• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Identifikasi Bakteri

Larutan uji ditambah kloroform ditambah H2SO4 Gambar 13. Uji Terpenoid

F. Identifikasi Bakteri

Tujuan dilakukan identifikasi bakteri adalah untuk mengetahui apakah bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus dan E. coli. Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan uji gula (glukosa, laktosa, maltosa, sakarosa, manitol), NA, SC (Simon Citrate), SIM (Sulfur Indol Motil) dan pengecatan Gram. Tujuan dilakukan pengecatan Gram adalah untuk menentukan apakah bakteri uji termasuk E. coli (Gram negatif) atau S. aureus (Gram positif).

Menurut Kismiyati, Sri, Wahid dan Rahayu (2009), tujuan dilakukan uji gula-gula dalam penelitian adalah untuk mendeterminasi kemampuan bakteri dalam mendegradasi gula dan menghasilkan asam organik yang berasal dari tiap jenis gula, yaitu glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sakarosa. Menurut Rostinawati (2008), hasil positif yang diperoleh pada uji gula-gula ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media gula-gula menjadi kuning dari warna media sebelumnya. Hasil yang diperoleh pada uji gula-gula dalam penelitian adalah media gula-gula tersebut berubah warna menjadi warna kuning setelah diinkubasi selama 24 jam, baik pada bakteri S. aureus maupun E. coli.

Menurut Rostinawati (2008), hasil positif yang diperoleh pada uji motil dalam media dapat dilihat dengan mengamati penyebaran pertumbuhan bakteri di sekitar tusukan. Hasil yang diperoleh pada uji motil dalam penelitian adalah adanya penyebaran bakteri di sekitar tusukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa koloni bakteri uji memiliki alat gerak yang menyebabkan penyebaran bakteri pada media merata. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut bersifat fakultatif anaerob. Menurut Rostinawati (2008), hasil positif pada uji indol ditunjukkan dengan cincin merah yang terdapat pada permukaan media. Hasil yang diperoleh pada uji indol dalam penelitian adalah terdapat cincin merah pada permukaan media. Menurut Cappucino dan Sherman (cit. Rostinawati 2008), adanya produksi indol pada bakteri bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri mendegradasi asam amino esensial triptofan.

Produk metabolit yang dihasilkan dari triptofan adalah indol, asam urat dan ammonia.

Menurut Dewi (2010) bakteri S. aureus memiliki bentuk coccus dan berwarna ungu ketika dilakukan pengecatan Gram. Hasil yang diperoleh dari uji identifikasi bakteri uji menunjukkan bahwa S. aureus memiliki sel berbentuk bulat (coccus) dan koloninya menyerupai buah anggur serta berwarna ungu dapat dilihat pada lampiran no. 6. Menurut Purwohadisantoso, Elok dan Ella, (2009), bakteri E. coli memiliki bentuk batang pendek dan menghasilkan warna merah ketika dilakukan pengecatan Gram. Hasil yang didapat dari uji identifikasi bakteri uji menunjukkan bahwa pada bakteri E. coli memiliki warna merah muda, selnya berbentuk batang (basil) dapat dilihat pada lampiran no. 7. Berdasarkan pustaka yang diacu (Purwohadisantoso, Elok dan Ella, 2009), (Dewi, 2010) dan hasil yang diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri uji yang digunakan adalah benar bakteri S. aureus

dan E. coli.

G. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai Terhadap S. aureus dan E. coli dengan Metode Difusi Sumuran Uji ini merupakan uji pendahuluan yang bertujuan untuk memastikan adanya aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli. Pengujian potensi antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi sumuran. Prinsip metode difusi yaitu senyawa uji

ditempatkan dalam media padat yang sebelumnya sudah diinokulasikan bakteri uji. Senyawa uji akan berdifusi ke dalam media dan akan menghambat pertumbuhan bakteri.

Ekstrak etanol kulit batang pohon petai disiapkan terlebih dahulu lalu dilarutkan menggunakan DMSO karena DMSO dapat melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai dan aman digunakan untuk uji aktivitas antibakteri sebab tidak menunjukkan adanya zona hambat ketika diujikan pada bakteri S. aureus dan E. coli. Menurut Alfath, Vera, dan Sunnati (2013) DMSO juga digunakan sebagai pelarut karena DMSO dapat berfungsi sebagai pelarut yang cepat menyerap ke dalam ekstrak tanpa merusak ekstrak.

