• Tidak ada hasil yang ditemukan

2008 I 2008 2009 I 2009 2010 Obyek Pemeriksaan 468 683 491 769

Potensi Kerugian Negara

45

Social Policy and Governance Specialist Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, menyatakan terdapat masih banyak korupsi pajak yang dilakukan oleh petugas pajak maupun Wajib Pajak di Indonesia. Menurut Maftuchan,111

“…Wajib Pajak Badan masih banyak mengelak membayar pajak dengan praktik transfer pricing. Kerugian yang ditanggung oleh negara akibat praktik yang dilakukan oleh korporasi nakal ini, tiap tahunnya berkisar Rp 110 triliun

Di Australia pun masih terdapat kasus penghindaran pajak yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak potensial. Australian Tax Office

(ATO) tidak melakukan perhitungan tentang seberapa besar penghindaran pajak mempengaruhi perekonomian, namun Australian Bureau of Statistics (ABS) menyebutkan bahwa terdapat penghindaran pajak sebesar Rp 176 triliun. Sementara itu Australian Council of Trade Unions (ACTU) menyebutkan bahwa banyak perusahaan besar di Australia yang menghindari pajak. Ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 114 triliun per tahun.112

Tabel 10 menunjukkan bahwa kerugian akibat penghindaran pajak di Indonesia rata-rata sebesar Rp 94,44 triliun per tahun sedangkan di Australia sebesar Rp 145 triliun per tahun menurut berbagai sumber. Namun setelah

111

Hukum Online. 19 Agustus 2013. Diusulkan Revisi UU Perpajakan.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5211b8d82f5af/diusulkan-revisi-uu-perpajakan 112

ACTU. 2011. Tax avoidance, evasion, and minimisation is costing Australia $50 billion a year.

ACTU Tax Paper. Hal. 4.

Tabel 10 Kerugian Akibat Penghindaran Pajak di Indonesia dan Australia

Sumber: GFI, Prakarsa, ACTU, ABS (data diolah).

Rp 78,88 triliun 7.37% 0.74% GFI (2012) Rp 110 triliun 10.82% 1.09% Prakarsa (2013) Rata-rata Rp 94,44 triliun 9.10% 0.92% Rp 114 triliun 2.56% 0.65% ACTU (2011) Rp 176 triliun 3.95% 1.00% ABS (2010) Rata-rata Rp 145 triliun 3.26% 0.83% Sumber (Tahun Penelitian) Kerugian akibat

Penghindaran Pajak (Rata- rata per Tahun) Negara Australia Indonesia Persentase dari Penerimaan Pajak Tahun 2012 (%) Persentase dari PDB Tahun 2012 (%)

Tabel 9 Negara-negara Berkembang dengan Arus Uang Haram Terbesar

Sumber: Metrotv News. 9 September 2013. Indonesia Rugi 109 Miliar Dolllar As. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/09/2/180398/Indonesia-Rugi- 109-Miliar-Dolar-AS

No. Negara Arus Uang Haram 1 Cina Rp 31,373 triliun 2 Meksiko Rp 5,450 triliun 3 Malaysia Rp 3,263 triliun 4 Arab Saudi Rp 2,404 triliun 5 Rusia Rp 1,740 triliun 6 Filipina Rp 1,580 triliun 7 Nigeria Rp 1,477 triliun 8 India Rp 1,408 triliun 9 Indonesia Rp 1,248 triliun 10 Uni Emirat Arab Rp 1,225 triliun

46

dipersentasekan terhadap penerimaan pajak dan juga Produk Domestik Bruto, kerugian akibat penghindaran pajak di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan Australia. Hal ini karena keberadaan rent-seeking di Indonesia lebih besar dibandingkan di Australia.

