraf [3.32] sampai dengan paragraf [3.65], Majelis berpendapat bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2 jimcto 3.32] merupakan informasi yang dikecualikan.

[3.67] Menimbang bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Perki 1

Tahun 2013 mengenai uji kepentingan publik terhadap hasil penilaian atas uji konsekuensi

yang terbukti benar (informasinya dikecualikan), maka Majelis melakukan uji kepentingan publik terhadap perkara a quo sebelum memutus apakah akan membuka atau mengecualikan informasi yang dimohon oleh Pemohon dalam perkara a quo.

[3.68] Menimbang bahwa sehubungan dengan fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan dan berdasarkan hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan Majelis di kantor Termohon, data hasil identifikasi dan penelitian tanah telantar yang telah disusun oleh Termohon ternyata berisi/memuat juga data nominatif penggarap lahan eks HGU (tanah yang sedang dalam penertiban tanah terlantar) yang telah diuraikan oleh Majelis sebagai data atau informasi yang bukan merupakan bagian dari hasil identifikasi dan penelitian sebagaimana telah diuraikan pada paragraf [3.44] sampai dengan paragraf [3.51].

Disusunnya data nominatif tersebut dapat menimbulkan salah pemahaman di tengah-tengah masyarakat, khususnya para penggarap lahan eks HGU, karena hal tersebut melampaui prosedur yang seharusnya. Seharusnya data yang berisi nama-nama orang yang akan mengajukan hak atas tanah telantar itu baru mungkin muncul atau didata setelah proses penertiban tanah telantar selesai dan telah masuk pada proses pendayagunaan tanah negara bekas tanah telantar sebagaimana diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 jimcto Perka BPN No. 5 Tahun 2011.

Data nominiatif yang telah disusun dan dilampirkan oleh Termohon dalam dokumen Hasil Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar bukanlah data yang definitif dan dapat menjadi alas hak bagi nama-nama yang tercantum di dalamnya untuk menduduki, mengusahakan, atau memanfaatkan tanah tersebut karena kegiatan itu tidak mempunyai dasar hukum. Data nominatif tersebut tidak bisa dimaknai dan dijadikan dasar bagi penguasaan tanah yang dimaksud oleh nama-nama yang tercantum di dalamnya. Masyarakat bisa mengajukan hak untuk itu manakala proses penertiban tanah telantarnya sudah selesai, dalam arti sudah ada SK Kepala BPN tentang Penetapan Tanah Terlantar, melalui prosedur yang telah diatur dan ditetapkan dalam Perka BPN Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pendayagunaan Tanah Negara

Bekas Tanah Telantar. Proses untuk itu belum bisa dilakukan pada saat sekarang karena proses penetapan tanah terlantarnya belum selesai dan masih dalam proses pengusulan dari Kepala Kanwil Jawa Barat kepada Kepala BPN RI.

Oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa membuka informasi yang dimohonkan oleh Pemohon yaitu Data Hasil Identifikasi Tanah Terlantar di Kabupaten Ciamis (termasuk data nominatif penggarap lahan Eks HGU pada lokasi-lokasi yang terlampir atau disebutkan dalam Permohonan) akan menimbulkan kesalahpahaman karena masyarakat penggarap yang nama-namanya tercantum dalam data nominatif tersebut akan berpikir bahwa pencantuman itu sebagai dasar legalitas atau alas hak atas perbuatan hukumnya di atas tanah yang dimaksud. Hal tersebut dapat dipahami dari keterangan Pemohon sebagaimana terurai pada paragraf [2.9], Pemohon mengakui belum tahu dan belum pernah melihat dokumen Hasil Identifikasi dan Penelitian Tanah Telantar seperti yang diatur dalam Perka BPN Nomor 4 Tahun 2010. Pemohon justru mengasumsikan bahwa Data Hasil Identifikasi dan Penelitian berisi nama-nama penggarap beserta luasan pembagian lahannya. Hal itu merupakan pengetahuan dan asumsi yang tidak tepat dalam memahami apa dan bagaimana kegiatan Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar menurut peraturan yang berlaku. Padahal sangat jelas bahwa data itu bukanlah data yang bersifat definitif apalagi menjadi dasar legalitas atas suatu tanah sebagaimana asumsi Pemohon. Sebaliknya, menurut ketentuan peraturan yang mengaturnya, tanah yang sedang dalam proses pengusulan dari Kepala Kanwil kepada Kepala BPN untuk ditetapkan menjadi tanah telantar seharusnya berada dalam keadaan status

quo dan tidak diperkenankan untuk diadakan perbuatan hukum apa pun terhadap tanah

tersebut (Vide Paragraf [3.11]).

[3.69] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan pada paragraf [3.68] di atas, Mejelis berpendapat bahwa kepentingan publik yang lebih besar menghendaki agar informasi

a quo tidak dibuka karena berpotensi merusak tatanan sistem di bidang agraria karena dapat

menimbulkan selisih paham dan tidak menutup kemungkinan terjadi kekacauan yang tidak dikehendaki, khususnya bagi para penggarap yang nama-namanya tercantum dalam data nominatif tersebut.