Pembuatan variasi konsentrasi (3,125%; 6,25%; 12,5%; 25%; 50%) dengan melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai sebesar 2,5 gram dalam 5 mL DMSO 5% (konsentrasi 50%). Konsentrasi 50% merupakan konsentrasi paling besar. Konsentrasi paling besar ini akan menentukan empat konsentrasi di bawahnya. Empat konsentrasi tersebut ditentukan dengan pengenceran sebesar setengah dari konsentrasi sebelumnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Efendi dan Triana (2013) menggunakan DMSO 5% sebagai kontrol negatif untuk menguji aktivitas antimikroba ekstrak etanol sarang semut terhadap Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Hermawan, Hana, dan Wiwiek (2007) menggunakan DMSO 10% sebagai kontrol negatif dalam penelitian tentang pengaruh ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli dengan metode difusi disk. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan Nauman dan Muhammad (2003) dalam penelitiannya terkait skrinning ekstrak metanol air terhadap aktivitas antibakteri dengan kontrol negatif adalah DMSO 100% dengan bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Corynebacterium bovis, Pasturella multocida dan Escherichia coli. Hasil yang diperoleh dari penelitian di atas dengan kontrol negatif adalah DMSO 5%, 10%, dan 100% adalah DMSO tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Oleh sebab itu, peneliti melakukan orientasi menggunakan DMSO dengan konsentrasi terkecil yaitu 1 %, 2%, dan 5% untuk melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai dan digunakan sebagai kontrol pelarut. Hasil yang diperoleh adalah DMSO 1% dan 2% belum bisa melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai sebaik mungkin, sedangkan DMSO 5% dapat melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai dengan baik dan tidak menghambat pertumbuhan bakteri. DMSO dengan konsentrasi 5% sudah dapat melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai maka pada konsentrasi DMSO di atas 5% sudah pasti dapat melarutkan ekstrak etanol kulit batang pohon petai. Pembuatan variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Hasil yang diperoleh Kurniawati (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit petai tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus

dan E. coli. Data diameter zona hambat yang diperoleh oleh peneliti disajikan dalam tabel III.

Tabel III menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang pohon petai hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus sedangkan tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Ekstrak etanol kulit batang pohon petai mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus karena adanya perbedaan struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif yang mengakibatkan perbedaan kemampuan penetrasi ekstrak uji ke dalam bakteri tersebut.

Tabel III. Diameter zona hambat yang dihasilkan seri konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai, kontrol positif dan kontrol negatif

terhadap S. aureus

Kelompok perlakuan Diameter zona hambat (mm) (Rerata ± SD)

Konsentrasi ekstrak etanol kulit

batang pohon petai 50% 18.9 ± 2.4 Konsentrasi ekstrak etanol kulit

batang pohon petai 25% 17.1 ± 1.0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit

batang pohon petai 12,5% 15.1 ± 1.6 Konsentrasi ekstrak etanol kulit

batang pohon petai 6,25% 11.3 ± 0.6 Konsentrasi ekstrak etanol kulit

batang pohon petai 3,125% 9.1 ± 0.5

Kontrol positif 35.1 ± 0.8

Kontrol negatif 0

NB: diameter zona hambat sudah dikurangi diameter sumuran 6 mm, n = 3

S. aureus (bakteri Gram positif) mempunyai struktur dinding sel dengan banyak lapisan peptidoglikan dan memiliki sedikit lipid sedangkan bakteri E. coli

(bakteri Gram negatif) memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dimana adanya membran luar yang melindungi peptidoglikan yaitu fosfolipid (lapisan dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar) (Pratiwi, 2008). Oleh karena dinding sel bakteri E. coli lebih kompleks mengakibatkan ekstrak etanol sulit menembus dan merusak integritas dinding sel E. coli.

Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri menurut Davis dan Stout (1971) ditunjukkan pada tabel IV dan hasil penelitian ditunjukkan pada tabel V. Berdasarkan tabel V, konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% merupakan konsentrasi efektif untuk menghambat bakteri S. aureus karena konsentrasi tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri termasuk kuat sehingga dapat menghasilkan zona hambat yang besar.

Tabel IV. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri Menurut Davis dan Stout (1971)

Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas antibakteri

≤ 5 mm Lemah

5 – 10 mm Sedang

10 – 20 mm Kuat

Tabel V. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus

Hasil penelitian

Konsentrasi Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas antibakteri 3, 125% 9,1 ± 0,5 Sedang 6,25% 11,3 ± 0,6 Kuat 12,5% 15,1 ± 1,6 Kuat 25% 17,1 ± 1,0 Kuat 50% 18,9 ± 2,4 Sangat kuat

Kontrol negatif (DMSO) yang digunakan dalam penelitian ini tidak menunjukkan zona hambat sehingga DMSO tidak mempunyai aktivitas antibakteri dan aman digunakan dalam uji antibakteri. Kontrol negatif atau kontrol pelarut bertujuan untuk melihat apakah pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak memiliki aktivitas antibakteri atau tidak. Sedangkan kontrol positif yang digunakan (amoksisilin) dalam penelitian ini menunjukkan zona hambat dengan kekuatan daya antibakterinya sangat kuat. Amoksisilin digunakan dalam penelitian karena memiliki spektrum yang luas dalam golongan penisilin. Menurut McEvoy (cit., Sulistiyaningsih, 2007), amoksisilin digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif (E. coli) dan Gram positif (S. aureus). Menurut Istiantoro dan Ganiswarna (cit., Sulistiyaningsih, 2007), mekanisme kerja amoksisilin menghambat pembentukan peptidoglikan yang diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri. Selain

digunakan sebagai kontrol positif, amoksisilin juga digunakan sebagai kontrol metode. Kontrol metode (amoksisilin) bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri yang digunakan di pasaran sebagai terapi bagi penyakit yang disebabkan karena bakteri dan untuk melihat apakah metode yang dilakukan peneliti sudah benar atau belum.