Penghindaran pajak lazim dilakukan perusahaan global dengan cabang di berbagai negara. Modus pertama, pembayaran biaya manajemen royalti atas HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk. Peningkatan royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba bersih sehingga PPh badan juga turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak royalti hanya 10 persen dan tarif PPh badan adalah 25 persen, maka Indonesia kehilangan 15 persen PPh. Modus kedua, pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan baku dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan segrup yang berdiri di negara bertarif pajak rendah. Modus ketiga, berhutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi. Tingkat suku bunga tinggi ini adalah dividen terselubung ke perusahaan induk. Modus keempat, menggeser biaya usaha (termasuk gaji pegawai headquarters) ke negara bertarif pajak tinggi (cost center) seperti Inggris dan mengalihkan profit ke negara bertarif pajak rendah (profit center) seperti Bermuda. Dengan demikian keuntungan perusahaan terlihat kecil dan tidak perlu membayar pajak korporasi. Modus kelima, menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan jasa manajemen untuk menghindari pajak korporasi. Modus terakhir dengan mengecilkan omset penjualan. Perusahaan menjual rugi barang ke cabang perusahaan di negara bertarif pajak rendah, sehingga penjualan ekspor terlihat merugi. Kemudian dari cabang tersebut, barang dijual dengan harga normal ke konsumen akhir.113

Sementara itu modus penghindaran pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi antara lain yaitu tidak melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan sehingga menyebabkan Wajib Pajak terhindar dari pengenaan tarif PPh Progresif (semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi tarif pajaknya). Selain itu terdapat beberapa kasus penghindaran pajak yang melibatkan pegawai institusi pajak, antara lain diawali dengan pegawai pajak yang mengetahui informasi tentang beban pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Bila Wajib Pajak tersebut enggan membayar beban pajaknya, maka dapat terjadi kasus penyuapan agar petugas pajak tersebut dapat mengurangi bahkan menghilangkan beban pajak yang harus dibayar.

Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha. Pengusaha melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berbagai usaha penghindaran pajak merupakan aktivitas rent-seeking di lingkungan perpajakan, kemudian usaha penyuapan untuk menghindari pajak tersebut termasuk pada korupsi.

113

47

Pengaruh Sistem Pajak, Demokrasi, dan Rent-Seeking terhadap Penerimaan Pajak

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek random (random effect). Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari tiga metode pada teknik estimasi data panel digunakan

Chow Test dan Hausmann Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari pooled least square dan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausmann Test terhadap model terbaik yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect. Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, perlu evaluasi berdasarkan kriteria ekonomi apakah hasil estimasi terhadap model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Selain itu, juga perlu dilihat seberapa baik model dalam mengestimasi berdasarkan nilai koefisien determinasi.

Tahap Evaluasi Pemilihan Model

Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh sistem pajak, demokrasi, dan

rent-seeking terhadap penerimaan pajak dengan analisis data panel, dilakukan melalui 3 pendekatan model estimasi, yaitu Pooled Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Melalui ketiga model tersebut, dapat diketahui besarnya pengaruh sistem pajak, demokrasi, dan rent-seeking di dalam model terhadap penerimaan pajak di 15 negara anggota G-20, termasuk di dalamnya Indonesia dan Australia.

Pada pengujian dengan menggunakan Chow dan Uji Hausman pada Lampiran 7 dan 8, diperoleh bahwa Fixed Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi data panel yang terbaik. Kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap model estimasi data panel Fixed Effect Model pada Lampiran 9 agar dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE.

Pengujian Asumsi Klasik

A. Uji Multikolinearitas

Hasil penghitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan EViews 6.0 menghasilkan output seperti pada Tabel 11. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Pada Tabel 11 nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas semuanya kurang dari 0,80. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas, sehingga kriteria bebas multikolinearitas terpenuhi dalam model estimasi ini.

48

B. Uji Autokolerasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Nilai Tabel Durbin- Watson diperoleh dengan dL = 0,82 dan dU = 1,75, sehingga diperoleh selang pengambilan keputusan pada Gambar 9.

Nilai Durbin Watson hasil estimasi sebesar 1.634489 berada pada (dL < DW < dU) yaitu (0.82 < 1.634489 < 1.75) yang berarti bahwa tidak ada keputusan. Namun demikian, pendekatan Fixed Effect Model tidak mensyaratkan hasil estimasi yang bebas dari masalah autokorelasi, sehingga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan.

