• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2. Hutan Mangrove

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh prosesalami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Defenisi wilayah pesisir memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun dilaut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.

2.2. Defenisi Hutan Mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Food dan Agricultural Organization (FAO 2003) mengartikan

mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan.

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakanuntuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi olehbeberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyaikemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohondan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhanberbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops,Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.

Batasan umum pengertian hutan mangrove adalah hutan terutamatumbuh pada tanah aluvial didaerah pantai dan sekitar muara sungai yangdipengaruhi pasang surut air laut, dan dicirikan oleh jenis-jenis pohon :Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Aegiceras,Scyphyphora dan Nypa. Maka ekosistem (hutan) mangrove, beserta faunadan habitat yang khas (Soerianegara, 1993).

2.3. Habitat Mangrove

Hutan mangrove tergolong salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan terdapat hampir diseluruh perairan Indonesia yang berpantai. Sebagai salah satu ekosistem yang unik, hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang potensial, karena mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi lain seperti pariwisata, pendidikan dan penelitian.

Menurut Dahnuri (2003) ada 3 parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu :

1. Suplai Air Tawar dan Salinitas

Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam mengendalikan efisiensi metabolisme vegetasi hutan mangrove.

2. Pasokan Nutrien

Pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliput i dari ion-ion mineral organic, bahan organic dan pendaur ulangan nutrient secara internal melalui jaringen makanan yang berbasis detritus.

3. Stabilitas Substrat

Kestabilan substrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh pergerakan angin, sirkulasi pasang surut, partikel tersuspensi, dan kecepatan aliran air tawar.

Menurut Bengen (1999), berdasarkan tempat tumbuhnya, kawasan mangrove di Indonesia dibedakan beberapa zonasi sebagai berikut : (1) daerah yang terluar/dekat laut dengan substrat agak berpasir ditumbuhi Avicennia spp, jenis ini berasosiasi dengan Soneratia spp. (2) lebih kearah darat didominasi oleh Rhizophora spp. (3) zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. (4) zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah ditumbuhi oleh Nyfa fructicans dan beberapa species palem lainnya.

2.4. Manfaat Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan peralihan antara komponen daratan dan lautan yang memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi dan atau jasa pelayanan. Sedangkan manfaat tidak langsung seringkali sulit dirasakan dan dikuantifikasikan, walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategi yang sangat menentukan dalam menunjang kehidupan manusia, seperti dalam kaitannya sebagai sumber plasma nutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis, iklim dan lain sebagainya. Manfaat yang dapat dirasakan manusia berupa berbagai produk dan jasa, yang pemanfaatan beraneka macam aneka produk dan jasa tersebut telah memberikan tambahan pendapatan, dan bahkan merupakan penghasilan utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Peranan penting dan ekosistem mangrove dalam menunjang kehidupan biota laut sudah diyakini secara luas. Tetapi, sebenarnya habitat utama dan ekosistem mengrove yang penting dan langsung menunjang kehidupan biota laut adalah saluran-saluran air yang merupakan bagian integral dan ekosistem mangrove tersebut. Dalam hal ini nampaknya vegetasi mangrove lebih berperan sebagai penyedia nutrisi melalui serasahnya bagi produktivitas primer saluransaluran air tersebut (Parawansa, 2007).

Ditinjau dari segi potensinya maka hutan mangrove dapat dibedakan menjadi 2 aspek yaitu ekologis dan ekonomi. Dalam potensi ekologis maka mangrove berperan dalam kemampuan mendukung eksistensi lingkungan fisik dan lingkungan biota. Di lingkungan fisik berperan sebagai penahan ombak, penahan angin, pengendali banjir, perangkap sedimen dan sebagai penahan ombak. Sedang potensi ekonomi ditunjukkan dengan kemampuannya dalam

menyediakan produk hasil hutan dan produksi perikanan mangrove. Hasil hutan yang langsung dimanfaatkan sebagai bahan untuk bangunan, bahan untuk pembuat arang, dan sebagai pembuatan obat tradisional (Wartaputra, 1990).

Sumberdaya hutan mangrove, selain dikenal memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia sumberdaya kayu juga sebagai tempat pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan juga sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut bagi ikan dan biota laut lainnya (Suzana, dkk., 2011).

Hasil-hasil dari hutan mangrove dapat dijadikan sebagai bahan makanan

seperti wajik pedada, jus pedada, permen pedada, dodol pedada, sabun cair pedada, sirup pedada, kerupuk jeruju, sirup pedada dan lain-lain. Buah

mangrove jenis Lindur (B.Gymorhiza) menghandung energi dan karbohidrat yang

cukup tinggi bahkan melampaui berbagai jenis sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperi beras, jagung, singlong dan sagu

(Aris, dkk, 2010).

2.5. Kerusakan Hutan Mangrove

Banyak faktor yang menyebabkan mangrove mengalami kerusakan, misalnya pemanfaatan yang berlebihan, pencemaran, bencana alam dan sebagainya. Pemanfaatan untuk berbagai kepentingan telah mengakibatkan turunnya kualitas ekosistem mangrove. Sebagai akibat berkurangnya hutan mangrove dapat menyebabkan terjadinya abrasi pantai, seperti yang pernah dilaporkan terjadinya abrasi pantai sepanjang 15 km di Aceh yang mengikis wilayah daratan sampai mencapai 100 m. (Kompas 23 Desember 2001 di dalam Arif, 2003).

Gangguan hutan mangrove yang terjadi pada umunya adalah perombakan hutan, penebangan liar dan pelanggaran pelaksanaan pengusahaan hutan dan sedimentasi. Penebangan liar mengakibatkan tegakan menjadi berkurang atau lahan menjadi terbuka dan akan membawa perubahan terhadap penyinara, suhu, kelembababn da perubahan terhadap lingkungan lainnya. Pelanggaran terhadap dalam pelaksanaan pengusahaan hutan terjadi terhadap ketentuan jalur hijau, pohon inti dan penanaman serta pemeliharaan tanaman yang belum dilaksanakan (Soeroyo, 1992).

Berbagai akibat karena kerusakan/hilangnya hutan mangrove ini telah disadari oleh pemerintah sehingga telah dilakukan usaha-usaha untuk melindungi keberadaan hutan mangrove melalui peraturan-peraturan, seperti Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove ( Arief, 2003). Di dalam undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu :

1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya.

2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia.

Dokumen terkait