Data diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus yang diperoleh dari masing-masing variasi konsentrasi, kontrol negatif, kontrol positif dianalisis secara statistik menggunakan Microsoft Excel

dengan rumus yang sesuai. Data tersebut diuji apakah terdistribusi normal atau tidak menggunakan Shapiro-Wilk dan homogenitas data dengan uji Levene. Dari kedua uji tersebut menunjukkan bahwa distribusi data diameter zona hambat tidak normal dan data diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai tidak homogen. Oleh karena itu, analisis data dilanjutkan menggunakan analisis non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis bertujuan untuk melihat apakah antara seri konsentrasi dengan kontrol positif dan kontrol negatif berbeda tidak bermakna atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc menggunakan

Mann Withney-Wilcoxon Test bertujuan untuk melihat perbedaan hasil diameter zona jernih antara seri konsentrasi, kontrol positif, dan kontrol negatif. Mann Withney-Wilcoxon Test ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh disajikan dalam tabel VI.

Seri konsentrasi ekstrak etanol pada data tabel VI menunjukkan berbeda bermakna secara statistik terhadap kontrol positif maupun kontrol negatif. Pada

kontrol negatif, seluruh seri konsentrasi mempunyai perbedaaan yang bermakna terkait aktivitas hambat karena kontrol negatif tidak menghasilkan aktivitas hambat.

Tabel VI. Hasil Mann Withney-Wilcoxon Test diameter zona hambat seri konsentrasi ekstrak etanol, kontrol negatif, kontrol positif terhadap

Staphylococcus aureus Kelompok perlakuan Kontrol + Kontrol – K. 50% K. 25% K. 12,5% K. 6,25% K. 3,125% Kontrol + BTB Kontrol – BB BTB Konsentrasi 50% BB BB BTB Konsentrasi 25% BB BB BTB BTB Konsentrasi 12,5% BB BB BB BB BTB Konsentrasi 6,25% BB BB BB BB BB BTB Konsentrasi 3,125% BB BB BB BB BB BB BTB Keterangan:

*BB = berbeda bermakna, BTB = berbeda tidak bermakna

*Rerata ± SD diameter zona hambat ekstrak etanol kulit batang pohon petai setiap kelompok perlakuan : kontrol + (35,1 ± 0,8); kontrol – (0,0 ± 0,0); konsentrasi 50% (18,9 ± 2,4); konsentrasi 25% (17,1 ± 1,0); konsentrasi 12,5% (15,1 ± 1,6), konsentrasi 6,25% (11,3 ± 0,6); dan konsentrasi 3,125% (9,1 ± 0,5).

*K : Konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai

Apabila membandingkan antar seri konsentrasi, meningkatnya daya hambat sebanding dengan meningkatnya seri konsentrasi. Tetapi pada seri konsentrasi 25%

dan 50%, data diameter zona hambat menunjukkan berbeda tidak bermakna atau bisa dikatakan memiliki daya hambat yang sama antar kedua seri konsentrasi tersebut. Selain itu, hasil ini juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang lebih besar (50%) tidak selalu daya hambatnya makin besar. Hal ini disebabkan karena etanol yang digunakan untuk menyari senyawa kimia yang terkandung dalam kulit batang pohon petai adalah etanol 70% dimana komposisi etanol 70% terdiri dari etanol 70% dan air 30%. Menurut Djide (2004) mengatakan bahwa etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 50 - 70% dan membunuh pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 70%. Tersedianya molekul air dalam etanol 70% akan mempercepat proses penguapan dan proses penetrasi ke jaringan. Hal ini didukung oleh fakta yang menyatakan bahwa alkohol absolut yang tidak mengandung air, memiliki aktivitas antibakteri jauh lebih rendah dibandingkan dengan alkohol yang mengandung air. Menurut Sulistiyaningsih (2010) mekanisme kerja alkohol dengan mendenaturasi protein. Hal ini disebabkan karena pada proses denaturasi protein memerlukan air pada konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, variasi konsentrasi ekstrak etanol dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan daya hambatnya tidak lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif. Berdasarkan hasil yang diperoleh menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit batang pohon petai mempunyai potensi antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus. Kemudian dilanjutkan dengan mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai.

H.Pengukuran Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum

Dokumen terkait