B. Uji Heteroskedatisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan cross section weighting. Hasil cross section weighting menggunakan EViews 6.0 menghasilkan output seperti pada Tabel 12. Dengan melihat bahwa, nilai Sum squared residual Weighted Statistics yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared residual Unweighted Statistisc dan nilai R-squared Weighted Statistic yang lebih besar dibandingkan nilai R-squared Unweighted Statistic, maka dapat disimpulkan bahwa model estimasi mengandung masalah heteroskedastisitas.

Menurut Winarno, heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan

standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F dan t Gambar 9 Kriteria Pengujian Autokorelasi: Durbin Watson

Sumber: Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zai [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Hal. 78.

Tabel 11 Nilai Korelasi Antarvariabel Bebas dalam Pengujian Multikolinearitas

Keterangan:

Taxrank = Sistem Pajak (indeks) Democr = Demokrasi (%)

ICRG = Ketidakadaan Rent-seeking (%) Sumber: EViews(data diolah).

Korelasi Taxrank Democr ICRG

ln(Taxrank) 1 -0.4483 -0.4535

Democr -0.4483 1 0.6975

49 tidak dapat dipercaya. Untuk mengatasi pelanggaran ini maka dilakukan estimasi

cross section weight dengan white heteroscedasticity.114

Tahap Pemilihan Model Terbaik

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan memenuhi syarat, maka model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah Fixed Effect Model dengan pembobotan (cross section weights) dan white cross section.

Nilai R-squared 0.994216 berarti variabel sistem pajak, demokrasi, dan

rent-seeking mampu menjelaskan variasi penerimaan pajak sebesar 99 persen. Variasi sisanya sebesar 1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Penggunaan Fixed Effect Model tersebut menyatakan bahwa terdapat satu di antara variabel sistem pajak, demokrasi, maupun rent-seeking yang signifikan memengaruhi penerimaan pajak. Hal tersebut didasarkan dari nilai Prob(F- statistik) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0000 < a 5 %).

114

Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews. UPP STIM YKPM. Yogyakarta. Hal. 48.

Tabel 13 Hasil Estimasi Pengaruh Sistem Pajak, Demokrasi, dan Rent-seeking

terhadap Penerimaan Pajak di 15 Negara G-20 pada Tahun 2008-2011

Variabel Koefisien Standar Eror t-Statistic Probabilitas C 10.64933 2.265920 4.699783 0.0000 LOG(TAXRANK) 0.907513 0.240900 3.767173 0.0005 DEMOCR 0.016504 0.024682 0.668688 0.5074 ICRG 0.014456 0.008438 1.713317 0.0940 R-squared 0.994216 Adjusted R-squared 0.991875 Sum squared resid weighted 33.66666 Sum squared resid unweighted 37.08858 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.425999

Sumber: EViews(data diolah).

Tabel 12 Hasil Pengolahan dengan Weighting Fixed Effect Model untuk Menguji Heteroskedastisitas

Weighted Statistics

R-squared 0.993742 Mean dependent var 23.62956 Adjusted R-squared 0.991208 S.D. dependent var 16.19965 S.E. of regression 0.884865 Sum squared resid 32.88545 F-statistic 392.2892 Durbin-Watson stat 2.257003 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.982262 Mean dependent var 16.56017 Sum squared resid 37.56793 Durbin-Watson stat 2.065669

50

Analisis secara parsial, bahwa variabel sistem pajak dan rent-seeking

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Variabel bebas lain yaitu demokrasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di 15 negara G-20. Hal ini dapat disebabkan karena bercampurnya negara maju dan negara berkembang dalam analisis data panel. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan analisis data panel terhadap kelompok negara berkembang dan negara maju di negara G-20 untuk melihat perbedaannya. Negara berkembang G-20 yang akan dianalisis yaitu Afrika Selatan, Brasil, India, Indonesia, Rusia, dan Turki.