[3.70] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan pada paragraf [3.32] sampai dengan paragraf [3.70] Majelis berpendapat bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2 juncto 3.32] merupakan informasi yang dikecualikan dan sudah seharusnya tertutup.

5. KESIMPULAN

[4.1] Berdasarkan seluruh pertimbangan dan fakta hukum di atas, Majelis Komisioner berkesimpulan:

1. Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan a quo.

2. Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam perkara a quo.

3. Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Termohon dalam perkara a quo.

4. Jangka waktu Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan

Pemohon telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Informasi yang dimohon oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2] merupakan informasi yang dikecualikan.

5. AMAR PUTUSAN

Memutuskan,

[5.1] Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

[5.2] Mengukuhkan keputusan atasan PPID (Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat) untuk tidak memberikan informasi yang diminta oleh Pemohon untuk seluruhnya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Komisioner yaitu Abdulhamid

Dipopramono selaku Ketua merangkap Anggota, Yhannu Setyawan dan Evy Trisulo Dianasari masing-masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, 24 April 2014 dan diucapkan

dalam Sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis, 24 April 2014 oleh Majelis Komisioner yang nama-namanya tersebut di atas, dengan didampingi oleh Aldi Rano Sianturi sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Pemohon tanpa dihadiri Termohon.

Ketua Majelis

Anggota Majelis Anggota Majelis

i

6. PENDAPAT BERBEDA (DISSENTING OPINION)

Pendapat Berbeda Anggota Majelis Komisioner Yhannu Setyawan

[6.1] Menimbang bahwa pokok permohonan dalam perkara a quo adalah Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dan Termohon mengenai Data Hasil Identifikasi Tanah Terlantar di Kab. Ciamis (termasuk data nominatif penggarap lahan Eks HGU pada lokasi-lokasi yang terlampir atau disebutkan dalam Permohonan). Dalam permohonannya, Pemohon mengemukakan alasan dan tujuan permohonan informasi untuk menghindari kesalahpahaman antara Pemohon beserta organisasi serikat petaninya dengan Kantor Pertanahan Kab. Ciamis, serta untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi akibat adanya tumpang tindih atas lahan yang digarap diatas tanah terlantar.

[6.2] Menimbang bahwa dalam persidangan ditemukan fakta hukum bahwa Termohon (Kantor Pertanahan Kabupaten Ciamis dan Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat) telah melakukan upaya Penertiban Tanah Terlantar yang ada di Kabupaten Ciamis (7 lokasi tanah/lahan eks HGU), yaitu:

1. PT. Cikencreng: Desa Sukajaya Kec. Cimerak;

2. PT. Cipucung: Desa Pesawahan Kec. Banjarsari dan Desa Kalijati Kec. Sidamulih; 3. PT Raya Sugarindo Inti: Desa Kalangsari dan Desa Sukamulya Kec. Baregbeg; 4. PT Maloya: Desa Muktisari Kec. Cipaku;

5. PT Raya Sugarindo Inti: Desa Cinatanagara Kec. Jatinagara dan Desa Selacai Kec. Cipaku;

6. Bukti Jonggol Asri: Desa Kaso, Desa Sukasari. Desa Kadupandak, Desa Mekarsari Kec. Tambaksari; dan

7. Bukit Jonggol Asri: Desa Banjar Anyar, Desa Cigayam, Desa Pasawahan, Desa Cikaso, Desa Kalijaya, Kec. Banjarsari.

[6.3] Menimbang bahwa sehubungan dengan Penertiban Tanah Terlantar yang dilakukan Termohon, Pemohon memohon informasi berupa Data Hasil Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar yang di dalamnya juga berisi data nominatif penggarap lahan eks HGU sebagaimana tersebut diatas. Sengketa informasi muncul karena Termohon menolak memberikan informasi yang diminta Pemohon, dengan alasan-alasan penolakan sebagai berikut:

1) Bahwa permohonan pemohon tidak jelas, baik objek dan subjek hak atas tanah yang mana, serta dokumen apa yang berada pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ciamis;

2) Bahwa berdasarkan Pasal 192 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997, dijelaskan pihak yang berhak mendapatkan petikan, salinan atau rekaman dokumen adalah pemegang hak yang bersangkutan dan instansi untuk pelaksanaan tugasnya;

3) Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (3) huruf c UU No. 14 tahun 2008 sudah jelas, yaitu informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik adalah informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; dan

4) Bahwa berdasarkan Pasal 12 Peraturan Kepala BPN RI No. 5 Tahun 2011, dijelaskan warkah tentang keputusan penetapan tanah terlantar dan data lainnya dilarang diberikan kepada pihak yang tidak berwenang.

[6.4] Menimbang bahwa terhadap pokok permohonan dan alasan-alasan penolakan sebagaimana diuraikan diatas, saya mempunyai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

[6.5] Menimbang Bahwa sikap Termohon yang menyatakan bahwa informasi yang dimohonkan adalah rahasia dengan menyandarkan pendapatnya pada Pasal 6 ayat (3) huruf c, PP No 3 Tahun 1997, dan Perka BPN No 5 tahun 201 sebagaimana diuraikan terdahulu, tidaklah sejalan dengan jiwa dan semangat yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) UU KIP.

Dokumen terkait