Tabel 14 Hasil Estimasi Pengaruh Sistem Pajak, Demokrasi, dan Rent-seeking

terhadap Penerimaan Pajak di 6 Negara Berkembang G-20 pada Tahun 2008-2011

Variabel Koefisien Standar Eror t-Statistic Probabilitas C 0.137067 17.92520 0.007647 0.9940 LOG(TAXRANK) 2.308431 1.253176 1.842064 0.0853 DEMOCR 0.021093 0.178617 0.118091 0.9076 ICRG 0.095119 0.026654 3.568649 0.0028 R-squared 0.985027 Adjusted R-squared 0.977042 Sum squared resid weighted 13.22518 Sum squared resid unweighted 13.95503 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.437571 Sumber: EViews(data diolah).

Nilai R-squared 0.985027 berarti variabel sistem pajak, demokrasi, dan

rent-seeking mampu menjelaskan variasi penerimaan pajak sebesar 98 persen. Variasi sisanya sebesar 2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Penggunaan Fixed Effect Model tersebut menyatakan bahwa terdapat satu di antara variabel sistem pajak, demokrasi, maupun rent-seeking yang signifikan memengaruhi penerimaan pajak. Hal tersebut didasarkan dari nilai Prob(F- statistik) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0000 < a 5 %).

Analisis secara parsial, bahwa variabel sistem pajak dan rent-seeking

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Variabel bebas lain yaitu demokrasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di 6 Negara Berkembang G-20 termasuk Indonesia. Hal ini dapat disebabkan karena negara- negara berkembang tersebut masih berada pada masa demokrasi yang belum mapan. Selanjutnya dilakukan analisis data panel terhadap negara maju di negara G-20. Negara maju G-20 yang akan dianalisis yaitu Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Jerman, Kanada, Korea Selatan, dan Perancis. Italia dan Jepang tidak dianalisis karena memiliki data pencilan, sehingga menghasilkan estimasi yang tidak signifikan.

51 Tabel 15 Hasil Estimasi Pengaruh Sistem Pajak, Demokrasi, dan Rent-seeking

terhadap Penerimaan Pajak di 7 Negara Maju G-20 pada Tahun 2008- 2011

Variabel Koefisien Standar Eror t-Statistic Probabilitas C -6.210884 2.701841 -2.298760 0.0337 LOG(TAXRANK) 0.487746 0.256871 1.898799 0.0737 DEMOCR 0.080016 0.021471 3.726691 0.0015 ICRG 0.203650 0.052522 3.877448 0.0011 R-squared 0.988982 Adjusted R-squared 0.983473 Sum squared resid weighted 11.72261 Sum squared resid unweighted 15.62460 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.158764 Sumber: EViews(data diolah).

Nilai R-squared 0.988982 berarti variabel sistem pajak, demokrasi, dan

rent-seeking mampu menjelaskan variasi penerimaan pajak sebesar 99 persen. Variasi sisanya sebesar 1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Penggunaan Fixed Effect Model tersebut menyatakan bahwa terdapat satu di antara variabel sistem pajak, demokrasi, maupun rent-seeking yang signifikan memengaruhi penerimaan pajak. Hal tersebut didasarkan dari nilai Prob(F- statistik) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0000 < a 5 %).

Analisis secara parsial, pada taraf nyata 10 persen variabel sistem pajak, demokrasi, dan rent-seeking berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di 7 Negara Maju G-20, termasuk Australia. Variabel sistem pajak memiliki koefisien sebesar 0.487746 dari hasil analisis regresi. Hal ini berarti kenaikan satu persen sistem pajak akan mempengaruhi penerimaan pajak sebesar 0,49 persen. Variabel demokrasi memiliki koefisien sebesar 0.080016 dari hasil analisis regresi. Hal ini berarti kenaikan satu persen demokrasi akan mempengaruhi penerimaan pajak sebesar 0,08 persen. Variabel ketidakadaan rent-seeking

memiliki koefisien sebesar 0.203650 dari hasil analisis regresi. Hal ini berarti kenaikan satu persen ketidakadaan rent-seeking akan mempengaruhi penerimaan pajak sebesar 0,20 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya tentang keterkaitan antara sistem pajak, demokrasi, dan rent-seeking

yaitu sistem pajak yang baik, demokrasi yang mapan, serta ketidakadaan rent- seeking berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif terhadap penerimaan pajak.

52

Dokumen terkait